Studi agronomi beberapa genotipe padi penghasil ratun
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Pertumbuhan
Hasil analisis ragam 18 genotipe yang diamati menunjukkan tinggi tanaman utama berkisar antara 111.3 – 168.3 cm. Terdapat satu varietas PTB dan empat galur PTB sawah yang memiliki tinggi tanaman lebih dari 150 cm, yaitu Cimelati, IPB106-F-7-1, IPB106-F-8-1, IPB106-F-10-1, dan IPB106-F-12-1. Kelima genotipe ini berbeda sangat nyata dengan genotipe lainnya. Semua varietas PTB yang diuji menghasilkan tanaman utama yang lebih tinggi dibandingkan deskripsi varietas. Untuk galur yang belum dideskripsikan, hasil yang diperoleh saat ini dapat dijadikan informasi untuk mengetahui kisaran tinggi tanaman setiap genotipe. Ratun memiliki tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan tanaman utamanya yaitu 50.0 – 120.7 cm (Tabel 2).
Galur-galur PTB sawah yang tinggi tanaman utamanya lebih dari 150 cm cenderung mengalami kerebahan pada saat pematangan biji, namun hal ini tidak dialami varietas PTB Cimelati. Secara morfologi varietas Cimelati memiliki batang yang lebih vigor dan tegak, sehingga lebih tahan terhadap kerebahan dibandingkan galur IPB106-F-7-1, IPB106-F-8-1, IPB106-F-10-1, dan IPB106-F- 12-1. Demikian halnya dengan ratun, galur IPB106-F-8-1 menghasilkan batang tertinggi yaitu 120.7 cm dan berbeda nyata dengan beberapa genotipe lainnya. Secara genetik, keempat galur PTB sawah asal IPB merupakan hasil persilangan antara varietas padi tipe baru Fatmawati dengan varietas lokal asal Kalimantan yaitu Siam Mutiara. Karakter padi lokal tersebut adalah umur panjang, bentuk tanaman tinggi, batang kecil, jumlah anakan sedikit, bentuk gabah ramping, dan rasa nasi pera (Aswidinnoor et al. 2008). Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000) padi lokal pada tahap awal pertumbuhan mengabsorbsi N lebih cepat dan banyak, sehingga pertumbuhan vegetatif lebih tinggi, tetapi jumlah anakan yang dihasilkan rendah, dan tanaman mudah mengalami kerebahan.
Hasil pengamatan menunjukkan jumlah anakan produktif tanaman utama berkisar antara 12.2 – 39.3 anakan. Jumlah anakan tertinggi dihasilkan galur PTB rawa B10214F-TB-7-2-3 dengan jumlah anakan 39.2. Terdapat beberapa genotipe yang menghasilkan anakan > 25 anakan, yaitu Cimelati, Gilirang, BP23F-PN-11, BP205D-KN-78-1-8, B9833C-KA-14, B9858D-KA-55 dan IR61241-3B-B-2.
Varietas PTB
Ciapus 127.3 bc 67.5 abc 21.3 defgh 9.5 bc 85.7 ab 19
Cimelati 152.3 a 76.7 abc 28 bcdef 30.0 a 70.7 fg 19
Fatmawati 129.3 bc 91.3 abc 18.2 fgh 13.7 abc 82.0 abcd 17
Gilirang 132.7 b 76.0 abc 35.2 ab 5.7 c 84.7 abc 19
Galur PTB Sawah
IPB106-F-7-1 168.3 a 110.3 ab 19.3 efgh 22.3 abc 67.7 g 20 IPB106-F-8-1 153.3 a 120.7 a 20.8 defgh 9.7 bc 75.0 ef 15 IPB106-F-10-1 154.7 a 106.0 ab 12.2 h 25.0 ab 77.7 de 18 IPB106-F-12-1 155.3 a 75.3 abc 25.2 cdefg 18.7 abc 81.7 abcd 18 BP23F-PN-11 127.0 bc 64.0 bc 28.3 bcde 6.0 c 84.3 abc 19 BP138F-KN-23 125.3 bc 66.0 bc 22.8 defg 7.5 bc 87.3 a 18 BP205D-KN-78-1-8 135.0 b 99.3 abc 28.3 bcde 11.0 bc 80.0 bcde 17 BP355E-MR-45 129.7 bc 57.5 bc 17.3 gh 6.0 c 81.3 abcd 20 BP360E-MR-79-PN-2 111.3 c 51.0 c 18.7 efgh 8.5 bc 82.3 abcd 17 Galur
PTB Rawa
B9833C-KA-14 112.0 c 79.7 abc 28.2 bcde 9.7 bc 79.0 cde 18 B9852E-KA-66 129.7 bc 59.0 bc 23.5 defg 7.0 bc 80.0 bcde 16 B9858D-KA-55 119.7 bc 50.0 c 34.7 abc 7.0 bc 79.7 bcde 14
B10214F-TB-7-2-3 120.3 bc - 39.2 a -
81.0 bcde
IR61241-3B-B-2 124.7 bc - 30.2 abcd - 83.7 abcd
Ket : - = tanaman tidak menghasilkan ratun; TU = tanaman utama; R = ratun. Angka dalam kolom yang sama yang dikuti dengan huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Ratun yang dihasilkan dari setiap genotipe memiliki jumlah anakan produktif lebih sedikit dibandingkan tanaman utamanya yaitu 5.7 – 30.0 anakan. Jumlah anakan produktif tertinggi dihasilkan varietas Cimelati. Terdapat tiga genotipe yang mampu menghasilkan anakan ratun > 20 anakan, yaitu Cimelati, IPB106-F- 7-1dan IPB106-F-10-1 (Tabel 2).
Umur berbunga dan umur panen tanaman utama hampir semua genotipe yang diuji tidak berbeda nyata, kecuali varietas Cimelati dan genotipe IPB106-F- 7-1 yang berbeda sangat nyata dengan genotipe lainnya. Umur berbunga genotipe IPB106-F-7-1 adalah 67.7 hari dan umur panen 96.0 hari dan tergolong sangat genjah. Menurut Irianto et al. (2009) genotipe tergolong genjah yaitu 105 – 124 hari. Tanaman ratun memiliki umur panen yang lebih pendek dibandingkan tanaman utama, yaitu 59.0 – 77.0 hari (rata-rata 68.0 hari).
Umur tanaman ratun umumnya lebih pendek dibandingkan tanaman utama, hal ini disebabkan ratun memiliki fase pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman utama. Pada tanaman utama terdapat tiga fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif, reproduktif dan pemasakan. Ratun memiliki dua fase, yaitu fase reproduktif dan pemasakan. Kedua fase ini umumnya berlangsung sama pada semua genotipe padi. Fase yang lebih pendek disebabkan munculnya anakan ratun sering diikuti atau bersamaan dengan keluarnya malai atau bunga. Vergara (1995) menyatakan umur tanaman ratun akan berada pada kisaran 65 hari yaitu selama 35 hari untuk fase reproduktif dan 30 hari untuk fase pemasakan.
Secara visual tunas ratun mulai keluar pada hari ke-2 hingga hari ke-7, dengan jumlah anakan yang muncul paling banyak terjadi pada hari kelima. Pada hari ketujuh ratun sudah mulai bercabang. Perbedaan waktu keluar ratun dan laju pertumbuhan ratun tampaknya sangat tergantung pada kondisi tunggul tanaman utama. Secara morfologi anakan ratun dapat keluar dari setiap buku sehingga jumlah anakan ratun dapat melebihi tanaman utamanya, namun besar kecilnya batang atau anakan yang dihasilkan sangat tergantung dengan cadangan karbohidrat yang tersisa pada tanaman utama setelah panen (Mahadevappa dan Yogeesha, 1988).
Komponen Produksi
Panjang malai tanaman utama berkisar antara 23.9 – 33.1 cm, lebih panjang dibandingkan panjang malai ratun yang berkisar antara 13.0 – 31.0 cm. Galur- galur PTB sawah asal IPB yaitu IPB106-F-7-1; IPB106-F-8-1; IPB106-F-10-1, IPB106-F-12-1 menghasilkan malai yang lebih panjang dibandingkan genotipe lainnya, dan berbeda sangat nyata dengan beberapa genotipe lain khususnya galur- galur PTB rawa. Terdapat genotipe yang panjang malai ratunnya hampir sama dengan tanaman utama yaitu Fatmawati, IPB106-F-8-1, BP205D-KN-78-1-8 dan B9833C-KA-14 (Tabel 2). Keempat genotipe tersebut diduga dapat menghasilkan ratun tinggi, karena panjang malai umumnya berkorelasi dengan jumlah gabah per malai. Zhao-wei (2003) menjelaskan bahwa sebagian besar N pada tunggul dan bagian lain termasuk daun dan selubung batang ratun diangkut ke malai untuk pengisian biji, sehingga panjang malai meningkat dan pengisian butir ratun tinggi.
Jumlah gabah total per malai berkisar antara 122.7 – 389.0 butir/malai. Jumlah gabah total tanaman utama galur IPB106-F-7-1, IPB106-F-8-1, IPB106-F- 10-1, dan IPB106-F-12-1 berkisar antara 296.7-389.0 butir/malai. Hasil ini sesuai dengan kriteria PTB yang diinginkan, yang berkisar antara 250-300 butir/malai. Pada ratun, jumlah gabah total umumnya lebih rendah dibandingkan tanaman utamanya. Terdapat genotipe yang menghasilkan jumlah gabah total ratun > 200 butir/malai, yaitu galur IPB106-F-7-1. Hal menarik terjadi pada genotipe BP138F-KN-23, BP360E-MR-79-PN-2, B9852E-KA-66 dan B9858D-KA-55. Keempat genotipe ini menghasilkan jumlah gabah total ratun yang sama atau lebih tinggi dibandingkan tanaman utamanya. Dalam kaitan ini, keempat genotipe tersebut diduga memiliki stabilitas yang tinggi dalam kemampuannya menghasilkan biji ratun yang setara dengan tanaman utamanya. Ratun beberapa galur PTB sawah dan varietas PTB secara rata-rata mampu menghasilkan gabah yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya.
Jumlah gabah isi tanaman utama berkisar 65.3 - 266.3 butir. Terdapat genotipe yang memenuhi kriteria sebagai padi ideal seperti yang dikemukakan Zhengjin et al. (2005), yaitu menghasilkan jumlah gabah isi per malai lebih dari 160 butir. Genotipe tersebut adalah varietas Ciapus, galur IPB106-F-7-1, IPB106-
Varietas PTB
Ciapus 289.3 abc 160.5 abc 172.0 abc
Cimelati 30.7 abc 20.3 cdefgh 208.0 bcd 158.7 abc 123.3 c
Fatmawati 30.4 abcd 29.7 ab 122.7 d 97.7 abc 79.3 c
Gilirang 27.0 bcde 21.3 bcdefgh 220.0 bcd 98.3 abc 127.7 c
Galur PTB Sawah
IPB106-F-7-1 33.1 a 28.0 abc 380.3 a 227.8 a 263.3 ab
IPB106-F-8-1 31.4 ab 31.0 a 389.0 a 193.0 ab 266.3 a
IPB106-F-10-1 31.2 ab 23.0 abcdef 296.7 abc 139.3 abc 162.3 bc IPB106-F-12-1 32.1 a 27.0 abcd 317.3 ab 38.0 c 171.0 abc BP23F-PN-11 25.8 de 19.0 defgh 193.3 bcd 152.0 abc 93.0 c BP138F-KN-23 26.1 cde 15.5 fgh 180.0 bcd 183.5 ab 108.5 c BP205D-KN-78-1-8 26.7 bcde 24.0 abcde 185.7 bcd 145.3 abc 96.0 c
BP355E-MR-45 25.0 e 13.5 h 164.7 bcd 151.5 abc 82.7 c BP360E-MR-79-PN-2 25.8 de 13.0 h 137.7 cd 145.5 abc 70.2 c Galur PTB Rawa B9833C-KA-14 24.0 e 22.0 bcdefg 158.3 bcd 77.3 bc 68.0 c B9852E-KA-66 25.0 e 17.5 fgh 158.7 bcd 162.5 abc 65.3 c B9858D-KA-55 23.9 e 18.0 fgh 177.7 bcd 177.0 ab 101.7 c B10214F-TB-7-2-3 25.5 e - 221.0 bcd - 146.3 c IR61241-3B-B-2 24.7 e - 223.3 bcd - 152.0 c
Ket : - = tanaman tidak menghasilkan ratun; TU = tanaman utama; R = ratun. Angka dalam kolom yang sama yang dikuti dengan huruf yang
F-8-1, IPB106-F-10-1, dan IPB106-F-12-1. Jumlah gabah isi ratun genotipe BP138F-KN-23, BP205D-KN-78-1-8, B355E-MR-45, BP360E-MR-79-PN-2 dan B9852E-KA-66 lebih tinggi dibandingkan tanaman utamanya (Tabel 3).
Fenomena lain yang tampak dari hasil pengamatan adalah tingginya persen gabah hampa, yang berkisar antara 21.6 – 60.1%. Khush (1996) menyatakan terdapat tiga faktor penting yang mempengaruhi proses pengisian biji pada tanaman padi, yaitu : 1) fotosintat yang dihasilkan organ tanaman yang berperan sebagai source, 2) sistem translokasi dari source ke sink, dan 3) akumulasi asimilat pada sink.
Pada PTB tingginya gabah hampa diduga disebabkan sink yang terlalu besar dibandingkan source, yang mengakibatkan gangguan pengisian biji, sehingga persen gabah hampa tinggi. Beberapa alasan rendahnya pengisian biji pada PTB adalah rendahnya efisiensi partisi asimilat ke biji, dan terbatasnya seludang pembuluh untuk pengangkutan asimilat ke biji (Kobata dan Iida 2004; Peng et al. 1999). Suhu yang tinggi selama penelitian, mencapai 43.0 oC diduga turut mempengaruhi tingginya jumlah gabah hampa. Suhu tinggi akan memicu respirasi tinggi menyebabkan hilangnya hasil fotosintesis. Suhu tinggi (31.5 – 36.0 oC) yang terjadi selama pembungaan meningkatkan jumlah polen steril, yang mengakibatkan jumlah gabah hampa tinggi (Matsui et al. 1997). Demikian juga pada fase pemasakan, suhu tinggi antara 32.0 - 40.0 oC menurunkan jumlah gabah dan menekan gabah isi, serta mengurangi kualitas hasil (Zakaria et al. 2002).
Genotipe-genotipe yang mampu menghasilkan ratun dengan jumlah gabah tinggi setara dengan tanaman utama, ternyata memiliki persen gabah hampa yang cukup tinggi, walaupun lebih rendah dibandingkan kehampaan pada tanaman utamanya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa faktor pembatas produktivitas dalam pengisian biji tanaman ratun mirip dengan faktor pembatas pengisian biji pada tanaman utamanya. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan produksi pada tanaman ratun dapat didekati dengan tata cara meningkatkan produktivitas pada tanaman utama.
Bobot 1000 butir tanaman utama berkisar antara 17.4 g - 30.2 g dan tidak berbeda nyata antar genotipe, kecuali bobot 1000 butir galur BP138F-KN-23 yang nyata berbeda dengan sebagian besar genotipe, dengan bobot 30.2 g. Pada
varietas Ciapus, Cimelati, Fatmawati dan Gilirang, bobot 1000 butir yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan diskripsi varietas (Suprihatno et al. 2007). Bobot 1000 butir ratun semua genotipe lebih rendah dibandingkan tanaman utama. Genotipe IPB106-F-8-1, BP360E-MR-79-PN-2, dan BP23F-PN-11, menghasilkan bobot gabah ratun 1000 butir yang setara dan lebih tinggi dibandingkan tanaman utamanya (Tabel 4).
Tabel 4. Bobot 1000 butir dan hasil tanaman utama dan ratun 18 genotipe padi di rumah kaca, 2008.
Genotipe Bobot 1000 butir (g) Bobot gabah/rumpun (g) TU R TU R Varietas
PTB
Ciapus 23.9 ab 19.6 ab 25.6 abc 18.3 bcd
Cimelati 24.6 ab 19.9 ab 48.2 abc 25.5 abc
Fatmawati 23.8 ab 15.7 cdef 26.4 abc 13.2 cd
Gilirang 21.4 b 13.0 f 28.4 abc 15.6 cd Galur PTB Sawah IPB106-F-7-1 21.3 b 15.2 def 18.4 bc 28.9 ab IPB106-F-8-1 17.4 b 22.0 a 32.1 abc 17.6 bcd IPB106-F-10-1 19.7 b 14.1 ef 28.3 abc 31.2 a IPB106-F-12-1 20.8 b 13.2 f 28.4 abc 11.7 d BP23F-PN-11 20.3 b 19.9 ab 41.8 ab 13.8 cd BP138F-KN-23 30.2 a 20.3 ab 30. 7 abc 12.7 cd BP205D-KN-78-1-8 21.9 b 15.2 def 31.5 abc 10.4 D BP355E-MR-45 21.2 b 18.9 abc 16.1 c 15.9 Bcd BP360E-MR-79-PN-2 18.6 b 18.2 bcd 27.0 abc 16.6 Bcd Galur PTB Rawa B9833C-KA-14 22.9 ab 17.0 bcde 48.5 a 11.6 D
B9852E-KA-66 19.4 b 17.1 bcde 24.7 abc 19.4 abcd B9858D-KA-55 23.5 ab 19.1 abc 37.7 abc 16.0 Bcd
B10214F-TB-7-2-3 22.7 ab - - 41.9 ab - -
IR61241-3B-B-2 19.0 b - - 29.0 abc - -
Ket : - = tanaman tidak menghasilkan ratun; TU = tanaman utama; R = ratun; HST = hasil setelah tanam; untuk ratun hasil setelah panen tanaman utama. Angka dalam kolom yang sama yang dikuti dengan hurup yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5 %.
Genotipe yang menghasilkan bobot gabah per rumpun tertinggi adalah B9833C-KA-14 yaitu 48.5 g sedang genotipe BP355E-MR-45 terendah yaitu 16.1 g, dan tidak berbeda nyata antar genotipe. Galur IPB106-F-7-1 dan IPB106- F-10-1, mempunyai bobot gabah per rumpun ratun melebihi tanaman utamanya (Tabel 4).
Nilai Duga Ragam Genetik Tanaman Utama
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata genotipe terhadap semua karakter yang diamati, dimana karakter-karakter tersebut merupakan tolak ukur pertumbuhan tanaman padi. Dengan demikian hasil analisis menunjukkan bahwa faktor genetik berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman padi. Berdasarkan nilai koefisien keragaman genotipe (KVG), yang merupakan tolak ukur variabilitas genetik tanaman, diperoleh nilai koefisien keragaman genotipe (KVG) masing-masing karakter berkisar antara 4.16-39.60%, yang ditunjukkan oleh karakter umur panen (terendah) dan jumlah gabah isi/malai (tertinggi). Jika mengacu kepada kriteria KVG relatif menurut Mangoendidjoyo (2003), maka nilai tersebut berada pada kisaran rendah ( 0 < x < 25% ) dan agak rendah ( 25% < x < 50% ), tetapi dengan menetapkan nilai relatif berdasarkan hasil KVG yang diperoleh yaitu 0 – 39.60% sebagai nilai absolut, maka nilai absolut tertinggi adalah 39.60% akan sama dengan nilai relatif 100%; sehingga kriteria KVG yang diperoleh adalah rendah (0.0% < x < 9.90%, agak rendah (9.90% < x < 19.80%), cukup tinggi (19.08% < x < 29.70%) dan tinggi (29.70% < x < 39.60%). Berdasakan kriteria ini, maka karakter yang tergolong rendah ditunjukan oleh empat karakter yaitu: umur berbunga, umur panen, bobot 1000 butir dan bobot gabah hampa/malai. Terdapat tiga karakter yang tergolong agak rendah yaitu tinggi tanaman, panjang malai dan jumlah gabah/rumpun (hasil). Dua karakter tergolong cukup tinggi yaitu jumlah anakan produktif dan jumlah gabah total/malai. Karakter yang tergolong tinggi adalah jumlah gabah isi/malai (Tabel 5).
Karakter jumlah anakan produktif, jumlah gabah total/malai dan jumlah gabah isi/malai digolongkan sebagai karakter dengan keragaman genetik luas. Hal ini menunjukkan ada variasi yang tinggi dari ketiga karakter, sehingga perbaikan potensi ratun berdasarkan karakter tersebut cukup baik dan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan genotipe potensi ratun lebih lanjut (Mangoendidjoyo, 2003).
Berdasarkan hasil analisis menggunakan ragam genotipe dan ragam fenotipe, diperoleh hasil pendugaan nilai daya waris (heritabilitas) dalam arti luas untuk karakter agronomi, dengan nilai heritabilitas berkisar antara 0.23 – 0.86 (Tabel 5). Mengacu kepada kriteria Stanfield (1983), maka sebanyak tujuh karakter menghasilkan nilai heritabilitas yang tergolong tinggi, dan tiga karakter tergolong sedang. Kontribusi ragam genetik terhadap ekspresi karakter dengan golongan tinggi masing-masing adalah 86% untuk umur panen, 84% untuk tingi tanaman, 82% untuk umur berbunga. 76% dan 69% masing-masing untuk jumlah