• Tidak ada hasil yang ditemukan

Location Questient (LQ)

Data yang digunakan dalam menghitung nilai LQ komoditas pertanian adalah rata-rata luas panen masing- masing komoditas pada tahun 2012 dan 2013 dengan jumlah empat komoditas tanaman pangan dan tiga komoditas perkebunan. Unit analisisnya berupa batas administrasi kecamatan dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Hasil analisis komoditas basis wilayah Boliyohuto dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai LQ Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto Kecamatan Padi Jagung Kacang

Tanah

Ubi

Kayu Kelapa Kopi Kakao

Batudaa Pantai 0,0 2,0 3,1 9,7 2,0 0,9 6,6 Biluhu 0,0 1,9 0,9 3,7 3,1 0,0 3,3 Batudaa 0,0 1,7 0,0 2,1 3,9 1,4 3,3 Bongomeme 0,0 2,1 1,4 0,9 1,9 4,5 0,4 Tabongo 1,5 0,4 0,4 1,6 0,9 0,0 0,7 Dungaliyo 1,2 1,0 1,4 2,9 0,0 0,0 0,0 Tibawa 0,8 1,2 1,7 1,8 1,3 0,0 0,4 Pulubala 0,3 1,3 3,2 0,0 3,8 1,2 1,1 Boliyohuto 1,6 0,3 0,0 0,3 0,9 1,3 1,9 Mootilango 1,2 0,9 1,8 0,1 0,4 0,2 1,1 Tolangohula 1,6 0,4 0,0 0,1 0,2 0,1 0,6 Asparaga 0,8 1,3 0,3 2,1 0,3 0,0 0,9 Bilato 0,2 2,2 2,8 0,0 0,0 0,0 0,0 Limboto 1,4 0,5 1,0 0,0 0,9 2,6 0,7 Limboto Barat 1,2 0,8 0,0 0,0 0,8 0,4 0,5 Telaga 1,6 0,3 0,0 0,0 1,0 5,1 5,6 Telaga Biru 1,0 1,1 0,9 1,2 0,8 1,8 2,2 Tilango 0,0 1,6 0,0 8,2 4,5 0,0 0,0 Talaga Jaya 1,2 0,7 0,0 7,9 1,2 0,0 0,0

Tabel 17 menunjukkan bahwa dari hasil analisis LQ, di setiap kecamatan memiliki komoditas basis masing-masing. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa di Kecamatan Boliyohuto memiliki komoditas basis yaitu tanaman padi, kopi dan kakao (Nilai LQ >1). Kecamatan Mootilango memiliki komoditas basis padi, jagung dan kacang tanah. Kecamatan Tolangohula komoditas basisnya adalah padi, Kecamatan Asparaga memiliki komoditas basis jagung, ubi kayu dan kakao sedangkan di Kecamatan Bilato komoditas basisnya adalah jagung dan kacang tanah.

Shift Share Analysis (SSA)

Alat Analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian wilayah yang direfleksikan dalam bentuk pertumbuhan wilayah, kecepatan pertumbuhan relatif sektor-sektor wilayah, dan daya saing sektor-sektor wilayah.

(Bendavid-Val, 1991:67, Amien 1996:106 dalam Harun dan canon 2006). Data yang digunakan dalam melakukan analisis adalah data luas panen untuk komoditas pangan dan perkebunan. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat dijelaskan bahwa di Kabupaten Gorontalo semua komoditas dalam pengembanganya mengalami pertumbuhan. Ini dibuktikan dengan nilai komponen analisis regional share (RS) yang mengarah ke nilai positif yaitu (0,1). Komponen RS ini menunjukkan perkembangan dari seluruh komoditas secara keseluruhan dalam satu wilayah.

Dari perkembangan semua komoditas kemudian dinilai pertumbuhan untuk tiap komoditas. Hal ini dinilai bedasarkan nilai proportional shift (PS), dimana nilai PS ini menunnjukan pertumbuhan untuk tiap komoditas dengan total perkembangan komoditas secara keseluruhan. Jika hasil dari PS >0 maka komoditas tersebut mengalami pertumbuhan, sebaliknya jika hasil PS <0 maka komoditas tersebut tidak mengalami pertumbuhan. Pada hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas yang mengalami pertumbuhan adalah jagung, kacang tanah, ubi kayu, kelapa kopi dan kakao.

Setelah analisis untuk komponen RS dan PS, analisis selanjutnya adalah komponen differential shift (DS). Komponen DS merupakan komponen yang menunjukkan tingkat kompetisi (competitiveness) satu sektor terhadap sektor lain dalam suatu wilayah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Widiatmaka (2013) bahwa

differential shift merupakan ukuran yang dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kompetisi (competitiveness) suatu sektor/aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas tertentu dalam suatu wilayah. Hasil analisis DS menunjukkan bahwa disetiap kecamatan memiliki komoditas yang mempunyai tingkat kompetisi yang tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Di Kecamatan Boliyohuto komoditas yang memiliki tingkat kompetisi paling tinggi adalah jagung dibandingkan dengan komoditas lain dengan nilai (3,9), kemudian untuk kecamatan - kecamatan lain masing masing adalah, Kecamatan Asparaga kacang tanah (0,1), Kecamatan Bilato kacang tanah (4,9), Kecamatan Mootilango kacang tanah (2,9), dan Kecamatan Tolangohula kacang tanah (2,9).

Dari keseluruhan analisis yaitu regional share (RS), proportional shift (PS), dan differential shift (DS), jika dijumlahkan maka akan didapatkan satu komponen pertumbuhan secara keseluruhan di setiap kecamatan untuk masing-masing komoditas yaitu komponen Shift Share Analysis (SSA). Komponen ini akan melihat komoditas mana yang mengalami pertumbuhan. Suatu komoditas dikatakan mengalami pertumbuhan jika memiliki nilai SSA >0 (+). Dari hasil analisis SSA menunjukkan bahwa komoditas yang mengalami pertumbuhan dengan nilai SSA >0 (+) adalah padi, jagung, kacang tanah, kopi dan kakao, selengkapnya untuk hasil analisis shift share dapat dilihat pada Tabel 18.

Komoditas Unggulan Pertanian Wilayah Boliyohuto

Untuk menentuan komoditas unggulan pertanian dapat dilihat dari kombinasi nilai LQ dan SSA. Jika nilai LQ >1 dan nilai SSAnya >0 (+) maka komoditas tersebut dikatakan unggul. Komoditas yang dikatakan unggul tersebut mempunyai pemusatan aktivitas di wilayah tertentu dan mampu menyediakan suplay komoditas ke wilayah yang lain serta komoditas tersebut mengalami pertumbuhan yang signifikan dari waktu ke waktu.

Dalam penentuan komoditas unggulan perlu diperhatikan sistem pengusahaan komoditas yang dipakai oleh petani. Komoditas unggulan harusnya dilakukan dengan sistem monokultur dan merupakan sumber ekonomi bagi petani. Selain itu komoditas unggulan yang diusahakan seharusnya memiliki luas tanam yang luas agar hasil yang didapatkan juga mampu memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri. Perlu diperhatikan juga komoditas-komoditas yang menjadi unggulan adalah komoditas budidaya yang ada di setiap kecamatan.

Dari hasil analisis komoditas unggulan yang dominan adalah komoditas padi dan jagung. Hal ini merupakan bukti bahwa di Kabupaten Gorontalo khususnya Wilayah Boliyohuto komoditas yang paling banyak dibudidayakan adalah padi dan jagung. Selain padi dan jagung, komoditas lain yang menjadi unggulan adalah komoditas kopi, kakao dan kacang tanah. Selengkapnya hasil analisis komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 18. Hasil Analisis SSA Komoditas Pertanian Wilayah Boliyohuto Kecamatan Padi Jagung Kacang

Tanah

Ubi

Kayu Kelapa Kopi Kakao

Batudaa Pantai 0,0 0,4 0,1 -0,1 0,3 0,7 2,9 Biluhu 0,0 0,4 0,0 -0,2 0,2 -0,2 Batudaa -0,6 0,7 0,0 0,0 0,3 0,7 0,1 Bongomeme -0,8 0,1 -0,3 0,9 0,2 0,2 0,1 Tabongo 0,1 0,3 0,0 0,0 0,2 0,0 0,0 Tibawa 0,1 0,2 0,6 3,7 0,2 0,0 0,4 Pulubala 0,4 0,9 0,0 -0,8 0,2 0,3 0,3 Boliyohuto 0,2 4,0 0,0 0,2 0,2 0,3 0,2 Mootilango 0,1 -0,1 3,2 0,0 0,2 0,4 1,5 Tolangohula 0,1 -0,4 -0,1 -0,3 0,3 0,7 0,3 Asparaga 0,2 0,0 0,5 0,0 0,3 0,0 -0,3 Bilato 2,4 2,4 5,3 -0,8 0,0 0,0 0,0 Limboto 0,1 1,2 0,1 -0,8 0,2 0,2 0,3 Limboto Barat 0,1 -0,1 0,0 0,0 0,2 0,4 0,3 Telaga 0,0 1,1 -0,8 -0,8 0,3 0,3 0,3 Telaga Biru 0,1 0,3 0,6 -0,5 0,3 0,3 0,3 Tilango 0,0 2,4 0,0 0,0 0,4 0,0 0,0 Talaga Jaya -0,1 2,3 -0,8 0,0 0,5 0,0 0,0

Tabel 19. Hasil Penentuan Komoditas unggulan Wilayah Boliyohuto Kecamatan Komoditas Unggulan

Boliyohuto Padi, Kopi dan Kakao

Mootilango Padi, Kacang Tanah dan Kakao

Tolangohula Padi

Asparaga Jagung

Bilato Jagung dan Kacang Tanah

Potensi Sumberdaya Fisik Lahan Wilayah Boliyohuto

Potensi sumberdaya fisik lahan untuk komodias unggulan dilihat dari dua aspek, yaitu aspek kesesuaian lahan serta bahaya erosi. Lahan yang dianggap potensial untuk komoditas unggulan adalah lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan untuk komoditas yang dikembangkan dan tidak akan mengakibatkan terjadinya erosi.

Penilaian Kesesuaian Lahan

Dari hasil analisis LQ dan SSA di dapatkan beberapa komoditas unggulan pada tiap-tiap kecamatan di Wilayah Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Beberapa aspek perlu diperhatikan agar komoditas-komiditas ini ke depan dapat di kembangkan, salah satunya adalah aspek kesesuaian lahan.

Menurut Hardjowigeno (2010) kesesuaian lahan adalah potensi lahan yang didasarkan atas kesesuaian untuk penggunaan pertanian secara lebih khusus. Untuk itu perlu adanya penilaian kesesuaian lahan sehingga dapat diketahui seberapa potensinya komoditas-komoditas unggulan tersebut dari aspek lahan. Dengan hasil tersebut, perencanaan komoditas unggulan akan lebih baik karena sesuai dengan daya dukung lahan. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan karakteristik lahan dengan kriteria kesesuaian lahan tanaman unggulan. Karakteristik lahan dihasilkan dari hasil analisis overlay peta tanah dan satuan lahan Provinsi Gorontalo dengan peta peta sumberdaya tanah semi detil Wilayah Paguyaman. Adapun hasil penilaian kesesuaian lahan untuk setiap komoditas unggulan di tiap kecamatan (berdasarkan luas) ditampilkan pada Tabel 20.

Tabel 20. Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Unggulan

Kelas Kesesuaian

Padi Jagung Kacang tanah Kopi Kakao

ha % ha % ha % ha % ha % S1 - - - - S2 1029,2 2,4 6747,2 12,5 - - - - S3 23029,8 53,3 14052,8 26,0 19765,7 61,2 5516,6 100,0 20834,0 78,2 N 19143,3 44,3 33273,7 61,5 12529,3 38,8 - - 5818,9 21,8 Jumlah 43202,3 100,0 54073,6 100,0 32294,9 100,0 5516,6 100,0 26652,9 100,0

Berdasarkan Tabel 19 dapat dijelaskan bahwa kelas kesesuaian lahan tersebut mencakup kelas kesesuaian S1, S2 dan S3. Adapun potensi pengembangan komoditas unggulan untuk masing-masing komoditas adalah untuk padi seluas 24.059 ha (55,7 %), jagung 20.800 ha (38,5 %), kacang tanah 19.765 ha (61,2 %), kopi 5.516 ha (100 %), serta kakao seluas 20834 ha (78,2 %) dari luas potensi komoditas unggulan wilayah. Luas potensi ini belum sepenuhnya merupakan luas yang akan dikembangkan untuk komditas unggulan, namun akan dipertimbangkan dengan faktor potensi lain yang merupakan pembanding untuk melihat potensi pengembangan secara keseluruhan. Secara spasial wilayah kesesuaian lahan untuk setiap komoditas unggulan ditunjukkan pada Gambar 7.

Dari Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa kelas kesesuian lahan yang dimiliki ini masih merupakan kelas kesesuaaian lahan yang aktual, artinya kelas kesesuaian lahan yang dimiliki masih dalam kondisi saat ini dan belum ada upaya perbaikan. Untuk itu dalam pengembangannya masih perlu adanya perbaikan sehingga dapat lebih produktif lagi. Hasil analisis kelas kesesuaian lahan memiliki berbagai macam faktor pembatas baik itu kelas kesesuaian S2, S3 dan N. Faktor yang membatasi kelas kesesuaian lahan tersebut di antaranya adalah faktor ketersediaan air dalam hal ini curah hujan dan kelembaban (w), ketesediaan unsur hara (n), media perakaran (r) atau tekstur tanah, serta faktor bahaya erosi atau kemiringan lereng (eh). Faktor-faktor pembatas ini harus diperhatikan sebagai dasar dalam pengembangan komoditas unggulan.

Gambar 7. Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan

a) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Padi b) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Jagung

c) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi d) Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao

Prediksi Erosi Komoditas Unggulan

Penentuan bahaya erosi untuk perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan dilakukan dengan simulasi model prediksi erosi USLE, dimana parameter yang digunakan adalah nilai dari faktor curah hujan (R), faktor erodibilitas (K), faktor panjang dan kecuraman lereng (LS), faktor vegetasi (C) dan faktor tindakan konservasi (P). Dalam analisis ini faktor R, K dan LS dianggap konstan yang dilakukan adalah merubah pola penanaman dan teknik konservasi tanah yaitu dengan melakukan perubahan komponen tanaman (C) dan tindakan konservasi (P) sehingga diperoleh nilai erosi yang lebih kecil atau sama dengan nilai erosi yang masih dapat dibiarkan. Dengan hasil ini maka dapat dipastikan bahwa komoditas unggulan yang ditanam tidak akan menyebabkan erosi yang berdampak pada kerusakan lahan.

Berdasarkan hasil analisis USLE secara Aktual dengan melihat kondisi penggunaan lahan saat ini dapat dijelaskan bahwa di Wilayah Boliyohuto dapat di kategorikan menjadi dua wilayah dimana wilayah pertama merupakan wilayah dengan nilai bahaya erosi lebih besar dari nilai dari erosi yang di perbolehkan (berarti wilayah ini berpotensi besar terjadi erosi) sedangkan wilayah yang kedua adalah wilayah dengan nilai erosi lebih kecil atau sama dengan nilai erosi yang dapat ditoleransi (artinya wilayah ini berpotensi kecil terjadinya erosi). Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa wilayah yang berpotensi besar terjadinya erosi seluas 13.479,5 ha (13,6%) dari luas wilayah keseluruhan sedangkan wilayah yang berpotensi kecil terjadi erosi seluas 83.799,4 ha (84,9) % dari luas total Wilayah Boliyohuto. Namun hasil ini masih dalam kondisi aktual untuk tiap penggunaan lahan yang ada. Kemudian selanjutnya dilakukan pada kondisi jika komoditas unggulan diterapkan untuk menjadi komoditas yang di budidayakan. Lebih lengkapnya untuk penilaian erosi aktual dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hasil analisis ini akan menjadi dasar perencanaan penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang telah dianalisis sebelumnya. Faktor yang dilihat adalah komponen tanaman yang dibudidayakan serta tindakan konservasinya jika berpotensi terjadi erosi. Asumsinya adalah jika komoditas unggulan di setiap kecamatan ditanam bisa mengakibatkan erosi, maka apa tindakan yang dilakukan sebagai upaya tindakan konservasinya. Penilaian bahaya erosi dilakukan untuk semua komoditas unggulan yang telah di analisis yang kemudian menjadi dasar untuk melihat potensi pengembangan komoditas unggulan. Hasil analisis bahaya erosi untuk komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil Analisis Bahaya Erosi untuk Komoditas Unggulan

Bahaya Erosi Padi Jagung

Kacang

Tanah Kopi Kakao

ha % ha % ha % ha % ha % Rendah 21768,5 91,7 1542,7 14,4 7927,2 59,7 5019,4 91,0 11126,0 75,0 Sedang 1979,2 8,3 6123,1 57,3 1460,1 11,0 247,3 4,5 1433,1 9,7 Tinggi - - 193,1 1,8 492,8 3,7 250,0 4,5 286,0 1,9 Sangat Tinggi - - 2830,4 26,5 3407,6 25,6 - - 1994,5 13,4 Jumlah 23747,7 100,0 10689,3 100,0 13287,6 100,0 5516,6 100,0 14839,5 100,0

Berdasarkan Tabel 21 dapat dijelaskan bahwa potensi terjadinya erosi untuk tiap pengembangan komoditas unggulan digambarkan dalam 4 kelas indeks bahaya erosi, yaitu rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi dengan masing-masing kelas memiliki standar nilai tertentu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil analisis yang digunakan untuk pengembangan hanya lahan yang memiliki indeks bahaya erosi rendah, sedang dan tinggi sedangkan untuk kelas yang sangat tinggi dianggap sangat susah di kembangkan karena membutuhkan teknik konservasi yang tinggi pula.

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa potensi terjadinya erosi untuk untuk komoditas padi seluas 23.747 ha, kemudian untuk tanaman seluas 7.858,9 ha, untuk kacang tanah seluas 9.880,1 ha, untuk kopi seluas 5.516,7 ha serta untuk tanaman kakao seluas 12.845 ha. Luasan yang ditampilkan ini bukan merupakan luasan final untuk pengembangan komoditas, namun masih merupakan potensi sementara dilihat berdasarkan indeks bahaya erosi. Disamping itu potensi yang ada bukan sepenuhnya sudah aman untuk dikembangakan komoditas unggulan, akan tetapi untuk kondisi bahaya erosi yang sedang dan tinggi masih butuh kombinasi dalam hal upaya konservasi agar pengembangan komoditas unggulan tidak akan mennyebabkan terjadinya erosi. Secara spasial potensi bahaya erosi untuk pengembangan komoditas unggulan dapat dilihat pada Gambar 8.

Kelayakan Ekonomi Komoditas Unggulan

Analisis kelayakan ekonomi dilakukan untuk semua komoditas unggulan yang ada. Potensi komoditas unggulan yang ada tidak hanya dilihat dari potensi lahannya namun juga dari segi ekonomi, sehingga jika dikembangkan akan mendatangkan keuntungan bagi petani. Kelayakan usaha tani untuk komoditas unggulan dihitung dari jumlah output yang dihasilkan dari budidaya komoditas tersebut.

Penggunaan faktor produksi dalam usahatani kacang tanah meliputi sarana produksi berupa bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Tenaga kerja dalam usahatani kacang tanah dibedakan menjadi 2 yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja dari luar keluarga. Tenaga kerja di lapangan adalah pekerja untuk penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, pengangkutan, dan pengeringan dalam satu HKO. Kemudian Pengolahan lahan menggunakan teknologi modern yaitu menggunakan traktor. Pupuk yang digunakan dalam usahatani menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk kandang dan pupuk buatan. Pupuk buatan yang digunakan adalah Urea dan phonska, sedangkan pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk yang berasal dari kotoran sapi.

Berdasarkan analisis kelayakan usaha tani untuk komoditas unggulan tanaman pangan yang meliputi padi, jagung, kacang tanah layak untuk diusahkan, ini dibuktikan dengan nilai R/C rationya (>1) yaitu masing-masing padi sebesar (3,9), jagung (2,4) dan kacang tanah (2,6). Kemudian untuk komoditas perkebunan kopi dan kakao juga layak untuk diusahakan yang ditandai dengan nilai B/C ratio (>1), Nilai Net Present Value (>1) dan nilai IRR sebesar 15,18 persen untuk kopi dan 13,05 persen untuk kakao yang artinya tanaman ini layak untuk dikembangkan di wilayah ini. Selengkapnya untuk analisis kelayakan usaha untuk komoditas unggulan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 8. Peta Bahaya Erosi untuk Komoditas Unggulan

a) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Padi b) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Jagung

c) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kopi d) Indeks Bahaya Erosi Tanaman Kakao

Alokasi Lahan Komoditas Unggulan

Rencana alokasi lahan untuk komoditas unggulan dilakukan untuk seluruh kecamatan yang ada di Wilayah Boliyohuto yang terletak di area potensial. Areal potensial untuk pengembangan komoditas unggulan tersebut dilihat berdasarkan peta penggunaan lahan existing yang ada. Areal yang tersedia tersebut di luar dari kawasan lindung (sempadan sungai, hutan lindung dan Hutan suaka alam). Kemudian lahan yang diarahkan adalah juga bukan lahan sawah.

Alokasi lahan untuk komoditas unggulan Wilayah Boliyohuto di tentukan berdasarkan pertimbangan hasil analisis komoditas unggulan yang dihitung berdasarkan LQ dan SSA. Selain itu rencana alokasi lahan ditentukan dengan melihat kelas kesesuaian lahan, faktor bahaya erosi, kelayakan ekonomi dan peta rencana tata ruang wilayah Kabupaten Gorontalo. Dengan demikian alokasi lahan untuk komoditas unggulan dipastikan merupakan komoditas unggulan disetiap kecamatan, sesuai dengan daya dukung, tidak mengakibatkan kerusakan lahan, dan dari segi ekonomi memiliki keuntungan. Jika terdapat areal yang memiliki kelas kesesuaian lahan serta nilai erosi yang sama maka akan dilihat berdasarkan kebijakan prioritas pengembangan komoditas daerah, baik ditingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional dengan mempertimbangkan luas eksisting komoditas utama yang ada pada areal tersebut. Disamping itu juga penentuan lokasi pengembangan akan dilihat berdasarkan teknik konservasi yang ada jika nilai indeks bahaya erosinya pada tingkatan sedang dan tinggi.

Penentuan alokasi lahan dibuat dalam bentuk matrik arahan yang memuat segala aspek yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan alokasi lahan untuk komoditas unggulan. Matriks arahan untuk pengembangan komoditas unggulan dapat dilihat pada Tabel 23. Kemudian dari matrik tersebut didapatkan alokasi lahan untuk komoditas unggulan beserta luasnya (Tabel 22).

Tabel 22. Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan

Kecamatan Arahan Komoditas Unggulan Luas (ha) Persentase

Boliyohuto Kakao 1504,5 4,8

Sawah 4012,1 12,7

Mootilango

Kakao 740,2 2,3

Kakao+teras bangku konstruksi sedang 1744,5 5,5

Sawah 6838,2 21,6 Tolangohula Padi 7387,1 23,3 Padi+teras Gulud 642,5 2,0 Asparaga Jagung 1114,6 3,5 Jagung+Tumpang sari 3337,8 10,5 padi 1817,4 5,7 Bilato Jagung 328,4 1,0

Teras gulud Jagung+Kacang tanah 2178,0 6,9

Jumlah 31645,2 100,0

Berdasarkan tabel 22 dan 23 dapat dijelaskan bahwa komoditas unggulan yang terpilih berbeda-beda berdasarkan kecamatan yang ada di wilayah ini. Hal ini sudah dilihat berdasarkan dengan parameter yang menjadi dasar pertimbangan pengambilan keputusan. .Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan potensi wilayah untuk pengembangan komoditas unggulan adalah seluas 31.645 ha yang masing-masing kecamatan memiliki luas pengembangan sebagai berikut : 5.516,6 ha (17,5 %) untuk Kecamatan Boliyohuto, 9.322,9 ha (29,4 %) untuk

kecamatan Motilango, 8.029,6 ha (25,3 %) untuk kecamatan Tolangohula, 6269,8 ha (19,7 %) untuk kecamatan Asparaga, serta 2.506,4 ha (7,9 %) untuk kecamatan Bilato. Selain itu arahan pengembangan komoditas unggulan juga disertai dengan upaya konservasi untuk komoditas tertentu yang memiliki indeks bahaya erosi sedang dan tinggi. Upaya konservasi ini tujuannya untuk meminimalisir terjadinya erosi akibat usaha budidaya yang dilakukan. Secara spasial area pengembangan komoditas unggulan ini ditampilkan pada Gambar 9.

Secara keseluruhan komoditas unggulan yang dikembangan di wilayah penelitian adalah padi sawah yang arahkan untuk Kecamatan Boliyohuto, Mootilango dan Tolangohula; kemudian jagung untuk Kecamatan Asparaga dan Bilato; kacang tanah untuk Kecamatan Bilato, dan kakao diarahkan untuk Kecamatan Boliyohuto dan Mootilango. Komoditas unggulan diarahkan untuk dikembangkan dalam sistem monokultur untuk lahan-lahan yang potensi erosinya rendah namun beberapa komoditas yang diarahkan harus disertai dengan upaya konservasi seperti tanaman jagung jika dikembangkan di lereng yang agak curam harus disertai dengan pembuatan teras atau dengan tumpang sari dengan tanaman lain (salah satunya adalah tanaman kacang tanah atau dengan tanaman-tanaman yang lain). Arahan ini jika dilihat berdasarkan karateristik tiap kecamatan sudah cocok dan komoditas yang ditanam di wilayah tersebut merupakan komoditas yng dibudidayakan oleh petani. Namun dalam penerapannya perlu pendampingan kepada petani terkait dengan teknik budidaya yang baik serta memperhatikan aspek konservasi agar tidak akan terjadi kerusakan lahan yang diakibatkan oleh pola tanam yang salah.

Tabel 23. Matriks Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan wilayah Boliyohuto

Kecamatan

Boliyohuto Mootilango Tolangohula Asparaga Bilato

Komoditas

Unggulan Padi Kopi Kakao Padi K_tanah Kakao Padi Jagung Jagung K_Tanah

Kesesuaian Lahan S2, S3 dan N S3 dan N S3 S2, S3

dan N S3 dan N S3 dan N S2, S3 dan N S2, S3 dan N S2, S3 dan N S3 dan N

Bahaya erosi Rendah

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Rendah Sedang Rendang Sedang Tinggi Sangat tinggi Rendang sedang Tinggi sangat tinggi Rendah Sedang Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Rendah, Sedang Sangat tinggi Rendah, Sedang Tinggi Sangat tinggi Analisis

Ekonomi Layak untuk dikembangkan Layak untuk dikembangkan

Layak Untuk dikembangkan

Layak Untuk

dikembangkan Layak Untuk dikembangkan

RTRW dan Penggunaan Lahan

Sawah, Pemukiman, Tegalan dan Perkebunan serta di luar kawasan lindung dan sungai

Sawah, Pemukiman, tegalan, semak berlukar dan perkebunan serta di luar kawasan lindung dan sungai

Sawah, semak belukar, perkebunan, pemukiman, tegalan serta di luar kawasan lindung dan sungai Sawah, semak belukar, perkebunan, pemukiman, tegalan serta di luar kawasan lindung dan sungai

Sawah, semak belukar, perkebunan, pemukiman, tegalan serta di luar kawasan lindung dan sungai

Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan dan upaya konservasi

Padi Padi dan kakao dengan teras konstruksi

sedang dan tinggi Padi

Jagung dengan kombinasi tanaman lain serta dengan

pembuatan teras konstruksi sedang untuk indeks bahaya erosi sedang dan tinggi

Jagung dan kacang tanah

Keterangan

Arahan diakukan di satuan lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan yang sesuai dan memiliki indeks bahaya erosi rendah, sedang dan tinggi sedangkan untuk indeks bahaya erosi sangat tinggi dianggap susah untuk dilakukan konservasi dan membutuhkan biaya yang tinggi, sehingga lahan-lahan yang memiliki bahaya erosi yang sangat tinggi tidak diarahkan untuk pengemabangan komoditas unggulan

Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan

SWOT merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk membuat suatu strategi dalam melaksanakan suatu rencana. Hal ini sejalan dengan pendapat Osuna (2007) yang menyatakan bahwa SWOT adalah teknik yang digunakan secara luas yang tujuannya adalah untuk memberikan informasi tentang variabel internal dan eksternal yang harus diperhitungkan dalam perumusan strategi bagi suatu perencanaan. SWOT merupakan singkatan dari strength, weakness, opportunities

and threats mulai digunakan di US University pada akhir tahun 1960-an.

Salah satu keterbatasan utama dari pendekatan ini adalah pentingnya setiap faktor dalam pengambilan keputusan tidak bisa diukur secara kuantitatif. Dengan demikian sulit untuk menilai mana faktor lebih mempengaruhi keputusan strategis. (Kurttila et al., 2000; Saaty dan Vargas, 2001; Ananda dan Herath, 2003 dalam

Kahraman et al. 2007). Oleh karena itu perlu dikombinasikan dengan AHP untuk mengurangi kelemahan dari analisis SWOT tersebut, karena analisis AHP tersebut dapat memberikan ukuran kuantitatif dari pentingnya setiap faktor pada saat pengambilan keputusan (Kurttila et al., 2000; Saaty dan Vargas, 2001; Ananda dan Herath, 2003 dalam Kahraman et al. 2007). Metode kombinasi AHP dan SWOT itu sendiri dikenal dengan metode Hybrid yang diberi nama AWOT.

Ozeman et. al. dalam Permata (2015) mengemukakan bahwa model hybrid

A’WOT dilaksanakan dalam tiga tahap utama, yaitu menentukan dan mengelompokkan setiap faktor-faktor SWOT, kemudian mengaplikasikan AHP untuk menentukan bobot setiap kelompok dan mengaplikasikan kembali AHP

Dokumen terkait