by Nana Ernawati Titik Wijanarti
2. Hasil dan Pembahasan Puisi “Duniaku yang Alit”
Duniaku yang Alit : hari perempuan
Aku menunggumu disini Tapi aku tak mau diam, Aku tak mau menyulam
Atau membuat panggang ayam Aku juga tak kan gilas kemejamu Itu tak mengubah apapun tentang aku,
Yang lama kau tindas, Lama sekali kau tindas
Aku silangkan kedua lenganku, Agar kau tak bisa mengurainya, Untuk memelukku, menganggapku Mudah kau peluk,
Mudah di-luk Kamu terlalu Kakiku panjang,
Kukitari ujung langit ke ujung langit Meski sesungguhnya
Kutelusuri pinggiran ranjang sampai ke kolong-kolongnya yang gelap Tapi spreinya tetap terlipat,terlipat tanpa cela
Dan kau duduk mencangkung di sana,
Menyaksikan malam datang Malam yang tanpa aba-aba Aku perempuan yang meneriaki langit
Yang memanah awan yang terus congkak
Menggulung hari
Aku perempuan yang tahu diri Tapi aku tetap tak akan menyulam Tak mau bikin panggang ayam Tak mau menggilas kemejamu Jakarta,10 Maret 2014 (Perempuan Langit, halaman 214-215)
Masalah Perempuan dalam Puisi “Duniaku Yang Alit”
Persoalan Judul
Frasa “Duniaku yang Alit” dipilih oleh Nana Ernawati sebagai judul yang disematkan dalam puisinya. Dalam frasa tersebut dapat dilihat tentang dua hal dari puisi tersebut. Pertama, kata “dunia” dalam judul tersebut menginformasikan bahwa puisi tersebut berbicara tentang sebuah “dunia”. Dunia adalah sesuatu yang besar. Ini berarti bahwa yang disampaikan Nana Eranawati
bukanlah sesuatu yang bersifat individu tetapi sebuah kolektivitas. Dalam konteks ini ,“dunia” yang dimaksud Nana Ernawati dapat dimaknai sebagai dunia perempuan karena kata dunia diikuti dengan kata ganti
-ku yang sama dengan kata aku. “Aku”
dalam konteks ini bisa dimaknai dengan aku sebagai perempuan. Jadi, kata “duniaku” dalam judul tersebut merujuk pada makna dunia perempuan. Dengan kata lain, dalam judul dapat ditemukan informasi bahwa puisi tersebut berbicara tentang dunia perempuan.
Kedua, kata “alit” dalam judul dapat dihipotesiskan berasal dari bahasa Jawa alit yang bermakna kecil. Dengan demikian, kata “alit” adalah kata sifat yang berfungsi menerangkan kata “duniaku”. Alit yang bermakna kecil tersebut mengindikasikan bahwa berawal dari judul, Nana Ernawati telah mengungkapkan dunia perempuan yang kecil. Kata kecil memiliki afiliasi makna dengan kata tertindas, lemah, memiliki ketergantungan, dan tak berdaya. Jika ada kata kecil, tentu ada kata besar yang memiliki makna berlawanan. Ini berarti bahwa puisi “Duniaku yang Alit” jika ditinjau dari judul sudah mengimplikasikan tentang dunia perempuan yang “kecil” yang tidak berdaya, yang bergantung pada dunia lain yang “besar”.
Perempuan Berada dalam Wilayah Domestik
Puisi tersebut menggambarkan dunia perempuan yang semuanya berada dalam wilayah domestik. Gambaran tersebut dapat dilihat dalam larik-larik bait pertama berikut : Aku menunggumu disini / Tapi aku
tak mau diam/Aku tak mau menyulam /Atau membuat panggang ayam/Aku juga tak kan gilas kemejamu/Itu tak mengubah apapun tentang aku. Larik-larik puisi tersebut
menggambarkan kegiatan domestik si aku lirik yaitu menyulam, memasak, dan menyeterika pakaian. Ketiga aktivitas tersebut sangat identik dengan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan perempuan. Munculnya kata ganti –mu dalam larik tersebut dapat dilihat sebagai negasi dari aku sehingga –mu dalam puisi tersebut dapat dimaknai sebagai laki-laki. Hipotesis –mu adalah laki-laki juga diperkuat dengan kata kemeja dalam larik tersebut.
Bait pertama puisi tersebut dibuka dengan larik aku menunggumu disini. Ini berarti bahwa perempuan dalam puisi tersebut digambarkan sebagai makhluk yang berhubungan dengan laki-laki. Artinya, baik secara kodrati maupun kehidupan sosial, perempuan merupakan mitra laki-laki. Namun, aku dalam puisi tersebut tidak mau diposisikan sebagai pelayan si kamu (laki-laki) yang terekspresikan melalui larik-larik berikutnya. Pekerjaan rumah tangga yang selama ini diidentikkan dengan perempuan bagi aku lirik merupakan gambaran yang sangat jelas bahwa secara sosial, perempuan dikonstruksikan sebagai pelayan kaum laki-laki.
Perlawanan Terhadap Ketidakadilan
Gender : Masalah yang Belum Selesai
Sejak awal, puisi “Duniaku yang Alit” memperlihatkan keberpihakan terhadap kaum perempuan. Keberpihakan tersebut diekspresikan melalui berbagai bentuk
perlawanan. Pada bait pertama ditemukan perlawanan terhadap identitas peran perempuan melalui simbol-simbol pekerjaan rumah tangga. Simbol-simbol tersebut sekaligus menggambarkan penindasan terhadap perempuan. Hal itu semakin jelas dalam dua larik berikutnya yaitu : Yang
lama kau tindas / Lama sekali kau tindas.
Terhadap simbol-simbol tersebut sangat jelas si aku lirik berusaha melawannya
Bait kedua menggambarkan penolakan terhadap penguasaan laki-laki terhadap fisik perempuan. Bait kedua ini menginformasikan bahwa selama ini ada pandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, makhluk yang mudah untuk dirayu dan ditaklukkan sehingga mudah dikuasai laki-laki. Bait ketiga menggambarkan kemampuan dan kehebatan perempuan. Gambaran tersebut dapat ditemukan dalam larik-larik : Kakiku panjang / Kukitari ujung
langit ke ujung langit. Perempuan adalah
makhluk yang hebat, memiliki kaki panjang dan bisa mengitari langit merupakan simbol kehebatan perempuan untuk menguasai dunia. Namun, ada sebuah kenyataan yang ironis, meskipun perempuan adalah makhluk yang hebat tetap saja dia masih terperangkap dalam wilayah domestik rumah tangga. Hal itu terungkap dalam larik-larik berikutnya :
Meski sesungguhnya / Kutelusuri pinggiran ranjang sampai ke kolong-kolongnya yang gelap / Tapi spreinya tetap terlipat,terlipat tanpa cela / Dan kau duduk mencangkung di sana / Menyaksikan malam datang / Malam yang tanpa aba-aba.
Bait terakhir berisi perlawanan si aku lirik terhadap domestikasi perempuan. Menurut
si aku lirik, perlawanan harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kerja keras. Hal itu terungkap dalam : Aku perempuan
yang meneriaki langit/ Yang memanah awan yang terus congkak / Menggulung hari.
Perjuangan tersebut, menurut si aku lirik juga tetap harus berada dalam konstruksi kesadaran kodrati sebagai perempuan seperti yang terungkap dalam lirik : Aku perempuan
yang tahu diri.
Secara keseluruhan puisi tersebut mengungkapkan persoalan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Bagi perempuan (yang terpresentasikan dalam pandangan aku lirik), laki-laki telah melakukan penindasan terhadap hak-hak perempuan. Hal itu bukan persoalan baru seperti yang tertera dalam larik Yang lama
kau tindas / Lama sekali kau tindas. Dua
larik puisi tersebut mengimplikasikan bahwa persoalan tersebut adalah persoalan lama yang kemudian telah dianggap biasa oleh masyarakat tanpa disadari bahwa hal tersebut adalah sebuah persoalan sosial. Simbol-simbol pekerjaan rumah tangga yang ditemukan dalam puisi tersebut dapat dimaknai sebagai simbol penindasan perempuan agar perempuan cukup berada dalam wilayah domestik.
Apa yang diungkapkan puisi tersebut sebenarnya merupakan refleksi dari perempuan masa kini yang telah menyadari adanya ketidakadilan gender. Kesadaran akan hal tersebut bahkan juga diiringi dengan berbagai upaya perlawanan. Namun rupanya upaya perlawanan tersebut belum cukup membuahkan hasil karena telah begitu kuatnya konstruksi ketidakadilan gender dalam masyarakat.
Secara sosiologis, jika dikaitkan dengan teori yang dikemukakan Teeuw (1982) seperti yang telah dipaparkan pada bagian kerangka teori, fakta-fakta sosial yang ditemukan dalam puisi “Duniaku yang Alit” karya Nana Ernawati dapat dilihat sebagai negasi (perlawanan terhadap norma-norma sosial yang ada). Perlawanan yang dimaksudkan adalah perlawanan terhadap norma dan pandangan sosial yang memandang bahwa perempuan adalah pelayan / pembantu kaum laki-laki.
3. Simpulan
Berdasarkan analisis sosiologi sastra terhadap puisi “Duniaku yang Alit” karya Nana Ernawati dapat diperoleh simpulan sebagai berikut.
1. Perempuan dalam masyarakat masih diposisikan sebagai manusia nomor dua setelah laki-laki. Hal itu ter-ungkap dalam berbagai ekspresi yang menggambarkan bahwa perempuan selalu berada dalam wilayah domes-tik untuk melayani kaum laki-laki. 2. Perlawanan terhadap ketidakadilan
gender telah dilakukan oleh
kaum perempuan namun belum menunjukkan hasil yang berarti.