• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Preparasi Sampel

1. Hasil ekstraksi sampel

Tujuan ekstraksi adalah menarikan zat pokok atau komponen kimia yang

diinginkan dari bahan mentah obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat

yang diinginkan dapat larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

ataupun hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau

dikeringkan. Tiap-tiap bahan mentah obat disebut ekstrak, tidak mengandung hanya

satu unsur saja tetapi berbagai unsur, tergantung pada obat yang digunakan dan

kondisi dari ekstraksi (Fouad, 2005). Dasar dari ekstraksi adalah perpindahan massa

aktif yang semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi

larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut (Trevor, 1995). Semakin banyak

permukaan simplisia yang bersentuhan dengan penyari maka proses ekstraksi

bertambah baik ( Harborne, 1987) sehingga senyawa fenolik yang terdapat pada daun

sirih dapat diambil.

Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah sampel daun sirih yang

masih segar. Digunakan sampel daun yang masih segar menurut Nusarini (2007)

untuk menjaga kestabilan senyawa fenolik dan flavonoid dalam sampel, karena bahan

susunan senyawa fenolik dan flavonoid yang akan berpengaruh terhadap aktivitas

antioksidannya. Perubahan susunan senyawa fenolik dan flavonoid bisa disebabkan

panas, sinar UV dan sinar matahari. Pengeringan juga akan meningkatkan resiko dan

potensi peristiwa browning (Wangcharoen dan Morasuk, 2007a).

Pembuatan ekstrak daun sirih diawali dengan melakukan sortasi basah

terhadap daun sirih yang sudah dipetik sebelumnya. Sortasi basah ini dilakukan guna

membebaskan bahan baku daun sirih yang akan digunakan dari pengotor-pengotor

seperti tanah dan debu. Setelah itu, daun sirih diangin-anginkan untuk menghilangkan

air yang terdapat pada daun dari proses pencucian. Kemudian sampel daun sirih

diblender untuk memperkecil ukuran daun sirih dan didapatkan partikel-partikel daun

yang kecil sehingga luas permukaannya lebih besar. Semakin besar luas permukaan

sampel maka kesempatan untuk bersentuhan dengan cairan penyari akan semakin

besar yang menyebabkan proses penyarian lebih efektif. Hal ini disebabkan adanya

kemudahan cairan penyari menembus sampel dan menyari senyawa kimia yang

terdapat didalam daun sirih.

Metanol dipilih sebagai cairan penyari karena metanol merupakan pelarut

universal. Dalam daun sirih terkandung berbagai macam senyawa, yang beberapa di

antaranya dapat membantu kelarutan senyawa yang lain (bertindak sebagai

co-solvent) misalnya senyawa polihidroksi. Pemilihan metanol dibandingkan etanol

karena berdasarkan deret elutropik menurut Snyder (1997), metanol memiliki nilai

etanol sehingga lebih mudah untuk berinterksi dengan senyawa fenolik yang

cederung polar (like dissolve like). Hal ini menyebabkan hampir semua kandungan

kimia dalam bahan dapat terekstraksi kedalam metanol. Bila dibandingkan dengan

etanol, metanol memiliki persentasi OH (hidroksi) yang lebih besar sehingga proses

pembasahan bahan dan ekstraksinya lebih efektif. Metanol mudah diperoleh dalam

keadaan murni dan harganya lebih ekonomis. Selain itu, viskositas metanol lebih

kecil dibandingkan etanol. Pada suhu 20 °C, viskositas metanol 0,597 sedangkan

etanol 1,2 (Snyder, 1997).Viskositas yang lebih kecil, metanol dapat berdifusi

menembus sel-sel daun sirih dibandingkan etanol (Pedriclli, 2001). Penggunaan

metanol juga dapat mencegah terjadinya browning karena metanol dapat

mendenaturasi protein, yang merupakan komponen dari enzim polifenol oksidase.

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan

mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi terhadap

senyawa aktif dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau

mendekati sempurna (Fouad, 2005). Metode ekstraksi yang digunakan adalah

maserasi, Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang

cukup antara pelarut dan jaringan yang akan diekstraksi (Nusarini, 2007). Ekstraksi

dengan maserasi dilakukan dengan merendam sampel daun sirih dalam cairan

penyari, yaitu metanol selama 2 hari pada temperatur kamar. Ketika proses maserasi

berlangsung akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaaan

sitoplasma akan terlarut didalam pelarut organik (Fouad, 2005). Cairan penyari yaitu

metanol akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang

mengandung senyawa kimia, senyawa kimia itu akan larut dalam cairan penyari dan

cairan penyari yang sudah pekat dengan senyawa kimia akan berdifusi keluar sel dan

proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan

di dalam dan diluar sel. Selama proses maserasi, perlu dilakukan pengadukan dengan

batuan shaker. Pengadukan ini berfungsi untuk meratakan cairan penyari yang sudah

jenuh oleh komponen terlarut, sehingga akan terjadi gradien konsentrasi. Gradien

konsentrasi perlu dijaga supaya difusi cairan penyari dapat berlangsung hingga cairan

penyari jenuh. Selain itu, pengadukan juga meningkatkan kontak antara cairan

penyari dengan sampel, sehingga penyarian lebih efektif.

Setelah maserasi berlangsung dua hari maka dilakukan penyaringan dan

dilakukan remaserasi dengan penyari metanol. Remaserasi dilakukan untuk

memaksimalkan proses penyarian, senyawa-senyawa yang mungkin belum tersari

akibat sudah jenuhnya cairan penyari. Selama proses maserasi dan remaserasi bejana

maserasi ditutup dengan alumunium foil untuk mengurangi intensitas cahaya

matahari dan mencegah terjadinya kerusakan senyawa-senyawa akibat terpapar sinar

UV.

Metode ekstraksi dipilih karena metode ini memiliki kelebihan dibandingkan

dengan metode lain yaitu cara pengerjaan mudah, peralatan yang digunakan

mempengaruhi stabilitas senyawa fenolik karena dapat menyebabkan degradasi yang

mengurangi kandungan fenolik total dan aktivitas antioksidan. Hal tersebut

dibuktikan menurut penelitian Tensiska, Wijaya, Andarwulan (2003) menunjukan

bahwa aktivitas antioksidan menurun apabila suhu ekstraksi lebih dari 50 °C dan

hasil yang paling baik apabila suhu ekstraksi dilakukan kurang dari 30 °C. Oleh

karena itu, ekstraksi dengan mengunakan metode maserasi sangat cocok.

Metode infundasi dan soxletasi tidak digunakan karena metode ini

mengunakan pemanasan yang dapat mempengaruhi senyawa fenolik. Selain itu tidak

digunakan metode perkolasi yang cara penyariannya dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui simplisia yang telah terbasahi dan tidak menggunakan

pemanasan karena metode ini mempunyai faktor yang berperan penting dalam

memaksimalkan proses ekstraksi seperti persebaran ukuran partikel, gaya berat,

kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi, gaya kapiler dan

gaya gesek (Depkes RI, 2000) yang beberapa diantaranya tidak bisa dipenuhi oleh

proses maserasi. Seperti faktor persebaran ukuran partikel, metode perkolasi kurang

cocok digunakan untuk sampel dari bahan segar karena pada sampel bahan segar

hasil pemblenderan masih menghasilkan ukuran sampel yang persebarannya besar

dan polidispers. Pada perkolasi cairan penyari diteteskan ke sampel dan akan

bergerak turun karena gravitasi, dengan demikian maka interaksi cairan penyari

dengan sampel tidak terlalu lama padahal dengan ukuran sampel yang cukup besar

dinding sel. Sedangkan dengan metode maserasi cairan penyari berinteraksi dengan

waktu yang cukup lama, sehingga cairan penyari dapat lebih banyak menyari

senyawa kimia didalam sel. Gaya adhesi akan mempengaruhi efektifitas proses

penyarian, semakin kecil gaya adhesi maka proses penyarian semakin efektif. Proses

perkolasi yang menggunakan metode pentetesan cairan yang berlangsung terus

menerus akan memperbesar gaya adhesi, karena kontak antara cairan dan sampel

bersifat kontinu. Berbeda dengan metode maserasi yang dimana kontak antara cairan

dan sampel bersifat diskontinu karena sampel terendam didalam cairan penyari yang

akan memperkecil gaya adhesi sehingga proses penyarian semakin maksimal dalam

menyari senyawa kimia di dalam sel.

Hasil dari maserasi dan remaserasi disaring dengan kertas saring yang

diletakan di dalam Buchner yang diintegrasikan dengan pompa vaccum untuk

mempercepat proses penyaringan. Setelah itu, untuk pelarut penyari diuapkan

digunakan alat vaccum rotary evaporator pada suhu 80 ̊C dan tekanan rendah hingga diperoleh sari pekat metanol. Sari pekat selanjutnya diuapkan lagi dengan waterbath

hingga diperoleh ekstrak kental metanol. Penguapan dengan tekanan rendah akan

mempercepat proses penguapan karena pelarut akan menguap pada suhu di bawah

titik didihnya dan rusaknya zat aktif akibat kontak dengan panas berlebihan dapat

dihindari. Bobot ekstrak metanol yang didapat adalah 90,80 g dan rendemen yang

Dokumen terkait