• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Estimasi Vector Error Correction Model

LR FPE AIC SC HQ NA 15745.83 26.69130 26.98582 26.7

4.6. Hasil Penelitian

4.6.1. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model

Hasil estimasi VECM akan didapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara nilai tukar riil, capital inflow, inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness. Pada estimasi ini, nilai tukar riil (Ln_RER) merupakan variabel dependen, sedangkan variabel independennya adalah capital inflow (Ln_CIF), inflasi (INF), GDP (Ln_GDP), suku bunga (IR), dan trade openness (TRADE).

Hasil estimasi VECM untuk menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hasil Estimasi VECM Persamaan Nilai Tukar Riil

Variabel Koefisien T-Statistik Jangka Pendek CointEq1 -0,585478 -1,86664* D(RER(-1)) 2,024980 2,44044* D(CIF(-1)) 0,004932 1,00976 D(INFLASI(-1)) -0,025519 -3.21816* D(GDP(-1)) 1,616283 1,08962 D(IR(-1)) 0,002507 0,27021 D(TRADE(-1)) -0,002130 -0,16076 Jangka Panjang Ln_CIF(-1) 0,012037 -9,62636* INFLASI(-1) 0,012509 -4,00811* Ln_GDP(-1) -0,975797 10,7265* IR(-1) 0,021180 -10,3056* TRADE(-1) 0,031747 -10,9124* Sumber : Lampiran 6, data diolah

Terdapat dugaan parameter error correction sebesar -0.585478 persen yang secara statistik signifikan maka dinyatakan bahwa terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjang. Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel nilai tukar riil pada lag pertama berpengaruh positif terhadap nilai tukar riil yang signifikan pada taraf nyata 5 persen sebesar 2,024980. Artinya apabila terjadi kenaikan pada nilai tukar riil (terdepresiasi) sebesar satu persen pada periode sebelumnya, maka akan menyebabkan peningkatan nilai tukar riil (terdepresiasi) sebesar 2,025 persen. Ini berarti bahwa pergerakan nilai tukar riil lebih besar dalam periode - periode sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar riil sangat dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar riil periode sebelumnya.

Variabel inflasi pada lag pertama signifikan berpengaruh negatif terhadap nilai tukar riil dalam jangka pendek sebesar -0,0255. Artinya apabila terjadi kenaikan inflasi sebesar satu persen pada periode sebelumnya, maka akan menyebabkan nilai tukar riil terapresiasi sebesar 0,0025 persen. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori International Fisher Effect (IFE) yang menyatakan bahwa kenaikan laju inflasi akan direspon oleh bank sentral dengan meningkatkan suku bunga dimana dengan tingginya suku bunga akan meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Sehingga dengan banyaknya modal yang masuk maka akan menyebabkan nilai tukar terapresiasi.

Tabel 4.7. juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang terdapat lima variabel yang berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar riil. Variabel capital

sebesar 0,012037. Artinya pada jangka panjang, apabila terjadi peningkatan capital inflow sebesar satu persen, maka akan menyebabkan peningkatan nilai tukar riil (depresiasi) sebesar 0,012037 persen. Hal ini berbeda dengan teori hubungan investasi dan nilai tukar dimana kenaikan dalam capital inflow atau investasi asing akan menyebabkan apresiasi nilai tukar riil. Kenaikan pada capital inflow menyebabkan kurva (S-I) bergeser ke kiri karena investasi lebih besar dari tabungan yang berarti mengurangi penawaran mata uang domestik. Persediaan mata uang domestik yang lebih sedikit ini menyebabkan keseimbangan nilai tukar riil meningkat dan mata uang domestik menjadi lebih berharga atau apresiasi.

Namun, dari hasil estimasi VECM yang didapat peningkatan capital inflow justru mendepresiasi nilai tukar riil. Hal ini kemungkinan terjadi karena keterbatasan pada data time series, serta pengaruh variabel lain dalam penelitian. Selain itu, ada kemungkinan disebabkan oleh komponen capital inflow di Indonesia terdiri dari FDI yang berorientasi pada impor. Sebagaimana diketahui FDI meliputi investasi ke dalam aset-aset nyata dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. Apabila pengadaan barang modal tersebut sebagian besar dari impor, maka hal ini justru akan mengakibatkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi.

Variabel lain dalam penelitian seperti inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,012509. Artinya apabila terjadi kenaikan laju inflasi sebesar satu persen, maka akan menyebabkan nilai tukar riil terdepresiasi sebesar

0,012509 persen. Hasil ini sesuai dengan teori purchasing power parity yang menyatakan bahwa jika inflasi dalam negeri relatif meningkat dari inflasi luar negeri maka akan mengakibatkan harga barang domestik akan semakin mahal dibandingkan harga barang di luar negeri. Hal ini mendorong peningkatan permintaan terhadap barang luar negeri dan akan meningkatkan permintaan valas untuk pembiayaan barang tersebut sehingga dollar menjadi terapresiasi sedangkan nilai tukar rupiah terdepresiasi.

GDP mempunyai pengaruh negatif terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar - 0,975797. Artinya apabila terjadi kenaikan GDP sebesar satu persen, maka akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai tukar atau apresiasi nilai tukar sebesar 0,975797 persen. Hasil ini sesuai sesuai dengan hipotesis Balassa-Samuelson dimana peningkatan pada GDP menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah. Dapat dijelaskan bahwa kenaikan pada GDP dapat mencirikan keadaan ekonomi Indonesia semakin baik dan menurunnya resiko terhadap kegagalan investasi. Keadaan tersebut menyebabkan adanya respon positif dari investor asing untuk menanamkan modalnya secara langsung di Indonesia. Adanya aliran modal yang masuk tersebut dapat menyebabkan permintaan terhadap rupiah meningkat atau dapat dikatakan nilai tukar rupiah terapresiasi.

Suku bunga mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,021180. Artinya apabila terjadi kenaikan suku bunga pada lag pertama sebesar

hipotesis awal dimana terjadinya kenaikan suku bunga, maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi. Namun hal ini dapat dijelaskan bahwa ada kemungkinan kenaikan suku bunga luar negeri lebih besar daripada suku bunga di Indonesia. Kenaikan suku bunga juga selain dapat meningkatkan return investasi portofolio, hal tersebut juga dapat menurunkan investasi pada sektor riil. Apabila investasi pada sektor riil mengalami penurunan maka akan menyebabkan tingkat produksi untuk menghasilkan barang ekspor juga menurun. Sehingga keadaan tersebut menyebabkan penawaran terhadap mata uang asing menurun dan dengan kata lain nilai tukar rupiah terdepresiasi.

Trade openness mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil pada jangka panjang yang signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen sebesar 0,031747. Artinya apabila terjadi kenaikan trade openness sebesar satu persen, maka akan meningkatkan nilai tukar rill atau nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 0,031747 persen. Hasil penelitian menunjukkan keterbukaan perdagangan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap nilai tukar riil di Indonesia, karena berkaitan dengan kegiatan ekspor dan impor. Peningkatan keterbukaan perdagangan dapat melalui penurunan tarif atau peningkatan kuota. Tentunya hal ini dalam jangka panjang akan mempengaruhi peningkatan harga dari barang- barang yang bisa di ekspor atau barang tradable sehingga akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi melalui menurunnya neraca perdagangan.

Dokumen terkait