• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Nilai Tukar

2.2.2. Sistem Nilai Tukar

4.6.2.2. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel

-.16 -.12 -.08 -.04 .00 .04 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -.16 -.12 -.08 -.04 .00 .04 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -.16 -.12 -.08 -.04 .00 .04 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -.16 -.12 -.08 -.04 .00 .04 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

seperti inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness sebesar satu standar deviasi ditunjukkan dalam Gambar 4.2, berikut ini :

Respon RER terhadap Inflasi Respon RER terhadap GDP

(a) (b)

Respon RER terhadap IR Respon RER terhadap Trade

(c) (d) Sumber : Lampiran 7, data diolah

Gambar 4.2. Respon Nilai Tukar Riil Terhadap Guncangan Variabel Makroekonomi

Berdasarkan Gambar 4.2 (a) diatas, shock satu standar deviasi dari inflasi belum direspon oleh nilai tukar riil pada awal periode, hal ini berarti shock inflasi tidak serta merta menyebabkan apresiasi nilai tukar rupiah. Respon negatif terjadi pada periode kedua sebesar -0,122 standar deviasi yang sekaligus menjadi respon negatif tertinggi selama periode pengamatan. Respon positif baru terjadi pada periode ke-3 lalu kemudian mengalami penurunan pada periode ke-4 hingga ke-5. Respon positif tertinggi terjadi pada periode ke-7 sebesar -0,033 standar deviasi

dan mencapai konvergen pada periode ke-19. Secara umum respon nilai tukar riil terhadap perubahan inflasi adalah negatif.

Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan laju inflasi yang menunjukkan respon yang negatif, yaitu kenaikan pada inflasi akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi. Kenaikan laju inflasi dengan kondisi seperti ini dapat dikaitkan dengan nilai tukar riil melalui teori International Fisher Effect. Apabila terjadi kenaikkan laju inflasi akan direspon oleh bank sentral dengan meningkatkan suku bunga dimana dengan tingginya suku bunga akan meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Sehingga dengan banyaknya modal yang masuk maka akan menyebabkan nilai tukar terapresiasi.

Selanjutnya akan diuraikan respon variabel nilai tukar terhadap perubahan GDP. Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.2 (b) nilai tukar riil belum menunjukkan respon diawal periode, baru direspon positif pada periode ke-2 sebesar 0,02 standar deviasi dan mengalami respon yang negatif pada periode ke- 3 hingga ke-4. Respon positif tertinggi pada periode ke-6 sebesar 0,0367 standar deviasi dan terus mengalami fluktuasi hingga kemudian menjadi stabil pada periode ke-17.

Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan GDP berlawanan dengan hipotesis awal yaitu positif. Menurut hipotesis Balassa-Samuelson, kenaikan pada GDP seharusnya menyebabkan niali tukar terapresiasi. Akan tetapi hasil ini ada kemungkinan apabila terjadi kenaikan GDP atau pertumbuhan pendapatan di

barang/jasa maka akan memicu impor barang/jasa dari negara lain. Dengan meningkatnya impor barang/jasa maka terjadi kenaikan permintaan mata uang negara eksportir untuk pembiayaan. Sehingga hal tersebut menyebabkan mata uang domestik atau rupiah menjadi terdepresiasi.

Variabel suku bunga sebagaimana terlihat pada gambar 4.2 (c) pada periode pertama nilai tukar riil tidak merespon shock yang terjadi. Respon baru ditunjukkan pada periode ke-2 dengan respon negatif sebesar -0,022 standar deviasi dan terus menurun pada periode ke-3 sebesar -0,032 standar deviasi. Pada periode ke-4 mengalami respon yang positif sebesar -0,025 standar deviasi. Respon negatif tertinggi dari perubahan suku bunga terjadi pada periode ke-5 yaitu sebesar -0,034 standar deviasi. Respon nilai tukar riil mengalami fluktuasi hingga mencapai kondisi stabil yang terjadi pada periode ke-15.

Hasil IRF nilai tukar riil terhadap shock suku bunga sesuai dengan hipotesis awal yaitu negatif. Peningkatan suku bunga oleh bank sentral akan meningkatkan ketertarikan investor asing untuk menanamkan modalnya. Hal ini berarti semakin banyaknya modal asing yang masuk, maka terjadi peningkatan permintaan terhadap rupiah sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami apresiasi.

Bahasan selanjutnya adalah respon nilai tukar riil terhadap guncangan satu standar deviasi pada variabel trade openness. Pada Gambar 4.2 (d) terlihat bahwa pada periode pertama belum ada respon nilai tukar riil, respon baru terjadi pada periode ke-2 dan periode ke-3 yaitu respon positif sebesar 0,024 dan 0,029 standar deviasi. Pada periode ke-4 respon berbalik menjadi negatif dan kembali di respon positif pada periode ke-5. Kondisi stabil terjadi pada periode ke-19 dan secara keseluruhan menunjukkan respon yang positif.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Hasil IRF nilai tukar riil terhadap perubahan trade openness telah sesuai dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan trade openness menyebabkan nilai tukar riil mengalami depresiasi. Keterbukaan perdagangan akan meningkatkan kegiatan ekspor dan impor dimana suatu negara dapat dengan bebas masuk. Peningkatan keterbukaan perdagangan dapat melalui penurunan terhadap tarif atau peningkatan kuota. Dengan semakin murahnya harga barang maka pada awalnya akan meningkatkan ekspor dan berakibat nilai tukar mengalami apresiasi. Namun, tentunya hal ini dalam jangka panjang akan mempengaruhi peningkatan harga dari barang-barang yang bisa di ekspor atau barang tradable sehingga berakibat neraca perdagangan mengalami penurunan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi.

4.6.3. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)  

Pengaruh capital inflow terhadap nilai tukar rupiah juga dapat dilihat melalui analisis Variance Decomposition (VD). Analisis FEVD dipergunakan untuk mengetahui variabel mana yang paling berperan penting dalam menjelaskan perubahan suatu variabel.

Hasil FEVD menunjukkan bahwa varian nilai tukar riil dominan dijelaskan oleh shock pada variabel itu sendiri hingga akhir periode. Kontribusi nilai tukar riil yang besar terhadap dirinya sendiri dapat diartikan bahwa adanya perilaku spekulasi dari para pelaku pasar uang terhadap terdepresiasi dan terapresiasinya nilai tukar rupiah yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Pada periode pertama nilai tukar mempengaruhi dirinya sendiri sebesar 100 persen dan menurun hingga 80,3 persen pada akhir tahun ke-5. Kemudian variabel inflasi menempati posisi kedua setelah nilai tukar itu sendiri dalam menjelaskan nilai tukar riil dengan kontribusi sebesar 12,7 persen pada periode ke-6 dan terus mengalami penurunan hingga periode akhir mencapai angka 9,52 persen. Sementara itu, shock pada capital inflow kurang dapat menjelaskan nilai tukar riil karena pengaruhnya yang sangat kecil.

Rendahnya kontribusi guncangan capital inflow terhadap nilai tukar rupiah terjadi karena variabel tersebut hanya mempengaruhi sebagian kecil bagi tersedianya nilai mata uang asing yang diperdagangkan. Hasil temuan ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Ardiansyah (2006), yang menemukan bahwa current

account yang didalamnya termasuk capital inflow kurang signifikan

mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal ini membuktikan bahwa apabila terjadi peningkatan dan penurunan capital inflow sebenarnya kurang menggambarkan pengaruh pada pergerakan nilai tukar rupiah.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh capital

inflow terhadap nilai tukar rupiah periode 1986 hingga 2010, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan yaitu:

1. Capital inflow pada jangka pendek tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Sedangkan pada jangka panjang capital inflow mempunyai pengaruh positif terhadap nilai tukar riil yang signifikan secara statistik, namun hal ini berlawanan dengan hipotesis awal yaitu negatif dimana dengan terjadinya kenaikan pada capital inflow akan menyebabkan apresiasi nilai tukar.

2. Variabel makroekonomi dalam model yang signifikan berpengaruh terhadap nilai tukar riil dalam jangka pendek adalah variabel nilai tukar itu sendiri dan inflasi. Sedangkan variabel yang signifikan dalam jangka panjang adalah inflasi, GDP, suku bunga, dan trade openness.

3. Hasil IRF, respon nilai tukar riil terhadap guncangan capital inflow menunjukkan bahwa peningkatan pada capital inflow memberikan pengaruh terhadap menguatnya nilai tukar rupiah. Pada periode awal belum ada respon nilai tukar, hingga periode ke-2 perubahan capital inflow berpengaruh positif terhadap nilai tukar riil yaitu terjadi depresiasi nilai tukar rupiah. Namun pada jangka panjang, hasil dari IRF menunjukkan

guncangan capital inflow mulai mengecil dan menghilang ketika memasuki periode ke-17.

4. Hasil FEVD menunjukkan bahwa ternyata variabel yang memberikan kontribusi besar terhadap nilai tukar rupiah adalah varibel nilai tukar itu sendiri dan inflasi. Sedangkan variabel capital inflow serta variabel lain seperti GDP, suku bunga dan trade openness hanya memberikan kontribusi yang kecil terhadap nilai tukar rupiah.

5.2. Saran

Dari kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini, diantaranya :

1. Pemerintah sebaiknya perlu membatasi jumlah capital inflow di Indonesia karena peningkatan pada capital inflow dalam tujuan memperbaiki pergerakan nilai tukar rupiah tidak efektif dan hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mengontrol pergerakan nilai tukar rupiah.

2. Pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan yang tepat agar peningkatan yang terjadi pada capital inflow dapat mencirikan adanya peningkatan terhadap penawaran valuta asing yang masuk ke domestik. Selain itu diperlukannya penanganan terhadap nilai tukar itu sendiri dan pengelolaan inflasi di Indonesia karena nilai tukar rupiah tahun sebelumnya dan inflasi memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kestabilan nilai tukar rupiah. Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi sangat diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat

untuk menekan laju inflasi yang berlebihan agar tercipta kestabilan perekonomian.

3. Bagi penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk menambahkan lebih banyak lagi tahun observasi dan variabel lain yang lebih relevan terkait dengan capital inflow dan nilai tukar rupiah agar dihasilkan estimasi yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, A. 2010. “Fenomena Modal Masuk Asing”. [Kompas Online]. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/12/21/03351353/Fenomena.M odal.Masuk.Asing [17 Maret 2012]

Andriani, P. 2008. Analisis Pengaruh Neraca Perdagangan dan Capital Inflow terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Appleyard, Dennis; Field Jr., Alfred, & Cobb, Steven. 2006. International Economics (5th ed.). New York: Mcgraw-Hill Companies.

Ardiansyah, R. 2006. Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ascarya. 2009. Aplikasi Modul VAR VECM. Jakarta: Pusat Studi Kebanksentralan.

Assaf, Razin and Efraim Sodka. 1999. Labor, Capital and Finance : International Flow. Cambridge University Press.

Claessens S. Dooley, Michael P., & Warner A. 1995. "Portfolio Capital Flows: Hot or Cold?". World Bank Economic Review, Oxford University Press, 9 : 153-174

Edwards, Sebastian. 2000.”Capital Flows, Real Exchange Rates, and Capital Controls. Capital Flows and The Emerging Economies: Theory, Evidence, and Controversies. Ed. Sebastian Edwards. Chigago: The University of Chigago Press.

Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor : IPB Press.

Guilarmo A. C., L. Leidarman dan C. M. Reihart. 1994. “The Capital Inflow Problem : Concepts and Issue, Contemporary Economic Policy”. Jurnal Ekonomi. Edisi Juli 1994.

Gujarati, D. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw-Hill, Singapura. Jakarta: Erlangga.

Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Hilman, R. M. 2011. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment Terhadap Industri Besi Baja di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor.

Hossain, A. dan Chowdhury, A. 1998. Open Economy Macroeconomics for Developing Countries. Edward Elgar, Massachusetts.

Ito T., Isard P., & Symansky S. 1999. Economic Growth and Real Exchange Rate: An Overview of the Balassa - Samuelson Hypothesis in Asia. University of Chicago Press, Pages 109 -132

Jhingan, M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Guritno [penerjemah]. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Krugman, O. 1991. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijaksanaan. Rajawali Press, Jakarta.

Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi. Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara, Jakarta.

Lumbanraja, T. G. 2006. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) Terhadap Nilai Tukar Rupiah. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: IPB, Bogor.

Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi ke-5. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial market, Sixth Edition. Columbia University, Columbia.

Moosa, I. A. 2003. International Finance: An Analytical Approach. 2nd Edition. New York: McGraw Hill.

Nurul, Dede H., Ruth, K.A.S., & Mei, D.S. 2010. Pengaruh Net Transaksi Asing Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia Periode 2006-2009. From http://www.scribd.com/doc/69568711/UTH-MEI, [16 Februari 2012]

Putong, I. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro & Makro. Edisi ke-2. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Rahardja, Prathama & Mandala Manurung, 2001. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Sirait, Nikky. 2012. “Berita Positif The Economist Akan Dorong Capital Inflow Makin Deras”. From http://jaringnews.com/ekonomi/umum/9185/berita- positif-the-economist-akan-dorong-capital-inflow-makin-deras. [19 April 2012]

World Bank. 2012. World Development Indicators 2011. From http://data.worldbank.org/country/indonesia. [ 7 Februari 2012]

Dokumen terkait