• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Fisik

a. Geografis dan Administrasi

Kota Palembang secara geografis terletak antara 2o52’ sampai 3o5’ Lintang Selatan dan 104o37’ sampai 104o52’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 meter diatas permukaan air laut. Secara administratif wilayah Kota Palembang memiliki batas wilayah sebagai berikut :

 Utara : Kabupaten Banyuasin  Selatan : Kabupaten Ogan Ilir  Barat : Kabupaten Banyuasin  Timur : Kabupaten Banyuasin

Luas kota ialah 400,61 km2 atau 40.061 ha, yaitu sekitar 0.46 % dari luas Provinsi Sumatera Selatan yang terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Ilir Barat I, Ilir Barat II, Ilir Timur I, Ilir Timur II, Gandus, Sukarame, Sako, Kalidoni, Kemuning, Bukit Kecil, Sematang Borang, Alang-Alang Lebar, Kertapati, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, dan Plaju. (Gambar 5)

Gambar 5 Peta administrasi Kota Palembang

Kota Palembang dialiri sungai utama yaitu Sungai Musi yang membelah kota ini menjadi dua bagian. Sungai Musi juga memiliki cabang-cabang yang mengaliri seluruh bagian kota seperti Sungai Aur di Seberang Ulu serta Sungai Kedukan, Sungai Sekanak, dan Sungai Bendung di Seberang Ilir.

b. Pemanfaatan Lahan

Kota Palembang dalam sejarahnya berkembang pesat pada masa pemerintahan Belanda di awal abad ke-20. Masterplan kota ini dibuat oleh Ir.Th.Karsten. Kolonialis Belanda ini pada awalnya menjadikan sungai sebagai urat nadi transportasi, namun seiring waktu pembangunan infrastruktur terutama jalan darat tidak dapat dihindari sehingga dilakukan penimbunan sungai dan rawa untuk membuat daratan baru. Kini perkembangan kota tumbuh secara alamiah dengan fokus pembangunan pemerintah kota ialah di bagian Seberang Ulu.

Hingga tahun 2008, penggunaan lahan di Kota Palembang menunjukkan masih luasnya lahan yang belum diusahakan yaitu seluas 42.29 %. Hal ini terjadi karena masih banyaknya area berupa rawa-rawa hampir diseluruh bagian kota ini yaitu seluas 1396.35 ha. Wilayah badan air berupa sungai menjadi dominasi untuk lahan tak terbangun yaitu sekitar 10% atau lebih dari 1.700 ha. Sedangkan kawasan terbangun seluas 57.71% didominasi oleh kawasan permukiman yaitu menempati area seluas 10.909,40 ha atau sekitar 88% dari luas total kawasan terbangun. Luas dari masing-masing penggunaan lahan di Kota Palembang ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Tata guna lahan Kota Palembang

No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Area Tidak Terbangun

1 Sungai 1.702,23 4.24 2 Rawa 1.396,35 3.48 3 Sawah 3.600,30 8.98 4 Hutan 2.073,42 5.17 5 Perkebunan 2.563,73 6.39 6 Tanah Lapang 26,73 0.06 7 Kolam 15,59 0.03 Area Terbangun 8 Permukiman 10.909,40 27.23

9 Perdagangan dan Jasa 248,45 6.20

10 Industri 759,91 1.89

11 Perkantoran dan pemerintahan 199,05 4.96

12 Sarana 269,60 6.72

13 Jalan 259,30 6.47

14 Jalan lingkungan dan Lahan Kosong 12.082,38 30.15

Total 36.106.44 100

Sumber : RTRW Kota Palembang 2012

Perkembangan penggunaan lahan di Kota Palembang cenderung berupa

multiple nuclei yaitu terbentuknya titik-titik pertumbuhan baru kota dengan jenis pemanfaatan tertentu. Kawasan utara kota didominasi oleh kegiatan permukiman. Sebelah timur didominasi permukiman dengan kegiatan lain seperti industri (pupuk sriwijaya), pertanian, dan rawa. Sedangkan bagian barat dan selatan kota didominasi oleh kegiatan pertanian. Kegiatan perdagangan dan jasa serta perkantoran sendiri masih terpusat di bagian tengah kota.

c. Prasarana dan Infrastruktur Kota

Kota Palembang yang merupakan kota sungai dan berawa menjadi perhatian khusus dalam pembangunan prasarana kota seperti jaringan listrik dan drainase. Jaringan listrik kota ini merupakan interkoneksi antar pusat-pusat pembangkit listrik PLN wilayah IV Sumatera Selatan. Terdapat 12 gardu induk atau pembangkit yang tersebar di seluruh wilayah kota. Sistem drainase sendiri memiliki 19 sistem aliran yang terbagi dalam 12 sistem drainase ke Sungai Musi sementara 7 sistem ke utara ke sistem besar Banyuasin melalui Sungai Gasing, Sungai Kenten, dan saluran-saluran yang dibangun disana. Secara umum kondisi sistem drainase di kota ini berupa rawa, sedangkan pengaliran air sendiri memiliki 2 arah yaitu ke Sungai Musi sebanyak 16 sistem muara dan ke Banyuasin sebanyak 3 sistem muara.

Jaringan jalan Kota Palembang menurut statusnya dibedakan menjadi jalan naisonal, jalan provinsi, jalan kota, dan jalan kabupaten. Jalan nasional yang terdiri dari jalan arteri dan kolektor di dalam kota memiliki panjang 90,95 km yang terbagi dalam 27 jalan (Kepmen PU No.630 Tahun 2009). Keberadaan jaringan jalan darat di Kota Palembang tentunya tidak terlepas dari keadaan transportasi darat, yang pertumbuhan jumlah transportasi bermotor terus mengalami peningkatan. Hal ini terbukti dari traffic counting yang menunjukkan telah terjadi penambahan wilayah pembebanan jalan

Sebagai kota sungai, transportasi air juga dimanfaatkan oleh penduduk kota. Angkutan sungai di dalam Kota Palembang diwarnai oleh keberadaan kapal- kapal penumpang dan barang. Masih dimanfaatkannya jalur sungai ini terjadi karena tidak ada jalan darat selain Jembatan Ampera yang menjadi penghubung kawasan Seberang Ulu dan Seberang Ilir di pusat kota. Jembatan penguhubung lain yaitu Jembatan Musi II berada jauh di luar pusat kota yaitu sekitar 10 km.

Kondisi Biofisik a. Jenis Tanah

Tanah Aluvial merupakan jenis tanah yang mendominasi Kota Palembang. Lapisan tanahnya bersifat lempung, pasir lempung, napal, dan napal pasiran. Keadaan stratifikasi wilayah Kota Palembang terbagi dalam 3 bagian, yaitu :

1) Satuan Aluvial dan rawa, liat berpasit terdapat di Seberang Ulu dan rawa- rawa bagian timur dan barat kota

2) Satuan Lempung dan lempung pasiran, terdapat di Palembang bagian tengah dan utara

3) Satuan Antiklin, terdapat dibagian dalam kota dengan arah memanjang ke barat daya dan tenggara.

Jenis tanah aluvial yang secara umum terdapat di Kota Palembang merupakan jenis tanah endapan yang kandungan bahan organiknya rendah, reaksi tanahnya masam sampai netral, struktur tanahnya pejal dan konsistensinya keras waktu kering, dan teguh waktu lembab. Kandungan unsur hara pada tanah aluvial relatif kaya dan banyak bergantung pada bahan induknya. Secara keseluruhan jenis tanah ini mempunyai sifat fisik kurang baik hingga sedang, sifat kimia sedang hingga baik, sehingga produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi.

b. Iklim

Sebagaimana Indonesia, Kota Palembang juga beriklim tropis. Temperatur rata-rata tahunannya ialah 27,3 oCelcius dengan rata-rata suhu tertinggi pada bulan Juni yaitu 28.3oCelcius dan rata-rata suhu terendah pada bulan Desember yaitu 26.6 oCelcius. Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Palembang tahun 2013 mencatat suhu maksimum yang pernah terjadi ialah sebesar 33,7 oCelcius pada Bulan Juni dan suhu minimum 24,0oCelcius pada bulan Oktober hingga Desember.

Gambar 7 Temperatur rata-rata bulanan Kota Palembang tahun 2013 (BMKG Kota Palembang)

Fluktuasi tahunan untuk curah hujan berkisar antara 105 – 628 mm/bulan. Curah hujan terendah pada bulan Juni dan tertinggi pada bulan Maret. Data hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 29 hari dan terendah sebanyak 10 hari pada bulan Juni (Gambar 8).

25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5 Temperatur

.

Gambar 8 Curah hujan rata-rata bulanan Kota Palembang tahun 2013 (BMKG Kota Palembang)

Penyinaran matahari periode 8 jam perharinya berkisar antara 33-78 % pertahun, yaitu tertinggi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Desember. Sedangkan kecepatan angin relatif stabil pada angka rata-rata 3 knots perbulannya. Kelembaban udara relatif bulanan terbesar pada bulan april yaitu 87% dan terkecil pada bulan September yaitu 77%.

c. Hidrologi

Sungai Musi sebagai sungai utama mengalir dari arah barat laut kearah timur laut sepanjang 15 km melintasi kota, dengan lebar antara 220-313 meter dan kedalaman 8-12 meter. Sungai Musi membagi kota menjadi 2 bagian yaitu Kawasan Seberang Ilir dan Seberang Ulu. Kondisi hidrologi di kedua kawasan ini menunjukkan perbedaan fisik yaitu di bagian Seberang Ulu terdapat anak-anak sungai yang relatif besar dengan muara pada Sungai Musi. Anak-anak Sungai Musi yang relatif besar dan berhulu di Pegunungan Bukit Barisan adalah Sungai Ogan dan Sungai Komering. Selain itu terdapat pula anak-anak sungai kecil dan pendek yang bermuara pada Sungai Musi dan berhulu pada wilayah Kota Palembang dan sekitarnya seperti Sungai Aur dan Sungai Sriguna. Pada bagian Seberang Ilir, aliran anak-anak sungai terbagi menjadi dua sesuai dengan karakteristik topografi yang berbukit. Pada bagian selatan punggungan terdapat anak-anak sungai yang mengalir pada Sungai Musi dn berhulu pada punggungan topografi sperti Sungai Lambidaro, Sekanak, Buah, Batang, dan Selincah. Sedangkan pada bagian utara punggungan terdapat anak-anak sungai yang mengalir kautara yang bermuara anatara lain ke Sungai Kenten.

d. Pasang Surut

Sungai Musi secara umum memiliki tipe pasang surut tungal yang artinya dalam satu hari (24 jam) terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan nilai

Formhazl sebesar 3,06. Hasil penelitian dari Univeristas Sriwijaya, variasi kisaran pasang-surut yaitu antara 0,46 m saat pasang perbani (Neap Tide) hingga 3.42 m saat pasang purnama (Spring Tide). Waktu yang dibutuhkan untuk surut terendah ke pasang tertinggi ialah sekitar 9-10 jam dan waktu untuk pasang tertinggi menuju surut terendah ialah sekitar 14-15 jam, dengan kata lain terdapat beda waktu selama 5 jam antar keduanya. Perbedaan waktu ini terjadi karena saat pasang, terjadi pemasukan massa air dari laut dan hulu sungai sehingga

0 100 200 300 400 500 600 700 Curah Hujan

mengakibatkan terjadinya penumpukkan massa air yang mengakibatkan semakin cepat terjadinya kenaikan muka air.

Kecepatan arus maksimum sungai mencapai 0.9 m/s dan kecepatan minimum 0 m/s dengan besaran rata-rata arus pasang surut adalah 19,3 cm/s. Arus pasang surut menunjukkan bahwa kecepatan arus saat pasang purnama jauh lebih besar dan teratur polanya, sedangkan saat pasang pebani kecepatan arus cenderung lemag dengan pola kurang teratur. Pola arus saat pasang, massa air cederung memasuki muara dan saat surut massa air meninggalkan muara. (Program Studi Ilmu Kelautan Univeristas Sriwijaya 2012 )

Kondisi Sosial dan Budaya a. Sosial dan Budaya

Masyarakat Palembang sejak dulu menjadikan sungai sebagai elemen penting dalam kehidupan keseharian mereka. Keberadaan sungai hampir diseluruh penjuru kota menyebabkan Palembang tumbuh sebagai kota dagang melalui jaringan lalu lintas sungai. Kehidupan sosial-budaya masyarakat tidak hanya tercirikan dari aktivitas keseharian di sungai, namun juga tercermin dari permukiman diatas air. Dalam sejarahnya, Sultan Palembang membagi perkampungan kota berdasarkan ruang air. Selain keraton (saat ini kawasan Benteng Kuto Besak) sebagai pusat kota kesultanan, penduduk Palembang mendirikan rumah di setiap anak Sungai Musi. Permukiman darat yang berada di daerah keraton merupakan penduduk pribumi yang bekerja dan bekepentingan terhadap keraton. Penduduk ‘non pribumi’ yaitu bangsa Tionghoa, Arab, Eropa, dan Melayu lain ditempatkan di ‘ruang air’ yang saat ini dikenal dengan permukiman rumah rakit. Rumah rakit tidak hanya dijadikan tempat tinggal namun juga untuk berdagang, gudang, bahkan pusat kerajinan. Keberadaan permukiman rakit ini pula memperkuat kebudayaan sungai karena transportasi yang dipakai adalah jalur sungai menggunakan perahu-perahu khas.

Hingga kini, perkampungan penduduk ‘non pribumi’ masih bertahan membentuk permukiman tradisional yang berada di tepian Sungai Musi. Permukiman tradisional terus berkembang membentuk suatu pola-pola permukimanyang berbeda-beda antar kampung membentuk morfologi permukiman tradsional di Kawasan Seberang Ulu Palembang. Masyarakat di kawasan inilah yang disebut sebagai warga asli Suku Palembang.

Selain Suku Palembang, terdapat pula masyarakat lain yang berasal dari suku-suku di luar kota, seperti Suku Komering, Pasemah, Gumay, Lintang, Semenang, dan Musi Rawas. Masyarakat ini umumnya merupakan pendatang yang bekerja di Kota Palembang.

b. Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Palembang berdasarkan sensus 2011 berjumlah 1.708.413 jiwa (Tabel 6), dengan pertumbuhan rata-rata 1,76 % per tahun. Selain karena pertumbuhan penduduk alami (kelahiran-kematian), pertumbuhan penduduk juga disebabkan oleh arus transmigrasi. Kepadatan penduduk kota tidak merata. Kepadatan umumnya terpusat di bagian pusat kota. Kecamatan dengan jumlah penduduk tinggi ialah Kecamatan Ilir Timur II, Seberang Ulu I, dan Sukarami. Tingginya penduduk di tiga kecamatan tersebut karena merupakan sentra industri dan pendidikan.

Tabel 6 Jumlah penduduk Kota Palembang tahun 2011

No kecamatan Luas (ha) Jumlah Kepadatan

(jiwa/ha) 1 Ilir Barat I 1.977 147.567 74,6 2 Ilir Barat II 622 74.422 119,6 3 Seberang Ulu I*) 1.744 188.510 108,1 4 Seberang Ulu II*) 1.069 102.530 95,9 5 Ilir Timur I 650 88.341 135,9 6 Ilir Timur II 2.558 190.803 74,6 7 Sukarami 3.698 155.993 42,8 8 Sako 1.804 95.104 52,7 9 Kemuning 900 93.467 103,9 10 Kalidoni 2.792 122.672 43,9 11 Bukit Kecil 992 49.823 50,2 12 Gandus 6.878 67.778 9,8 13 Kertapati 4.256 99.376 23,3 14 Plaju 1.517 95.950 63,2 15 Alang-Alang Lebar 3.458 96.575 27,9 16 Sematang Borang 5.146 39.502 7,7 Total 40.061 1.708.413 42,6

*) Kecamatan Lokasi Penelitian

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Palembang

Kondisi Tapak Kondisi Fisik

a. Lokasi, Luas, dan Batas Tapak

Penelitian ini berada pada tepian Sungai Musi Palembang bagian Seberang Ulu tepatnya di dua wilayah administratif yaitu Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II. Secara fisik tapak berada di antara Jembatan Ampera di batas barat dan kawasan Stadion Patra Jaya di batas timur. Bagian utara dibatasi langsung oleh Sungai Musi dan bagian selatan dibatasi oleh Jl. KH Azhari dan Jl DI Panjaitan (Gambar 9)

Gambar 9 Lokasi penelitian

Secara geografis tapak berada pada 2o59’33.1” sampai 2o59’19.8” Lintang Selatan dan 104o45’54” sampai 104o47’55.5” Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 2-3 meter dari permukaan air Sungai Musi. Luas tapak perencanaan

sekitar 1.104.777 m² atau sekitar 110,47 ha. Panjang tepi sungai yang dilalui ialah memanjang sekitar 4,2 km. Penutupan lahan tapak sebagian besar berupa perumahan. Rumah yang berada di dekat aliran sungai merupakan rumah panggung karena merupakan area rawa yang terpengaruh oleh pasang-surut sungai sedangkan yang berada lebih jauh merupakan rumah darat. Tepat di tepian sungai sepanjang 500 meter dari batas barat tapak, telah dibangun jalur wisata berupa konstruksi siring beton. Sepanjang jalur ini pula terdapat perkampungan China dan Arab 9-10 Ulu , pasar tradisional 10 ulu, serta aliran anak Sungai Musi yaitu Sungai Aur. Selain Perkampungan China dan Arab, adanya Klenteng Chandra Nadi atau dengan nama lain Soei Goeat Kiong dan Masjid Al-Ghazali dapat menjadi objek wisata di jalur ini.

Sisi lain tapak yang berada di tengah hingga timur masih didominasi oleh permukiman. Di sisi yang langsung berhadapan dengan Sungai Musi, akan banyak dijumpai rumah panggung, dibelakangnya akan dijumpai jalan beton yang menjadi jalan utama di area permukiman. Di keluruhan 13 Ulu juga dapat dijumpai Perkampungan Arab Al-Munawar dengan pola permukiman linier dan

cluster. Di Permukiman Arab ini kita dapat menjumpai beragam bentuk arsitektural rumah khas yaitu Rumah limas yang merupakan rumah darat karena berada jauh dari badan sungai, Rumah Tinggi, Rumah Batu, Rumah Tengah, Rumah Kembar Darat, dan Rumah kembar Laut.

b. Tata Guna Lahan

Tapak yang membentang dari barat ke timur secara umum merupakan tanah daratan berupa permukiman. Selain itu juga terdapat kantor pemerintahan, sekolah, tempat ibadah, pasar, ruko, puskesamas, serta ruang terbuka. Tanah rawa juga masih dapat dijumpai terutama di bagian timur dan beberapa titik di seluruh kawasan permukiman. Setidaknya ada delapan buah anak sungai dari Sungai Musi yang melalui tapak, sehingga masih banyak dijumpai area berair di kawasan darat serta rumah-rumah penduduk yang sebagian masih berupa rumah panggung.

(a) pinggiran anak sungai (b) darat Gambar 10 Contoh perumahan

Sebagaimana Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang tahun 2012-2032, sepanjang kawasan tapak penelitian merupakan kawasan tepian Sungai Musi yang akan dikembangkan untuk area wisata tepi sungai dengan penambahan fasilitas-fasilitas seperti jalan pedestrian sepanjang tepi sungai dengan pembangunan berorientasi pada pemandangan sungai.

\

Gambar 12 Tata guna lahan

c. Aksesibilitas

Tapak yang berada di tepi sungai menjadikannya dapat diakses melalui dua jalur yaitu jalur darat dan jalur air. Di bagian utara tapak yang berbatasan langsung dengan Sungai Musi membuat beberapa titik memiliki dermaga untuk perahu bersandar. Sedangkan di bagian selatan dibatasi langsung oleh jalan arteri yaitu jalan KH Azhari. Jalan ini menjadi akses utama menuju ke semua sisi tapak. Jl KH Azhari sendiri merupakan jalan yang dapat dilalui kendaraan besar dan angkutan umum lainnya, sedangkan pola jalan untuk menuju dalam tapak berupa lorong-lorong di sepanjang jalan ini.

Akses di dalam tapak sendiri hanya berupa jalan darat, meskipun terdapat cukup banyak anak sungai didalamnya, namun transportasi air sudah tidak digunakan lagi di dalam tapak. Pembangunan jalan lokal dari beton menjadi jalur sirkulasi utama penghubung didalam tapak.

(a) tepi sungai (b) darat

Gambar 13 Kondisi jalan

Kondisi Biofisik a. Topografi

Secara umum tapak berada pada kondisi yang relatif datar yang berada pada keitnggian sekitar 1-2 meter dari badan sungai. Semakin menjauhi badan sungai, ketinggian tapak meningkat namun secara umum tidak begitu signifikan. Sebagai daerah yang relatif datar, air yang berada di anak sungai juga relatif sangat tenang dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut sungai utama. Kondisi topografi yang datar ini pula membuat pola permukiman dan jalan cenderung linier dan ber-grid.

b. Vegetasi dan Satwa

Vegetasi pada tapak dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu vegetasi air dan vegetasi darat. Vegetasi air terkonsentrasi pada bagian timur tapak yaitu tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan tanaman rawa. sedangkan tanaman darat tergolong sedikit karena terdegradasi oleh keberadaan permukiman. Beberapa jenis vegetasi yang masih dapat ditemui seperti bungur (Langerstroemia

sp), kelapa (Cocos nucifera), bintaro (Canbera manghas), jambu-jambuan (Eugenis sp), dan kapuk (Ceiba petandra), serta tanaman buah yang ditanam disekitaran pekarangan warga seperti mangga, jambu, dan petai cina. Vegetasi darat yang tergolong dominan ditemui ialah kelapa di bagian timur tapak.

(a) Eceng Gondok (b) Kelapa Gambar 14 Vegetasi dominan di tapak

Satwa yang ada juga dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu satwa air dan satwa darat. Satwa air yang masih dapat dijumpai di sungai ialah seperti ikan sepat, ikan patin, ikan bilis, ikan seluang, dan beberapa ikan-ikan kecil lain. Hewan darat yang masih dijumpai berupa burung gereja, burung walet, burung merpati, kupu-kupu, dan serangga-serangga kecil lain.

c. Iklim

Tapak yang berada di tepi sungai membuat tapak terasa lebih panas dan angin yang lebih kencang. Suhu rata-rata bulanan tapak sekitar 27,3oC dengan curah hujan sekitar 360 mm/bulan. Tapak yang membentang dari barat ke timur membuat penyinaran matahari berlangsung sepanjang pagi hingga sore hari dengan rata-rata penyinaran matahari 45%.

Angin yang berhembus sebagian besar berasal dari arah Sungai Musi dan berlangsung sepanjang hari dengan durasi terpanjang pada siang hingga sore hari. Luasnya area sungai membuat kecepatan anginpun lebih kencang terutama yang berada tepat di tepian sungai.

Kondisi Sosial Budaya a. Sejarah Kawasan

Menurut Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (1994) dalam Taim (2004) keberadaan permukiman di sepanjang tepian sungai musi telah ada sejak abad ke- 6 masehi. Kemudian pada perkembangannya, Palembang yang berbentuk kesultanan yang dinamai Kesultanan Palembang Darussalam pada abad 16-17, menjadikan dua sisi kota ini dengan peruntukkannya masing-masing. Daerah ilir merupakan daerah kekuasaan kesultanan, sedangkan daerah ulu merupakan daerah hunian untuk pendatang.

Pada masa kesultanan ini, kaum pendatang (China dan Arab) tidak diperkenankan untuk tinggal di daratan, yang diperkenankan hanyalah orang pribumi/penduduk asli. Namun, pada sekitar tahun 1700-an karena jasa perdagangan yang menjadikan perekonomian daerah berkembang pesat, maka beberapa dari penduduk Timur Asing tersebut diberi kebebasan untuk tinggal di daratan dan membentuk kelompok atau perkampungan. Penduduk keturunan Arab membentuk beberapa kawasan permukiman seperti di kawasan permukiman 9-10 ulu dan permukiman 13 ulu. Begitupun penduduk keturunan China membentuk perkampungan di kawasan 9-10 ulu. Sedangkan penduduk pribumi membentuk kawasan permukiman tradisional menyebar di berbagai lokasi.

Perubahan pola kota semakin berorientasi darat sejak masa pemerintahan kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an. Pada masa ini penimbunan sungai dan rawa-rawa banyak dilakukan untuk membangun infrastruktur kota. Permukiman rumah rakit dan rumah panggung yang berdiri di pinggiran sungai juga diizinkan untuk menaikkan rumahnya ke atas daratan. Hal ini membuat orang-orang Tionghoa yang sebelumnya banyak tinggal di rumah rakit akhirnya membangun rumah dan pertokoan di darat (Santun 2010).

b. Sosial Budaya Masyarakat

Masyarakat yang tinggal di tapak terdiri dari tiga golongan utama yaitu Arab, China, dan Melayu (Palembang). Masyarakat China banyak menempati di Kecamatan Seberang Ulu I. Di kawasan ini terdapat kampung China 9-10 Ulu. Adanya masyarakat China menyebabkan geliat perekonomian berupa pasar dan ruko sangat banyak dijumpai di kawasan ini. Masyarakat keturunan Arab tersebar dari kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II, namun perkampungan arab yang terkenal ialah Kampung Arab 9-10 Ulu, Kampung Al Munawar di Kelurahan 13 Ulu, dan Kampung Arab Assegaf di Kelurahan 16 Ulu.. Masyarakat asli Melayu Palembang tinggal menyebar di kedua kecamatan ini serta hidup berdampingan dengan kedua suku lainnya.

Kehidupan masyarakat di tapak seperti kehidupan masyarakat pada umumnya. Aktivitas sosial seperti sekolah, bekerja, dan belanja berlangsung seperti biasa, namun lokasi yang berada di tepi sungai membuat aktivitas terkait erat dengan sungai terutama yang tinggal tepat di tepi sungai. Beberapa warga yang tinggal di tepi sungai masih memanfaatkan sungai sebagai bagian dari aktivitas rumah tangga seperti mandi dan mencuci. Kegiatan ini sering dijumpai pada pagi dan sore hari. Keberadaan sungai pula masih sangat sering digunakan sebagai sarana transportasi.

ANALISIS DAN SINTESIS

Dokumen terkait