• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KOTA PALEMBANG

TARMIZI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Tarmizi

(4)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(5)

ABSTRAK

TARMIZI. Perencanaan Lanskap Budaya Tepian Sungai Musi di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang. Dibimbing oleh SETIA HADI.

Palembang adalah kota yang sejak dulu dikenal sebagai kota sungai. Sungai utama yang melalui kota ini yaitu Sungai Musi. Sungai ini membagi Kota Palembang menjadi dua bagian, yaitu Seberang ilir di utara dan Seberang ulu di selatan. Sungai dengan panjang 750 km ini memiliki potensi, baik secara fisik maupun sosial budaya untuk dikembangkan. Potensi ini dapat mendukung konsep kota wisata sungai yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Palembang. Perencanaan lanskap mengambil lokasi di dua kecamatan yaitu Kecamatan Seberang Ulu I dan Kecamatan Seberang Ulu II dengan panjang garis tepi sungai yaitu 4,2 km. Tepian sungai yang direncanakan mengambil batas 100-200 meter dari badan sungai. Penelitian ini menitik beratkan pada aspek legal, fisik, ekologi, dan sosial budaya. Konsep perencanaan berupa kawasan wisata berbasis kebudayaan, baik berupa aktivitas budaya maupun bentuk arsitektural bangunan. Zonasi tapak yang dihasilkan berupa 3 ruang yaitu ruang inti 21,1%, ruang penunjang 69,1%, dan ruang konservasi 9,8%. Ruang inti dan penunjnag digunakan untuk aktivitas wisata, sedangkan ruang konservasi hanya sebagai area perlindungan lahan rawa.

Kata kunci : lanskap budaya, perencanaan lanskap, Sungai Musi, tepian sungai

ABSTRACT

TARMIZI. Cultural Landscape Planning of Musi Riverfront at District of Seberang Ulu I and Seberang Ulu II Palembang City. Supervised by SETIA HADI.

Palembang is a city that known as river city since a long time ago. The main river through the city is the Musi River which divided the city into two parts, named Seberang Ilir in the north and Seberang Ulu in the south. This river has 750 km in length. It also has the potential for both physical and socio-cultural to be developed. These potentials mainly located in the region that can support the concept of River Tourism City, announced by the Government of Palembang. Landscape planning process will be focused on the area across the pit located in the District of Seberang Ulu I and Seberang Ulu II, along 4.2 km. Riverfront planning will take about 100-200 meters in width from water bodies. The observation method of this research will be done by observing some aspects such as legal, physic, ecology, and socio–cultural aspects. Concept for the planning is create the site to be a tourism area based from cultural activity and architectural. Site zoning devide in to 3 : main zone 21, 1%, supprorting zone 69,1% , and conservation 9,8% . Main and supporting area are used to active tourism and conservation just to conserve swamp area.

(6)
(7)

PERENCANAAN LANSKAP BUDAYA TEPIAN SUNGAI MUSI

DI KECAMATAN SEBERANG ULU I DAN SEBERANG ULU II

KOTA PALEMBANG

TARMIZI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Segala Puji bagi Tuhan YME yang telah memberikan nikmat dan kemudahannya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih untuk penelitian ini yaitu wisata lanskap budaya dengan lokasi di tepian Sungai Musi pada Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang. Penelitian ini diselesaikan selama 6 bulan yang dimulai sejak bulan Februari 2014. Pada kesempatan ini, penulis juga hendak menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :

1. Ayah, ibu, dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan semangat serta doa dalam setiap langkah hidup yang penulis jalani;

2. Bapak Dr.Ir.Setia Hadi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang begitu sabar dan berbaik hati memberikan bimbingan, arahan, kritik, saran, hingga menyampaikan pesan-pesan moral yang akan senantiasa penulis kenang;

3. Bapak Ir.Qadarian Pramukanto, M.Si dan Ibu Dr.Ir.Tati Budiarti, MS selaku penguji sidang atas masukan dan saran-sarannya;

4. Bapak Prof.Dr.Ir.Hadi Susilo Arifin, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan semangat dan arahan selama perkuliahan, serta menjadi motivator dalam setiap kesempatan berdiskusi; 5. Bapak dan ibu dosen serta staf di Departemen Arsitektur Lanskap yang

telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan; 6. Pemda, Bappeda, dan BMKG Kota Palembang yang telah membantu

memberikan data-data dan keperluan dalam survei tapak penelitian ini; 7. Masyarakat kawasan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II yang telah

membantu penulis dalam megumpulkan data sosial budaya kawasan penelitian;

8. Rekan, Sahabat, dan Keluarga ARL47 yang telah berhasil membuat kehidupan ini lebih bermakna dan berwarna;

9. Vivi, Ninis, Depong, Wisnu, Jaka, Yoni, dan Dencong yang membantu memberikan masukan dalam penyusunan skripsi;

10.Adhrid, Junom, Gusmen, Ezi, dan Shendi sebagai pasukan satu dinasti, satu perjuangan dalam penyelesaian tugas akhir ini;

11.Keluarga besar ARL45, 46, 48, dan 49 yang menjadi penghibur dan pemberi semangat yang hebat; serta

12.Rekan-rekan lain yang telah berarti besar dalam kehidupan penulis.

Semoga hasil penelitian yang penulis akui belum sempurna ini dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Lanskap 4

Tepian Sungai 5

Lanskap Budaya 6

Wisata Budaya 7

METODOLOGI Waktu dan Tempat 8

Alat dan Bahan 8

Metode Penelitian 8

HASIL INVENTARISASI KONDISI UMUM KOTA PALEMBANG Kondisi Fisik 14

Kondisi Biofisik 17

Kondisi Sosial Budaya 19

KONDISI TAPAK Kondisi Fisik 20

Kondisi Biofisik 24

Kondisi Sosial Budaya 25

ANALISIS DAN SINTESIS Aspek Legal 27

Kondisi Fisik 27

Kondisi Biofisik 29

Kondisi Sosial Budaya 30

(14)

Penilaian Peluang Wisata Budaya 33

KONSEP PERENCANAAN Konsep Dasar 40

Pengembangan Konsep 40

Block plan 43

PERENCANAAN LANSKAP Rencana Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas 43

Rencana Aksesibilitas dan Sirkulasi 46

Rencana Vegetasi 46

Rencana Permukiman 47

Rencana Pengembangan Kawasan Wisata 47

Rencana Lanskap 48

Rencana Jalur Wisata 48

Rencana Daya Dukung Wisata 49

SIMPULAN DAN SARAN 55

DAFTAR PUSTAKA 56

(15)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan bahan penelitian 8

2 Jenis, bentuk, dan sumber data 10

3 Prinsip desain lanskap 11

4 Penilaiain terhadap objek dan daya tarik wisata 12

5 Tata guna lahan Kota Palembang 15

6 Jumlah penduduk Kota Palembang tahun 2011 20

7 Potensi objek wisata pada masing-masing kawasan 32

8 Analisis dan solusi aspek-aspek perencanaan 34

9 Penilaian objek dan daya tarik wisata 36

10 Kriteria kesesuaian lahan untuk wisata 37

11 Jenis aktivitas dan fasilitas wisata riparian sungai 45

12 Program pengembangan kawasan 47

13 Daya dukung fasilitas pada tiap sub ruang 49

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 3

2 Lokasi penelitian 8

3 Tahapan perencanaan 9

4 Kriteria penilaian objek dan daya tarik wisata 11

5 Peta administrasi Kota Palembang 14

6 Peta kawasan strategis Kota Palembang (RTRW 2012-2032) 16

7 Temperatur rata-rata bulanan Kota palembang 2013 17

8 Curah hujan rata-rata bulanan Kota palembang 2013 18

9 Lokasi penelitian 20

10 Contoh perumahan 21

11 Kondisi umum tapak 22

12 Tata guna lahan 23

13 Kondisi jalan 24

14 Vegetasi dominan di tapak 25

15 Aktivitas masyarakat 26

16 Tapak yang memiliki sempadan sungai 28

17 tapak yang tidak memiliki sempadan sungai 28

18 Akses masuk taapk 28

19 Ilustrasi modifikasi iklim menggunakan vegetasi 30

20 Kawasan permukiman etnis 31

21 Tipe-tipe Rumah Limas di Kawasan permukiman etnis 32

22 Analisis keseuaian lahan 38

23 Peta komposit 39

24 Konsep dasar perencanaan 40

25 Diagram konsep ruang 41

26 Konsep sirkulasi 42

27 Block plan 43

28 Aktivitas wisata yang dikembangkan 45

29 Rencana lanskap 50

(16)

31 Rencana lanskap area dek pedestrian dan plaza terapung 52 32 Rencana lanskap area dek pemancingan dsn pabrik es Assegaf 53

(17)

PENDAHULUAN merupakan rantai hidrologi dengan berbagai komponen dan proses yang terjadi seperti erosi, transportasi, deposisi yang membawa material geologi dan hasil sedimentasi. Daerah di sisi kiri dan kanan aliran sungai disebut dengan sempadan atau tepi sungai. Tepi sungai merupakan daerah yang sangat di pengaruhi oleh keberadaan sungai itu sendiri. Kondisi fisik dan biologis tepi sungai tidak terlepas dari kondisi yang ada pada sungai tersebut.

Beberapa kota di Indonesia yang dilalui oleh sungai memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai kota wisata sungai. Upaya ini tidak hanya untuk menarik wisatawan namun juga sebagai upaya menjadikan sungai-sungai di Indonesia menjadi hidup dan terjaga kualitasnya. Pengembangan kawasan sungai tidak dapat dipisahkan dari perencanaan tepiannya, karena konsep wisata sungai tidak hanya tentang badan air sungai, namun juga kawasan darat di sekitarnya. Simonds dan Barry (2006) menyatakan bahwa badan air berpotensi untuk kegiatan rekreasi di wilayah perairannya sendiri maupun di sepanjang tepiannya. Salah satu kota di Indonesia yang sedang gencar dalam pengembangan kawasan tepi sungai ialah Kota Palembang yang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Selatan

Kota Palembang merupakan kota yang dilalui oleh sungai besar di Sumatera, yaitu Sungai Musi. Sebagai sungai utama yang membelah Kota Palembang menjadi dua bagian yaitu Seberang ilir dibagian utara dan Seberang ulu dibagian selatan, Sungai Musi memiliki peranan penting dalam roda kehidupan masyarakat Palembang. Selain sebagai sarana transportasi, sungai ini juga memiliki pengaruh dalam kehidupan budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat yang berada di tepi sungai dan sekitarnya. Kawasan tepi Sungai Musi merupakan lanskap bernilai sejarah dan budaya yang telah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan menjadi museum hidup bagi Kota Palembang.

Beberapa upaya pembangunan tepian sungai sudah mulai tampak dilakukan. Slogan ‘Palembang Kota Tepian Sungai’ yang dicanangkan pemerintah kota dalam menunjang kegiatan wisata, menjadikan kawasan sepanjang Sungai Musi sebagai fokus utama pengembangan wilayah dan kawasan. Perbaikan dan penyediaan fasilitas penunjang wisata serta mengolah kawasan bernilai sejarah telah dan terus dilakukan oleh pemerintah kota. Namun, hingga saat ini pengembangan wilayah tepian sungai ini hanya terpusat di wilayah sekitar Jembatan Ampera saja yang sudah dikenal sebagai icon Palembang. Padahal untuk mengembangkan kota dalam mewujudkan kota wisata, perlu hadirnya atraksi-atraksi wisata baru agar tidak terjadi kejenuhan wisata. Selain itu, kesejarahan tepi sungai ini pula harus diperhatikan dalam pengembangan.

(18)

rehabilitasi, dan pembangunan kembali daerah-daerah kuno yang terletak di pusat kota. Perhatian pemerintah akan kawasan bernilai sejarah dan budaya dalam pengembangan Kota Palembang dirasa penting untuk mengantisipasi terdegradasinya nilai-nilai lanskap budaya tepi sungai (riverfront cultural landscape) dalam perkembangan kota yang sangat pesat.

Kegiatan-kegiatan masyarakat di tepian maupun badan sungai serta beragam objek wisata yang ada dapat di ekspose lebih tajam dalam pengembangan kawasan wisata di tepian sungai ini. Menurut Hanafiah (1998) dalam pengembangan Kota Palembang sebagai kota budaya diperlukan adanya penelusuran sejarah perkembangan. Penelusuran sejarah ini merupakan salah satu upaya yang dapat membantu pengembangan kota. Pengembangan kawasan direncanakan dengan penataan ruang yang memperhatikan keterjagaan ekosistem, peningkatan kualitas lingkungan alami serta kebutuhan wisata sungai yang terpenuhi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini secara umum untuk merencanakan lanskap kawasan wisata tepian sungai di Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II Kota Palembang.

Tujuan khusus dari penelitian ini, sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis aspek legal, aspek fisik, aspek ekologis dan aspek sosial budaya tepian Sungai Musi

2. Mengidentifikasi potensi kawasan Seberang Ulu sebagai pendukung skenario Kota Wisata Sungai

3. Merencanakan lanskap tepian Sungai Musi sebagai Kawasan Wisata Sungai berbasis kebudayaan lokal yang menjaga kelesatarian ekosistem dan meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Palembang

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : 1. Memberi masukan bagi pemerintah Kota Palembang untuk pengembangan

kawasan tepi Sungai Musi sebagai pendukung pengembangan kota berkonsep Kota Wisata Sungai

2. Sebagai bahan pertimbangan dalam pembangunan kawasan tepi Sungai Musi Palembang dengan mempertimbangkan kearifan budaya lokal masyarakat setempat.

3. Sebagai bahan dokumen perencanaan ruang terbuka tepian sungai dengan basis kebudayaan lokal khas masyarakat tepian Sungai Musi Palembang

Kerangka Pikir Penelitian

(19)

akan mendukung program Kota Palembang sebagai Kota Wisata Sungai yang sedang gencar disosialisasikan oleh Pemerintah Kota. Kegiatan wisata sungai yang menjadi program unggulan pemerintah kota Palembang ini, mempertimbangkan kebudayaan asli masyarakat tepian sungai sebagai hal penting agar tujuan peningkatan wisata dan kepuasan masyarakat tetap terjaga dengan baik.

Tepian sungai akan direncanakan dengan mempertimbangkan aspek legal, aspek fisik, aspek ekologis, dan aspek sosial budaya. Keempat aspek ini akan dianalisis untuk kemudian didapat batas-batas legal pembangunan, kawasan konservasi, dan kawasan bernilai budaya tinggi, sebagai pendukung atraksi wisata sungai. Hasil overlay dari keempat aspek ini pula akan menjadi peta kesesuaian lahan untuk pengembangan wisata dengan pertimbangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Palembang itu sendiri. Kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 . Kerangka Pikir Aspek Legal :

RTRW Kota Palembang dan Peraturan daerah

lainnya

Tata Ruang Kawasan Tepi Sungai Kota Palembang

Sungai Musi

Potensi :

Sungai utama di Palembang, keindahan alami, ruang terbuka, area

wisata khas sungai

Kendala :

Pembangunan tak terkendali, ruang tidak tertata, kebudayaan lokal pudar

Pemanfaatan kawasan tepi sungai sebagai kawasan wisata sungai

Aspek Fisik :

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Lanskap

Perencanaan lanskap merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai suatu keadaan tersebut dengan menilai suatu objek melalui pengamatan yang berinspirasi (Gold 1980). Proses-proses dalam perencanaan tersebut terdiri dari persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan.

1. Persiapan merupakan tahap perumusan tujuan dan program serta informasi lain tentang yang diinginkan dengan membuat persetujuan kerja sama antara perencana dan pemberi tugas.

2. Inventarisasi ialah tahap pengumpulan data kondisi tapak yang diperoleh dengan survei lapang, wawancara, pengamatan, dan lain sebagainya. 3. Analisis merupakan tahap untuk mengetahui masalah, kendala, potensi,

dan kemungkinan pengembangan

4. Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. Setelah itu diperoleh beberapa alternatif perencanaan.

Nurisjah dan Pramukanto (2012) berpendapat bahwa perencanaan lanskap adalah satu kegiatan utama dalam arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan kegiatan penataan yang berbasis lahan (land base planning) melalui kegiatan pemecahan masalah dan merupakan proses pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan.

Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan lanskap dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu tahap commissions, research, analysis, construction, dan operation. Tahap commissions adalah tahap pertemuan antara pelaksanaan dengan klien, merupakan tahap awal dalam memulai studi. Research merupakan tahap pengumpulan data baik primer yaitu fisik dan sumberdaya tapak, yang diperoleh dari survey tapak, wawancara, dan penyebaran kuisioner kepada responden dari instansi terkait dan masyarakat, maupun data sekunder dari hasil studi pustaka. Tahap analysis yaitu melakukan analisis tapak guna mengetahui potensi sumberdaya tapak dan kemungkinan pengembangannya dengan mempertimbangkan peraturan serta kebijakan pemerintah. Kemudian pada tahap

synthesis dilakukan studi skematik untuk mendapatkan alternative program pengembangan ruang untuk kemudian menjadi rencana pengembangan awal lanskap dalam bentuk plan concept dan rencana anggaran biaya.

(21)

Tepian Sungai

Sungai merupakan badan air dengan air yang mengalir yang berasal dari air hujan menuju tempat yang lebih rendah. Notodihardjo (1989) mengatakan bahwa sungai merupakan salah satu elemen lanskap dengan segala komponennya, yang memiliki karakter tertentu oleh buatan manusia. Sedangkan tepian sungai merupakan daerah yang berada tepat di sisi kiri dan kanan sungai. Menurut Nissa (2007) daerah tepi sungai ini memiliki kerawanan, baik dari segi keamanan maupun kerusakan ekologi, seperti banjir dan erosi sungai. Daerah hunian tepi sungai akan menimbulan masalah yang paling berbahaya yakni polusi sungai, berupa limbah rumah tangga maupun dari industri besar. Menurut Gordon et al.

(2004), tepi/riparian sungai memiliki 2 nilai, yaitu :

1) Nilai ulitarian, yang menekankan pada pendapat dan kebutuhan manusia.  Nilai pemanfaatan konsumtif

 Nilai pemanfaatan produktif  Nilai jasa

 Nilai pendidikan dan penelitian

 Nilai budaya, spiritual ekperensial dan eksistensi  Nilai estetika, rekreasi, dan wisata

2) Nilai intrinsik, yang menekankan pada nilai spesies dan komunitas.  Nilai ekosentris

 Nilai biosentris

Menurut peraturan pemerintah tentang sungai Nomor 35 Tahun 1991 Bab 1 Pasal 1 disebutkan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Garis Sempadan sungai adalah garis batas luar pengamatan sungai. Kepres No.32/1990 tentang pengelolaan kawasan lindung menyebutkan bahwa sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Pasal 16 menetapkan lebar sempadan sungai besar di luar pemukiman (> 100 m), anak sungai besar (> 50 m) , dan di daerah permukiman berupa jalan inspeksi (10-15 m). Peraturan menteri Pekerjaan Umum No.63/PRT/1993 menyebutkan bahwa garis sempadan sungai dengan tanggul di kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul, dan untuk garis sempadan sungai tidak bertanggul di kawasan perkotaan disesuaikan dengan kedalaman sungai itu sendiri yaitu berkisar antara 10 meter untuk kedalaman sungai kurang dari 2 meter hingga 30 meter untuk sungai dengan kedalaman lebih dari 20 meter. Meskipun begitu, lebar sempadan sungai sendiri berbeda-beda tergantung peraturan dan kebijakan daerahnya masing-masing.

Kebijakan Pemerintah Kota Palembang melalui Perda No.8 Tahun 2000 menetapkan sempadan untuk Sungai Musi ialah minimal 20 meter. Sebagai upaya mewujudkan Palembang sebagai Kota Tepian Sungai, maka RTRW Kota Palembang 2012-2032 menetapkan sempadan sungai besar termasuk Sungai Musi di lokasi yang bertanggul sempadan sungainya ditetapkan 3 meter dan di lokasi yang tidak bertanggul adalah sebagai berikut :

(22)

2)Kedalaman antara 3-20 meter sempadan sungainya 15 meter

3)Kedalaman lebih dari 20 meter sempadan sungainya minimal 30 meter.

Kesuksesan pengembangan kawasan tepi air/sungai menurut Sastrawati (2003) ditentukan oleh bagaimana perencana menanggapi karakteristik/keunikan yang ada di kawasan tepi air/sungai tersebut. Karakteristik ini terbagi dua bagian besar yaitu fisik dan non fisik. Karakteristik fisik mencakup keadaan alam dan lingkungan, citra, akses, bangunan, penataan lanskap, ketersediaan sarana dan prasarana kota, serta kemajuan teknologi. Sedangkan karakteristik non fisik meliputi tema pengembangam, pemanfaatan air, aktivitas penduduk, keadaan sosial, budaya, dan ekonomi, serta aturan dan pengelolaan kota/kawasan.

Badan air Sungai Musi sendiri sering ditemui rumah apung (rumah rakit), maka diberlakukan kebijakan khusus yaitu tetap mempertahankan keberadaannya dengan pertimbangan sebagai aset pariwisata, sebagai permukiman tradisional. Perhatian pada aspek pengelolaan rumah-rumah rakit ini juga ditekankan agar aspek kelayakan dapat terpenuhi.

Lanskap Budaya

Budaya merupakan hasil cipta, karya, dan karsa manusia dalam mempengaruhi kehidupannya. Rapoport (1969) dalam Hasibuan (2010) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu kompleks gagasan dan pikiran manusia bersifat tidak teraga. Kebudayaan akan terwujud melalui pandangan hidup, tata nilai, gaya hidup, dan akhirnya aktivitasnya yang bersifat konkrit. Aktivitas ini secara langsung akan mempengaruhi wadah, yaitu lingkungan yang diantaranya adalah ruang-ruang di dalam permukiman.

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) lanskap budaya merupakan satu model atau bentuk dari lanskap binaan yang dibentuk oleh suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungannya yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan kelompok-kelompok masyarakat ini dalam bentuk dan pola permukiman dan perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan, dan struktur lainnya.

Menurut Azlan (2002), lanskap budaya adalah sebuah refleksi dari adaptasi manusia yang digunakan sebagai sumber daya alam dan juga memebrikan sense

pada suatu tempat serta merupakan bagian warisan budaya bangsa dan bagian dari hidup kita. Hal ini sering diekspresikan dalam berbagai bentuk penggunaan lahan antara lain pola pemukiman, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, dan juga berbagai bentuk arsitektur rumah dan tata letaknya.

Lanskap budaya dapat menggambarkan secara khusus aspek keaslian suatu negara dan pengembangannya melalui bentuk, ciri, dan sejarah pembentukannya.

(23)

Kawasan bernilai budaya, termasuk kawasan bersejarah, merupakan lokasi bagi peristiwa budaya yang penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna bagi peristiwa atau karakter kelompok masyarakat yang terdahulu atau yang pernah terjadi (Nurisjah dan Pramukanto 2013). Lebih lanjut disebutkan beberapa hal yang penting dalam perencanaan kawasan budaya yaitu :

1. Mempelajari hubungan antar kawasan budaya dan bersejarah ini dengan area lingkungan sekitarnya serta diantara elemen-elemen dan faktor pembentuknya

2. Memperhatikan keharmonisan sosial dan fisik antar dalam dan luar tapak yang akan direncanakan

3. Menjadikannya sebagai objek yang bermakna dan menarik

4. Merencanakan suatu tapak rehabilitasi, konservasi, atau revitalisasi yang dapat menampilkan secara utuh model budaya atau sejarah masa lalunya

Wisata Budaya

Menurut undang-undang pemerintah nomor 10 tahun 2009, wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.. Shoemaker membagi perjalanan wisata berdasarkan motivasinya, yaitu motivasi pembelajaran dan budaya, relaksasi dan ketenangan, etnik, dan lain-lain seperti faktor cuaca, kesehatan, olahraga, ekonomi, petualangan, dan sosiologi (Gunn 1997).

Unsur budaya dalam wisata tidak hanya berupa benda fisik, namun juga pola aktivitas dari kehidupan masyarakat. Unsur-unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1987) meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Unsur-unsur kebudayaan tersebut akan terwujud dalam tiga macam yaitu :

1. Kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, norma-norma dan peraturan yang bersifat abstrak, disebut cultural system

2. Kebudayan sebagai kompleks aktifitas kelakuan yang berpola dari manusia dalam masyarakat, bersifat lebih konkret dan disebut sebagai

social system

3. Kebudayaan benda-benda hasil karya manusia (artefak), mempunyai sifat paling konkrit, dapat diraba, diobservasi, dan didokumentasi, disebut sebagai kebudayaan fisik atau physical culture

(24)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian akan dilakukan di sepanjang tepian Sungai Musi Kota Palembang, tepatnya sepanjang 4,2 km di sisi Seberang Ulu yang meliputi Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II, dengan lebar tepi sungai yang direncanakan sekitar 100-200 meter dari batas badan air (Gambar 2).

Kawasan Perencanan

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

Alat dan bahan dalam penelitian ini tertera pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Alat dan bahan penelitian

No Unit Jenis

1 Alat Global Positioning System (GPS), Kamera

digital, alat tulis, alat gambar, dan buku catatan 2 Bahan Peta dasar, literatur, peta administratif, peta tata

ruang kota, data iklim Kota Palembang, dan data sekunder lainnya

3 Software Pendukung Garmin, Autocad 2010, Sketchup8, photoshop CS5,Microsoft Office Excel 2007, dan Microsoft Word 2007.

Metode Penelitian

(25)

Gold (1980) yaitu mulai dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, konsep dan perencanaan lanskap.

Gambar 3 Tahapan Perencanaan

Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan pada penelitian ini diantaranaya adalah penetapan tujuan penelitian, pengumpulan informasi awal tentang tapak, pembuatan surat perizinan permohonan data dari Departemen Arsitektur Lanskap kepada pihak terkait, pengiriman surat permohonan data kepada pihak-pihak terkait, dan perisapan alat survei seperti GPS dan kamera digital.

Inventarisasi

Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data dan informasi melalui data primer dan sekunder. Data primer yang didapat dari hasil pengamatan langsung pada tapak dan wawancara.

1) Pengamatan langsung pada tapak dilakukan untuk mengetahui kondisi asli di tapak penelitian seperti tata guna lahan dan pola pemukiman, vegetasi,

inlet-outlet, view, dan pola kehidupan masyarakat.

2) Wawancara dilakukan terhadap beberapa penduduk yang tinggal di lokasi penelitian dan masyarakat Palembang pada umumnya, serta kepada pihak terkait yaitu Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palembang. Wawancara kepada masyarakat untuk menggali kondisi sosial dan budaya masyarakat. Selain itu juga untuk mengetahui kondisi sungai (pasang-surut) terhadap permukiman warga. Sedangkan wawancara kepada pihak Bappeda dilakuakan untuk mengetahui arah pengembangan tapak yang direncanakan oleh pemerintah kota.

Data sekunder didapat dari studi pustaka seperti buku, jurnal, dan website.

serta data yang didapat dari instansi terkait. Data yang diambil pada tahap ini

Persiapan Penetapan tujuan, rumusan masalah serta pengumpulan informasi tapak

Inventarisasi 1. Umum

Batas dan luas tapak perencanaan 2. Tapak

Pengumpulan data pendukung perencanaan yang meliputi aspek legal, fisik, ekologis, dan sosial-budaya

Analisis 1. Analisis sumberdaya lanskap 2. Analisis kondisi fisik tapak

3. Analisis unsur sosial-budaya masyarakat 4. Analisis kesesuaian lahan untuk wisata

Sintesis Area Pengembangan

Perencanaan Rencana Lanskap Daya Dukung wisata Area Preservasi

(26)

adalah data yang meliputi aspek legal, aspek fisik, aspek ekologis, dan aspek sosial-budaya (Tabel 2).

Tabel 2 Jenis, bentuk, dan sumber data

No Aspek Jenis Data Bentuk

Sekunder Bappeda Studi pustaka

Batas dan luas tapak

Primer Tapak Survei lapang

2 Fisik Iklim Sekunder BMKG

Kota

Studi pustaka

View Primer Tapak Survei lapang

Landcover Primer dan Sekunder

Tapak, Bappeda

Survei lapang, Studi Pustaka

Hidrologi Sekunder Bappeda Studi pustaka

Jenis Tanah Sekunder Balitbang Tanah

Studi Pustaka

Topografi Sekunder Balitbang

Tanah

Pola Aktivitas Primer Tapak Survei lapang,

wawancara

Analisis

Analisis terhadap data yang telah di dapat dilakukan untuk memenuhi tujuan identifikasi terhadap sumberdaya wisata budaya, kondisi tapak, potensi dan kendala pengembangan tapak. Analsis yang dilakukan merupakan analisis deskriptif dan analisis spasial terhadap data. Empat aspek yang dianalisis meliputi ;

1) Aspek fisik, meliputi lokasi, luas, batas tapak, dan aksesibiltas menuju tapak yang dianalisis secara spasial dan derskriptif.

2) Aspek legal, yaitu untuk mengetahui peraturan pemerintah daerah dan perundang-undangan, terkait dengan rencana tata ruang kota yang dibuat serta mengetahui batas daerah perencanaan.

3) Aspek ekologis, yaitu untuk mendata vegetasi utama yang ada pada tapak dan bagaimana pengaruh keberadaannya terhadap sungai. Analisis terhadap vegetasi ini pula digunakan untuk mengetahui wilayah yang memiliki peranan ekologis terutama terkait dengan keberadaan sungai. Aspek ini akan menghasilkan peta kawasan konservasi dan non konservasi

(27)

5) Aspek wisata budaya dianalisis melalui kegiatan yang umum dilakukan oleh masyarakat pinggiran sungai serta objek wisata yang dapat dikembangkan di dalam tapak. Analisis pada aspek wisata dilakukan secara deskriptif dan spasial. Analisis spasial terutama akan dilakukan pada aspek kawasan bernilai budaya dan memiliki aktivitas budaya. Aspek ini akan di nilai berdasarkan kriteria yang disesuaikan dengan definisi wisata budaya (Gambar 4) yaitu didukung hasil wawancara dengan masyarakat lokal, studi pustaka berdasarkan penelitian sebelumnya, serta suvei langsung ke tapak.

Gambar 4 Kriteria penilaian objek dan daya tarik wisata

Tabel 3 Prinsip desain lanskap

Kategori Kriteria

Keindahan Visual Baik/

Good View

1. Kehadiran elemen-elemen lanskap menghadirkan keseimbangan visual.

2. Terdapat focal point yang menjadi kontras pada lanskap

3. Elemen lanskap memberi kesan sederhana dan harmonis

4. Adanya repetisi atau pengulangan pada elemen lanskap

5. Antar elemen memiliki hubungan yang jelas 6. Objek dan lingkungan memiliki kesatuan Wisata Budaya Febriani, Penelitian Ibnu, Penelitian Tryuli)

Studi Pustaka (Penelitian

Ibnu dan buku ‘Venesia dari Timur ‘ karya Santun)

(28)

Kemudian dilakukan penilaian terhadap Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) menurut Andalan (2001) dalam Putri (2013) dengan modifikasi sesuai kebutuhan perencanaan sebagai mana pada Tabel 4. Penilaian dilakukan dengan Kriteria penilaian menggunakan skala pengukuran Linkert yang menggunakan skala nilai sebagai indikator berupa data interval dari 4 untuk penilaian objek wisata sangat kuat sampai 1 untuk penilaian lemah.

Tabel 4 Penilaian terhadap objek dan daya tarik wisata

No Kriteria Nilai

4(sangat kuat) 3 (kuat) 2 (sedang) 1 (lemah)

(29)

Hasil perhitungan pada tiap objek akan mendapatkan nilai total untuk kemudian memberikan skala penilaian apakah objek wisata tersebut Sangat Potensial (SP) untuk dikembangkan, Cukup Potensial (CP), atau Tidak Potensial (TP). Hasil ini akan dibuat dalam bentuk peta kesesuaian pengembangan wisata.

Analisis yang dibuat dalam bentuk spasial yaitu berupa tiga aspek penilaian kesesuaian untuk wisata, yaitu potensi pasang, kawasan konservasi, serta penilaian objek dan daya tarik wisata.

Sintesis

Sintesis merupakan tahap lanjutan dari tahap analisis. Hasil dari tahap analisis akan di overlay untuk mendapatkan zonasi yang dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata berbasis kebudayaan lokal. Zonasi dalam bentuk block plan

akan mencakup rencana tata ruang tepian Sungai Musi dan pengembangan ruangnya.

Konsep

Tahap penyususnan konsep merupakan tahapan sebelum memulai tahap perencanaan. Pada tahap ini ditentukan konsep dasar sesuai dengan rencana pengembangan serta rencana pengembangan yang akan disesuaikan dengan hasil zonasi kesesuaian lahan untuk kawasan wisata. Konsep pengembangan lanskap meliputi konsep ruang, konsep aktivitas dan fasilitas, konsep vegetasi, konsep sirkulasi, dan konsep permukiman. Konsep ini kemudian disajikan dalam bentuk rencana blok kawasan wisata. Hasil rencana blok ini akan menjadi dasar dalam pembuatan rencana lanskap.

Perencanaan Lanskap

Tahap perencanaan lanskap merupakan tahap akhir dari penelitian ini. pada tahap ini ditentukan rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, dan rencana permukiman. Serta rencana pengembangan kawasan wisata yang mengacu pada tujuan perencanaan. Hasil dari tahap ini berupa rencana lanskap (landscape plan). Pada tahap ini pula dihitung daya dukung untuk wisata sesuai standar rata-rata individu dalam m2/orang berdasar Boulon dalam WTO dan UNEP (1992) dalam Nurisjah (2003) sebagai berikut:

Keterangan :

DD = Daya dukung (orang)

A = Area yang digunakan wisatawan (m2) S = Standar rata-rata individu (m2/orang)

(30)

HASIL INVENTARISASI

Kondisi Umum Kota Palembang

Kondisi Fisik

a. Geografis dan Administrasi

Kota Palembang secara geografis terletak antara 2o52’ sampai 3o5’ Lintang Selatan dan 104o37’ sampai 104o52’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 meter diatas permukaan air laut. Secara administratif wilayah Kota Palembang memiliki batas wilayah sebagai berikut :

 Utara : Kabupaten Banyuasin  Selatan : Kabupaten Ogan Ilir  Barat : Kabupaten Banyuasin  Timur : Kabupaten Banyuasin

Luas kota ialah 400,61 km2 atau 40.061 ha, yaitu sekitar 0.46 % dari luas Provinsi Sumatera Selatan yang terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Ilir Barat I, Ilir Barat II, Ilir Timur I, Ilir Timur II, Gandus, Sukarame, Sako, Kalidoni, Kemuning, Bukit Kecil, Sematang Borang, Alang-Alang Lebar, Kertapati, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, dan Plaju. (Gambar 5)

Gambar 5 Peta administrasi Kota Palembang

(31)

b. Pemanfaatan Lahan

Kota Palembang dalam sejarahnya berkembang pesat pada masa pemerintahan Belanda di awal abad ke-20. Masterplan kota ini dibuat oleh Ir.Th.Karsten. Kolonialis Belanda ini pada awalnya menjadikan sungai sebagai urat nadi transportasi, namun seiring waktu pembangunan infrastruktur terutama jalan darat tidak dapat dihindari sehingga dilakukan penimbunan sungai dan rawa untuk membuat daratan baru. Kini perkembangan kota tumbuh secara alamiah dengan fokus pembangunan pemerintah kota ialah di bagian Seberang Ulu.

Hingga tahun 2008, penggunaan lahan di Kota Palembang menunjukkan masih luasnya lahan yang belum diusahakan yaitu seluas 42.29 %. Hal ini terjadi karena masih banyaknya area berupa rawa-rawa hampir diseluruh bagian kota ini yaitu seluas 1396.35 ha. Wilayah badan air berupa sungai menjadi dominasi untuk lahan tak terbangun yaitu sekitar 10% atau lebih dari 1.700 ha. Sedangkan kawasan terbangun seluas 57.71% didominasi oleh kawasan permukiman yaitu menempati area seluas 10.909,40 ha atau sekitar 88% dari luas total kawasan terbangun. Luas dari masing-masing penggunaan lahan di Kota Palembang ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Tata guna lahan Kota Palembang

No Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Area Tidak Terbangun

11 Perkantoran dan pemerintahan 199,05 4.96

12 Sarana 269,60 6.72

13 Jalan 259,30 6.47

14 Jalan lingkungan dan Lahan Kosong 12.082,38 30.15

Total 36.106.44 100

Sumber : RTRW Kota Palembang 2012

Perkembangan penggunaan lahan di Kota Palembang cenderung berupa

(32)

c. Prasarana dan Infrastruktur Kota

Kota Palembang yang merupakan kota sungai dan berawa menjadi perhatian khusus dalam pembangunan prasarana kota seperti jaringan listrik dan drainase. Jaringan listrik kota ini merupakan interkoneksi antar pusat-pusat pembangkit listrik PLN wilayah IV Sumatera Selatan. Terdapat 12 gardu induk atau pembangkit yang tersebar di seluruh wilayah kota. Sistem drainase sendiri memiliki 19 sistem aliran yang terbagi dalam 12 sistem drainase ke Sungai Musi sementara 7 sistem ke utara ke sistem besar Banyuasin melalui Sungai Gasing, Sungai Kenten, dan saluran-saluran yang dibangun disana. Secara umum kondisi sistem drainase di kota ini berupa rawa, sedangkan pengaliran air sendiri memiliki 2 arah yaitu ke Sungai Musi sebanyak 16 sistem muara dan ke Banyuasin sebanyak 3 sistem muara.

Jaringan jalan Kota Palembang menurut statusnya dibedakan menjadi jalan naisonal, jalan provinsi, jalan kota, dan jalan kabupaten. Jalan nasional yang terdiri dari jalan arteri dan kolektor di dalam kota memiliki panjang 90,95 km yang terbagi dalam 27 jalan (Kepmen PU No.630 Tahun 2009). Keberadaan jaringan jalan darat di Kota Palembang tentunya tidak terlepas dari keadaan transportasi darat, yang pertumbuhan jumlah transportasi bermotor terus mengalami peningkatan. Hal ini terbukti dari traffic counting yang menunjukkan telah terjadi penambahan wilayah pembebanan jalan

Sebagai kota sungai, transportasi air juga dimanfaatkan oleh penduduk kota. Angkutan sungai di dalam Kota Palembang diwarnai oleh keberadaan kapal-kapal penumpang dan barang. Masih dimanfaatkannya jalur sungai ini terjadi karena tidak ada jalan darat selain Jembatan Ampera yang menjadi penghubung kawasan Seberang Ulu dan Seberang Ilir di pusat kota. Jembatan penguhubung lain yaitu Jembatan Musi II berada jauh di luar pusat kota yaitu sekitar 10 km.

(33)

Kondisi Biofisik a. Jenis Tanah

Tanah Aluvial merupakan jenis tanah yang mendominasi Kota Palembang. Lapisan tanahnya bersifat lempung, pasir lempung, napal, dan napal pasiran. Keadaan stratifikasi wilayah Kota Palembang terbagi dalam 3 bagian, yaitu :

1) Satuan Aluvial dan rawa, liat berpasit terdapat di Seberang Ulu dan rawa-rawa bagian timur dan barat kota

2) Satuan Lempung dan lempung pasiran, terdapat di Palembang bagian tengah dan utara

3) Satuan Antiklin, terdapat dibagian dalam kota dengan arah memanjang ke barat daya dan tenggara.

Jenis tanah aluvial yang secara umum terdapat di Kota Palembang merupakan jenis tanah endapan yang kandungan bahan organiknya rendah, reaksi tanahnya masam sampai netral, struktur tanahnya pejal dan konsistensinya keras waktu kering, dan teguh waktu lembab. Kandungan unsur hara pada tanah aluvial relatif kaya dan banyak bergantung pada bahan induknya. Secara keseluruhan jenis tanah ini mempunyai sifat fisik kurang baik hingga sedang, sifat kimia sedang hingga baik, sehingga produktivitas tanahnya sedang sampai tinggi.

b. Iklim

Sebagaimana Indonesia, Kota Palembang juga beriklim tropis. Temperatur rata-rata tahunannya ialah 27,3 oCelcius dengan rata-rata suhu tertinggi pada bulan Juni yaitu 28.3oCelcius dan rata-rata suhu terendah pada bulan Desember yaitu 26.6 oCelcius. Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Palembang tahun 2013 mencatat suhu maksimum yang pernah terjadi ialah sebesar 33,7 oCelcius pada Bulan Juni dan suhu minimum 24,0oCelcius pada bulan Oktober hingga Desember.

Gambar 7 Temperatur rata-rata bulanan Kota Palembang tahun 2013 (BMKG Kota Palembang)

Fluktuasi tahunan untuk curah hujan berkisar antara 105 – 628 mm/bulan. Curah hujan terendah pada bulan Juni dan tertinggi pada bulan Maret. Data hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 29 hari dan terendah sebanyak 10 hari pada bulan Juni (Gambar 8).

25,5 26 26,5 27 27,5 28 28,5

(34)

.

Gambar 8 Curah hujan rata-rata bulanan Kota Palembang tahun 2013 (BMKG Kota Palembang)

Penyinaran matahari periode 8 jam perharinya berkisar antara 33-78 % pertahun, yaitu tertinggi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Desember. Sedangkan kecepatan angin relatif stabil pada angka rata-rata 3 knots perbulannya. Kelembaban udara relatif bulanan terbesar pada bulan april yaitu 87% dan terkecil pada bulan September yaitu 77%.

c. Hidrologi

Sungai Musi sebagai sungai utama mengalir dari arah barat laut kearah timur laut sepanjang 15 km melintasi kota, dengan lebar antara 220-313 meter dan kedalaman 8-12 meter. Sungai Musi membagi kota menjadi 2 bagian yaitu Kawasan Seberang Ilir dan Seberang Ulu. Kondisi hidrologi di kedua kawasan ini menunjukkan perbedaan fisik yaitu di bagian Seberang Ulu terdapat anak-anak sungai yang relatif besar dengan muara pada Sungai Musi. Anak-anak Sungai Musi yang relatif besar dan berhulu di Pegunungan Bukit Barisan adalah Sungai Ogan dan Sungai Komering. Selain itu terdapat pula anak-anak sungai kecil dan pendek yang bermuara pada Sungai Musi dan berhulu pada wilayah Kota Palembang dan sekitarnya seperti Sungai Aur dan Sungai Sriguna. Pada bagian Seberang Ilir, aliran anak-anak sungai terbagi menjadi dua sesuai dengan karakteristik topografi yang berbukit. Pada bagian selatan punggungan terdapat anak-anak sungai yang mengalir pada Sungai Musi dn berhulu pada punggungan topografi sperti Sungai Lambidaro, Sekanak, Buah, Batang, dan Selincah. Sedangkan pada bagian utara punggungan terdapat anak-anak sungai yang mengalir kautara yang bermuara anatara lain ke Sungai Kenten.

d. Pasang Surut

Sungai Musi secara umum memiliki tipe pasang surut tungal yang artinya dalam satu hari (24 jam) terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan nilai

(35)

mengakibatkan terjadinya penumpukkan massa air yang mengakibatkan semakin cepat terjadinya kenaikan muka air.

Kecepatan arus maksimum sungai mencapai 0.9 m/s dan kecepatan minimum 0 m/s dengan besaran rata-rata arus pasang surut adalah 19,3 cm/s. Arus pasang surut menunjukkan bahwa kecepatan arus saat pasang purnama jauh lebih besar dan teratur polanya, sedangkan saat pasang pebani kecepatan arus cenderung lemag dengan pola kurang teratur. Pola arus saat pasang, massa air cederung memasuki muara dan saat surut massa air meninggalkan muara. (Program Studi Ilmu Kelautan Univeristas Sriwijaya 2012 )

Kondisi Sosial dan Budaya a. Sosial dan Budaya

Masyarakat Palembang sejak dulu menjadikan sungai sebagai elemen penting dalam kehidupan keseharian mereka. Keberadaan sungai hampir diseluruh penjuru kota menyebabkan Palembang tumbuh sebagai kota dagang melalui jaringan lalu lintas sungai. Kehidupan sosial-budaya masyarakat tidak hanya tercirikan dari aktivitas keseharian di sungai, namun juga tercermin dari permukiman diatas air. Dalam sejarahnya, Sultan Palembang membagi perkampungan kota berdasarkan ruang air. Selain keraton (saat ini kawasan Benteng Kuto Besak) sebagai pusat kota kesultanan, penduduk Palembang mendirikan rumah di setiap anak Sungai Musi. Permukiman darat yang berada di daerah keraton merupakan penduduk pribumi yang bekerja dan bekepentingan terhadap keraton. Penduduk ‘non pribumi’ yaitu bangsa Tionghoa, Arab, Eropa, dan Melayu lain ditempatkan di ‘ruang air’ yang saat ini dikenal dengan permukiman rumah rakit. Rumah rakit tidak hanya dijadikan tempat tinggal namun juga untuk berdagang, gudang, bahkan pusat kerajinan. Keberadaan permukiman rakit ini pula memperkuat kebudayaan sungai karena transportasi yang dipakai adalah jalur sungai menggunakan perahu-perahu khas.

Hingga kini, perkampungan penduduk ‘non pribumi’ masih bertahan membentuk permukiman tradisional yang berada di tepian Sungai Musi. Permukiman tradisional terus berkembang membentuk suatu pola-pola permukimanyang berbeda-beda antar kampung membentuk morfologi permukiman tradsional di Kawasan Seberang Ulu Palembang. Masyarakat di kawasan inilah yang disebut sebagai warga asli Suku Palembang.

Selain Suku Palembang, terdapat pula masyarakat lain yang berasal dari suku-suku di luar kota, seperti Suku Komering, Pasemah, Gumay, Lintang, Semenang, dan Musi Rawas. Masyarakat ini umumnya merupakan pendatang yang bekerja di Kota Palembang.

b. Kependudukan

(36)

Tabel 6 Jumlah penduduk Kota Palembang tahun 2011

No kecamatan Luas (ha) Jumlah Kepadatan

(jiwa/ha)

1 Ilir Barat I 1.977 147.567 74,6

2 Ilir Barat II 622 74.422 119,6

3 Seberang Ulu I*) 1.744 188.510 108,1

4 Seberang Ulu II*) 1.069 102.530 95,9

5 Ilir Timur I 650 88.341 135,9

6 Ilir Timur II 2.558 190.803 74,6

7 Sukarami 3.698 155.993 42,8

8 Sako 1.804 95.104 52,7

9 Kemuning 900 93.467 103,9

10 Kalidoni 2.792 122.672 43,9

11 Bukit Kecil 992 49.823 50,2

12 Gandus 6.878 67.778 9,8

13 Kertapati 4.256 99.376 23,3

14 Plaju 1.517 95.950 63,2

15 Alang-Alang Lebar 3.458 96.575 27,9

16 Sematang Borang 5.146 39.502 7,7

Total 40.061 1.708.413 42,6

*) Kecamatan Lokasi Penelitian

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Palembang

Kondisi Tapak

Kondisi Fisik

a. Lokasi, Luas, dan Batas Tapak

Penelitian ini berada pada tepian Sungai Musi Palembang bagian Seberang Ulu tepatnya di dua wilayah administratif yaitu Kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II. Secara fisik tapak berada di antara Jembatan Ampera di batas barat dan kawasan Stadion Patra Jaya di batas timur. Bagian utara dibatasi langsung oleh Sungai Musi dan bagian selatan dibatasi oleh Jl. KH Azhari dan Jl DI Panjaitan (Gambar 9)

Gambar 9 Lokasi penelitian

(37)

sekitar 1.104.777 m² atau sekitar 110,47 ha. Panjang tepi sungai yang dilalui ialah memanjang sekitar 4,2 km. Penutupan lahan tapak sebagian besar berupa perumahan. Rumah yang berada di dekat aliran sungai merupakan rumah panggung karena merupakan area rawa yang terpengaruh oleh pasang-surut sungai sedangkan yang berada lebih jauh merupakan rumah darat. Tepat di tepian sungai sepanjang 500 meter dari batas barat tapak, telah dibangun jalur wisata berupa konstruksi siring beton. Sepanjang jalur ini pula terdapat perkampungan China dan Arab 9-10 Ulu , pasar tradisional 10 ulu, serta aliran anak Sungai Musi yaitu Sungai Aur. Selain Perkampungan China dan Arab, adanya Klenteng Chandra Nadi atau dengan nama lain Soei Goeat Kiong dan Masjid Al-Ghazali dapat menjadi objek wisata di jalur ini.

Sisi lain tapak yang berada di tengah hingga timur masih didominasi oleh permukiman. Di sisi yang langsung berhadapan dengan Sungai Musi, akan banyak dijumpai rumah panggung, dibelakangnya akan dijumpai jalan beton yang menjadi jalan utama di area permukiman. Di keluruhan 13 Ulu juga dapat dijumpai Perkampungan Arab Al-Munawar dengan pola permukiman linier dan

cluster. Di Permukiman Arab ini kita dapat menjumpai beragam bentuk arsitektural rumah khas yaitu Rumah limas yang merupakan rumah darat karena berada jauh dari badan sungai, Rumah Tinggi, Rumah Batu, Rumah Tengah, Rumah Kembar Darat, dan Rumah kembar Laut.

b. Tata Guna Lahan

Tapak yang membentang dari barat ke timur secara umum merupakan tanah daratan berupa permukiman. Selain itu juga terdapat kantor pemerintahan, sekolah, tempat ibadah, pasar, ruko, puskesamas, serta ruang terbuka. Tanah rawa juga masih dapat dijumpai terutama di bagian timur dan beberapa titik di seluruh kawasan permukiman. Setidaknya ada delapan buah anak sungai dari Sungai Musi yang melalui tapak, sehingga masih banyak dijumpai area berair di kawasan darat serta rumah-rumah penduduk yang sebagian masih berupa rumah panggung.

(a) pinggiran anak sungai (b) darat Gambar 10 Contoh perumahan

(38)
(39)

\

Gambar 12 Tata guna lahan

(40)

c. Aksesibilitas

Tapak yang berada di tepi sungai menjadikannya dapat diakses melalui dua jalur yaitu jalur darat dan jalur air. Di bagian utara tapak yang berbatasan langsung dengan Sungai Musi membuat beberapa titik memiliki dermaga untuk perahu bersandar. Sedangkan di bagian selatan dibatasi langsung oleh jalan arteri yaitu jalan KH Azhari. Jalan ini menjadi akses utama menuju ke semua sisi tapak. Jl KH Azhari sendiri merupakan jalan yang dapat dilalui kendaraan besar dan angkutan umum lainnya, sedangkan pola jalan untuk menuju dalam tapak berupa lorong-lorong di sepanjang jalan ini.

Akses di dalam tapak sendiri hanya berupa jalan darat, meskipun terdapat cukup banyak anak sungai didalamnya, namun transportasi air sudah tidak digunakan lagi di dalam tapak. Pembangunan jalan lokal dari beton menjadi jalur sirkulasi utama penghubung didalam tapak.

(a) tepi sungai (b) darat

Gambar 13 Kondisi jalan

Kondisi Biofisik a. Topografi

Secara umum tapak berada pada kondisi yang relatif datar yang berada pada keitnggian sekitar 1-2 meter dari badan sungai. Semakin menjauhi badan sungai, ketinggian tapak meningkat namun secara umum tidak begitu signifikan. Sebagai daerah yang relatif datar, air yang berada di anak sungai juga relatif sangat tenang dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut sungai utama. Kondisi topografi yang datar ini pula membuat pola permukiman dan jalan cenderung linier dan ber-grid.

b. Vegetasi dan Satwa

Vegetasi pada tapak dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu vegetasi air dan vegetasi darat. Vegetasi air terkonsentrasi pada bagian timur tapak yaitu tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan tanaman rawa. sedangkan tanaman darat tergolong sedikit karena terdegradasi oleh keberadaan permukiman. Beberapa jenis vegetasi yang masih dapat ditemui seperti bungur (Langerstroemia

(41)

(a) Eceng Gondok (b) Kelapa Gambar 14 Vegetasi dominan di tapak

Satwa yang ada juga dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu satwa air dan satwa darat. Satwa air yang masih dapat dijumpai di sungai ialah seperti ikan sepat, ikan patin, ikan bilis, ikan seluang, dan beberapa ikan-ikan kecil lain. Hewan darat yang masih dijumpai berupa burung gereja, burung walet, burung merpati, kupu-kupu, dan serangga-serangga kecil lain.

c. Iklim

Tapak yang berada di tepi sungai membuat tapak terasa lebih panas dan angin yang lebih kencang. Suhu rata-rata bulanan tapak sekitar 27,3oC dengan curah hujan sekitar 360 mm/bulan. Tapak yang membentang dari barat ke timur membuat penyinaran matahari berlangsung sepanjang pagi hingga sore hari dengan rata-rata penyinaran matahari 45%.

Angin yang berhembus sebagian besar berasal dari arah Sungai Musi dan berlangsung sepanjang hari dengan durasi terpanjang pada siang hingga sore hari. Luasnya area sungai membuat kecepatan anginpun lebih kencang terutama yang berada tepat di tepian sungai.

Kondisi Sosial Budaya a. Sejarah Kawasan

Menurut Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (1994) dalam Taim (2004) keberadaan permukiman di sepanjang tepian sungai musi telah ada sejak abad ke-6 masehi. Kemudian pada perkembangannya, Palembang yang berbentuk kesultanan yang dinamai Kesultanan Palembang Darussalam pada abad 16-17, menjadikan dua sisi kota ini dengan peruntukkannya masing-masing. Daerah ilir merupakan daerah kekuasaan kesultanan, sedangkan daerah ulu merupakan daerah hunian untuk pendatang.

(42)

Perubahan pola kota semakin berorientasi darat sejak masa pemerintahan kolonial Belanda sekitar tahun 1920-an. Pada masa ini penimbunan sungai dan rawa-rawa banyak dilakukan untuk membangun infrastruktur kota. Permukiman rumah rakit dan rumah panggung yang berdiri di pinggiran sungai juga diizinkan untuk menaikkan rumahnya ke atas daratan. Hal ini membuat orang-orang Tionghoa yang sebelumnya banyak tinggal di rumah rakit akhirnya membangun rumah dan pertokoan di darat (Santun 2010).

b. Sosial Budaya Masyarakat

Masyarakat yang tinggal di tapak terdiri dari tiga golongan utama yaitu Arab, China, dan Melayu (Palembang). Masyarakat China banyak menempati di Kecamatan Seberang Ulu I. Di kawasan ini terdapat kampung China 9-10 Ulu. Adanya masyarakat China menyebabkan geliat perekonomian berupa pasar dan ruko sangat banyak dijumpai di kawasan ini. Masyarakat keturunan Arab tersebar dari kecamatan Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II, namun perkampungan arab yang terkenal ialah Kampung Arab 9-10 Ulu, Kampung Al Munawar di Kelurahan 13 Ulu, dan Kampung Arab Assegaf di Kelurahan 16 Ulu.. Masyarakat asli Melayu Palembang tinggal menyebar di kedua kecamatan ini serta hidup berdampingan dengan kedua suku lainnya.

Kehidupan masyarakat di tapak seperti kehidupan masyarakat pada umumnya. Aktivitas sosial seperti sekolah, bekerja, dan belanja berlangsung seperti biasa, namun lokasi yang berada di tepi sungai membuat aktivitas terkait erat dengan sungai terutama yang tinggal tepat di tepi sungai. Beberapa warga yang tinggal di tepi sungai masih memanfaatkan sungai sebagai bagian dari aktivitas rumah tangga seperti mandi dan mencuci. Kegiatan ini sering dijumpai pada pagi dan sore hari. Keberadaan sungai pula masih sangat sering digunakan sebagai sarana transportasi.

(43)

ANALISIS DAN SINTESIS

Aspek Legal

Kawasan perencanaan merupakan kawasan tepi sungai yang menjadi kawasan strategis pengembangan wisata sebagaimana yang dirancang oleh Pemerintah Kota Palembang melalui Rancangan Tata Ruang dan Wilayah tahun 2012-2032. Menurut RTRW tersebut, kawasan tepian sungai memiliki potensi pengembangan sebagai tempat penyelenggaraam event-event nasional hingga olahraga. Pengembangan kawasan ini tentunya diharapkan tetap menjaga nilai sejarah dan budaya yang ada sebab hampir semua peninggalan bersejarah Kota Palembang terletak di tepian Sungai Musi. Usulan penataan yang diharapkan ialah berupa node-node kegiatan pada lokasi strategis, pembentukan poros jalan yang mengarah ke sungai, pengembangan ‘promenade’ berupa jalur pedestrian di sepanjang tepian sungai, dan pengembangan ruang terbuka di sepanjang tepian sungai.

Kondisi Fisik

a. Lokasi, Luas, dan Batas Tapak

Tapak berada di tepian sungai musi dengan lebar antara 100-200 meter dari tepi sungai. Tapak yang berada tepat di tepi sungai membuatnya dapat terlihat langsung jika kita berada di atas badan sungai. Pengguna angkutan air dapat melihat keadaan tapak dan menyaksikan aktivitas didalamnya. Tapak ini juga dapat dijadikan penunjang wisata ketika wisatawan hanya melintas dengan perahu di perairan musi, karena lokasi berada di objek wisata utama yang ada di Palembang yaitu Jembatan Ampera dan Pulau Kemarau. Lokasi yang berada diantara dua objek wisata ini dapat menjadi potensi wisata untuk diperkenalkan.

Seacara umum tapak dapat dibedakan dalam dua tipologi yaitu tapak yang memiliki sempadan dan yang tidak memiliki sempadan (Gambar 16 dan 17). Sebagain besar tapak merupakan tipe yang tidak memiliki sempadan, keadaan ini tentunya akan mempengaruhi perencanaan yang dibuat. Rumah-rumah panggung yang berdiri diatas badan air harus mampu diakomodasi dengan tetap memperhatikan keamanan dan kondisi ekologis kawasan.

(44)

Gambar 16 Tapak yang memiliki sempadan sungai

Gambar 17 Tapak yang tidak memiliki sempadan sungai

b. Aksesibilitas

Tapak yang dibatasi langsung oleh sungai dan darat menjadikannya dapat dikunjungi dengan dua akses yaitu jalur air dan jalur darat (Gambar 18). Kedua jalur ini masih sangat mungkin digunakan karena intensitas pemanfaatan saat inipun masih tinggi. Kemudahan akses ini merupakan potensi penting penunjang kegiatan wisata. Jalur air dengan menggunakan perahu memiliki fasilitas dermaga yang dapat digunakan dan berfungsi meskipun tidak semua memiliki kondisi yang baik. Dermaga utama dengan kondisi baik ialah seperti yang berada di depan Klenteng Chandra Nadi yang dibangun untuk penunjang fasilitas wisata. Sedangkan dermaga lain yang umumnya digunakan oleh masyarakat setempat untuk aktifitas rutin harian dalam kondisi kurang baik.

Jalur darat dapat dilalui melalui jalan arteri yang membatasi tapak di sisi selatan. Jalan ini merupakan jalan yang memiliki intensitas penggunaan yang cukup tinggi. Angkutan umum (angkot) juga melalui jalan ini. Didalam tapak sendiri tersedia jalan lokal yang biasa digunakan warga dengan kondisi cukup baik. Jalan lokal yang sebagian besar berupa jalan beton ini hanya dapat dilalui kendaraan pribadi seperti kendaraan roda dua, sedangkan kendaraan roda empat hanya dapat masuk dibebarapa titik lokasi saja.

(45)

Kondisi Biofisik a. Topografi

Tapak yang secara umum relatif datar merupakan potensi untuk pengembangan kawasan. Menurut Nurisjah (2004) umumnya lahan yang mempunyai topografi dan kemiringan lahan yang relatif datar akan memberikan keuntungan karena dapat digunakan untuk berbagai aktivitas kehidupan dan rekreatif manusia dan juga untuk peletakan sarana penunjangnya.

Ketinggian sekitar 1-3 meter diatas permukaan air sungai sedikit banyak akan dipengaruhi oleh pasang-surut air sungai, sehingga dalam kondisi pasang ada peluang terjadinya banjir. Kondisi ini perlu diantisipasi dengan membuat dinding penahan di tepi sungai.

Kondisi topografi ini membuat perencanaan aliran air dari anak-anak sungai menjadi lebih terstruktur karena air akan mengikuti pola drainase yang dibuat dan hanya akan kembali melimpas ke sungai apabila air sungai surut. Keuntungan lain ialah adanya kemudahan pembangunan fasilitas pendukung di dalam tapak.

b. Vegetasi dan Satwa

Vegetasi yang menjadi persoalan utama pada tapak ialah tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang memiliki pertumbuhan relatif cepat. Selain menjadi bad view, keberadaan eceng gondok dalam jumlah besar ini pula akan berdampak pada penurunan kualitas air dan terganggunya habitat satwa air dibawahnya. Keberadaan eceng gondok menyebar hampir diseluruh tepian sungai dengan volume yang relatif besar. Selain eceng gondok, beberapa lokasi didarat masih dijumpai semak belukar yang mengganggu kualitas visual. Semak belukar ini umumnya berada pada lahan belum terfungsikan, sehingga belum ada upaya pengendalian dari masyarakat.

Pemilihan vegetasi untuk tapak yang berada di kawasan tepi sungai tentunya memiliki kriteria tersendiri. Vegetasi yang berbatasan langsung atau dekat dengan sungai akan memiliki perbedaan kriteria dengan vegetasi di kawasan yang lebih jauh dari sungai.

Keberadaan sungai tentunya akan memberi pengaruh besar terhadap satwa yang mendiami tapak baik satwa air maupun satwa darat. Satwa air seperti ikan seluang (Rasbora caudimaculata), ikan betok (Anabas testudineus), ikan gabus (Channa striata), ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis), dan ikan baung (Mystus nemurus) masih sangat akrab dijumpai dan ditangkap oleh warga untuk keperluan konsumsi pribadi maupun dijual kembali. Namun, polusi air di Sungai Musi yang menyebabkan penurunan kualitas airnya membuat semakin menurunnya jumlah tangkapan ikan.

c. Iklim

(46)

Kondisi iklim sangat berpengaruh terhadap kenyamanan pengguna tapak. Penrhitungan untuk mengetahui tingkat kenyamaan secara kuantitatif yaitu dengan perhitungan Thermal Humidity Indeks (THI). Rumus perhitungannya ialah THI = 0,8T + (RH.T/500). T menunjukkan temperature (oC) dan RH adalah kelembaban nisbi udara (%). Tapak dikategorikan nyaman apabila nilai THI < 27. Berdasarkan data iklim tapak dengan asumsi mengikuti data iklim Kota Palembang, didapatkan hasil sebagai berikut.

Berdasarkan perhitungan diatas, secara umum menunjukkan tapak berada pada kondisi mendekati tidak nyaman. Maka untuk meningkatkan kenyamanan terutama ketika suhu tinggi pada siang hari, perlu adanya tata ruang kawasan sehingga adanya sirkulasi udara dan penyerapan cahaya yang baik. Selain itu juga dapat dilakukan perencanaan vegetasi yang mampu mengontrol radiasi matahari atau tanaman peneduh. Alternalitf lain juga dapat dilakukan dengan pemberian shelter-shelter pada ruang terbuka.

Sumber : Indrewari (2000)

Gambar 19 Ilustrasi modifikasi iklim menggunakan vegetasi

Kondisi Sosial Budaya a. Sosial Budaya Masyarakat

(47)

b. Pengunjung

Sebagai kawasan bernilai budaya serta didukung oleh lokasi yang strategis, tapak perencanaan merupakan kawasan yang dapat menarik wisatawan relatif mudah. Lokasi tapak yang berada di sisi barat sendiri saat ini sudah menjadi wilayah pengembangan wisata tepian sungai oleh pemerintah Kota Palembang. Hal ini terlihat dari mulai dilakukannya pembangunan sempadan tepi sungai serta dibuatnya dermaga utama di depan Klenteng Chandra Nadi. Selain pengunjung yang hendak beribadah di Klenteng tertua di Kota Palembang ini, kawasan ini juga ramai didatangi pengunjung wisata yang sebagian besar hendak berfoto atau sekedar bersantai di tepian sungai. Sedangkan untuk kawasan permukiman etnis di tapak tergolong sepi dari kegiatan wisata, hal ini karena tidak ter-expose-nya kawasan sebagai suatu potensi wisata bernilai budaya, serta tidak adanya akses yang jelas untuk menuju kawasan permukiman etnis tersebut.

Aspek Ketersediaan Objek Wisata

Tapak yang berada di tepi Sungai Musi menyimpan beragam potensi wisata fisik terutama yang berkaitan dengan hasil olah budaya dan kearifan lokal yang ada. Objek yang telah ada dan dikembangkan dalam rencana wisata tersebar di empat kawasan yaitu Kampung China 9-10 Ulu, Kampung Arab 9-10 Ulu, Kampung Arab Al-Munawar 13 Ulu, dan Kampung Arab Assegaf 16 Ulu. Lokasi ke empat kawasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 20 dan objek wisata yang ada pada masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 7. Selain ketiga objek tersebut, terdapat pula objek-objek wisata yang menyebar di tapak perencanaan, yaitu rumah rakit, rumah panggung tepi sungai, dan rumah panggung darat.

(48)

Tabel 7 Potensi objek wisata pada masing-masing kawasan

No Kawasan Objek Wisata

1 Perkampungan China 9-10 Ulu Rumah panggung darat (Rumah Limas) Rumah rakit

Masjid Al-Ghazali Klenteng Chandra Nadi

2 Perkampungan Arab 9-10 Ulu Rumah panggung darat (Rumah Limas tipe Rumah Laot)

3 Perkampungan Arab Al-Munawar 13 Ulu

Rumah panggung tepi sungai

Rumah panggung darat (8 tipe Rumah Limas yaitu Rumah Tinggi, Rumah Darat, Rumah Indis, Rumah Batu. Rumah kapiten Arab, Rumah Kembar Darat, rumah kembar Laut, dan Rumah Tengah)

4 Perkampungan Arab Assegaf Kawasan Pabrik es (arsitektural Belanda)

Berikut merupakan tipe-tipe Rumah Limas yang berada pada kawasan permukiman etnis.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

Sumber : Ibnu IM (2010)

(49)

Penilaian Peluang Wisata Budaya

Aspek peluang wisata budaya dinilai berdasarkan kriteria Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) menurut Andalan (2001) dalam Putri (2013) dengan modifikasi sesuai kebutuhan perencanaan. Faktor penilai yang digunakan ialah menyangkut 6 aspek yaitu keaslian, keunikan dan kekhasan, keindahan visual, keragaman objek dan daya tarik wisata, kedekatan dengan pusat kota dan aksesibilitas, serta dampak terhadapa keekologisan kawasan.

Penilaian dilakukan pada 10 objek wisata utama yang terdapat pada tapak yaitu Klenteng Chandra Nadi, Masjid Al Ghazali, Kampung China 9-10 ulu, Kampung Arab 9-10 ulu, Kampung Arab Al-Munawar 13 ulu, rumah rakit, rumah panggung tepian sungai, rumah panggung darat, Pabrik es PT Alwi Assegaf 16 ulu, dan permukiman penduduk (rumah batu). Penilaian objek dan daya tarik wisata ini disajikan pada Tabel 9.

Setelah dilakukan penlaian pada masing-masing kriteria, total nilai yang di dapat menjadi klasifikasi kekuatan objek dengan perhitungan selang

Sehingga didapat klasifikasi zona :

Potensial untuk pengembangan wisata : 6 < x < 12

(50)

Tabel 8 Analisis dan solusi aspek-aspek perencanaan  Perlunya perhatian khusus dari

masyarakat akan pentingnya permukiman mereka

c. Aksesibilitas  Dapat dilalui dengan

dua jalur yaitu jalur

(51)

Tabel 8 Analisis dan solusi aspek-aspek perencanaan (lanjutan)

 Perlu adanya modifikasi iklim untuk meningatkan

kenyamanan dengan

menambah vegetasi dan shelter peneduh.

3 Sosial Budaya

a. Sosial Budaya Masyarakat  Kehidupan dari 3 suku bangsa yang

 Kurang terexposenya keberadaan b. Potensi Pengunjung  Wisatawan kota

Gambar

Gambar 1 . Kerangka Pikir Aspek Legal :
Gambar 3  Tahapan Perencanaan
Tabel 2  Jenis, bentuk, dan sumber data
Gambar 4  Kriteria penilaian objek dan daya tarik wisata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan uji laboratorium ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data tentang kualitas air Sungai Musi di Kelurahan 1 Ulu yang menggunakan acuan yang telah ditetapkan

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pada daerah yang kurang potensi wisatanya juga dikembangkan menjadi kawasan wisata budaya di kawasan sungai Code dengan memperbaiki

Pengembangan akses sirkulasi wisata pada tapak bertujuan agar wisatawan dapat menikmati semua objek dan atraksi wisata yang terdapat pada kawasan pasar terapung dan

Berdasarkan hasil uji laboratorium yang telah dilaksanakan maka dapat diperoleh dan diketahui tingkat kualitas air Sungai Musi dari.. 6 setiap titik pengamatan di bagian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan lingkungan pada kondisi kerentanan sungai Musi sebagai ekosistem Gandus di Palembang yang terkait dengan

Berdasarkan analisis, terkait dengan perbedaan kebutuhan ruang terbuka dan fasilitas penunjangnya sesuai kebutuhan warga permukiman tepian Sungai Musi dan

Kawasan RSUD dan Komplek Villa Gading II &amp; III Sungai sapih, kecamatan kuranji ini merupakan salah satu kawasan pemukiman penduduk di Kota Padang. Penyebab