• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 HASIL OPTIMALISASI INTEGRASI USAHATANI TANAMAN-TERNAK

Dalam penelitian ini dibangun dua model yang berbeda untuk memperlihatkan perbandingan antara penerapan model yang tidak terintegrasi dengan yang terintegrasi. Pada kedua model tetap diasumsikan terdapat pasar produk antara. Perbedaan antara model tidak integrasi dengan integrasi adalah adanya keharusan pemanfaatan produk silase pada ternak. Pada model tidak integrasi (M1), penggunaan pakan sepenuhnya diperoleh dari rumput hijauan. Sedangkan pada model terintegrasi (M2), diasumsikan terdapat pemanfaatan silase sebanyak 40% dari total ransum yang diberikan. Pemberian silase diasumsikan dapat memberikan manfaat terhadap pertumbuhan bobot domba atau kambing yang diusahakan. Solusi optimal pada M1 dapat dilihat pada Lampiran 5 dan M2 pada Lampiran 6, hasil tersebut akan dibahas secara detail dalam bab ini.

Penggunaan Lahan Tanaman dan Kandang Ternak Optimal

Kegiatan usahatani tanaman dan ternak dihadapi dengan adanya kendala ketersediaan lahan dan kapasitas kandang. Umumnya, baik pada MI maupun MII, penguasaan lahan dan kandang digunakan sepenuhnya hampir setiap bulannya. Berdasarkan Tabel 24, lahan untuk kegiatan usahatani tanaman pada bulan September tidak digunakan secara menyeluruh. Hal ini diakibatkan oleh pengushaan kacang panjang yang dimulai bulan Oktober, dimana lama masa tanam kacang panjang yang lebih pendek dibandingkan tanaman lainnya.

Berdasarkan Tabel 24, pembagian lahan yang optimal pada setiap bulannya dianjurkan untuk melakukan diversifikasi tanaman. Jenis tanaman yang

53 diusahakan hampir sama pada kondisi tanpa terintegrasi maupun terintegrasi. Baik dalam kondisi tidak terintagrasi dan terintegrasi, jenis tanaman yang dianjurkan ditanam guna memperoleh pendapatan yang optimal adalah padi, bengkuang, dan kacang panjang. Selain ketiga tanaman tersebut, pada kondisi integrasi juga dianjurkan menanam singkong sejak bulan Januari.

Pada model tidak integrasi (M1) terdapat beberapa tanaman yang mendominasi penggunaan lahan, yaitu padi dan bengkuang. Sejak bulan Januari hingga April, dianjurkan untuk menanam bengkuang seluas 1 333 m2 dan 1 127 m2 lahan ditanami padi. Kemudian sejak bulan Mei hingga Agutus dianjurkan menanam padi pada 1 360 m2 lahan dan bengkuang pada 1 100 m2. Selanjutnya pada bulan September hingga Desember dianjurkan menanam padi hanya pada 253 m2 lahan dan seluas 2 148 m2 digunakan untuk menanam bengkuang. Selain itu, memasuki bulan Oktober mulai menanam kacang panjang hanya pada 59 m2 lahan yang dapat dipanen sekitar pertengahan November hingga bulan Desember. Tabel 24 Penguasaan lahan dan kandang optimal setiap bulan pada model tidak

integrasi dan model integrasi

Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

A. Tidak Integrasi

Padi 1.127 1.360 0.253

Bengkuang 1.333 1.100 2.148

Kacang Panjang 0.000 0.000 0.000 0.059

Total(ribu m2) 2.460 2.460 2.401 2.460

Domba Musim 1(ekor) - 17.23 -

Domba Musim 2 (ekor) 17.23 - 17.23

B. Integrasi Padi 0.113 1.654 0.000 Bengkuang 1.541 0.000 2.406 Kacang Panjang 0.000 0.000 0.000 0.054 Singkong 1 0.806 0.000 Total(ribu m2) 2.460 2.406 2.460

Domba Musim 1 (ekor) - 17.23 -

Domba Musim 2 (ekor) 17.23 - 17.23

Sama halnya dengan model tidak terintegrasi, tanaman padi dan bengkuang merupakan tanaman yang mendominasi penggunaan lahan pada model integrasi (M2). Sejak bulan Januari, penggunaan lahan digunakan untuk tiga jenis tanaman, yaitu bengkuang seluas 1 541 m2, singkong seluas 805 m2, dan padi hanya seluas 113 m2. Tanaman padi dan bengkuang yang ditanam pada bulan Januari dapat dipanen pada akhir bulan April, sementara singkong dipanen pada bulan Agustus. Selanjutnya sejak bulan Mei, dianjurkan untuk menanam padi pada 1 654 m2 lahan yang dapat dipanen pada bulan Agustus. Kemudian, sejak bulan September hingga Desember dianjurkan menanam bengkuang pada 2 406 m2 lahan.. Sementara sisa lahannya seluas 54 m2 dapat dimanfaatkan untuk menanam kacang panjang sejak Oktober yang dapat dipanen sekitar pertengahan bulan November hingga Desember.

Penggunaan kapasitas kandang pada model tidak integrasi dengan integrasi tidak memiliki perbedaan. Pada kedua model baik pada musim penggemukan pertama maupun kedua kapasitas kandang dimanfaatkan secara menyeluruh. Pemanfaatan silase sebanyak 40% dari total pakan tidak mempengaruhi

54

kemampuan petani dalam melakukan pemeliharaan ternak. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya yang dimiliki petani memungkinkan untuk diterapkannya integrasi usahatani tanaman-ternak.

Ketersediaan dan Penggunaan Sumberdaya Tenaga Kerja Optimal Sumberdaya tenaga kerja dialokasikan untuk kegiatan produksi tanaman, produksi ternak, dan produksi produk antara. Kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan integrasi meningkat karena adanya kegiatan produksi silase yang sebelumnya belum pernah diterapkan. Tabel 25 memperlihatkan penggunaan tenaga kerja dari ketersediaan tenaga kerja yang ada. Pada bulan Januari, Mei, dan September ketersediaan tenaga kerja digunakan cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya yang masih dalam satu musim, baik pada model tidak integrasi maupun model integrasi. Hal tersebut sebagaimana disebabkan tingginya kebutuhan tenaga kerja pada awal musim untuk kegiatan pengolahan lahan. Tabel 25 Ketersediaan dan penggunaan tenaga kerja setiap bulan pada model tidak

integrasi dan model integrasi (HOK)

Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des A. Tidak Integrasi Tersedia 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 Digunakan 63.48 43.74 38.22 41.39 63.69 42.67 37.69 41.38 61.95 49.16 41.31 50.80 Tersisa 16.52 36.26 41.78 38.61 16.31 37.33 42.31 38.62 18.05 30.84 38.69 29.20 B. Integrasi Tersedia 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 80.00 Digunakan 59.26 43.07 45.52 44.72 54.25 36.89 38.15 40.92 61.77 50.20 41.80 55.18 Tersisa 20.74 36.93 34.48 35.28 25.75 43.11 41.85 39.08 18.23 29.80 38.20 24.82

Penggunaan tenaga kerja dalam satu bulan pada model tidak integrasi (M1) dan integrasi (M2) setiap bulannya berbeda-beda. Tabel 25 juga menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan tenaga kerja pada M1 dan M2 relatif sama, yaitu masing-masing rata-rata penggunaan tenaga kerja setiap bulannya pada M1 dan M2 adalah 47.96 HOK dan 47.64 HOK. Adanya perbedaan penggunaan tenaga kerja pada kedua model diakibatkan oleh adanya perbedaan jenis tanaman yang diusahakan. Dimana kebutuhan tenaga kerja untuk setiap jenis tanaman berbeda- beda. Adanya singkong dalam solusi optimal M2 memberikan ketersediaan tenaga kerja lebih banyak untuk membuat pakan ternak silase. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menanam singkong relatif paling rendah dibandingkan tanaman lainnya, sehingga yang semula pada M1 tenaga kerja yang digunakan untuk jenis tanaman lainnya dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah tanaman menjadi silase pada M2.

Di lapangan, kekurangan tenaga kerja dapat dipenuhi dengan menyewa tenaga kerja dari luar keluarga. Namun, berdasarkan analisis optimalisasi menggunakan linear programming, output yang dihasilkan menunjukkan bahwa petani tidak dianjurkan untuk menyewa tenaga kerja dari luar. Nilai daripada sewa tenaga kerja setiap bulannya (RTK1 hingga RTK12) bernilai nol. Dapat dilihat pada Tabel 25, dimana masih terdapat tenaga kerja tersisa setiap bulannya.

55 Dengan kata lain, ketersediaan sumberdaya tenaga kerja keluarga bukan lah sumberdaya yang terbatas dalam penelitian ini. Adanya waktu senggang yang dimiliki petani biasanya digunakan petani untuk membantu petani lainnya yang

kekurangan tenaga kerja dengan rata-rata upah per HOK di lokasi yaitu Rp 44 720.00.

Ketersediaan dan Penggunaan Modal

Kegiatan usahatani tanaman dan ternak dibatasi oleh adanya keterbatasan sumberdaya modal sendiri yang dimiliki petani. Besarnya kepemilikan modal sendiri setiap bulannya dapat dilihat kembali pada Tabel 23. Kekurangan modal yang tersedia dapat ditambah dengan melakukan kredit ke koperasi untuk kegiatan usahatani tanaman, serta melakukan sistem bagi hasil untuk kegiatan usahaternak. Sistem pinjaman yang berbeda antara usahatani tanaman dan ternak memang berlaku di Desa Petir. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan tidak ada usahaternak yang melakukan pinjaman dari koperasi atau lembaga keuangan formal lainnya. Sedangkan untuk kegiatan usahatani, petani dapat melakukan pinjaman dari tengkulak atau lembaga formal. Dalam analisis ini, untuk memperoleh kesamaan ketersediaan pinjaman usahatani pada setiap petani maka digunakan pinjaman ke koperasi. Besar pinjaman maksimal yang diberlakukan dalam 1 tahun sebesar Rp 5 000 000.00 per petani dengan besar bunga 17.5 persen.

Umumnya sumberdaya modal sendiri yang dimiliki setiap bulan digunakan secara menyeluruh, dapat dilihat dari nilai sumberdaya modal tersisa dan dual price yang bernilai positif. Penggunaan modal sendiri untuk kegiatan usahatani tanaman dapat dilihat pada Tabel 26. Nilai dual price pada variabel sumberdaya modal merupakan nilai yang menunjukkan peningkatan pendapatan yang akan diperoleh jika sumberdaya modal ditingkatkan sebesar 1 satuan (Rp 1 000.00). Misalnya pada bulan Januari pada model tidak integrasi (MI), peningkatan sumberdaya modal sebesar Rp 1 000.00 akan memberikan peningkatan pendapatan sebesar Rp 1 167.00.

Tabel 26 Penggunaan ketersediaan modal usahatani tanaman setiap bulan pada model tidak integrasi dan model integrasi (ribu rupiah)

Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

A. Tidak Integrasi Tersedia 759.81 144.15 808.99 332.06 576.00 143.28 272.85 148.25 575.13 327.95 89.04 147.39 Tersisa 0.00 0.00 741.51 0.00 0.00 0.00 203.59 0.00 0.00 6.12 0.00 0.00 Dual Price 1.17 1.17 0.00 1.17 1.17 1.17 0.00 1.17 1.17 0.00 0.70 0.96 B. Integrasi Tersedia 759.81 144.15 808.89 332.06 576.00 143.28 272.85 148.25 575.13 327.95 89.04 147.39 Tersisa 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 220.62 0.00 0.00 0.00 4.19 0.00 Dual Price 1.71 1.29 1.71 1.71 1.71 1.71 0.00 1.71 1.71 0.31 0.00 1.71

Berdasarkan Tabel 26, umumnya nilai dual price menunjukkan nilai yang yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga pinjaman yang diberikan, yaitu sebesar 17.5%. Penambahan modal pada kedua model akan memperbesar pendapatan dan keuntungan yang akan diperoleh. Misalkan pada M1 bulan Januari modal ditingkatkan sebesar 1 satuan (Rp 1 000.00) maka akan

56

meningkatkan pendapatan sebesar Rp 1 167.00. Nilai dual price yang diperoleh pada M2 lebih tinggi dibandingkan dengan model M1. Hal tersebut mengindakasikan bahwa penambahan modal pada model integrasi akan memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan model tidak integrasi.

Penambahan modal dapat dilakukan dengan melakukan pinjaman dari pihak luar yang bersedia memberikan pinjaman. Hasil analisis optimal pada Tabel 27 menunjukkan bahwa baik pada kondisi tidak integrasi (M1) maupun integrasi (M2) menghabiskan seluruh ketersediaan pinjaman yang ada. Petani tidak dianjurkan untuk melakukan pinjaman pada bulan dimana modal sendiri masih mencukupi bahkan terdapat sisa. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh nilai reduced cost pada aktivitas pinjaman modal. Misalnya pada bulan Maret pada model M1, apabila dipaksakan melakukan pinjaman modal sebesar 1 satuan (Rp 1 000.00) pada bulan tersebut maka akan mengakibatkan kerugian sebesar nilai reduced cost yang ditunjukkan, yaitu Rp 1 167.00.

Tabel 27 Penggunaan pinjaman modal usahatani tanaman per bulan pada model tidak integrasi dan model integrasi (ribu rupiah)

Uraian Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

A. Tidak Integrasi Digunakan 1533.60 13.04 0.00 122.26 1927.15 13.04 0.00 389.89 994.06 0.00 0.00 0.00 RC 0.00 0.00 1.17 0.00 0.00 0.00 1.17 0.00 0.00 1.17 0.47 0.21 Tersisa 0.00 Dual Price 0.992 B. Integrasi Digunakan 559.96 0.00 0.00 0.00 1709.20 0.00 0.00 670.41 790.76 0.00 0.00 1296.67 RC 0.00 0.42 0.00 0.00 0.00 0.00 1.71 0.00 0.00 1.40 1.71 0.00 Tersisa 0.00 Dual Price 1.538

Keterangan: RC= Reduced Cost

Berdasarkan analisis optimal yang diperoleh, sumberdaya modal sendiri maupun pinjaman dari koperasi merupakan keterbatasan sumberdaya yang dihadapi petani. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai dual price dari ketersediaan pinjaman dalam satu tahun yang bernilai positif. Pada model tidak integrasi (M1) diperoleh nilai dual price sebesar 0.992, dan pada model integrasi (M2) diperoleh nilai dual price sebesar 1.538. Adanya keterbatasan modal sendiri dan pinjaman dari koperasi dapat mendorong petani untuk memperoleh pinjaman dari pihak lain yang bersifat informal.

Di lokasi penelitian, petani juga dapat melakukan pinjaman di lembaga informal seperti tengkulak. Pinjaman yang dilakukan dilakukan di awal musim dan pembayaran dilakukan di akhir musim tanam bahkan lebih. Kesepakatan yang diterapkan adalah petani harus menjual produknya kepada tengkulak tersebut. Saat transaksi penjualan produk, besar penerimaan yang diperoleh petani akan dipotong pinjaman yang dilakukan di awal musim. Apabila penerimaan yang diperoleh dirasa tidak mencukupi kebutuhan petani, maka petani akan

57 bernegosiasi dengan tengkulak agar pembayaran pinjaman yang dilakukan di awal musim tersebut ditunda hingga musim selanjutnya.

Berbeda dengan ketersediaan dan penggunaan modal untuk kegiatan usahaternak, seluruh modal sendiri yang dimiliki untuk kegiatan usahaternak termanfaatkan semua. Hasil output pada Tabel 28 yang dihasilkan pada kedua model di setiap musim menunjukan hasil yang sama. Nilai dual price dari modal sendiri senilai 0.6115 yang berarti peningkatan modal untuk usahaternak sebesar Rp 1 000.00 akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp 611.50. Nilai tersebut menunjukkan nilai yang sama dengan tingkat bunga yang dibayarkan peternak kepada pemberi pinjaman yaitu sebesar 61.15 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan sumberdaya modal pada usahaternak hanya akan meningkatkan pendapatan, namun tidak meningkatkan keuntungan.

Tabel 28 Penggunaan modal dan pinjaman untuk kegiatan usahaternak pada model tidak integrasi dan model integrasi (ribu rupiah)

Uraian Tidak Integrasi Integrasi

MP1 MP2 MP1 MP2 A. Ketersediaan Modal Tersedia 8192.125 8192.125 8192.125 8192.125 Tersisa 0.000 0.000 0.000 0.000 DP 0.6115 0.6115 0.6115 0.6115 B. Penggunaan Pinjaman Digunakan 4240.525 4240.525 4240.525 4240.525 RC 0.000 0.000 0.000 0.000

Keterangan: DP= Dual Price; MPi=Musim Penggemukan ke-i

Keterbatasan modal sendiri pada kegiatan usahaternak dapat dipenuhi dengan melakukan pinjaman pada lembaga informal. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa di lokasi penelitian, pinjaman untuk usahaternak domba dan kambing hanya melibatkan lembaga informal. Berdasarkan Tabel 23 terkait penggunaan kapasitas kandang terisi dan Tabel 28 terkait penggunaan pinjaman, untuk memanfaatkan seluruh kapasitas kandang yang tersedia diperlukan tambahan modal sebesar Rp 4 240 525.00 dalam satu musim penggemukan domba.

Kegiatan Produksi Usahatani Tanaman dan Ternak Produksi Usahatani Tanaman

Produksi tanaman dapat dihasilkan di akhir musim tanam. Berdasarkan Tabel 29, produksi tanaman baik pada model tidak integrasi (M1) dan model integrasi (M2) diperoleh pada bulan April, Agustus, dan Desember. Pada kedua model, produksi pada bulan April dihasilkan dari tanaman padi dan bengkuang. Kemudian, pada bulan Agustus dihasilkan produksi tanaman padi dan bengkuang pada model M1, sedangkan pada model M2 dihasilkan produksi dari tanaman padi dan singkong.

Terdapat perbedaan produksi tanaman antara model tidak integrasi (M1) dan model integrasi (M2). Umumnya pada beberapa jenis tanaman yang diusahakan, M1 memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan M2, hal ini adanya

58

penggunaan lahan untuk tanaman singkong yang tidak diusahakan di M1. Produksi bengkuang dalam 1 tahun merupakan produksi tertinggi dibandingkan tanaman lainnya, dengan produksi masing-masing untuk M1 dan M2 sebanyak 8 646.38 kg dan 7 449.29 kg. Pada model M1 produksi tanaman padi dalam satu tahun diperoleh lebih tinggi dibandingkan model M2, yaitu sebanyak 4 566.75 kg dan 2 946.26 kg. Sedangkan untuk produksi tanaman kacang panjang kurang dari 1 kuintal, yaitu untuk M1 sebanyak 52.62 dan M2 48.42 kg.

Tabel 29 Produksi usahatani tanaman di bulan panen pada model tidak integrasi dan model integrasi (kg)

Uraian April Agustus September Desember Total

A. Tidak Integrasi Padi 1 878.03 2266.74 421.993 4566.76 Bengkuang 2 516.35 2076.13 4053.9 8646.38 Kacang Panjang 52.62 52.62 B. Integrasi Padi 188.95 2 757.31 4540.69 2946.26 Bengkuang 2 908.61 48.418 7449.29 Kacang Panjang 4540.69 48.42 Singkong Musim 1 1 930.02 1930.02

Selain produk utama padi, bengkuang, kacang panjang, dan singkong dari kegiatan usahatani tanaman diperoleh juga limbah daun atau jerami. Limbah yang dihasilkan digunakan sebagai alternatif pakan pada musim kemarau melalui teknik silase. Penggunaan silase sebagai pakan pada kondisi integrasi dibuat skenario dengan memanfaatkan sebanyak 40% silase dari total ransum diberikan sebagai pakan tambahan pada musim kemarau. Berdasarkan Kushartono et al. (2005), pemberian pakan pada ternak per hari adalah sebanyak 5 kg per ekor, maka silase yang diperlukan 60 kg per bulan per ekor.

Berdasarkan Tabel 29, produksi tanaman baik pada model M1 maupun pada model M2 hanya diperoleh pada bulan April, Agustus, dan Desember. Namun hasil analisis optimal pada Tabel 30 menunjukkan adanya produksi silase pada bulan Maret, dan Juni juga pada model M2. Hal ini disebabkan adanya tuntutan kebutuhan silase untuk pakan pada model M2. Adanya produksi limbah dari jenis tanaman yang diusahakan tidak memadai untuk memenuhi pakan untuk ternak bagi domba yang diusahakan. Kekurangan bahan baku limbah tersebut diperoleh dengan melakukan pembelian limbah tani (IPLIM), dapat dilihat pada Tabel 30.

Jumlah silase yang dihasilkan pada kondisi tidak integrasi dan integrasi menunjukkan nilai yang berbeda. Berdasarkan Tabel 30, produksi silase dalam satu tahun pada model M1 lebih rendah daripada model M2. Total produksi pada kondisi tidak integrasi adalah sebanyak 1 960.31 kg, sedangkan pada kondisi integrasi sebanyak 6 202.80 kg. Produksi silase pada kondisi integrasi yang lebih tinggi dipengaruhi oleh adanya kebutuhan silase untuk ternak pada musim kemarau.

59 Tabel 30 Aktivitas produksi silase dan pembelian bahan baku silase pada model

tidak integrasi dan model integrasi (kg)

Uraian BXSIL Molases

Limbah Tani IPLIM RC IPLIM Produksi Silase A. Model Tidak Integrasi

XSIL4 964.32 45.81 918.51 0.00 0.277a 805.20 XSIL8 1 163.91 55.29 1 108.63 0.00 0.277a 971.87 XSIL12 219.45 10.42 209.03 0.00 0.277a 183.24 B. Model Integrasi XSIL3 1 733.33 82.33 0.00 1 646.67 0.000 1 447.33 XSIL4 679.17 32.26 91.87 553.04 0.000 567.10 XSIL6 205.34 9.75 0.00 195.07 0.000 171.46 XSIL8 1 738.05 82.56 1 650.83 0.00 0.000 1 451.27 XSIL9 0.00 0.00 0.00 0.00 0.000 0.00 XSIL12 3 072.61 145.95 2.41 2 916.56 0.000 2 565.63

Keterangan: XSILi= Produksi Silase bulan ke-i; BXSIL=Bahan baku silase; IPLIM=Aktivitas

Pembelian Limbah; RC= Reduced cost; aribu rupiah

Produksi Usahaternak Domba

Usahaternak domba sangat memberikan keuntungan bagi para petani. Nilai produksi domba telah memenuhi rata-rata kapasitas kandang yang dimiliki petani, yaitu sebanyak 17.23 ekor. Usahaternak domba berpotensi memberikan pendapatan yang tinggi sesuai dengan bobot domba yang dihasilkan dari hasil penggemukan selama 6 bulan. Selain itu, keberadaan domba sangat penting dalam kegiatan usahatani yang diintegrasikan. Di mana output dari kegiatan produksi domba adalah domba hasil penggemukan dan kotoran. Domba hasil penggemukan langsung akan dijual ke para tengkulak, sedangkan kotoran dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman.

Tabel 31 Produksi ternak per satu musim penggemukan pada model tidak integrasi dan model integrasi (kg)

Uraian M1 M2

A. Produk Utama

Domba 925.94 1 125.81

B. Produk Sampingan

Kotoran Domba 10 305.38 10 305.38

Rata-rata bobot domba yang dijual adalah sekitar 26.87 kg bobot hidup pada kondisi aktual. Sedangkan, pada domba dengan penggunaan silase setiap bulannya akan meningkatkan bobot hidup domba sebesar 1.93 kg. Sehingga, dapat dilihat bahwa pada model M2 penjualan domba dalam satuan kg BH lebih tinggi dibandingkan pada model M1. Selain itu, potensi kotoran yang dihasilkan dari setiap satu ekor ternak adalah sebanyak 229.05 kg dalam satu masa penggemukan. Dengan kata lain, dari 17.23 ekor ternak maka akan diperoleh limbah pupuk sebanyak 5 152.69 kg dalam setiap musim penggemukan. Tabel 31 menunjukkan

60

tidak ada perbedaan produksi pupuk pada kedua model yang dihasilkan. Pengangkatan kotoran dapat dilakukan setiap 2 bulan sekali, yang bertujuan untuk mengurangi kadar racun dari kotoran itu sendiri. Penggunaan kotoran sebagai pupuk di lokasi penelitian sudah sering dilakukan tanpa mengolahnya dengan prosedur-prosedur tertentu, hanya dengan dianginkan saja.

Aktivitas Penjualan dan Pembelian Produk Antara

Adanya penggunaan silase sebagai pakan ternak mempengaruhi jumlah silase yang dapat dijual. Seluruh produksi silase pada model M1 sepenuhnya dijual ke pasar produk antara. Banyaknya penjualan silase pada model M1 dapat dilihat pada Tabel 32. Sedangkan pada model M2, silase yang diproduksi diutamakan untuk digunakan sebagai pakan ternak. Hasil output dari kedua model menunjukkan bahwa pada kondisi integrasi seluruh produksi silase dimanfaatkan sebagai pakan ternak domba pada musim kemarau.

Sama halnya dengan produksi silase, adanya penggunaan kotoran sebagai pupuk dalam kegiatan usahatani tanaman mempengaruhi jumlah pupuk yang dapat dijual. Baik pada model M1 dan model M2, produksi pupuk kandang yang dihasilkan digunakan untuk tanaman maupun dijual ke pasar. Berdasarkan Tabel 32, penjualan pupuk pada model M1 lebih tinggi dibandingkan dengan model M2. Hal ini tentunya tergantung pada pemanfaatan pupuk kandang dari domba untuk tanaman yang diusahakan, yang juga dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Penggunaan dan penjualan produk antara pada model tidak integrasi dan model integrasi (kg)

Produk Antara Tidak Integrasi (M1) Integrasi (M2)

Dijual Digunakan Dijual Digunakan

Silase 1960.00 0.00 0.00 6202.79

Pupuk 9264.23 1041.15 8932.77 1372.61

Berdasarkan Tabel 32, terdapat penjualan pupuk atau kotoran ternak pada kedua model. Hal ini berarti jumlah produksi pupuk yang dihasilkan melebihi jumlah kebutuhan pupuk yang dibutuhkan. Aktivitas pembelian pupuk pada usahatani tidak diperlukan dikarenakan produksi pupuk kandang mencukupi kebutuhan tanaman. Selain itu, nilai reduced cost dari pembelian pupuk kandang pada model M1 menunjukkan nilai 0.049. Hal ini menunjukkan pembelian pupuk kandang sebanyak 1 kg akan mengakibatkan kerugian sebesar Rp 49.00.

Di lokasi penelitian, beberapa tanaman yang diusahakan menggunakan pupuk organik lainnya seperti pupuk ayam dan sekam. Hasil output diperoleh terjadi aktivitas pembelian pupuk ayam untuk tanaman bengkuang, yaitu sebanyak 543.62 kg pada model M1 dan 468.35 kg pada model M2. Aktivitas ini tidak dapat dihindarkan disebabkan tidak dapat diperoleh dari ternak domba yang diintegrasikan pada kedua model tersebut.

61 Aliran Produk Model Tidak Integrasi Tanaman-Ternak

Pada model tidak integrasi, pemanfaatan produk antara yang dimanfaatkan hanya pupuk kandang. Hal tersebut sejalan dengan kondisi di lapangan yang sudah memanfaatkan pupuk kandang di lapangan. Sedangkan produksi silase tidak digunakan untuk ternak. Kebutuhan pakan ternak dalam model ini sepenuhnya bersumber dari rumput lapangan. Selain itu, model ini dapat diterapkan dengan asumsi adanya pasar produk antara. Tanpa adanya pasar produk antara, maka produksi yang dihasilkan tidak akan memberikan penghasilan sama sekali.

Gambar 5 Aliran produk model tidak integrasi tanaman-ternak

Keterangan: = Produk Antara; =Produk dijual; aDua musim penggemukan

Berdasarkan Gambar 5, jumlah pemeliharaan ternak dari model tidak integrasi dapat menghasilkan kotoran dalam jumlah besar setiap tahunnya. Hasil produksi pupuk kandang ini dapat dimanfaatkan untuk kegiatan usahatani tanaman dan dapat dijual. Sebanyak 10.10 persen dari total produksi pupuk digunakan untuk kegiatan usahatani aliran produk dalam model ini. Hal ini mengindikasikan adanya potensi ekonomi bagi petani untuk memperoleh tambahan pendapatan dari penjualan pupuk kandang. Setiap 1 kg pupuk kandang dihargai sebesar Rp 88.55, dengan rata-rata kapasitas karung seberat 36.97 kg maka harga pupuk per karung adalah sebesar Rp 3 273.81.

Aliran produk pada Gambar 5 menunjukkan bahwa petani tidak memungkinkan untuk memperoleh input produk antara dari luar. Hal ini

Usahatani Tanaman Produksi (meter2) Padim : P1= 1 127; P5= 1 360; P9= 253 Bengkuangm : B1= 1 333; B5=1 100; B9= 2 148 K. Panjangm : K10=59 Penjualan (kg) Padi : 4 566.76 Bengkuang : 8 646.38 K. Panjang : 52.62 Limbah Tani Produksi Silase (kg) 1960.91 Silase dijual (kg) 1960.91 Usahaternak 34.46 ekora Penjualan Domba 925.94 kg BH Produksi Kotoran (kg) 10 305.38 Beli Pupuk Ayam (kg) 543.62 Penggunaan Pupuk (kg) 1 041.15 Penjualan Pupuk (kg) 9 264.23 Hijauan Tersedia(kg) 4 801.43

62

menunjukkan bahwa produksi pupuk kandang yang diperoleh melebihi kebutuhan usahatani. Selain itu, produksi silase yang bukan merupakan hambatan dalam kegiatan usahaternak mengakibatkan aktivitas pembelian limbah untuk produksi silase tidak diperlukan. Adanya produksi produk antara yang berlebih memberikan kesempatan kepada petani untuk menjualnya ke pasar. Banyaknya pupuk yang dijual ke pasar adalah sejumlah 9 264.23 kg. Sedangkan seluruh produksi silase yang dijual ke pasar adalah sejumlah 1 960.91 kg.

Aliran Produk Model Integrasi Tanaman-Ternak

Pada model integrasi, pemanfaatan produk antara yang dimanfaatkan adalah pupuk kandang dan pakan silase. Pemanfaatan pakan silase yang diterapkan adalah sebanyak 40 persen dari total ransum yang diberikan. Sedangkan sisanya

Dokumen terkait