• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Integrasi Usahatani

Berdasarkan Hardwood (1979), konsep integrasi usahatani yang melibatkan beberapa cabang usahatani ini bermula dari kondisi masyarakat yang terisolasi secara ekstrem. Kondisi tersebut berlangsung di wilayah pegunungan Nepal Timur, di mana masyarakat kesulitan atau tidak menemukan pasar (no market available) dan tidak tersedia input produksi yang dapat dibeli (no purchasable production input). Adanya kondisi tersebut mengakibatkan kondisi sistem produksi yang tidak terkomersialisasi, namun terorganisasi secara baik. Interaksi cabang usahatani yang bisa saling berkomplementer dalam memenuhi input produksi setiap cabang usahatani berjalan di lokasi tersebut. Konsep tersebut yang berlangsung di pegunungan Nepal Timur dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 memperlihatkan bahwa kondisi isolasi ekstrim dari pertanian di pegunungan Nepal Timur sulit untuk mengubah komponen dasar dari sistem, tetapi manajemen yang lebih baik dari lahan hutan dan penggembalaan dan pengenalan varietas unggul bisa menambah produksi. Intensitas tanam meningkat ke titik di mana kesuburan tanah menjadi faktor pembatas utama. Komponen

13 hewan dari sistem sangat penting untuk produktivitas tanman. Hewan kontribusi untuk siklus hara serta untuk kekuatan usahatani dan pasokan makanan keluarga.

Sumberdaya produksi

yang dimiliki “masyarakat” Sumberdaya Pertanian

Homestead area Home industry Upland Pakan & Fuel Lowland paddy Trees

Gambar 1 Konseptual model dari sistem produksi masyarakat di pegunungan Nepal Timur

Sumber: Hardwood (1979)

Konsep interaksi cabang usahatani yang diterapkan masyarakat pegunungan di Nepal Timur pun berkembang di Indonesia. Konsep ini lebih dikenal dengan Usahatani Terpadu atau Integrated Farming System, yang merupakan suatu konsep pengembangan pertanian dengan memandang usahatani sebagai suatu sistem (Handayani 2009). Dalam pengelolaan cabang integrasi usahatani, petani dapat memadukan berbagai cabang usahatani. Dalam hal ini perpaduan berbagai cabang usahatani ini saling berinteraksi, sehingga dapat saling menguntungkan bagi setiap cabang usahatani. Hardwood (1979) menjelaskan integrasi usahatani sebagai paduan dari proses biologis dan aktivitas pengelolaan sumberdaya untuk memproduksi tanaman dan ternak. Dengan adanya sistem perpaduan antara tanaman dan ternak tersebut memberikan beberapa manfaat di antaranya, sistem dapat mencapai produktivitas tertinggi dengan memanfaatkan sisa tanaman ataupun tanaman yang tidak layak dijual ke pasar untuk ternak. Selain itu, pada kondisi di mana tersedia pasar komerisal, hewan merupakan sumber pendapatan yang sangat berharga bagi rumah tangga petani.

Integrasi usahatani dapat diterapkan secara vertikal dan horizontal. Pola integrasi usahatani vertikal merupakan pola integrasi yang melibatkan berbagai aktivitas pada subsistem usaha agribisnis. Integrasi usahatani secara vertikal biasanya diterapkan pada skala wilayah. Pengembangan kawasan pertanian terpadu umumnya mendorong pembangunan pertanian yang meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Sehingga program pemerintah terkait integrasi usahatani vertikal pada skala wilayah tersebut melibatkan aktivitas pasca panen, sortasi, pengemasan, dan pengembangan rantai pasokan sampai dengan ke konsumen (Maudi dan Kusnadi 2011). Dalam penerapannya penting bagi suatu wilayah memiliki kelembagaan yang baik. Sedangkan pola integrasi secara horizontal biasanya diterapkan pada skala usahatani yang kecil atau dalam skala

Lahan Hutan Lahan Penggembalaan Ternak Kayu Bakar Kompos Pakan Pakan Pupuk Pupuk Pupuk Pakan

14

rumah tangga petani. Pola integrasi horizontal melibatkan cabang usahatani yang masih dalam satu subsistem, namun jenis usahatani yang diusahakan berbeda.

Penerapan integrasi usahatani perlu memperhatikan beberapa faktor (Shaner et al. 1982 diacu dalam Handayani 2009), yaitu

1) Rumah tangga sebagai satu unit kesatuan, suatu elemen kunci dalam riset integrasi usahatani.

2) Sumberdaya rumahtangga petani. Sumberdaya yang dikuasai dapat dibedakan atas: (1) tanah, yang meliputi ukuran tanah, pemilikan tanah, pembagian tanah, penggunaan tanah, hubungan antara pemilik dan penyewa, kualitas tanah, ketersediaan air dan lokasi tanah, (2) tenaga kerja, yang meliputi jumlah, umur, kelamin, anggota keluarga, tingkat produktivitas dan kesehatan, pembagian waktu antara di luar dan di dalam usahatani, sifat dan keinginan untuk bekerja sama dan saling membantu, (3) modal, mencakup kekayaan baik berupa fisk maupun finasial seperti peralatan, pembangunan, hasil yang dapat dijadikan uang tunai, ternak maupun kredit, dan (4) pengelolaan, adalah keterampilan dalam mengorganisir dan memanfaatkan tanah, tenaga kerja dan modal secara efisien.

3) Cabang usaha dalam usahatani. Beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam hubungan dengan cabang usaha antara lain: kebiasaan bertani, interaksi antara cabang usaha satu dengan lainnya, kebutuhan biaya dan tenaga kerja serta kebutuhan input produksi, pemanfaatan hasil produksi dan pasaran hasil produksinya.

Berdasarkan uraian faktor-faktor yang perlu diperhatikan menurut Shaner et al. (1982) dalam Handayani (2009), maka jenis cabang usaha yang akan dipadukan bergantung juga pada jenis sumberdaya yang tersedia, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja dalam kegiatan usahatani. Pada umumnya jenis cabang usaha yang diintegrasikan adalah tanaman dan ternak. Perpaduan antara tanaman-ternak dapat meningkatkan keuntungan dan keberlanjutan kegiatan usahatani. Jika usahatani tanaman dan usahatani ternak dapat bersinergis memberikan keuntungan satu sama lain, maka tercapai produksi yang optimal.

Konsep Integrasi Usahatani dari Sisi Ekonomi

Integrasi tanaman-ternak merupakan pengelolaan usahatani dengan memadukan dua jenis cabang usahatani yaitu tanaman dan ternak. Petani akan menghasilkan dua jenis produk yang berbeda, namun sumberdaya yang dimiliki petani terbatas yang dimanfaatkan secara bersama. Dengan tujuan mencapai penerimaan petani yang maksimal, maka sumberdaya yang dimiliki harus dialokasikan secara efisien.

Dalam hal ini, pemahaman konsep integrasi tanaman-ternak ini dapat dijelaskan oleh produksi dengan hubungan antara dua produk. Oleh karena adanya keterbatasan sumberdaya untuk menghasilkan dua produk berbeda, maka kemungkinan produksi dapat beragam. Persamaan sederhana kemungkinan produksi ialah x = g (y1, y2), di mana X merupakan sumberdaya yang terbatas, g

adalah fungsi transformasi produk, y1 adalah jumlah tanaman yang dapat

dihasilkan, dan y2 merupakan jumlah ternak yang dapat dihasilkan (Debertin

15 Konsep integrasi usahatani dapat digambarkan oleh Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) pada Gambar 2. Dengan sejumlah input tertentu sebagai kendala produksi, jumlah produk hasil tanaman yang dapat dihasilkan ditunjukkan sepanjang sumbu horisontal (y1), dan jumlah ternak yang dihasilkan adalah

sepanjang sumbu vertikal (y2). Untuk menentukan berapa jumlah ternak dan

produk tanaman yang sebaiknya diproduksi untuk memberikan pendapatan yang maksimum, maka dapat digunakan garis iso revenue. Garis iso revenue ini menunjukkan bahwa sepanjang garis tersebut memberikan jumlah penerimaan yang sama, baik dari usaha tanaman maupun ternak. Kombinasi produksi ternak dan produksi tanaman yang dapat memaksimumkan penerimaan adalah pada titik A, dimana KKP bersinggungan dengan garis iso-revenue. Jumlah ternak yang diproduksi adalah sebanyak y2‟ dan jumlah produk tanaman yang diproduksi

adalah y1‟.

Gambar 2 Kurva kombinasi dua produk

Sumber: Adopsi dari Debertin (1986)

Alokasi sumberdaya x secara optimal untuk menghasilkan kedua produk y1

dan y2 dapat diperoleh dari turunan pertama fungsi kemungkinan produksi yang

bernilai nol. Pernyataan tersebut secara matematis dapat dinyatakan dalam persamaan berikut

dx= ∂g

y1dy1+ ∂g

∂y2dy2...(1)

setiap turunan parsial yang dihasilkan pada persamaan di atas merepresentasikan perubahan dari sejumlah penggunaan input x yang timbul dari perubahaan salah satu output yang mana berarti inverse daripada produk marjinal (MP), sehingga persamaan di atas diubah menjadi sebagai berikut

16

dx= 1

MPP 1dy1+

1

���xy2dy2...(2) dari persamaan di atas, maka diperoleh

− 1 MPPxy1dy1 = 1 MPPxy2dy2...(3) −MPPxy2 MPPxy1= dy2 dy1 ...(4) −MPPxy2 MPPxy1= RPT1 2...(5)

berdasarkan hasil turunan tersebut, RPT (Rate of Production Transfomation) ( dy2

dy1) sama dengan negatif rasio individual marginal product. RPT

merepresentasikan tingkat jumlah output yang digantikan karena adanya produksi output lainnya.

Persamaan sederhana yang diperoleh dari penerimaan usahatani tanaman dan ternak adalah R = p1y1 + p2y2, di mana R merupakan penerimaan yang akan

diperoleh, p1 adalah tingkat harga untuk produk tanaman, dan p2 adalah tingkat

harga untuk produk ternak. Untuk memperoleh penerimaan yang maksimal, petani

dihadapkan dengan adanya ketersediaan sumberdaya yang terbatas yaitu x = g (y1, y2). Sehingga persamaan untuk memperoleh penerimaan yang maksimal

melalui persamaan lagrangian adalah sebagai berikut

L= p1y1 + p2y2+ θ [x - g(y1, y2)] ...(6)

maka penerimaan maksimal yang diperoleh adalah turunan pertama yang bernilai sama dengan nol dari persamaan lagrangian di atas, yaitu

∂L ∂y1=p1- θ ∂g ∂y1=0... (7) ∂L ∂y2=p2- θ ∂g ∂y2=0... (8) ∂L ∂θ=x – g(y1,y2)=0... (9) berdasarkan pembagian dari persamaan (2) dan (3), maka diperoleh persamaan sebagai berikut p1 p2= ∂g ∂y1 ∂g ∂y2 . . . .… …. . . (10)

17 p1 p 2 = 1 MPPy1 1 MPPy2 … … … … …. .….… … … … …. (11) p1 p2= MPPy2 MPPy1 . . . (12)

persamaan di atas menunjukkan bahwa penerimaan akan maksimal apabila nilai RPT (Rate of Production Transformation) sama dengan nilai rasio harga p1 dan p2.

Berdasarkan Debertin (1986), hubungan dua atau lebih produk bisa bersifat kompetitif, komplementer, suplementer dan produk gabungan. Penerapan integrasi usahatani di tingkat petani diharapkan dapat membentuk hubungan antar produk yang bersifat komplementer atau suplementer. Untuk itu petani perlu mencoba untuk mengkombinasikan produk-produk yang diproduksi dari sumberdaya yang terbatas untuk memperoleh keuntungan yang maksimum dari hubungan beberapa produk yang bersifat komplementer atau suplementer tersebut.

Gambar 3 Kurva kombinasi produk antara

Sumber: Adopsi dari Debertin (1986)

Penerapan integrasi usahatani tanaman-ternak akan memanfaatkan adanya limbah produksi dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Secara ekonomi, konsep tersebut dijelaskan oleh model produk antara. Gambar 3 menjelaskan sejumlah input tertentu menghasilkan output Z1 sebagai produk sampingan tanaman B dan Z2 sebagai produk sampingan tanaman A. Produk sampingan tersebut digunakan sebagai input bagi ternak untuk menghasilkan final product (daging). Gambar 2 memperlihatkan bahwa kombinasi output yang dihasilkan antara limbah tanaman A dan limbah tanaman B adalah sepanjang Kurva Kemungkinan Produksi (KKP). Jika produk antara yang dihasilkan oleh tanaman tersebut tidak diperjualbelikan atau dengan kata lain tidak ada pasar bagi produk antara, maka

18

kombinasi limbah tanaman A dan limbah tanaman B yang akan memberikan produksi daging yang paling optimum adalah pada titik A. Solusi optimum terletak pada titik tangen RPT (Rate of Product Transformation) dari kombinasi produk antara (limbah tanaman A sebanyak Z2a dan limbah tanaman B sebanyak

Z1b) yang dihasilkan dari sejumlah input tertentu yang sama dengan MRTS

(Marginal Rate of Technical Substitution) dari kombinasi limbah tanaman A dan limbah tanaman B untuk memproduksi sejumlah produk tertentu (ternak) sebagai final product.

Jika terdapat pasar untuk produk antara limbah tanaman, maka kombinasi optimum yang memberikan pendapatan maksimum adalah pada titik B. Jika harga produk antara dipersoalkan karena ada pasar untuk kegiatan penjualan dan pembelian limbah tanaman B (Z1) dan limbah tanaman A (Z2), maka terdapat

pertimbangan harga yang ditunjukkan dengan adanya garis iso revenue, yaitu garis yang menunjukkan tingkat pendapatan yang sama dari kombinasi produksi limbah tanaman A dan limbah tanaman B. Nilai kombinasi produk 0Z1a dan 0Z2c

sama dengan nilai kombinasi produk 0Z1c dan 0Z2a yang dapat digunakan untuk

meningkatkan produksi output ternak pada tingkat isokuan optimum produk ternak. Tetapi produk limbah tanaman B yang dihasilkan petani (0Z1a) tidak

mencukupi kebutuhan untuk memproduksi produk ternak pada tingkat isokuan optimum dari produk tanaman yaitu sebesar 0Z1c. Di sisi lain terdapat kelebihan

produksi limbah tanaman A dihasilkan yaitu sebanyak Z2aZ2c, karena yang

dibutuhkan untuk memproduksi daging hanya sebanyak 0Z2a. Dengan demikian,

pada tingkat harga pasar, petani akan menjual limbah tanaman A sebesar Z2aZ2c

dan membeli limbah tanaman B sebesar Z1aZ1c. Dengan adanya jual beli produk

antara ini akan merangsang petani untuk meningkatkan output dibanding bila petani hanya menggunakan produk sendiri.

Permodelan Integrasi Usahatani

Integrasi usahatani tanaman-ternak setidaknya menggabungkan dua kegiatan aktivitas usahatani dalam satu lahan (Changkid 2013; Nurcholis dan Supangkat 2011). Dengan demikian, sumberdaya yang tersedia digunakan bersama untuk saling bersinergi guna menghasilkan tanaman dan memelihara ternak. Dalam kegiatan produksi seringkali dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya input. Misalnya keterbatasan tenaga kerja adalah salah satu kendala penerapan integrasi usahatani tanaman-ternak. Terbatasnya jumlah tenaga kerja berdampak pada pilihan aktivitas atau kegiatan yang dapat memberikan penerimaan optimal. Oleh karena adanya keterbatasan input, petani perlu memperhitungkan alokasi yang tepat pada setiap input yang akan digunakan.

Linear programming (LP) merupakan salah satu metode perencanaan yang sering digunakan dalam menentukan keputusan di antara alternatif pilihan yang ada. Keterbatasan sumberdaya dalam suatu kegiatan dan tujuan yang ingin dicapai dapat teratasi dengan penggunaan LP. Setiap input dapat dialokasikan berdasarkan ragam kemungkinan produksi. Dalam penerapan LP tersebut tentunya dibutuhkan beberapa informasi, yaitu aktivitas-aktivitas yang dipertimbangkan dalam fungsi tujuan, koefisien produksi, harga input dan output, dan kendala (Beneke dan Winterboer 1973). Aktivitas-aktivitas yang dipertimbangkan harus dijelaskan secara spesifik dan jelas. Setiap proses produksi yang berbeda akan memiliki koefisien yang berbeda.

19 Permodelan integrasi usahatani menggunakan linear programming (LP), di mana di dalamnya terdapat fungsi tujuan dan fungsi kendala. Terdapat beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi dalam menerapkan LP, yaitu LP harus memiliki keterbatasan sumberdaya (Muchlis 2010), adanya fungsi tujuan yang dapat disesuaikan dengan tujuan penelitian atau data yang tersedia (Soekartawi 1992 dan Muchlis 2010), adanya kendala yang dinyatakan dengan persamaan garis lurus, semua nilai X adalah positif atau sama dengan nol (Soekartawi 1992).

Beneke dan Winterboer (1973) menjelaskan bahwa dalam membangun model LP terdapat 4 komponen penting yaitu

1) Mendefinisikan aktivitas (Defining Activities)

Aktivitas-aktivitas dalam kegiatan usahatani baik pada usahatani tanaman maupun ternak perlu didefinisikan secara jelas. Misalnya kegiatan pembuatan pakan silase dari limbah pertanian dilakukan pada musim panen tanaman A yang dapat dipanen setiap 3 kali dalam setahun. Sehingga kegiatan pembuatan pakan silase dilakukan 3 kali dalam setahun. Ataupun kegiatan pemupukan pada musim tanam komoditi tertentu dilakukan pada waktu tertentu dengan komposisi pupuk tertentu pula.

2) Kendala (Restraints)

Kendala diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kendala input, kendala eksternal, dan kendala subjektif karena adanya individu pengambil keputusan.

3) Koefisien (Coefficients)

Koefisien pada kendala dapat mempengaruhi besarnya unit dari setiap aktivitas. Dapat dikatakan koefisien menandakan besarnya pengaruh salah satu sumberdaya (yang berada tepat di samping koefisien) terhadap unit aktivitas.

4) Fungsi Tujuan (The Objectives Function)

Soekartawi (1992) menggambarkan persamaan matematis fungsi tujuan yang umum digunakan sebagaimana berikut

Z = c1x1 + c2x2 + c3x4 + .... + cnxn

Atau disederhanakan menjadi Z = Σ cjxj

Keterangan: Z = Fungsi tujuan

Cj = Koefisien peubah keputusan ke-j dalam fungsi tujuan

Xj = Tingkat kegiatan ke-j

Dari keempat komponen penting di atas, dapat dibentuk model integrasi yang melibatkan ke empatnya. Selain formulasi fungsi tujuan, sebagaimana diutarakan Soekartawi (1992) bahwa dalam LP terdapat kendala, maka fungsi kendala dapat digambarkan dengan persamaan matematis berikut

Σ aijxij≤;≥ bi untuk i= 1,2,3 ... n

Keterangan: aij= koefisien dalam kendala ke-i dalam pengambilan keputusan

ke-j

bi = kapasitas sumberdaya i yang tersedia untuk dialokasikan ke

setiap unit kegiatan

20

Usahatani meruapakan usaha yang kompleks, petani perlu membuat banyak keputusan-keputusan yang cukup kompleks sepanjang tahun. Terdapat beberapa aktivitas yang saling berkaitan, misalnya apabila petani ingin menjual produk A maka sejak awal petani harus menanam tanaman yang menghasilkan produk A (Kaiser dan Messer 2011). Untuk itu diperlukan suatu kendala yang dapat memenuhi hubungan antar aktivitas tersebut, yaitu kendala transfer. Beneke dan Winterboer 1973 menyatakan Kendala ini dibutuhkan untuk menghubungkan satu aktivitas dengan aktivitas lainnya. Kendala ini menjamin urutan yang tepat dari aktivitas di lapanagan, serta menjamin bahwa semua aktivitas dilakukan. Tanpa kendala ini, kegiatan yang seharusnya dilakukan dan mengeluarkan biaya dapat berakhir tidak menjadi soulsi optimal, yang mana solusi yang dihasilkan menjadi tidak realistis (Kaiser dan Messer 2011).

Asumsi yang harus dipenuhi agar program linier dapat berlaku adalah: 1) Aktivitas input (sumberdaya) bersifat aditif, artinya jumlah hasil yang

diperoleh dari dua atau lebih aktivitas sama dengan jumlah hasil yang diperoleh dari masing-masing aktivitas dan jumlah suatu input yang digunakan harus sama dengan jumlah input yang digunakan oleh tiap-tiap aktivitas.

2) Fungsi tujuan bersifat linier, artinya tidak ada pengaruh skala operasi atau produksi pada saat constant return to scale.

3) Besarnya suatu aktivititas yang diusahakan tidak boleh negatif 4) Besarnya input dan aktivitas dapat dipecah-pecah dan kontinyu. 5) Banyaknya aktivitas dan pembatas terhingga.

6) Hubungan aktivitas dan input yang digunakan merupakan hubungan linier. 7) Koefisien input-output, harga-harga input dan output serta besarnya faktor

pembatas telah diketahui dan tertentu atau deterministik.

Solusi yang diberikan dari pemecahan masalah dengan program linier yang memberikan berapa jumlah output sebaiknya diproduksi dengan sejumlah input tertentu sehingga memberikan penerimaan maksimum, yang disebut dengan analisis masalah primal atau tujuan utama. Penyelesaian masalah program linier sekaligus juga akan memberikan jawaban atas masalah dual yaitu alokasi sumberdaya yang dapat meminimalkan biaya (Heady dan Candler 1960 dalam Handayani 2009).

Pada tahap optimal terdapat output yang dihasilkan akan menunjukkan beberaoa nilai, di antaranya nilai dari aktivitas yang masuk ke dalam hasil optimal, reduced cost, slack atau surplus, dan dual price atau shadow price. Beberapa interpretasi dari proses pemecahan masalah dengan program linier menurut Beneke dan Winterboer (1973):

1) Aktivitas yang masuk sebagai solusi optimal memiliki reduced cost bernilai nol. Apabila suatu aktivitas yang tidak masuk solusi optimal dipaksa untuk masuk ke dalam solusi optimal, reduced cost merepsentasikan penurunan pendapatan pada model maksimisasi dan reduced cost merepsentasikan peningkatan biaya yang akan dikeluarkan pada model minimisasi.

2) Sumberdaya yang terpakai habis akan memiliki harga bayangan (dual/ shadow price) yang bernilai positif dan tidak sama dengan nol. Penambahan satu unit faktor produksi yang terbatas penyediaannya akan menambah nilai fungsi tujuan sebesar nilai dual price sumberdaya yang

21 terbatas tersebut. Sedangkan, faktor produksi yang tidak habis terpakai, nilai dual price-nya sama dengan nol. Penambahan satu unit faktor produksi ini ke dalam solusi optimal tidak akan mengubah nilai fungsi tujuan.

Analisis Sensitivitas

Model linear programming merupakan abstraksi sederhana dari masalah- masalah yang nyata. Penerapan model dalam praktik diperlukan pertimbangan faktor-faktor tambahan yang dihilangkan. Faktor-faktor tambahan ini perlu diketahui untuk mengukur seberapa jauh solusi otimal yang diperoleh dapat memenuhi faktor yang telah dihilangkan tersebut. Selain itu, adanya ketidakpastian data yang diformulasikan dalam model perlu diperhitungkan. Analisis ini lazimnya disebut analisis sensitivitas atau post optimality analysis (Soekartawi 1992).

Di akhir linier programming dilakukan analisis sensitivitas yang terdiri atas dua tipe, yaitu analisis perubahan nilai koefisien dari fungsi tujuan dan analisis sisi kanan dari fungsi tujuan (Right Hand Side). Analisis perubahan koefisien fungsi tujuan dilakukan untuk mengetahui efek perubahan koefisien fungsi tujuan yang dapat dinaikkan atau diturunkan tanpa mengubah solusi optimal dengan asumsi parameter lain dipertahankan konstan. Sedangkan, analisis Right Hand Side (RHS) dilakukan untuk menentukan berapa banyak nilai sisi kanan dari fungsi kendala dapat ditingkatkan atau diturunkan tanpa mengubah nilai shadow price-nya dengan asumsi parameter lain dipertahankan konstan.

Kerangka Pemikiran Operasional

Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani merupakan kendala yang dihadapi petani dalam setiap kegiatan usahatani. Kendala yang dihadapi petani dapat berupa kendala internal maupun kendala eksternal. Kegiatan usahatani tanaman tergantung terhadap luasan lahan yang dimiliki, ketersediaan modal, dan ketersediaan tenaga kerja yang dimiliki petani. Sedangkan pada kegiatan usahaternak tergantung pada kapasitas kandang yang dimiliki, ketersediaan modal, dan ketersediaan tenaga kerja yang dimiliki petani.

Kendala yang dihadapi petani dalam kegiatan produksi baik untuk tanaman maupun ternak adalah pengaruh cuaca. Produktivitas tanaman dapat berfluktuatif, terlebih adanya perubahan iklim global yang secara langsung dapat mempengaruhi produksi pangan di Indonesia (Lemhannas RI 2013). Selain itu, faktor utama dalam kegiatan usahaternak adalah pakan atau hijauan. Pada musim kemarau, banyak petani yang menghadapi kesulitan dalam memperoleh rumput untuk ternak.

Di samping produk utama dari usahatani tanaman dan ternak, terdapat pula limbah yang dihasilkan. Usahatani tanaman yang ditanamn dapt menghasilkan limbah daun atau jerami yang tidak ikut serta dijual saat panen. Kemudian, pada usahatani ternak diperoleh pula limbah berupa kotoran ternak. Kedua limbah tersebut dapat saling melengkapi bagi kedua kegiatan produksi. Limbah usahatani tanaman dapat diolah menjadi silase yang kemudian dapat digunakan sebagai pakan ternak, khususnya pada musim kemarau. Pengolahan limbah diperlukan dikarenakan limbah tanaman pertanian umumnya masih memiliki kandungan serat

22

kasar yang cukup tinggi (Hanafi 2008). Sedangkan kotoran ternak yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk. Mathius (1994) menyatakan bahwa kotoran ternak dapat digunakan langsung ataupun dianginkan terlebih dahulu. Di lapangan, hal tersebut sudah tidak asing diterapkan oleh petani di Desa Petir.

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional penelitian

Keterangan: =Kegiatan yang terlibat dalam model

Ketersediaan Sumberdaya yang Terbatas

Usahatani Petani

Usahatani Tanaman Usahatani Ternak Ruminansia Kecil Produksi Tanaman Produksi Ternak

Limbah Tanaman Limbah Ternak

Optimalisasi dengan Program Linear

1. Kemungkinan penerapan integrasi di lokasi penelitian 2. Jenis aktivitas yang

diintegrasikan

3. Dampak terhadap usahatani petani

4. Selang kepekaan terhadap perubaaaan parameter

Rekomendasi Silase tidak dimanfaatkan

sebagai pakan ternak (M1)

Silase dimanfaatkan sebagai pakan ternak Tanpa

skenario (M2)

Skenario tanpa padi dan singkong (S1)

Skenario ubi jalar di musim

23 Kegiatan usahatani tanaman dan ternak yang berdampingan di Desa Petir tidak dimanfaatkan secara optimal oleh petani. Mayoritas petani sudah mengkombinasikan penggunaan pupuk organik dan anorganik untuk kegiatan usahatani tanaman mereka. Sedangkan, pakan sebagai input utama dalam kegiatan ternak masih bersumber dari rumput lapangan, baik dari kebun sendiri maupun dari wilayah sekitar. Ketersediaan rumput di lapangan pada musim kemarau yang terbatas dapat mempengaruhi kebutuhan tenaga kerja yang lebih tinggi pada

Dokumen terkait