• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Daerah Penelitian Keadaan Umum Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang

Keadaan umum Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang meliputi gambaran umum dan geografis serta kependudukan dan karakteristik petani.

Gambaran Umum dan Geografis

Kelurahan Situ Gede merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Luas wilayah kelurahan Situ Gede adalah 232.47 ha yang terbagi dalam 10 Rukun Warga dan 34 Rukun Tetangga. Kelurahan Situ Gede terletak kurang lebih 3 km dari kantor kecamatan Bogor Barat dan 5 km dari pusat Kota Bogor. Batas kelurahan Situ Gede adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kali Cisadane  Sebelah Selatan : Sindang Barang  Sebelah Barat : Desa Cikarawang  Sebelah Timur : Kelurahan Bubulak

Kelurahan Situ Gede terletak di daerah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 250 mdpl dengan curah hujan rata-rata 3 219-4 671 mm/tahun dengan suhu harian rata-rata 24.9-25.8 oC. Kondisi lahan tergolong cukup subur dengan tanah berwarna merah dan tekstur tanah berjenis lempung. Berdasarkan data monografi Kelurahan Situ Gede, lahan yang berfungsi sebagai lahan pertanian seluas 65 ha atau sebesar 17.2% dari luas total lahan. Lahan ditanami padi seluas 40 ha atau 61.5% dari luas lahan pertanian.

Kelurahan Sindang Barang merupakan salah satu kelrahan yang berada di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kelurahan ini memiliki luas wilayah sebesar 159.0115 ha yang terbagi dalam 9 Rukun Warga dan 47 Rukun Tetangga. Keluraha Sindang Barang terletak 3 km dari kantor

33 Kecamatan Bogor Barat dan 5 km dari pusat Kota Bogor. Batas wilayah Kelurahan Sindang Barang adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kelurahan Bubulak  Sebelah Selatan : Kelurahan Loji  Sebelah Barat : Kelurahan Margajaya  Sebelah Timur : Kelurahan Menteng

Kelurahan Sindang Barang terletak di daerah dataran rendang dengan ketinggian rata-rata 171.42 mdpl dengan curah hujan rata-rata 4 000 mm/tahun dengan suhu harian rata-rata 24-42 oC. Berdasarkan data monografi Kelurahan Sidang Barang, lahan yang berfungsi sebagai lahan pertanian seluas 40 ha atau sebesar 25.15% dari luas total lahan. Lahan yang ditanami padi seluas 28 ha atau 70% dari luas lahan pertanian.

Kependudukan dan Karakteristik Petani

Penduduk Kelurahan Situ Gede tahun 2012 berjumlah 2 228 Kepala Keluarga atau 7 941 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 4 048 jiwa dan perempuan 3 893 jiwa. Berdasarkan tingkat pendidikan lulusan SD sebanyak 119 orang, lulusan SLTP sebanyak 244 orang, Lulusan SLTA sebanyak 153 orang, Lulusa Akademi/Diploma sebanyak 44 orang, dan lulusan Sarjana (S1) sebanyak 39 orang. Berdasarkan mata pencaharian sebagian besar adalah petani yaitu sebanyak 455 orang, wiraswasta/pedagang 378 orang, swasta sebanyak 195 orang, PNS sebanyak 93 orang.

Penduduk Kelurahan Sindang Barang tahun 2012 berjumlah 3 987 Kepala Keluarga atau 14 732 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 7 471 jiwa dan perempuan 7 261 jiwa. Berdasarkan tingkat pendidikan lulusan SD sebanyak 3 605 orang, lulusan SLTP sebanyak 1 952 orang, Lulusan SLTA sebanyak 2 263 orang, Lulusa Akademi/Diploma sebanyak 1 165 orang, dan lulusan Sarjana (S1) sebanyak 768 orang. Berdasarkan mata pencaharian sebagian besar adalah swasta sebanyak 4 560 orang, buruh tani sebanyak 1 025 orang, wiraswasta 519 orang, PNS sebanyak 220 orang. Sedangkan yang bekerja sebgai petani hanya 25 orang.

Luas lahan sawah yang ditanami padi di Kelurahan Situ Gede adalah 65 ha dengan jumlah petani yang menanam padi sebanyak 48 orang. Status petani di Kelurahan Situ Gede adalah petani penggarap. Luas lahan sawah yang ditanami padi di Kelurahan Sindang Barang adalah 28 ha dengan jumlah petani yang menanam padi sebanyak 16 orang. Status petani di Kelurahan Sindang Barang adalah petani penggarap.

Gambaran Umum Budidaya Padi Semi Organik dan Konvensional

Petani di Kelurahan Situ Gede dan Sindang Barang melakukan penanaman padi setahun tiga kali tanam. Pola tanam padi adalah padi-padi-padi. Lahan ditanami padi secara terus menerus tanpa adanya pergantian tanaman dan bera. Setelah padi dipanen, kemudian lahan dipersiapkan untuk penanaman selanjutnya.

Budidaya padi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu persiapan benih, persemaian, persiapan lahan, penanaman, perawatan dan pemeliharan, serta pemanenan. Pada dasarnya budidaya padi organik dan anorganik tidak berbeda. Hanya saja perlakuan yang diberikan berbeda seperti penggunaan pupuk dan pestisida (Andoko 2002). Dalam praktiknya di lapang, sulit untuk mengaplikasikan padi organik, seperti dalam budidaya padi secara organik tidak

34

lagi menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Namum dalam kenyataannya hal tersebut belum terpenuhi karena masih adanya residu kimia yang terdapat di tanah sebelumnnya, dan belum sepenuhnya petani yang berada di areal penanaman padi melakukan budidaya padi organik sehingga terjadi pencemaran. Untuk menuju budidaya padi organik, petani telah melakukan langkah-langkah budidaya padi yang ramah lingkungan sehingga dapat disebut dengan padi semi organik. Dalam pelaksanaannya petani mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia dan beralih menggunakan pupuk organik seperti pupuk bokashi. Selain itu, petani padi semi organik tidak menggunakan pestisida kimia dan beralih dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Berikut merupakan teknik budidaya padi semi organik dan konvensional:

1. Persiapan Benih dan Persemaian

Mayoritas petani telah menggunakan benih yang berlabel biru. Petani mendapatkan benih dari toko pertanian yang berada di Kota Bogor. Benih yang banyak digunakan adalah varietas Ciherang, IR64, Situ Bagendit, Inpari 13, dan Sintanur. Harga benih padi berkisar Rp3 000 hingga Rp11 000. Namun ada beberapa petani yang menggunakan benih sendiri yaitu benih yang berasal dari penen sebelumnya. Pada padi semi organik, sebelum benih disemai, benih direndam dalam larutan garam unduk mengetahui benih yang berkualitas baik lalu benih ditiriskan dan direndam dalam air selama 24 jam dan dilakukan pemeraman terhadap benih selama 2 hari. Pada padi konvensional, padi hanya tidak diberi perlakuan penggunaan larutan garam, benih hanya direndam selama 24 jam kemudian diperam selama 2 hari. Penggunaan benih pada budaya padi organik berdasarkan pada system rice of intensification (SRI) adalah 5-7 kg/ha. Rata-rata penggunaan benih oleh petani pada budidaya padi semi organik adalah 22.18 kg/ha dan pada budidaya padi konvensional adalah 38.39 kg/ha. Penggunaan benih yang berlebih dilakukan oleh petani karena petani takut terjadi kegagalan. Rincian penggunaan benih padi dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Perbandingan penggunaan benih pada usahatani padi semi organik dan konvensional

Usahatani Padi Jumlah Benih (kg/ha)

Semi Organik 22.18

Konvensional 38.39

Benih yang telah dieramkan dan lentis (berkecambah) kemudian disebar di lahan semai. Lahan semai biasanya dibuat di lahan tanam namun dibagian pinggir lahan. Lahan semai sebelumnya dicangkul dan dibuat plot serta diberi kemalir. Berdasarkan budidaya padi organik dengan SRI, benih disemai selama 7-12 hari setelah semai (HSS). Namun petani setempat menyemai benih padi semi organik berkisar 15-25 HSS dan pada padi konvensional berkisar 18-30 HSS. Petani menyemai lebih lama karena bibit muda yang dipindah tanam akan rentan terhadap keong sawah, sehingga bibit dibiarkan lebih tua agar dapat bertahan dari keong sawah. Pembuatan lahan semai dapat dilihat pada Gambar 5.1.

35

Gambar 5.1 Lahan persemaian benih padi

Sumber: Data Primer (2013)

2. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dimaksudkan untuk pengolahan tanah sawah dengan tujuan menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, menanggulangi gulma agar mati dan membusuk. Pengolahan lahan berupa pembajakan tanah yang dilakukan melalui dua kali pembajakan. Pembajakan pertama dilakukan untuk membalikan tanah dan memberantas gulma. Setelah selesai, tanah dibiarkan selama tiga hari dalam keadaan tergenang air dengan tujuan agar tanah menjadi lunak. Setelah tiga hari, dilakukan pembajakan kedua dengan tujuan agar bongkahan tanah menjadi lebih kecil. Pada budidaya padi semi organik yang telah menggunakan pupuk organik, pupuk organik diberikan pada saat pembajakan kedua. Pupuk diberikan pada pembajakan kedua dengan tujuan pupuk organik yang diberikan saat membajak akan tersebar merata. Pembuatan kemalir dilakukan bersamaan dengan bajak kedua. Pengolahan tanah dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Pengolahan tanah

Sumber: Data Primer (2013)

Pupuk organik yang digunakan berupa pupuk bokashi dan pupuk kandang (Gambar 5.3 dan Gambar 5.4). Pupuk bokashi yang digunakan didapat dari tempat pembuatan pupuk bokashi di Kelompok Tani Harapan Mekar dan Kelompok Tani Saluyu. Beberapa petani membuat pupuk bokashi sendiri. Harga pupuk bokashi kisaran Rp500 hingga Rp1 000 per kg. Pupuk

36

kandang yang digunakan petani berasal dari kotoran kerbau. Beberapa petani memelihara kerbau dan kotoran kerbau tersebut digunakan sendiri maupun dijual dengan kisaran harga Rp200 hingga Rp400 per kg.

Pupuk bokashi terbuat dari campuran jerami, kotoran sapi, dedak, dan EM4. Jerami, kotoran sapi, dan dedak dicampur merata di atas lantai yang kering. Setelah bahan tercampur kemudian disiram dengan larutan EM4 dan diaduk secara merata. Adonan yang telah jadi kemudian ditutup dengan karung, setiap 3-4 hari penutup dibuka dan adonan dibolak balik. Pembuatan bokashi berhasil jika bahan bokashi terfermentasi dengan baik. Bokashi yang berhasil dicirikan dengan ditumbuhi jamur yang berwarna putih dan aromanya sedap. Bokashi yang telah jadi dapat langsung digunakan. Jika bokashi ingin disimpan, maka bokashi dapat dikeringkan terlebih dahulu dengan diangin-anginkan. Setelah itu pupuk bokashi dapat dikemas dalam karung yang kering. Gambar 5.3 merupakan gambaran pembuatan pupuk bokashi.

Gambar 5.3 Pupuk bokashi

Sumber: Data Primer (2013)

Gambar 5.4 Sumber pupuk organik

Sumber: Data Primer (2013)

Pengolahan lahan di Kelurahan Situ Gede menggunakan kerbau dan traktor. Pengolahan lahan di Kelurahan Sindang Barang menggunakan traktor. Membajak dengan menggunakan traktor lebih cepat yaitu sekitar 14 hari untuk luasan lahan 1 ha. Pembajakan dengan menggunakan kerbau dapat berlangsung

37 hingga 30 hari untuk luasan lahan satu hektar. Biaya membajak dengan menggunakan kerbau pada padi semi organik rata-rata Rp1 534 225 per hektar dan pada padi konvensional rata-rata Rp770 261. Biaya membajak dengan menggunakan traktor pada padi semi organik rata-rata per ha Rp196 774 dan pada padi konvensional rata-rata per ha Rp583 871. Tenaga kerja yang digunakan untuk membajak dibayar satu paket dengan alat bajak (kerbau/traktor). Sedangkan tenaga kerja pembuatan pematang dan kemalir berkisar Rp30 000 hingga Rp70 000 per hari.

Untuk memenuhi kebutuhan akan pupuk organik. Petani membuat sendiri pupuk bokashi. Pupuk bokashi dibuat untuk menyediakan pupuk organik pada anggota kelompok tani. Namun karena sumber bahan baku pembuatan jumlahnya terbatas sehingga tidak dapat memenuhi semua kebutuhan petani.

Petani yang menggunakan pupuk organik biasanya yang memiliki lahan yang dekat dengan akses jalan. Karena pupuk organik yang digunakan dalam jumlah banyak dengan bobot yang berat sehingga memerlukan tenaga dan biaya untuk mengangkut pupuk hingga ke lahan tanam. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab petani yang memiliki lahan yang jauh dari akses jalan enggan menggunakan pupuk organik.

3. Penanaman

Penanaman bibit yang dikenal sebagai tandur (tanam mundur). Penanaman dilakukan saat lahan tanam dan bibit telah siap dan memenuhi syarat penanaman. Umur bibit untuk padi semi organik berkisar 15-25 HSS dan pada padi konvensional berkisar 18-30 HSS. Bibit yang digunakan lebih tua untuk mengurangi risiko bibit mati karena dimakan keong sawah. Bibit ditanam dengan jarak tanam sesuai dengan caplak (terbuat dari bambu atau kayu) dengan ukuran 25 x 25 cm. Ada pula petani yang menanam dengan jarak tanam 20x20 cm. Menurut teknik budidaya padi organik dengan SRI, jumlah bibit per lubang adalah 1 tanaman/lubang. Jumlah bibit yang digunakan petani pada padi semi organik berkisar 2-3 tanaman/lubang tanam dan pada padi konvensional 2-5 tanaman/lubang. Setelah bibit ditanam, lahan dibiarkan dalam keadaan macak-macak. Namun untuk menghindari keong sawah terkadang petani membiarkan lahan kering. Proses penanaman dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5 Penanaman bibit padi Sumber: Data Primer (2013)

38

Pada budidaya padi, beberapa petani memberikan pupuk dasar setelah bibit pindah tanam. Pupuk dasar yang digunakan adalah Urea, KCl dan TSP. Dosis pupuk yang diberikan sesuai dengan keputusan petani, karena dosis yang digunakan antara petani yang satu dan yang lainnya dilokasi penelitian berbeda. 4. Perawatan Tanaman

Pada budidaya padi, kegiatan perawatan tanaman meliputi Penyulaman, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Berikut merupakan penjelasan kegiatan perawatan tanaman.

a. Penyulaman

Penyulaman merupakan kegiatan mengganti tanaman yang mati. Tanaman yang digunakan berasal dari sisa bibit yang telah dipersiapkan dan ditanam dibaris paling luar tanaman. Penyulaman dilakukan hingga tanaman berusia 14 Hari Setelah Tanam (HST).

b. Pemupukan

Pemupukan tanaman padi yang dibudidayakan secara organik (padi organik) hanya menggunakan pupuk organik baik pupuk padat maupun pupuk cair. Dosis pupuk organik yang digunakan adalah 10 ton/ha. Dosis penggunaan pupuk untuk musim berikutnya dapat dikurangi hingga 25 % dari penggunaan pupuk organik musim sebelumnya. Jenis pupuk organik yang dapat digunakan yaitu pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk bokashi, dan pupuk cair. Namun dalam kenyataannya, sulit untuk mendapatkan padi yang benar-benar organik karena masih adanya residu kimia dari bahan kimia yang digunakan sebelumnya dan lokasi lahan yang masih bersamaan dengan tanaman padi konvensional.

Pemupukan berimbang adalah menyediakan semua zat hara yang cukup sehingga tanaman padi mencapai hasil tinggi dan bermutu serta meningkatkan pendapatan petani. Anjuran dosis pupuk berimbang untuk tanaman padi secara umum adalah 250 kg/ha Urea, 100 kg/ha TSP/SP-36 dan 100 kg/ha KCl.

Pada budidaya padi secara konvensional, rata-rata penggunaan pupuk kimia adalah 177.66 kg/ha Urea, 39.39 kg/ha KCl, 66.7 kg/ha TSP, dan 47.16 kg/ha Ponska. Pada budidaya padi secara semi organik, rata-rata penggunaan pupuk kimia adalah 110.97 kg/ha Urea, 33.06 kg/ha KCl, 38.67 kg/ha TSP dan 38.67 Ponska. Pupuk kimia yang digunakan petani diperoleh dari toko pertanian yang ada di sekitar kota bogor. Secara rinci dosis dan harga pupuk kimia dapat dilihat di Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Rata-rata penggunaan pupuk kimia pada padi semi organik dan padi konvensional di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor Pupuk

Kimia

Padi Semi Organik Padi konvensional Dosis (kg/ha) Harga (Rp) Dosis (kg/ha) Harga/kg (Rp) Urea 110.97 1 813 177.66 2 137 KCl 33.06 774 39.39 1 548 TSP 46.40 1 694 66.77 1 952 Ponska 38.67 879 47.16 1 465

39

Pupuk organik yang digunakan petani berupa pupuk bokashi dan pupuk kandang. Menurut aturan SRI, dosis pupuk organik yang digunakan adalah 10 ton/ha pupuk kompos maupun pupuk kandang. Pupuk bokashi diperoleh dari dari tempat pembuatan pupuk bokashi di Kelompok Tani Harapan Mekar dan Kelompok Tani Saluyu di Kelurahan Situ Gede. Beberapa petani membuat pupuk bokashi sendiri. Pedagang menjual pupuk bokashi dengan kisaran harga Rp500 hingga Rp1 000 per kg. Pupuk kandang yang digunakan petani berasal dari kotoran kerbau. Beberapa petani memelihara kerbau dan kotoran kerbau tersebut digunakan sendiri maupun dijual dengan kisaran harga Rp200 hingga Rp400 per kg. Rincian penggunaan pupuk organik dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Rata-rata penggunaan pupuk organik pada padi semi organik dan padi konvensional per hektar di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor

Pupuk Organik

Padi Semi Organik Padi konvensional Dosis (kg/ha) Harga (Rp) Dosis (kg/ha) Harga/kg (Rp) Pupuk Kandang 338.15 132.26 2.55 - Pupuk Bokashi 300.15 193.87 - -

Petani semi organik yang hanya menggunakan pupuk organik berjumlah 5 orang. Petani semi organik lainnya ada yang mengkombinasi penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Rata-rata penggunaan pupuk organik oleh petani responden padi semi organik adalah 638.30 kg/ha dan pada padi konvensional sebanyak 2.55 kg/ha. Pupuk organik diberikan pada bajak kedua.

c. Penyiangan

Penyiangan merupakan kegiatan membersihkan tanaman liar atau gulma dari tanaman padi. Penyiangan dilakukan saat tanaman berumur 15 HST, 30 HST dan 55 HST. Namun, penyiangan biasa dilakukan bila gulma benar-benar telah mengganggu tanaman padi. Penyiangan dilakukan untuk mencabut gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan padi, menghindari serangan hama dan penyakit, membuang tanaman yang berkompetisi dalam penyerapan unsur hara, dan menggemburkan tanah.

Jenis gulma pada tanaman padi seperti rumput teki, jajagoan, sunduk gangsir. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma secara langsung atau menggunakan arit dan kored. Gulma yang telah dicabut dapat dibuang ke luar area sawah atau dapat dipendam dalam lumpur sawah sedalam-dalamnya

d. Pengendalian hama dan penyakit tanaman

Hama yang menyerang tanaman padi adalah keong sawah, wereng coklat (Nilaparvata lugens) dan walang sangit (Leptocoriza acuta). Wereng coklat merusak tanaman dengan cara menghisap cairan batang padi. Walang sangit menyerang buah padi yang masak susu dan

40

menyebabkan buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut. Pengendalian hama pada padi konvensional menggunakan pestisida kimia seperti Decis, Regen, dan Matador. Rata-rata penggunaan pestisida kimia adalah 217.45 ml/ha lahan.

Pengendalian hama pada padi semi organik menggunakan pestisida nabati dan dengan sistem pengendalian hama terpadu. Pestisida organik yang digunakan terbuat dari bawang putih, cabai, umbi gadung, daun sirsak, daun pepaya, dan daun pisang. Rata-rata penggunaan pestisida organik adalah 1 282.82 ml/ha.

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dilakukan dengan cara petani akan memberikan perlakuan penanggulangan hama apabila hama telah merugikan diatas ambang batas (kerusakan > 40%).

5. Pemanenan dan Pasca Panen

Panen dan pasca panen padi semi organik dan padi konvensional tidak berbeda. Pada umumnya pemanenan dilakukang sebanyak tiga kali dalam setahun. Panen padi dilakukan dengan menggunakan sabit kemudian padi dirontokkan (digebot) dengan memukulkan padi yang telah dipanen ke kayu hingga gabah berjatuhan (rontok). Gabah yang telah dirontokan dimasukan kedalam karung dan kemudian ditimbang sehingga dapat diketahui bobot Gabah Kering Panen (GKP). Kemudian GKP dibawa untuk dijemur hingga cukup kering sehingga dapat disimpan, biasanya hingga kadar air 14%.

Jumlah gabah kering panen per luasan lahan yang diusahakan yang diperoleh petani padi semi organik lebih kecil dibandingkan dengan jumlah gabah kering padi konvensional. Dari rata-rata luas lahan yang diusahakan petani padi semi organik seluas 0.32 ha mampu menghasilkan gabah kering panen (GKP) sebesar 1 326 kg dengan produktivitas 4 102 kg/ha. Dari rata-rata luas lahan yang diusahakan petani padi konvensional seluas 0.47 ha mampu menghasilkan gabah kering panen (GKP) sebesar 2 017 kg dengan produktivitas 4 306 kg/ha. Rata-rata produksi padi semi organik per ha adalah 4 713 kg dan pada padi konvensional adalah 4 672 kg.

Harga jual gabah kering panen (GKP) padi semi organik dan padi konvensional adalah sama yaitu Rp3 000/kg. Harga gabah kering giling (GKG) padi semi organik dapat mencapai Rp11 000/kg, namun tak jarang dihargai sama dengan harga padi konvensional. Harga gabah kering giling (GKG) padi konvensional berkisar Rp7500/kg hingga Rp8 000/kg. Panen padi lewat masak akan mengurangi rendemen gabah sehingga bobot panen menyusut. Perbandingan produktivitas padi dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Perbandingan produktivitas usahatani padi semi organik dan padi konvensional

Uraian Usahatani Padi Semi

Organik

Usahatani Padi Konvensional Gabah kering panen

(GKP) (kg) 1 326 2 017

Luas lahan rata-rata (ha) 0.32 0.47

41

Tenaga Kerja Budidaya Padi

Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan menjadi tiga yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja yang dimaksud dalam pembahasan adalah tenaga kerja manusia. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam pertanian. Tenaga kerja yang digunakan mulai dari penanaman hingga panen berasal dari masyarakat sekitar. Tenaga kerja atau buruh tani merupakan orang yang mengerjakan pekerjaan menanam hingga panen adalah orang yang sama dan akan dibayar sesuai dengan hasil panen. Kegiatan yang dilakukan buruh tani meliputi penanaman, penyulaman, pembersihan lahan dari gulma (penyiangan) dan pemanenan.

Tenaga kerja atau buruh tani akan dibayar dengan perhitungan setiap hasil panen Gabah Kering Panen (GKP) sebanyak 100 kg maka buruh tani akan mendapatkan 20 kg GKP. Sistem pembayaran tersebut disebut dengan ngepak. Jumlah tenaga kerja yang digunakan tergantung dengan tenaga kerja yang tersedia. Namun biasanya untuk luasan 1000 m2 menggunakan 3-4 tenaga kerja wanita. Tenaga kerja tersebut termasuk dalam tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Selain itu ada juga buruh tani yang bekerja pada pengolahan tanah. Pembayaran tenaga kerja pengolahan tanah berbeda dengan buruh yang dibayar dengan sistem ngepak. Buruh tani olah tanah dibayar harian. Pekerjaan yang dilakukan yaitu mencangkul untuk membuat kemalir dan pematang. Buruh tani biasanya bekerja bersamaan dengan pembajakan tanah.

Tenaga kerja yang digunakan pada budidaya per ha padi semi organik (81.74 HOK) lebih besar dari pada tenaga kerja pada budidaya konvensional (49.57 HOK). Penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi semi organik lebih besar dari pada pada usahatani padi konvensional dikarenakan pada pada usahatani padi semi organik memerlukan perawatan yang lebih intensif. TKDK pada padi semi organik lebih besar (25.44 HOK) dari pada padi konvensional (7.92 HOK). TKDK yang diikutsertakan merupakan anggota keluarga seperti istri, anak, dan saudara yang pada dasarnya tidak dalam kondisi tidak bekerja. Tenaga kerja tanam hingga panen didominasi dengan tenaga kerja wanita. Tenaga kerja atau buruh tani di lokasi penelitian jumlahnya terbatas, sehingga apabila musim tanam petani penggarap harus saling menunggu untuk dapat memperkerjakan buruh tani. Tabel 5.5 menunjukkan rincian tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dalam budidaya padi semi

Dokumen terkait