• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep dan Pengukuran Efisiensi Teori Fungsi Produksi

Produksi adalah perubahan bentuk berbagai input atau sumber daya menjadi output berupa barang dan jasa (Salvatore 2005). Produksi merupakan proses mengkombinasikandan mengkoordinasikan input untuk menghasilkan barang dan jasa (Beattie and Taylor 1985). Penambahan input produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output yang dihasilkan meningkat tetapi setelah mencapai titik tertentu penambahan output semakin lama semakin berkurang (Debertin 1986).

Total Product (TP) merupakan produksi total yang menghasilkan oleh suatu proses produksi. Marginal Product (MP) mengacu pada perubahan output yang diakibatkan oleh perubahan penggunaan satu satuan input. Average Product (AP) merupakan perbandingan antara output dan input. Kegiatan produksi dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi menerangkan hubungan teknis (technical relationship) antara sejumlah input yang digunakan dengan output dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi digunakan untuk menentukan output maksimum yang dapat dihasilkan dari penggunaan sejumlah input. Fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan teknis antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Menurut Hanafie (2010) pengertian tersebut dapat disebut sebagai factor relationship. Rumus matematis factor relationship (FR) dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2003):

Y = f (X1, X2, X3, ...Xn)

Dimana :

Y = Jumlah produksi yang dihasilkan

17 Menurut Soekartawi (1986) masukan X1, X2, X3, …, Xn dapat

dikategorikan menjadi dua, yaitu masukan yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan sebagainya; serta masukan yang tidak dapat dikuasai petani seperti iklim. Menurut Soekartawi (2003) tindakan petani yang dapat meningkatkan produksi adalah menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan atau menambah jumlah beberapa input yang yang digunakan.

Petani yang maju dalam usahatani akan berfikir bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimum. Hubungan antara tingkat produksi dengan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap daerah produksi seperti pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Fungsi produksi

Sumber: Doll and Orazem (1984)

TP X Y AP MP II III I

18

Kurva total produksi selalu bermula dari titik nol. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satupun kontribusi variabel input maka tidak ada output yang dihasilkan. Bila proses produksi input termanfaatkan maka total produksi akan bergerak ke atas. Dengan bertambahnya input, kurva produksi total atau TP semakin meningkat tapi tambahannya atau MP mulai turun. Pola ini mengacu pada pertambahan hasil yang semakin menurun (The law of diminishing return). Saat AP meningkat, kurva produksi marginal bergerak meningkat dan melebihi besarnya produksi rata-rata. Pada MP dan AP berpotongan, merupakan awal dari tahap kedua dan produksi rata-rata mencapai pincak yang tertinggi. Pada produksi total mencapai titik puncak, kurva MP memotong sumbu horizontal dan selanjutnya mencapai nilai negatif. Penurunan total produksi menunjukkan bahwa semakin banyak input yang digunakan justru akan mengurangi produksi totalnya. Kondisi ini masuk pada tahap ketiga bahwa penambahan input menyebabkan penurunan produksi total.

Menurut Soekartawi (1986) hasil analisis fungsi produksi merupakan pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi analisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi (1990) dalam Zamani (2008) antara lain model linear, kuadratik, Cobb-Douglas, dan Transdental. Model yang paling sederhana serta paling mudah dianalisis adalah model linear berganda dan model Cobb-Douglas.

Fungsi produksi linear menggambarkan hubungan yang bersifat linear antara peubah bebas (X) dan peubah tidak bebas (Y). Model ini menggambarkan model produksi yang bertambah atau berkurang secara linear jika faktor produksi diubah. Nilai elastisitas pada model ini selalu berubah sesuai dengan besarnya faktor produksi yang digunakan dan produksi yang diperoleh (Soekartawi 1990 dalam Zamani 2008). Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linear dapat dibedakan menjadi dua yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana (simple regression) digunakan pada saat jumlah variabel faktor atau X yang digunakan adalah satu, sehingga fungsi produksi linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi linear berganda.

Fungsi produksi yang sering digunakan untuk model analisis produksi dalam penelitian usahatani adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Namun fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki keterbatasan yaitu elastisitasnya konstan, elastisitas substitusi input bersifat elastisitas sempurna, elastisitas harga silang untuk semua faktor dalam kaitannya dengan harga input lain mempunyai arah dan besaran yang sama, elastisitas harga permintaan input terhadap harga output selalu elastis, dan tidak dapat menduga pengamatan yang bernilai nol atau negatif (Heady and Dillon 1964).

Fungsi produksi Cobb-Douglas menurut Soekartawi (2003) adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (Y), dan yang lain disebut sebagai variabel independen (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Parameter-parameter yang diperoleh dari model fungsi tersebut merupakan elastisitas produksi bagi setiap faktor produksi yang masuk dalam model dengan nilai elastisitas setiap faktor produksi dalam model ini dianggap tetap. Model fungsi produksi Cobb-Douglas hanya mampu menerangkan proses produksi pada

19 fase diminising return, yaitu fase produksi pada saat tambahan produksi yang dihasilkan sebagai akibat adanya tambahan faktor produksi, meningkat dengan peningkatan yang semakin lama semakin berkurang. Bentuk umum model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:

Y = bo X1b1 X2b2 X3b3... Xnbn eu

Dimana:

Y = Jumlah produksi yang diduga bo = Intersep

bi = Parameter penduga variabel ke-i dan merupakan elastisitas Xi = Faktor produksi yang digunakan (i = 1, 2, 3,..., n)

e = Bilangan natural (2.718) u = Kesalahan (disturbance term)

Pendugaan terhadap persamaan akan lebih mudah dilakukan jika persamaan diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut:

log Y = log b0 + b1 log X1 + b2 log X1 + b3 log X3 +...+ bn log Xn + u, atau

ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X1 + b3 ln X3 +...+ bn ln Xn + u

Nilai b1, b2, b3,....bn pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sekaligus

menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dalam bentuk fungsi linear, maka terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu: tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, tiap variabel X adalah perfect competition, perbedaan lokasi seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan (u).

Hubungan faktor produksi (input) dengan produksi (output) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis numeric dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Pendugaan OLS hanya berdasarkan rata-rata sebaran produksi petani. Metode ini dapat dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut (Gurajati 1993):

1. Variasi unsur sisa menyebar normal.

2. Harga rata-rata dan unsur sisa sama dengan nol atau bisa dikatakan nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value).

3. Homoskedastisitas atau ragam merupakan bilangan tetap. 4. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas).

5. Tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas.

6. Tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan Menurut Coelli et al. (1998) production fronteir memiliki definisi yang tidak jauh berbeda dengan fungsi produksi dan umumnya banyak digunakan saat menjelaskan konsep pengukuran efisiensi, frontier digunakan untuk menekankan kepada kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan.

Pengukuran fungsi produksi frontier secara umum dibedakan atas 4 cara yaitu: (1) deterministic nonparametric frontier, (2) deterministic parametric

20

frontier, (3) deterministic statistical frontier, dan (4) stochastic statistical frontier (stochastic frontier).

Model fungsi produksi deterministic frontier dinyatakan sebagai berikut:

= ; � . − , i = 1,2,3,...N

dimana f(xi; ) adalah bentuk fungsi yang cocok (Cobb-Douglas atau

Translog), parameter adalah parameter yang dicari nilai dugaannya dan ui

adalah variabel acak yang tidak bernilai negatif yang diasosiaikan dengan faktor- faktor spesifik perusahaan yang memberikan kontribusi terhadap tidak tercapainya efisiensi maksimal dari proses produksi (Battese 1992). Kelemahan dari model ini adalah tidak dapat menguraikan komponen residual ui menjadi pengaruh efisiensi

dan pengaruh eksternal yang tidak tertangkap (random shock). Akibatnya nilai inefisiensi teknis cederung tinggi, karena dipengaruhi sekaligus oleh dua komponen error yang tidak terpisah (Kebede 2001 dalam Haryani 2009).

Model stochastic frontier merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tak terduga (stochastic effects) di dalam batas produksi. Pada model Cobb-Douglas, model fungsi produksi stochastic frontier dinyatakan sebagai berikut:

ln = �0+ � + ( −( )

Stochastic frontier disebut juga sebagai composed error model karena error term terdiri dari dua unsur dan i = 1, β, .. ζ . Variabel i adalah spesifik error

term dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk menghitung ukuran

kesalahan dan faktor-faktor yang tidak pasti seperti cuaca, pemogokan, serangan hama dan sebagainya di dalam nilai variabel output, bersama-sama dengan efek gabungan dari variabel input yang tidak terdefinisi di dalam fungsi produksi. Variabel acak vi merupakan variabel random shock yang secara identik

terdistribusi normal dengan rataan (μi) bernilai 0 dan variansnya konstan atau

ζ(0, v2), simetris serta bebas dari ui. Variabel acak ui merupakan variabel non

negatif dan diasumsikan terdistribusi secara bebas. Variabel ui disebut one-side

disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi.

Komponen yang pasti dari model batas yaitu f(xi; ) digambarkan dengan

asumsi memiliki karakteristik skala pengembalian yang menurun. Petani i menggunakan input sebesar xi dan memperoleh output sebesar yi. Akan tetapi

output batasnya dari petani i adalah yi*, melampaui nilai pada bagian yang pasti

dari fungsi produksi yaitu f(xi; ). Hal ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya

dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan, dimana variabel vi bernilai positif.

Sementara itu petani j menggunakan input sebesar xj dan memperoleh hasil

sebesar yj. Akan tetapi batas dari petani j adalah yj*, berada di bawah bagian

yang pasti dari fungsi produksi. Kondisi ini bisa terjadi karena aktivitas produksinya dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan, dimana vi

bernilai negatif.

Fungsi produksi frontier diturunkan dengan menghubungkan titik-titik output untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi tersebut mewakili kombinasi input-output secara teknis paling efisien.

21

Gambar 3.2 Fungsi produksi Stochastic Frontier Sumber: : Coelli, et al. (1998)

Metode pendugaan maximum likelihood estimation (MLE) pada model stochastic frontier dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input

produksi ( m). Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga

keseluruhan parameter faktor produksi ( m), intersep ( 0) dan varians dari kedua

komponen kesalahan vi dan ui ( v2 dan u2). Konsep Efisiensi

Efisiensi usahatani dapat diukur dengan cara menghitung efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomis. Ketiga efisiensi ini penting untuk diketahui dan diraih oleh petani bila menginginkan keuntungan yang sebesar- besarnya (Soekartawi 2002). Efisiensi teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Efisiensi harga atau alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahataninya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya atau menunjukkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki. Dengan kata lain, rasio produk marginal untuk tiap pasangan input sama dengan ratio harganya. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga (Lau dan Yotopoulus 1971). Tujuan produsen mengelola usahatani adalah untuk meningkatkan produksi dan keuntungan. Asumsi dasar efisiensi adalah mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum.

Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input yang dikemukakan Farrell (1957), membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi

y x2 xi f(xi; ) Output Observasi (yi) Output Observasi (yi) Output batas (yj)

y=f((xj; )exp(vj), jika vj<0 Output batas (yi)

22

input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang digunakan.

Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas, sedangkan alokatif mengacu pada kemampuan untuk berproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada biaya minimum. Inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dan rasio input pada biaya minimum. Efisiensi dapat diukur dengan pendekatan pengukuran dengan orientasi input dan output. Pendekatan input dengan contoh perusahaan dengan dua input untuk memproduksi (Farrel 1957 dalam Coelli et al. 1988)

Pada Gambar 3.3. kurva isoquant frontier SS’ menunjukkan kombinasi input per output (x1/y dan x2/y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan

output Y0 = 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input x1/y dan x2/y

yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik O untuk memproduksi satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik

Gambar 3.3 Pengukuran efisiensi teknis dan alokatif berorientasi input

Sumber: Coelli et al. (1998)

Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio OP/OQ menunjukkan efisiensi teknis (TE) perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input per output (x1/y:x2/y) konstan, sedangkan output tetap.

Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis isocost ( AA’) digambarkan menyinggung isoquant SS’ di titik Q’ dan memotong

x2/y x1/y S S’ P A’ A O Q’ Q R

23 garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isoquant sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi dari pada di titik Q’. Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien), sehingga efisiensi alokatif (AE) unt uk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio OR/OQ. Oleh Farrell (1957), efisiensi alokatif ini juga disebut sebagai efisiensi harga (price efficiency).

Berdasarkan Gambar 3.3, ukuran efisiensi teknis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Efisiensi Teknis (TE) = ...(1) Efisiensi Harga (AE) = ...(2) Maka,

Efisiensi Ekonomi (EE) = ...(3) Metode pengukuran berorientasi output yang diilustrasikan dengan Gambar 3.4 menggunakan kurva kemungkinan produksi yang direpresentasikan dengan garis DD’. Garis ZZ’ adalah garis isococt yang ditarik secara tangensial ke kurva kemungkinan produksi. Titik A menunjukkan petani yang berada pada kondisi inefisien secara teknis. Garis AB menunjukkan kondisi yang inefisien secara teknis.

Gambar 3.4 Pengukuran efisiensi teknis dan alokatif berorientasi output

Sumber: Coelli et al. (1998)

Berdasarkan Gambar 3.4, ukuran efisiensi teknis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Efisiensi Teknis (TE) = ...(4) y2/x y1/x Z Z’ C B’ D’ A B O

24

Efisiensi Harga (AE) = ...(5) Maka,

Efisiensi Ekonomi (EE) = ...(6) Efisiensi merupakan hal penting dalam pengukuran keberhasilan pelaksanaan proses produksi. Namun, terdapat kesenjangan antara keadaan aktual dengan optimal dari penggunaan input yang menyebabkan terjadinya kesenjangan produktivitas. Menurut Soekartawi (2002) kesenjangan tersebut disebabkan karena adanya beberapa faktor, yaitu kendala biologi yang disebabkan oleh perbedaan varietas, adanya tanaman pengganggu, serangan hama penyakit, masalah tanah, perbedaan kesuburan tanah dan sebagainya, serta kendala sosial ekonomi, seperti besarnya perbedaan antara biaya dan penerimaan usahatani, kurangnya biaya usahatani yang diperoleh dari kredit, harga produksi, kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, adanya faktor ketidakpastian, risiko usahatani dan sebagainya. Kendala tersebut bersifat lokal dan kondisional, tidak dapat disamakan untuk semua daerah.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dari tahun ke tahun hal ini disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk. Berdasarkan data dinas tanaman pangan Kementerian Pertanian, berdasarkan data tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebesar 237 556 363 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 1.49% mulai tahun 2011 maka jumlah penduduk pada tahun 2014 sebesar 252 034 317 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan pemenuhan pangan.

Kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kelestarian lingkungan semakin meningkat. Hal ini dilihat dari makin banyaknya gerakan-gerakan pelestarian lingkungan dan salah satunya gerakan “Go Organic”. Gerakan pelestarian lingkungan menjadi trend masyarakat saat ini hal ini dapat dilihat pula dari banyak produk-produk pertanian organik yang sudah beredar dipasaran. Hal ini dapat menjadi peluang yang baik bagi para petani. Namun, untuk menuju pertanian organik membutuhkan waktu dan proses yang lama dan cukup panjang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan kesehatan serta lingkungan dapat menjadikan peluang bagi produk pertanian organik salah satunya padi organik.

Salah satu bukti dan dukungan masyarakat akan program “Go Organic” dibuktikan dengan terdapat 10% penduduk Indonesia adalah konsumen potensial dari produk organik yaitu masyarakat menengah-atas. Akan tetapi produsen padi organik di Indonesia baru memenuhi 15% dari jumlah konsumen potensial tersebut. Usahatani padi organik memiliki prospek yang cerah apabila dikelola secara baik dan efisien. Menurut Khai (2011) pengukuran efisiensi dalam produksi pertanian menentukan tingkat efisiensi rumah tangga dalam kegiatan pertanian. Petani di negara berkembang tidak menggunakan semua sumber daya teknologi potensial sehingga membuat keputusan tidak efisien dalam kegiatan pertanian mereka.

25 Pertanian organik merupakan solusi dari pertanian konvensional karena dalam budidaya pertanian organik menggunakan input produksi yang ramah lingkungan dan biaya produksi yang lebih minim, namun hingga saat ini masih diragukan mengingat pupuk organik yang digunakan dalam jumlah yang lebih banyak dan harga pupuk organik yang cenderung mahal, hasil pertanian organik dalam jangka pendek masih tergolong rendah, serta adanya persaingan dengan kepentingan lain dalam memperoleh input produksi.

Namun, Untuk menuju pertanian padi organik membutuhkan waktu dan proses yang lama dan berkelanjutan. Padi dapat dikatakan organik bila telah mendapatkan pengakuan atau sertifikasi organik oleh badan sertifikasi organik. Petani yang telah melakukan budidaya padi secara organik tidak dapat menyebut padi tersebut padi organik bila belum mendapat sertifikasi sehingga untuk menjual produknya petani menyebut padi tersebut padi bebas pestisida dan pupuk kimia.

Kerangka pemikiran penelitian yang akan dilakukan pada penelitian digambarkan pada Gambar 3.5

Gambar 3.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

 Kebutuhan pangan meningkat sejalan dengan peningkatan Jumlah penduduk.

 Kesadaran masyarakat akan kesehatan dan kelestarian

lingkungan meningkat “Go Organic”.

Saran dan Kebijakan Masalah Usahatani Padi

Konvensional

1. Input produksi tidak ramah lingkungan.

2. Biaya produksi tinggi.

3. Produktivitas semakin menurun dalam jangka panjang.

Masalah Usahatani Padi Semi Organik

1. Terbatasnya ketersediaan pupuk organik.

2. Persaingan dalam memperoleh input produksi.

3. Produksi rendah dalam jangka pendek.

Analisis Faktor Produksi Padi Konvensional

Analisis Faktor produksi Padi Semi Organik

- Analisis Efisiensi teknik - Analisis Pendapatan

- Pemasaran

 Produksi padi rendah.

 Harga padi organik ditingkat petani terkadang sama dengan harga padi konvensional.

 Pendapatan petani rendah.

 Harga input yang mahal.

26

Dokumen terkait