• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 PASTING PROPERTIES OF WHITE CORN FLOURS OF ANOMAN 1 AND PULUT HARAPAN VARIETIES AS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil tekstur tepung jagung putih yang dihasilkan dari jagung varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan yang di fermentasi sampai dengan 72 jam disajikan pada Gambar 7.2. Secara umum tekstur dinyatakan sebagai kekerasan dan kelengketan gel. Kekerasan gel merupakan nilai batas elastisitas gel atau kemampuan maksimal gel untuk menahan beban sebelum pecah.

A

B

Gambar 7.2. Profil tekstur tepung tepung jagung putih varietas Anoman 1 (A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. 72SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan 72 jam; 72CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; 72AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan kultur CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi Profil tekstur tepung jagung putih varietas Anoman 1 (Gambar 7.2.A) pada 72 jam fermentasi cenderung elastis. Sampai menit ke 10 pada saat probe naik, belum terlihat adanya titik pecah gel. Tepung Anoman 1 yang mendapat

-300 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 0 3 6 9 12 15 F or ce ( g) Time (sec) 0 jam 72SF 72CC 72AC -300 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 0 3 6 9 12 15 F or ce ( g) Time (sec) 0 jam 72SF 72CC 72AC

perlakuan 72CC dan 72AC cenderung mempunyai kekerasan gel yang lebih tinggi dibandingkan 0 jam dan 72SF. Selama fermentasi diduga enzim menghidrolisis komponen-komponen tepung. Enzim amilase menyerang ikatan α-1,4-D- glikosidik pati (Zhu et al. 2010) sehingga struktur granula menjadi lemah dan membentuk pori di dalam granula pati yang memfasilitasi penyerapan air ke dalam granula. Semakin tinggi kadar air, pada saat pemasakan gel yang terbentuk akan semakin kuat. Dengan semakin lama fermentasi, penyerapan air akan lebih tinggi sehingga pada saat dipanaskan amilosa akan leaching dan pada saat didinginkan amilosa akan bergabung kembali membentuk jaringan gel. Selama fermentasi protein, lemak, abu dan serat juga akan terhidrolisis. Dengan adanya protein dan lemak, amilosa akan membentuk ikatan amilosa-protein dan amilosa- lemak yang akan meningkatkan kekerasan gel. Pada pH rendah, pati lebih cepat tergelatinisasi dan akan menghasilkan gel yang semakin kuat. Nilai pH ke dua tepung pada 72 jam fermentasi dibandingkan 0 jam berturut-turut berkisar antara 4.40 – 4.69 dan 6.13-6.17.

Tepung jagung putih varietas Pulut Harapan yang difermentasi sampai 72 jam, mempunyai profil tekstur yang berbeda dengan tepung Anoman 1 (Gambar 7.1.b). Kekerasan gel ditentukan oleh terbentuknya gel pada saat pemanasan dan proses pendinginan setelah pemanasan. Semakin tinggi kandungan amilosa, penggabungan kembali rantai lurus amilosa pada saat pendinginan akan membentuk jaringan gel yang semakin kuat. Hal ini akan meningkatkan kekerasan gel. Sebaliknya, semakin rendah kandungan amilosa, pembentukan jaringan gel pada saat pendinginan akan semakin sedikit sehingga akan menghasilkan gel yang kekerasannya lebih rendah. Tepung Pulut Harapan mengandung amilosa rendah, di mana selama fermentasi amilosa yang ada terhidrolisis maka kandungan amilosa akan berkurang. Dengan semakin berkurangnya kandungan amilosa, maka pada saat pendinginan proses penggabungan kembali amilosa membentuk jaringan gel akan sedikit sehingga akan menghasilkan jaringan gel yang lemah. Selama fermentasi diduga rantai cabang amilosa ada yang dihidrolisis oleh enzim glukoamilase. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kandungan amilosa pada perlakuan 36CC dan 48CC dibandingkan 0CC, yaitu berturut-turut 13.79% dan 13.81% dibandingkan 13.70% (data tidak ditunjukkan). Namun, pada fermentasi 72 jam, rantai lurus tersebut sudah terpotong menjadi bentuk sederhana sehingga kandungan amilosa menurun kembali pada 72 jam fermentasi, yaitu menjadi 12.9 % .

Profil kekerasan dan kelengketan gel tepung jagung varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan selama 72 jam fermentasi akan diuraikan berikut ini.

Kekerasan gel

Kekerasan gel tepung jagung putih varietas Anoman 1 yang di fermentasi sampai dengan 72 jam cenderung meningkat dengan semakin lama waktu fermentasi (Gambar 7.3A). Kekerasan gel dipengaruhi oleh perbedaan sifat reologi matriks amilosa, fraksi volume, dan ketegaran granula pati tergelatinisasi, serta interaksi antara fase kontinyu dan fase terdispersi pada gel (Aini dan Hariyadi 2007). Selama fermentasi, komponen tepung akan terpotong menjadi

komponen yang lebih sederhana sehingga memudahkan penyerapan air ke dalam granula. Dengan semakin lama waktu fermentasi akan semakin banyak amilosa dan komponen lain yang terpotong. Dengan ukuran granula yang semakin kecil dan air yang terserap semakin banyak, maka pada saat pemanasan akan meningkatkan viskositas dan jumlah amilosa yang leaching pada saat granula pecah. Dengan semakin tingginya amilosa yang keluar jaringan maka pada saat pendinginan kecenderungan proses rekristalisasi amilosa membentuk gel akan semakin tinggi. Sehingga kekerasan gel akan meningkat. Penambahan mikroba amilolitik pada 16 jam fermentasi (perlakuan AC) meningkatkan aktivitas mikroba amilolitik untuk menghidrolisis amilosa menjadi oligosakarida. Hal ini meningkatkan kekerasan gel selama fermentasi.

A

B

Gambar 7.3. Kekerasan gel (gf) tepung jagung putih varietas Anoman 1(A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 0 12 24 36 48 60 72 K ek er as an ge l (gf ) Anom an

Waktu fermentasi (jam)

SF CC AC 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 0 12 24 36 48 60 72 K ek er as an ge l (gf )

Waktu fermetasi (jam)

SF CC AC

Kekerasan gel tepung jagung putih varietas Pulut Harapan cenderung meningkat dengan semakin lama waktu fermentasi (Gambar 7.3B). Namun kekerasannya relatif lebih rendah dibandingkan tepung Anoman 1. Rendahnya kekerasan gel pada tepung Pulut Harapan berkaitan dengan kandungan amilosa yang rendah. Perbedaan kekerasan gel terutama disebabkan perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin kedua jenis jagung. Menurut Murano (2003) semakin tinggi kandungan amilosa dari pati, semakin tinggi kemampuannya membentuk gel. Pati yang mengandung amilopektin tinggi, umumnya memiliki kemampuan membentuk gel yang lemah dan lengket. Selain itu, menurunnya beberapa komponen kimiawi seperti pH, kadar protein, abu, dan serat kasar diduga memengaruhi kekerasan gel.

Miao et al. 2011 melaporkan tingkat keasaman akan memengaruhi pembentukan gel. Pada pH rendah pati lebih cepat tergelatinisasi dan menghasilkan gel yang kuat. Pada pH yang terlalu rendah (pH 1-2) menyebabkan daerah amorf menurun yang dapat menurunkan kemampuan amilase mendegradasi daerah kristalin. Hal ini akan menurunkan kekerasan gel. Menurut Kilara (2006) gel akan lemah pada pH 1-2 dan pH>10, di mana pada pH 12 tidak terbentuk gel. Namun pada penelitian ini nilai pH tepung berkisar 6.04 - 6.24 pada 0 jam fermentasi menjadi 4.40 - 4.69 pada 72 jam fermentasi sehingga pati belum terhidrolisis seluruhnya. Hal ini menyebabkan kekerasan gel meningkat dengan menurunnya nilai pH.

Semakin tinggi kadar protein tepung jagung, menghasilkan kekerasan gel yang semakin rendah. Menurut Aini et al. (2010) mekanisme terbentuknya interaksi protein-pati terjadi tanpa adanya panas. Hal ini merupakan interaksi antar muatan yang dipengaruhi oleh pH dan titik isoelektrik protein. Pemanasan akan meningkatkan kompleksitas reaksi antara pati dan protein. Perubahan protein karena panas berhubungan dengan denaturasi protein yang dipercepat dengan adanya air. Denaturasi protein berhubungan adanya interaksi antara protein seperti jembatan disulida antara gugus sistein membentuk ikatan silang. Hal ini menyebabkan pati kehilangan kristalinitas, pengembangan granula dan amilosa leaching, sehingga granula pecah dan amilosa membentuk gel. Interaksi antara protein-pati menentukan kekerasan gel.

Kelengketan Gel

Secara umum kelengketan gel tepung jagung varietas Anoman 1 cenderung meningkat dengan semakin lama fermentasi untuk semua pelakuan. Demikian juga kelengketan tepung jagung putih varietas Pulut Harapan (Gambar 7.4B). Secara umum kelengketan gel tepung Pulut Harapan relatif lebih tinggi dibandingkan tepung Anoman 1. Kelengketan gel berkaitan dengan kandungan amilosa dan amilopektin serta ikatan lemak-amilosa. Ortega-Ojeda et al. (2004) melaporkan bahwa rasio amilosa/amilopektin memengaruhi pembentukan dan kelengketan gel. Semakin tinggi kandungan amilopektin, pasta akan semakin lengket. Menurut Blazek dan Copeland (2008) tepung yang mengandung amilopektin tinggi menghasilkan dispersi yang lebih kental ketika dimasak dan membentuk gel yang lembut dan mengalir. Hal ini karena amilopektin

mempunyai kemampuan menyerap air yang lebih tinggi dari amilosa, khususnya di daerah kristalin jika ada energi panas yang cukup untuk mengganggu ikatan Hidrogen yang lemah di antara misel kristalin (Wong 1989).

A

B

Gambar 7.4. Kelengketan gel (gf) tepung jagung putih varietas Anoman 1(A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi Selama fermentasi, enzim glukoamilase akan mengkatalisis ikatan α 1-4 dan 1-6 glikosidik yang akan meningkatkan jumlah rantai lurus dan adanya asam yang diproduksi oleh BAL dapat menyerang daerah amorph pada pati yang berikatan pada titik α-1,6 glikosidik. Hal ini meningkatkan fraksi linier pada pati (Xie et al. 2005). Pada saat pemanasan gel mengembang, setelah pemanasan dipertahankan beberapa waktu akan menyebabkan amilosa cenderung larut dan lepas ke dalam

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 0 12 24 36 48 60 72 K e le n g ke ta n g e l ( g f)

Waktu fermentasi (jam)

SF CC AC 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 0 12 24 36 48 60 72 K e le n g ke ta n g e l (g f)

Waktu fermentasi (jam)

media. Pada saat didinginkan tepung yang mengandung amilosa tinggi cenderung bergabung kembali membentuk matriks gel yang kuat dan padat sehingga kecenderungan membentuk gel yang lengket menjadi kecil. Pada tepung yang tinggi amilopektin pada saat didinginkan rantai lurus amilosa yang berjumlah sedikit cenderung membentuk gel, namun rantai cabang amilopektin sebelah luar cenderung menyerap air dan adanya kompleks amilosa-lemak yang terjadi pada permukaan gel akan menghambat pengembangan dan meningkatkan kelengketan gel pada saat didinginkan (Kaur dan Singh 2000). Hal ini menyebabkan kelengketan gel pada tepung Pulut Harapan cenderung lebih tinggi dibandingkan Anoman 1.

Penambahan kultur starter cenderung menurunkan kelengketan gel tepung Pulut Harapan selama 72 jam fermentasi. Perlakuan AC menurunkan kelengketan gel lebih tinggi dibandingkan perlakuan CC. Hal ini diduga berkaitan dengan terpotongnya rantai cabang amilopektin sebelah luar yang menyebabkan berkurangnya rantai cabang amilopektin sehingga kemampuan gel menyerap air semakin berkurang dan hal ini diduga mengurangi kelengketan gel.

Derajat Putih

Derajat putih tepung jagung varietas Anoman 1 cenderung meningkat dengan semakin lama waktu fermentasi (Tabel 7.1). Derajat putih tepung jagung varietas Anoman 1 secara umum berkisar antara 64.7-64.9% pada 0 jam fermentasi menjadi 68.7-69.8% pada 72 jam fermentasi. Meningkatnya derajat putih menunjukkan bahwa lama fermentasi akan meningkatkan warna putih tepung jagung.

Tabel 7.1. Derajat putih (%) tepung jagung hasil fermentasi dengan penambahan kultur starter

Waktu fermentasi Perlakuan

SF CC AC

Tepung jagung varietas Anoman 1

0 66.0±1.9 66.0±1.9 66.0±1.9

36 67.4±2.5 67.9±3.7 67.2±0.4

48 67.6±0.4 68.5±3.6 68.1±1.2

72 68.7±0.7 69.3±3.5 69.8±2.0

Tepung jagung varietas Pulut Harapan

0 65.5±2.7 65.5±2.7 65.5±2.7

36 67.1±3.2 67.9±3.7 68.2±0.7

48 68.2±4.4 68.7±3.6 69.5±0.7

72 69.3±3.3 69.8±3.5 70.1±2.0

Trend yang sama ditemukan pada tepung jagung putih varietas Pulut Harapan, di mana secara umum derajat putih tepung meningkat dengan semakin lama fermentasi. Derajat putih tepung Pulut Harapan berkisar antara 65.3-65.7 %

pada 0 jam fermentasi menjadi 69.3-70.1 % pada 72 jam fermentasi. Secara umum derajat putih tepung jagung varietas Pulut Harapan lebih tinggi dibandingkan Anoman 1. Hal ini karena warna kernel jagung putih varietas Pulut Harapan lebih putih dibandingkan Anoman 1.

Derajat putih seluruh tepung, meningkat dengan semakin lama fermentasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Aini et al. 2010 di mana derajat putih dipengaruhi kandungan protein tepung. Semakin tinggi kandungan protein tepung derajat putih tepung semakin rendah. Hal ini karena reaksi pencoklatan non enzimatis antara protein dan gula reduksi menghasilkan warna coklat sehingga menurunkan derajat putih tepung. Selain itu semakin rendah pH tepung, kemungkinan terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis semakin rendah sehingga derajat putih tepung semakin tinggi. Nilai pH tepung jagung varietas Pulut berkisar antara 6.14 - 6.21 pada 0 jam fermentasi dan 4.41 - 4.62 pada 72 jam fermentasi. Tepung jagung Anoman 1 mempunyai pH 6.04 - 6.24 pada 0 jam fermentasi menjadi 4.40 - 4.69 pada 72 jam fermentasi.

Kapasitas Penyerapan Air

Kapasitas penyerapan air mengambarkan banyaknya air yang tersedia untuk gelatinisasi (Elkhalifa et al. 2005). Kapasitas penyerapan air tepung jagung varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan secara umum cenderung meningkat selama fermentasi berturut-turut dari 57.11 - 57.62 % dan 64.73 - 64.96 % pada 0 jam menjadi 59.82 - 60.31 % dan 66.68 - 66.93 % pada 72 jam (Gambar 7.5).

Selama fermentasi diduga enzim menghidrolisis komponen-komponen tepung. Enzim amilase menyerang ikatan α-1,4-D-glycosidic pati (Zhu et al. 2010) sehingga struktur granula menjadi lemah dan membentuk pori di dalam granula pati yang memfasilitasi penyerapan air ke dalam granula (Claver et al. 2010). Hal ini akan meningkatkan kemampuan granula menyerap air sehingga cenderung meningkatkan kapasitas penyerapan air. Dengan semakin lama waktu fermentasi diduga struktur granula semakin melemah sehingga kemampuan menyerap air semakin tinggi.

Kapasitas penyerapan air tepung jagung Pulut Harapan selama fermentasi cenderung lebih tinggi dibandingkan tepung Anoman 1. Perbedaan komposisi amilosa dan amilopektin pada tepung Pulut Harapan dan Anoman1 diduga menyebabkan perbedaan nilai kapasitas penyerapan air. Menurut Blazek dan Copeland (2008), amilopektin mempunyai kemampuan menyerap air lebih tinggi dibandingkan amilosa. Hal ini khususnya di daerah kristalin jika ada energi panas yang cukup untuk mengganggu ikatan Hidrogen yang lemah diantara misel kristalin (Wong 1989). Dengan demikian, semakin tinggi kandungan amilopektin, maka semakin tinggi kapasitas penyerapan air. Semakin tinggi kadar protein dan kadar abu, semakin rendah kapasitas penyerapan air pada tepung jagung. Adanya muatan yang berlawanan pada protein dan mineral memengaruhi kecepatan penyerapan air granula pati sehingga protein dan mineral berkompetisi dengan pati dalam menyerap air (Aini et al. 2010).

A

B

Gambar 7.5. Kapasitas penyerapan air (%) tepung jagung varietas Anoman 1 (A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan kultur CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi

Lemak dilaporkan membentuk senyawa inklusi dengan amilosa dengan menempatkan sejumlah hidrokarbon di dalam bagian helik amilosa. Komplek ini akan menurunkan kelarutan air dan kerentanan pati dicerna alfa amilase (Kaur dan Singh 2000).

Kapasitas Penyerapan Minyak

Secara umum kapasitas penyerapan minyak ke dua jenis jagung cenderung menurun dengan semakin lamanya waktu fermentasi (Gambar 7.6). Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung varietas Anoman 1 berkisar 47.27 - 47.49 % pada 0 jam fermentasi menurun jadi 44.06 - 45.18 % pada 72 jam fermentasi. Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung varietas Pulut Harapan berkisar 53.84 - 53.99 % pada 0 jam fermentasi menurun jadi 50.86 - 51,68 % pada 72 jam fermentasi. 35 40 45 50 55 60 65 70 0 12 24 36 48 60 72 K ap as it as P en ye rap an Air (% )

Waktu fermentasi (jam)

SF CC AC 35 40 45 50 55 60 65 70 0 12 24 36 48 60 72 K a p a si ta s P e n y e ra p a n A ir ( % )

Waktu fermentasi (jam)

SF CC AC

Kapasitas penyerapan minyak dipengaruhi oleh kadar protein dan lemak. Menurut Sirivongpaisal (2008) kapasitas penyerapan tepung bambara groundnut lebih besar daripada patinya karena kadar protein dan lemak tepung lebih tinggi dibandingkan pati. Semakin tinggi protein dan lemak pada tepung, kemampuan memerangkap minyak lebih tinggi.

A

B

Gambar 7.6. Kapasitas penyerapan minyak tepung jagung putih varietas Anoman 1 (A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan kultur CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi 0,00 4,00 8,00 12,00 16,00 20,00 24,00 28,00 32,00 36,00 40,00 44,00 48,00 52,00 56,00 60,00 0 12 24 36 48 60 72 K a p a si ta s p en y er a p a n m in y a k (% )

Waktu fermentasi (jam)

SF CC AC 0,00 4,00 8,00 12,00 16,00 20,00 24,00 28,00 32,00 36,00 40,00 44,00 48,00 52,00 56,00 60,00 0 12 24 36 48 60 72 K a p a si ta s p e n y e ra p a n m in y a k (% )

Waktu fermentasi (jam)

SF CC AC

SIMPULAN

Proses fermentasi dengan penambahan kultur starter hingga 72 jam memengaruhi sifat fisik tepung jagung putih varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan. Kekerasan gel meningkat dengan semakin lama fermentasi. Penambahan kultur starter meningkatkan kekerasan gel tepung Anoman 1 selama fermentasi di mana kekerasan gel perlakuan AC lebih besar dari perlakuan CC yang lebih besar dari perlakuan SF. Kekerasan gel tepung Anoman 1 cenderung lebih tinggi dibandingkan Pulut Harapan. Hal ini berkaitan dengan kandungan amilosa yang tinggi pada tepung Anoman 1.

Waktu fermentasi meningkatkan kelengketan gel tepung Anoman 1 dan Pulut Harapan yang dihasilkan. Penambahan kultur starter AC menyebabkan peningkatan kelengketan gel tepung Pulut Harapan lebih rendah dibandingkan perlakuan SF dan CC. Sehingga kelengketan gel tepung Pulut harapan dengan perlakuan SF lebih besar dibandingkan CC yang lebih besar dari AC. Waktu fermentasi meningkatkan derajat putih kedua varietas tepung, hal ini diduga berkaitan dengan menurunnya kandungan protein tepung. Waktu fermentasi juga sedikit meningkatkan kapasitas penyerapan air terutama tepung Anoman 1, namun sedikit menurunkan kapasitas penyerapan minyak pada ke dua varietas tepung jagung hasil fermentasi.

PUSTAKA

Aini N, Hariyadi P. 2007. Pasta pati jagung putih waxy dan non-waxy yang dimodifikasi secara oksidasi dan asetilasi-oksidasi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 12 (2): 108-115.

Aini N, Hariyadi P, Muchtadi TR, Andarwulan N. 2010. Hubungan antara waktu fermentasi grits jagung dengan sifat gelatinisasi tepung jagung putih yang dipengaruhi ukuran partikel. J Teknol dan Industri Pangan 21: 18-24.

ben Omar N, Ampe F. 2000. Microbial community dynamics durin production of the Mexican fermentee maize dough pozol. Applied & environmental microbiology, September vol 66 (9): 3664-3673.

Blazek J, Copeland L. 2008. Pasting and swelling properties of wheat flour and starch in relation to amylose content. Carbohydrate Polymers 71:380–387. Chen Z. 2003. Physicochemical Properties of Sweet Potato Starches and Their Aplication in

Noodle Product. Ph.D Thesis. Wageningen University, The Netherlands

Chin-Lin H, Wenlung C, Yih-Ming W, Chin-Yin T. 2003. Chemical composition, physical properties, and antioxidant activities of yam flours as affected by different drying methodsFood Chemistry 83: 85–92.

Claver IP, Zang H, Li Q, Zhu K, Zhou H. 2010. Impact of the soak and the malt on the physicochemical properties of the sorghum starches. Int J Mol Sci. 11: 3002-3015. Doi:10.3390/ijms11083002.

Collado LS, Mabesa LB, Oates CG, Corke H. 2001. Bihon-Type Noodles from Heat-Moisture-Treated Sweet Potato Starch. Journal Of Food Science Vol 66 (4): 604-609.

Zambrano-Zaragoza ML, Martínez-Vega V, Rodríguez-García ME. 2013. Physicochemical, morphological, and pasting properties of nixtamalized flours. from quality protein maize and its particle distribution. Food Science and Technology xxx:1-7.

Sezer I, Balkaya A, Karaağaç O, dan Öner F. 2011. Moisture dependent of some physical and morphological properties of dent corn (Zeamays var. indentәtә Sturt) seeds. African Journal of Biotechnology Vol. 10 (15):2857-2866. Kilara A. 2006. Interaction of Ingredients in Food Systems: An Introduction. Di

dalam Gaonkar AG, McPherson A. editor. Ingredient interactions: Effect on Food Quality. New YorSF: CRC, pp. 1-20.

Lee HL. 2011. Effect of hydroxypropylation on physical and rheological properties of sweet potatoes starch. LWT-Food Sci. Technol. 44:765-770. DOI:10.1016/j.lwt.2010.09.012.

Murano PS. 2003. Understanding Food Science and Technology. Wadsworth (US): Thompson Learning.

Nago MC, Hounhouigan JD, Akissoe N, Zanou E, Mestres C. 1998. Characterization of the Beninese traditional Ogi, a fermented maize slurry: Phisicochemical and Microbiological aspects. Int J Food Sci Tech 33: 307- 315. DOI: 10.1046/j.1365-2621.1998.00169.x.

Oluwamukomi MO, Eleyinmi AF, Enujiugha VN. 2005. Effect of soy supplementation and its stage of inclusion on the quality of ogi-a fermented maize meal. Fod Chemistry 91: 651-657.

Ortega-Ojeda FE, Larsson H, Ann-Charlotte E. 2004. Gel formation in mixtures of amylose and high amylopectin potato starch Carbohydrate Polymers 57: 55–66

Rahmawati, Dewanti-Hariyadi R, Hariyadi P, Fardiaz D, Richana N. 2013. Isolation And Identification Of Microorganisms During Spontaneous Fermentation Of Maize. J.Teknol. dan Industri Pangan 24 (1): 38-44.

Sandhu KS, Singh N, Malhi NS. 2007. Some properties of corn grains and their flours I: Physicochemical, functional and chapati-making properties of flours. Food Chemistry 101 (2007) 938–946

Sirivongpaisal P. 2008. Structure and functional properties of starch and flour from babarra groundnut. Songklanakarin J. Sci. Technol. 30 (Suppl. 1) 51- 56. http://www.sjst.psu.ac.th (28 Desember 2008).

Suarni U. 2005. Karakteristik sifat fisikokimia dan amilograf tepung jagung sebagai bahan pangan. Prosiding seminar dan lokakarya nasional Makasar 2005. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Departemen Pertanian.

Shu X, Jia L, Gao J, Sing Y, Zhao H, Nakamura Y,Wu D. 2007. The influence of chain lengthof amilopectin on resistant starch in rice (Oryza sativa L). Starch/Starke 59: 504-509. DOI: 10.1002/star.200700640.

Uarrota VG, Amante ER, Demiate IM, Vieira F, Delgadillo I, Maraschin M. 2013. Physicochemical, thermal, and pasting properties of flours and starches of eight Brazilian maize landraces (Zea mays L.). Food Hydrocolloids 30: 614- 624. doi.org/10.1016/j.foodhyd.2012.08.005

York.

Xie SX, Liu Q, and Cui SW. in Cui SW. (Eds). Food Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties, and Applications. 2005. Taylor & Francis Group. Li-Jia Z, Qiao-Quan L, Sang Y, Ming-Hong G, Yong-Cheng S. 2010. Underlying

reasons for waxy rice flours having different pasting properties. Food Chemistry 120: 94–100.

8 PEMBAHASAN UMUM

Proses fermentasi spontan telah banyak dilakukan oleh masyarakat untuk membuat berbagai produk pangan, seperti pembuatan kecap, tempe, asinan, dan tepung-tepungan. Proses fermentasi spontan pada pembuatan tepung khususnya tepung jagung umum dilakukan dengan merendam kernel jagung dalam air, dilanjutkan dengan penirisan, pengeringan dan penggilingan. Selama perendaman terjadi pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Hal ini ditunjukkan dengan ditemukannya berbagai mikroba dalam jumlah cukup tinggi. Nago et al. (1998) menemukan BAL sebanyak 109 koloni / g serta khamir sebanyak 107 koloni/g pada air perendam tepung jagung pada pembuatan ogi. Tsav-Wua et al (2004) menemukan bakteri, khamir dan kapang pada tepung singkong yang diperoleh dari perendaman umbi singkong selama 2 – 5 hari dalam air pada suhu 30 °C. Perendaman umbi singkong selama 5 hari menyebabkan peningkatan kadar serat kasar, kadar air, kadar abu, dan kadar protein kasar, serta menurunkan kandungan