• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 PASTING PROPERTIES OF WHITE CORN FLOURS OF ANOMAN 1 AND PULUT HARAPAN VARIETIES AS

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Pebruari 1968 sebagai putri pertama dari pasangan H. Drs. Tjartim Hasan (almarhum) dan Hj. Kusniati (almarhumah). Pendidikan diploma ditempuh di Akademi Gizi Jakarta (1987- 1990), sedangkan pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Sahid Jakarta (1992-1995). Pada tahun 1999 dengan beasiswa pendidikan dari Usahid dan BPPS dari Dikti, penulis melanjutkan pendidikan Program Magister di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2003. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan Program Doktor di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS.

Sejak tahun 1995 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar tetap di Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Sahid Jakarta.

Selama mengikuti pendidikan program Doktor, penulis menjadi anggota Perhimpunan Ahli dan Teknologi Pangan (PATPI). Salah satu artikel yang berjudul “Isolation And Identification Of Microorganisms During Spontaneous Fermentation Of Maize” telah memperoleh penghargaan kedua dalam Graduate Research Student Paper Competition yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI) dan SEAFAST Center dalam International

Conference on “Future of Food Factors” pada 3-4 Oktober 2012 di Jakarta dan telah diterima untuk dipublikasikan pada Jurnal Teknologi dan Industri Pangan pada Volume XXIV No. 1 Tahun 2013. Salah satu makalah ilmiah yang berjudul

“Pasting Properties of White Corn Flour of Anoman 1 and Pulut Harapan Varieties As Affected By Fermentation Process” telah disubmit pada Journal Starch. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis.

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan sumber karbohidrat penting setelah beras di Indonesia. Produksi jagung nasional selama tiga tahun terakhir cenderung meningkat, yaitu 18 327 636 ton (2010), 17 643 250 ton (2011), dan 19 377 030 ton (2012) (BPS 2013). Meningkatnya produksi jagung selama 3 tahun terakhir menunjukkan meningkatnya peran jagung menjadi komoditas agribisnis yang semakin penting. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya permintaan produk jagung baik dalam jumlah, ragam, maupun kualitasnya. Pengembangan pembuatan bahan baku jagung untuk industri juga telah dilakukan seperti pembuatan tepung jagung komposit (Susila dan Resmisari 2005), pengembangan jagung sebagai bahan baku bassang (Dharmawidah et al. 2005), pengkajian teknologi produksi dan penyimpanan jagung sosoh pratanak (Tawali 2007), serta pemanfaatan tepung komposit ubi kayu-jagung-terigu pada mi kering (Permana et al. 2010).

Pemanfaatan jagung khususnya jagung putih lokal, saat ini sedang dikembangkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai varietas unggulan nasional. Kelebihan jagung putih antara lain mengandung pati yang tinggi, warna putih yang menarik, dan produktivitasnya lebih tinggi daripada jagung kuning serta lebih tahan terhadap kekeringan (Qanytah & Prastuti 2008). Varietas jagung putih lokal yang sedang dikembangkan sebagai varietas unggulan nasional antara lain varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan. Jagung putih varietas Anoman 1 tergolong jagung tinggi amilosa dengan kadar amilosa biji jagung sebesar 29,92%, sedangkan varietas lokal Pulut termasuk tipe jagung ketan (waxy corn) dengan kandungan amilosa biji jagung rendah, yaitu 4.25% dan amilopektin tinggi, yaitu 95.75% dan (Suarni 2005). Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin diduga mempengaruhi sifat pasting tepung yang dihasilkan. Untuk mengetahui hal itu maka pada penelitian ini digunakan kedua jenis jagung tersebut.

Pembuatan tepung jagung umum dilakukan dengan merendam grits jagung terlebih dahulu dalam air, dilanjutkan dengan penirisan, pengeringan dan penggilingan. Selama perendaman terjadi aktivitas mikroba (fermentasi spontan) yang dapat merubah sifat fisikokimia jagung. Selama fermentasi spontan jagung, beberapa peneliti melaporkan bahwa mikroba yang paling banyak ditemukan adalah bakteri asam laktat/BAL (Nago et al. 1998) dan khamir (ben Omer dan Ampe 2000). Peneliti lain menemukan kapang selama proses perendaman baik jagung maupun singkong (Tsav-Wua 2004). Mikroba-mikroba ini memengaruhi sifat produk akhir karena baik kapang, khamir, maupun BAL ada yang bersifat amilolitik, selulolitik, pektinolitik, lipolitik, proteolitik, menghasilkan senyawa ester, asam-asam organik, CO2, etanol, dan asam lemak (Ghosh dan Ray 2011;

Tang et al. 2012; Heerd et al. 2012; Omemu et al. 2007; Halm et al. 2004; Li et al. 2008; Bussamara et al. 2010; Mohammed 2007; Wojtatowicz et al. 2001; Mestres et al. 2000). Dari uraian di atas diketahui bahwa kapang, khamir, BAL yang tumbuh dan berperan selama perendaman, mempunyai aktivitas yang

beragam. Namun, karena komposisi utama tepung jagung adalah amilosa dan amilopektin, maka pada penelitian ini aktivitas mikroba yang diutamakan adalah yang memiliki sifat amilolitik.

Nche et al. (1996) melaporkan selama perendaman biji jagung pada 4 °C, 25 °C dan 60 °C selama 72 jam, meningkatkan total mikroba aerobik pada air perendam setelah 48 jam menjadi >105 CFU/mL pada sampel yang tidak didisinfeksi, < 104 CFU/mL pada sampel yang didisinfeksi; aktivitas enzim endogenus tinggi (alkalin fosfatase; esterase (C 4); esterase lipase (C 8); lipase (C 14); leucin arilamidase; valin arilamidase; sistin arilamidase; tripsin; kimotripsin; asam fosfatase; naftol-AS-BI-fosfohidrolase, α-galaktosidase; β-galaktosidase; β- glukuronidase; α-glukosidase; β-glukosidase; N-asetil-β-glukosaminidase; α- mannosidase; α-fucosidase); tepung jagung hasil perendaman biji jagung pada suhu 60 °C tidak mempunyai viskositas puncak, sedangkan perendaman pada suhu 60 °C ditambah enzim proteolitik meningkatkan viskositas puncak dan setback tepung yang dihasilkan; semakin rendah pH tepung (pH 6.0, 5.6, dan 3.6) menurunkan viskositas adonan, tidak ada viskositas puncak untuk semua kondisi pH, serta menurunkan viskositas setback; tepung dengan pH 6.0 yang lolos saringan 1.0 mm menunjukkan peningkatan viskositas pasting dan setback. Pada 0, 4, dan 8 jam fermentasi tidak ada viskositas puncak, namun setelah 12 dan 24 jam fermentasi, diperoleh viskositas puncak selama pemanasan pasta. Pada 24 jam fermentasi suhu gelatinisasi lebih rendah, viskositas puncak lebih tinggi, viskositas setback lebih rendah dibandingkan 12 jam fermentasi. Semakin halus ukuran tepung (lolos 4 mm, 1 mm, dan 0.5 mm) semakin menurunkan viskositas puncak dan setback adonan

Hasil penelitian Mestres et al. (2000) menunjukkan bahwa tepung jagung yang diperoleh dari kernel jagung yang direndam sampai 14 hari pada suhu ruang memiliki suhu gelatinisasi dan kemampuan mengembang yang lebih tinggi jika dikeringkan dalam oven suhu 40C selama 24 jam dibandingkan yang dikeringkan dengan sinar matahari selama 10 – 12 jam. Mei-Lan et al. (2008) melaporkan bahwa tepung jagung yang diperoleh dari perendaman grits jagung berukuran ≤20 mesh dalam air (1 : 3 w/v) pada suhu ruang (26 – 30 °C), selama 21 hari, mempunyai viskositas puncak meningkat selama fermentasi sampai hari ke 7, selanjutnya menurun sampai hari ke 21, di mana mulai hari ke 19 – 21, viskositas puncak lebih rendah dari kontrol; tren viskositas breakdown sama dengan viskositas puncak; viskositas akhir dan viskositas setback menurun selama fermentasi; kekuatan gel meningkat selama fermentasi; tensile stres, tensile strain, dan tensile work pada mi yang dihasilkan meningkat selama fermentasi serta kekerasan, kelicinan, chewiness, elastisitas, dan penerimaan keseluruhan mi yang dihasilkan meningkat selama fermentasi; kadar aflatoksin pada mi lebih kecil dari 5 µg/kg selama fermentasi.

Hasil penelitian Aini (2010) menunjukkan bahwa fermentasi butiran jagung putih varietas Srikandi secara spontan selama 24 jam menurunkan suhu gelatinisasi tepung jagung (76.2 °C) dibandingkan tepung jagung yang dibuat tanpa fermentasi (82 °C). Fermentasi sampai 48 jam dengan ukuran partikel semakin besar menghasilkan tepung yang dapat diaplikasikan sebagai gelling agent. Fermentasi spontan sampai 70 jam menurunkan kekuatan gel. Oke dan

Bolarinwa (2012) merendam irisan umbi talas setebal 2-2.5 cm dalam air selama 24 dan 48 jam serta mengeringkannya dalam pengering kabinet pada suhu 60 °C selama 24 jam dan menghasilkan tepung dengan kapasitas penyerapan air meningkat selama fermentasi dari 231.29 ±1.4 (0 jam) menjadi 271.11±1.0 (24 jam) dan 287.59±2.1 (48 jam), suhu pasting menurun dari 64.08±0.7 (0 jam) menjadi 63.58±0.5 (24 jam) dan 63.30±0.5 °C (48 jam) serta viskositas puncak menurun dari 178.75±10.8 (0 jam) menjadi 133.08±54 (24 jam) dan 124.46±6 RVU (48 jam) sehingga cocok untuk produk jeli.

Lama fermentasi diduga memengaruhi karakter tepung yang dihasilkan, sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Saat ini, fermentasi yang dilakukan umumnya secara spontan, sehingga sulit untuk mendapatkan produk yang konsisten. Untuk mendapatkan produk yang lebih konsisten, maka perlu dilakukan proses fermentasi terkendali, misalnya dengan menambahkan kultur starter. Fermentasi dengan penambahan kultur starter adalah proses fermentasi yang dilakukan dengan menambahkan mikroba yang diketahui jumlah dan jenisnya. Pengendalian juga dapat dilakukan terhadap suhu dan waktu fermentasi serta kondisi lingkungan proses.

Untuk mengetahui pengaruh penambahan kultur starter selama proses fermentasi terhadap tepung yang dihasilkan, maka perlu dilakukan karakterisasi sifat fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan dengan fermentasi di mana jenis dan jumlah mikroba telah diketahui serta lama fermentasi berbeda.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisikokimia tepung jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur starter dan waktu fermentasi yang berbeda. Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mempelajari mikroorganisme yang berperan pada fermentasi spontan grits jagung putih lokal varietas Anoman 1 yang meliputi jumlah, jenis dan pola pertumbuhan kapang, khamir, BAL; mikroorganisme amilolitik serta kaitannya dengan aktivitas amilolitik dan perubahan pH.

2. Mengembangkan kultur starter untuk fermentasi grits jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan dengan penambahan kultur starter. 3. Mempelajari sifat fisiko kimia tepung jagung yang dihasilkan oleh jagung

putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan yang difermentasi dengan penambahan kultur starter.

Hipotesis

1. Mikroorganisme amilolitik dan non-amilolitik berperan selama fermentasi spontan jagung

2. Penambahan kultur starter pada fermentasi jagung akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan

3. Lama fermentasi akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Mengetahui informasi tentang mikroorganisme yang berperan selama fermentasi spontan jagung

2. Pembuatan kultur starter untuk fermentasi jagung

3. Memodifikasi proses fermentasi untuk menghasilkan tepung jagung dengan sifat fisikokimia tertentu

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi (1) mengisolasi dan mengidentifikasi mikroorganisme yang berperan selama fermentasi spontan grits jagung putih lokal varietas Anoman 1 meliputi jumlah, jenis dan pola pertumbuhan (total mikroba; total kapang, khamir, BAL; kapang dan khamir amilolitik) serta perubahan pH; (2) mengembangkan kultur starter (BAL, khamir dan kapang) hasil isolasi dan identifikasi untuk ditambahkan sebagai kultur starter pada fermentasi grits jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan ; (3) melakukan fermentasi dengan penambahan kultur starter dengan dua variasi, yaitu CC dan AC, dengan SF sebagai kontrol; (4) Mempelajari sifat fisikokimia tepung jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan hasil fermentasi dengan penambahan kultur starter.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Jagung

Jagung (Zea mays sp) merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat. Di pasaran, jagung ditemui dalam berbagai jenis, antara lain (1) jagung tepung (floury corn/Zea mays L. amylacea Sturt). Dikenal sebagai jagung tepung karena biji jagung tepung hampir seluruhnya terdiri dari endosperma lunak sehingga jenis ini disukai sebagai bahan baku pengolahan maizena; (2) jagung gigi kuda (dent corn/Zea mays indentata). Ciri khas jagung ini adalah adanya lekukan (dent) di puncak biji akibat pengerutan bagian lunak pada saat biji mengering. Perbandingan antara bagian keras dan lunak kira-kira 2:1. Biji jagung berwarna kuning, putih, atau warna lain. Bentuk bijinya seperti baji, terbelah dan bersudut, memanjang dengan berat 1000 biji antara 300-500 gram. Jagung ini banyak tumbuh di Amerika Serikat; (3) jagung mutiara (Flint corn/Zea mays indurata). Jenis jagung ini banyak tumbuh di Indonesia. Bagian keras (horny) jagung mutiara terdapat di bagian atas biji, sedang bagian tepungnya di dalam biji, berdekatan dengan lembaga. Jagung mutiara umumnya lebih keras daripada jagung gigi kuda. Bagian keras jagung gigi kuda berada di daerah sekitar lembaga; (4) jagung berondong (pop corn/Zeamays L. everta Sturt). Jenis jagung ini berukuran kecil dan hampir seluruh endospermnya terdiri dari bagian keras. Ada 2 tipe jagung berondong, yaitu (a) tipe jagung berondong beras, yaitu jagung yang berbiji pipih dan meruncing; dan (b) tipe jagung berondong mutiara, yaitu jagung yang bentuk bijinya bulat dan kompak/mampat. Warna biji jagung berondong umumnya kuning dan putih; dan (5) jagung manis. (sweet corn/ Zea mays L. saccharata). Jagung ini mengandung kadar gula tinggi sehingga di Meksiko digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Ciri khas jagung manis adalah berambut putih, di mana biasanya jagung berambut merah. Jagung manis dapat mengalami perubahan rasa menjadi kurang manis bila di sekitar areal pertanaman terdapat jagung biasa; (6) jagung bungkus (Zea mays L. tunicata Sturt). Jagung ini adalah jagung pertama yang ditemui manusia. Jagung ini berbentuk sangat sederhana dan mempunyai daun pembungkus (kelebot) yang membungkus setiap biji jagung. Sebuah kelobot besar membungkus tonglol jagung sehingga bijinya tidak nangkap; (7) jagung ketan (waxy corn/Zea mays L. ceratirta Kulesch). Jenis jagung ini bijinya dan berwarna jernih mengkilat seperti lilin dan sering disebut jagung ketan. Jagung ini mengandung pati yang didominasi oleh amilopektin (71 – 72 %) dengan rupa yang menyerupai tepung tapioka (Muchtadi dan Sugiyono 2002). Komposisi kimia jagung berbagai varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.

Biji jagung terdiri dari 3 bagian utama, yaitu (1) kulit ari (perikarp); (2) endosperma; dan (3) lembaga (germ). Bagian-bagian biji jagung dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan komposisi kimia berdasarkan bagian biji jagung dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.1. Komposisi kimia (%) berbagai varietas jagung secara umum Varietas A i r A b u Protein Serat

kasar Lemak Karbohidrat Kristalin 10.5 1.7 10.3 2.2 5.0 70.3 Floury 9.6 1.7 10.7 2.2 5.4 70.4 Starchy 11.2 2.9 9.1 1.8 2.2 72 8 Manis 9.5 1.5 12.9 2.9 3.9 69.3 Pop 10.4 1.7 13.7 2.5 5.7 66.0 H i t a m 12.3 1.2 5.2 1 4.4 75.9

Sumber: Cortez dan Wild-Altamirano (1972).

Tabel 2.2. Komposisi kimia (%) berbagai varietas jagung lokal Varietas A i r A b u Protein Serat

kasar Lemak Karbohidrat Srikandi Putih*) 10.08 1.81 9.99 2.99 5.05 73.07 Srikandi Kuning*) 11.03 1.85 9.95 2.97 5.10 72.07 Anoman* ) 10.07 1.89 9.71 2.05 4.56 73.77 Lokal pulut*) 11.12 1.99 9.11 3.02 4.97 72.81 Lokal nonpulut*) 10.09 2.01 8.78 3.12 4.92 74.20 Bisi 2**) 9.70 1.00 8.40 2.20 3.60 75.10 Lamuru * * ) 9.80 1.20 6.90 2.60 3.20 76.30 *)Suarni dan Firmansyah (2005).

**)Suharyono et al. (2005).

Perikarp merupakan lapisan luar yang tipis dan berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air (Hardman dan Gunsolus 1998). Lapisan ini berubah cepat selama proses pembentukan biji. Pada waktu kariopsis muda, sel-selnya kecil dan tipis, tetapi sel-sel ini berkembang seiring dengan bertambahnya umur biji. Pada umur tertentu lapisan ini membentuk membran yang dikenal sebagai kulit biji atau testa/aleuron yang secara morfologik merupakan bagian endosperma. Bobot lapisan aleuron sekitar 3 % dari keseluruhan biji dan mengandung 10 % protein (Subekti et al. 2007).

Gambar 2.1. Potongan melintang jagung (Shukla dan Cheryan 2001) Tabel 2.3. Komposisi kimia berdasarkan bagian biji jagung kuning (%)

Komponen Kulit ari Endosperma Lembaga

Protein 3.70 8.00 18.40 Lemak 1.00 0.80 33.20 Serat kasar 86.70 2.70 8.80 Abu 0.80 0.30 10.50 Pati 7.30 87.60 8.30 Gula 0.34 0.62 10.80 Sumber : Watson (2001)

Endosperma merupakan cadangan makanan dengan jumlah sekitar 75 % bobot biji yang mengandung 90 % pati dan 10 % protein, mineral, minyak, dan lainnya (Hardman dan Gunsolus 1998). Endosperma jagung terdiri dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm).

Pati jagung tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai unit D-glukosa yang panjang dan tidak bercabang. Antar rantai digabungkan oleh ikatan α (14). Amilopektin merupakan glukosa dengan rantai bercabang. Residu glukosa yang berdekatan digabungkan oleh ikatan α (14) glikosidik sedangkan pada titik percabangan digabungkan oleh ikatan α (16) glikosidik. Komposisi amilosa dan amilopektin dalam biji jagung terkontrol secara genetik. Secara umum jagung mengandung amilosa 25 – 30 % dan amilopektin 70 – 75 %. Komposisi amilosa : amilopektin berpengaruh terhadap sifat sensori jagung terutama tekstur dan rasanya. Semakin tinggi kandungan amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen dan enak. Komposisi ini juga berpengaruh terhadap sifat amilografnya (Widowati et al. 2005).

Protein endosperma jagung terdiri dari lima fraksi berdasarkan kelarutannya, yaitu (1) albumin (protein larut air) sebanyak 7 %; (2) globulin

(protein larut garam) sebanyak 5 %; (3) nitrogen non protein sebanyak 6 %; (4) prolamin atau zein (protein larut alkohol konsentrasi tinggi) sebanyak 52 %; dan (5) glutelin (protein larut alkali) sebanyak 26 %. Sisanya sekitar 5 % adalah residu nitrogen (Suarni dan Widowati 2007).

Fraksi zein adalah simpanan protein utama jagung. Zein mengandung leusin yang tinggi, tetapi lisin sangat rendah dan triptofan dalam jumlah terbatas (Patterson et al. 1980). Zein menentukan kekerasan endosperm jagung. Zein dan kandungan resinnya mempunyai kemampuan membentuk lapisan yang kuat, mengkilap, tahan lemak, dan tahan terhadap serangan mikroba. Zein terdiri dari campuran peptida yang berbeda ukuran molekul, kelarutan dan muatannya. Fraksi utama zein adalah α dan β zein. Alfa zein larut dalam 95% etanol dan β zein larut dalam 60 % etanol, tetapi tidak larut dalam 95 % etanol. Zein ini relatif tidak stabil, segera mengalami pengendapan dan penggumpalam. Alfa zein mengandung histidin, arginin, prolin, dan metionin yang lebih rendah dibandingkan β zein (Shukla dan Cheryan 2001). Zein bersama-sama dengan adanya pati, hidroksipropil metilselulose, gula, garam, yeast dan air dapat membentuk adonan yang bersifat kohesif, ketahanan dan viskoelastisnya mirip gandum ketika dicampur pada saat suhu di atas suhu ruang (misalnya 40°C) karena adonan ini dapat menahan gas (Schober et al. 2010). Fraksi albumin, globulin, dan glutelin mengandung lisin dan triptofan relatif tinggi (Patterson et al. 1980).

Lembaga merupakan bagian biji jagung yang cukup besar. Pada biji jagung tipe gigi kuda, lembaga mencapai 11.5 % dari bobot keseluruhan biji. Lembaga ini sendiri sebenarnya tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio (embryonic axis). Lembaga terdiri atas plumula, radikel, dan skutelum, yaitu sekitar 10 % dan perikarp 5 %. Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10 % protein (Wilson 1987).

Jagung Putih

Jagung putih adalah butiran biji jagung tanpa mengandung pigmen kuning. Secara lengkapnya, endosperm biji jagung putih tidak hanya harus murni putih, tidak mengandung pigmen kuning, tetapi juga tidak berwarna merah atau biru yang disebabkan adanya pigmen antosianin dan coklat atau perubahan warna lain karena adanya komponen flavonoid (Poneleit 2001).

Saat ini Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian sedang mengembangkan benih jagung khususnya jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut sebagai varietas unggulan nasional. Kelebihan jagung putih antara lain mengandung polifenol tinggi, pati yang tinggi, dan warna putih yang menarik sedangkan kelemahannya adalah mempunyai biji yang keras sehingga kurang disukai masyarakat (Pozo-Insfran et al. 2006). Kandungan senyawa fenolik pada jagung putih dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Varietas Anoman 1 merupakan jagung putih lokal yang termasuk tipe gigi kuda-semi gigi kuda. Tipe ini tahan rebah, agak tahan terhadap bulai (Peronosclerosporea maydis) dan tergolong moderat terhadap hawar daun

(Helminthosporium Turcicum) serta bercak daun kelabu (Cercosporazeae maydis). Tanaman Anoman 1 rata-rata menghasilkan jagung sebanyak 4.6 ton/ hektar dengan potensi hasil sebesar 5.6 ton/hektar (Balit Tanaman Serealia 2007). Tabel 2.4. Kandungan asam hidroksinamat dan total polifenol (mg/kg) jagung

putih dan biru

Polifenol Jagung putih (mg/kg bk) Jagung biru Meksiko (mg/kg bk) Jagung biru Amerika (mg/kg bk) Asam protokatekuat derivatif-1a 14.2c+1.2 nd nd

Asam galat 3.9 +0.4 nd nd

Asam protokatekuat derivatif-2 4.2+0.6 nd nd

Asam ferulat derivatif-1b 87.8 +3.4 nd nd

Asam kumarik-p acid derivatif-1b 1.3 +0.4 nd nd

Katekin ndb 21.4+1.5 13.9+0.8

Asam kumarik-p bebas 6.6 +0.2 nd 1.3+0.5

Asam ferulik bebas 2484 + 32 202 + 4.6 927 + 15 Asam kumarik-p derivatif-2 221.2 +4.5 0.62 + 0.12 nd Asam ferulik derivatif-2 88.6 + 5.5 45.9 + 3.4 154 + 8.9 Asam ferulik derivatif-3 769 + 20 78.5 + 2.6 nd

Asam ferulik derivatif-4 172 + 7.5 nd nd

Asam ferulik derivatif-5 424 + 24 nd 35.5 + 3.1 Asam ferulik derivatif-6 816 + 18 102 + 5.8 121 + 15 Asam kumarik-p derivatif-3 5.3 + 0.85 0.53 + 0.11 57.3 + 8.6 Total fenolikc 4899 + 119 451 + 18.1 1310 + 52 Keterangan (Pozo-Insfran et al. 2006) :

a. Derivatif dihitung sebagai ekuivalen bentuk bebas. b. Senyawa tidak terdeteksi.

c. Total asam fenolik yang dihitung dengan HPLC.

Varietas Pulut termasuk jagung putih tipe jagung ketan (waxy corn). Jagung ini mengandung amilopektin 95.75 % dan amilosa 4.25 % (Suarni 2005). Tanamannya menghasilkan jagung sebanyak 4.0 - 5.0 ton / hektar (Indonesian Cereal Research Institute 2008).

Tepung Jagung

Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku pangan umumnya dikonsumsi sebagai jagung segar, dibuat tepung jagung, minyak atau pati jagung (maizena). Tepung jagung diperoleh dengan menggiling biji jagung menjadi tepung. Pada proses ini terjadi pemisahan perikarp, endosperm, dan lembaga serta proses pengecilan ukuran. Perikarp harus dipisahkan pada proses pembuatan tepung karena kandungan seratnya tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Pada proses pembuatan tepung, dilakukan pemisahan lembaga karena tanpa pemisahan lembaga akan menyebabkan tepung mudah tengik. Tip cap atau bahan pangkal juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Selain itu partikel tip cap akan terlihat sebagai butir – butir hitam yang mengotori warna tepung. Pada pembuatan tepung, endosperm merupakan bagian yang digiling menjadi tepung.

Rooney dan Serna-Saldivar (2003) menggolongkan penggilingan jagung dengan metode kering menjadi tiga metode, yaitu: proses degerming tempering, stone-ground process atau proses nondegerming dan proses pemasakan secara alkali (nixtamalization). Ketiga proses tersebut akan menghasilkan karakter tepung dan nilai gizi yang berbeda. Proses degerming tempering paling umum dilakukan, yaitu dengan cara memisahkan bagian endosperm dan dilanjutkan dengan penggilingan, pengeringan, dan pengayakan. Proses ini menghasilkan tepung jagung berukuran paling halus.

Menurut SNI 01-3727-1995, syarat ukuran partikel tepung jagung adalah minimal 99 % lolos ayakan 60 mesh dan minimal 70 % ayakan 80 mesh dengan kadar air maksimal 10 %. Menurut Serna-Saldivar et al. (2001) tepung jagung mempunyai ukuran partikel kurang dari 0.193 mm (lolos ayakan US no 75).

Pengembangan pembuatan bahan baku jagung untuk industri juga telah dilakukan seperti pembuatan tepung jagung komposit (Susila dan Resmisari 2005), pengembangan jagung sebagai bahan baku bassang (Dharmawidah et al. 2005), pengkajian teknologi produksi dan penyimpanan jagung sosoh pratanak (Tawali 2007), serta pemanfaatan tepung komposit ubi kayu-jagung-terigu pada mi kering (Permana et al. 2010).

Pati Jagung

Kandungan utama jagung adalah pati (72 - 73 %), yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Rasio amilosa : amilopektin berkisar antara 25 - 30 % : 70 – 75 %. Pada jagung ketan (waxy maize) kadar amilopektin dapat mencapai 100%. Kandungan amilosa dan amilopektin biji jagung dari beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tingginya kandungan amilopektin pada jagung Pulut akan menyebabkan tepung jagung ini memberi sifat lengket, sehingga pemanfaatannya untuk produk- produk pangan yang mempunyai karakter liat/lengket. Karakter amilografi sebagai salah satu faktor kualitas bahan baku tepung jagung diindikasikan sebagai proses gelatinisasi. Waktu dan suhu awal gelatinisasi setiap varietas jagung berbeda, hal ini berkaitan dengan komposisi kimia setiap bahan (Tabel 2.6).

Tabel 2.5. Kandungan amilosa dan amilopektin (%) beberapa varietas biji jagung.

Varietas Amilosa (%) Amilopektin(%)

Srikandi Putih 31.05 68.95 Srikandi Kuning 30.14 69.86 Anoman 29.92 70.08 Lokal nonpulut 28.50 71.50 Lokal pulut 4.25 95.75 Sukmaraga 34.55 65.45 Sumber: Suarni (2005).

Tabel 2.6. Sifat amilograf beberapa varietas tepung jagung

Varietas Awal

Gelatinisasi

Granula Pati Pecah Viskositas Waktu (menit) Suhu (0C) Waktu (menit) Suhu (0C) Viskositas (BU) Dingin (BU) Balik (BU) Anoman 1 26.0 82 39.5 90 250 310 280 Srikandi Putih-1 30.0 81 37.5 93 440 620 480 Lokal Pulut 20.5 72 24.0 79 260 290 240

Lokal non Pulut 30.5 84 38.5 88.5 230 300 280 Sumber : Suarni dan Firmansyah (2005)