• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolation and identification of indigenous microorganisms and its application in fermented corn and characterization of physicochemical properties of the flour

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolation and identification of indigenous microorganisms and its application in fermented corn and characterization of physicochemical properties of the flour"

Copied!
271
0
0

Teks penuh

(1)

INDIGENUS DAN APLIKASINYA PADA FERMENTASI

JAGUNG SERTA KARAKTERISASI SIFAT

FISIKOKIMIA TEPUNG YANG DIHASILKAN

RAHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul: Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Indigenus dan Aplikasinya pada Fermentasi Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang Dihasilkan, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

(4)

RAHMAWATI. Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Indigenus dan Aplikasinya pada Fermentasi Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang Dihasilkan. Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI, DEDI FARDIAZ, dan RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Selain beras, jagung merupakan sumber karbohidrat penting di Indonesia. Jagung putih lokal, sedang dikembangkan sebagai varietas unggulan nasional, antara lain varietas Anoman 1 (amilosa tinggi) dan Pulut Harapan (amilosa rendah). Tepung dan/atau pati jagung alami memiliki sifat fisikokimia yang kurang diinginkan, khususnya sifat retrogradasi, sineresis dan kestabilan pasta yang rendah pada suhu tinggi dan pH rendah, maka perlu dimodifikasi.

Secara tradisional tepung jagung dibuat dengan merendam kernel jagung dalam air. Selama perendaman terjadi fermentasi spontan yang menyebabkan perubahan sifat fisikokimia tepung yang dihasilkan, namun tidak konsisten. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi spontan jagung, melakukan proses fermentasi dengan penambahan kultur starter dan mempelajari sifat fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan.

Ruang lingkup penelitian: (1) mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba yang berperan selama fermentasi spontan grits jagung putih lokal varietas Anoman 1.

Pengamatan pada 0, 4, 12, 24, 36, 48, dan 72 jam;(2) mengembangkan kultur starter hasil isolasi dan identifikasi sebagai kultur starter; (3) melakukan fermentasi dengan penambahan kultur starter (CC dan AC) dan kontrol (SF). Perlakuan CC: menambah kultur starter lengkap mikroba non-patogen hasil isolasi dan identifikasi pada 0 jam fermentasi masing-masing mikroba sebanyak 106 koloni/mL; perlakuan AC: CC ditambah kultur mikroba amilolitik pada 16 jam fermentasi masing-masing sebanyak 106 koloni/mL, dan SF: fermentasi tanpa penambahan kultur starter; (4) mempelajari sifat fisikokimia tepung jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan hasil fermentasi dengan penambahan kultur starter. Pengamatan pada 0, 36, 48 dan 72 jam fermentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada fermentasi spontan grits jagung varietas Anoman 1 teridentifikasi 16 jenis mikroba yang terdiri dari 8 spesies kapang (Penicillium chrysogenum, Penicillium citrinum, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Fusarium oxysporum, Acremonium strictum), 3 spesies khamir (Candida famata, Kodamaea ohmeri, Candida krusei/incospicua) dan 5 spesies Bakteri Asam Lakat, BAL (Lactobacillus plantarum1a, Pediococcus pentosaceus, Lactobacillus brevis1, Lactobacillus plantarum1b, dan Lactobacillus paracasei ssp paracasei3). Dari 8 spesies kapang

teridentifikasi, terdapat 1 spesies kapang penghasil aflatoksin, yaitu Aspergillus flavus. Sementara itu, spesies khamir dan BAL yang teridentifikasi semuanya

bersifat non-toksigenik. Karena itu maka Aspergillus flavus tidak digunakan sebagai kultur starter. Dari semua jenis mikroba non-toksigenik yang teridentifikasi, terdapat tiga (3) spesies kapang (Penicillium citrinum, Aspergillus niger, Acremonium strictum,) dan satu (1) spesies khamir (Candida famata) yang bersifat amilolitik, sedangkan semua BAL yang teridentifikasi tidak bersifat amilolitik.

(5)

Secara umum dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi menyebabkan perubahan sifat fisikokimia tepung jagung. Fermentasi dengan penambahan kultur starter juga berpotensi memodifikasi sifat fisikokimia tepung secara berbeda, jika dibandingkan dengan tepung jagung yang dihasilkan dari proses fermentasi spontan (SF). Fermentasi dengan penambahan kultur starter, baik (1) kultur lengkap, yaitu kultur mikroba yang terdiri dari semua jenis mikroba yang teridentifikasi, kecuali

Aspergillus flavus (CC) dan (2) fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik

(kultur yang terdiri dari kapang dan khamir amilolitik) setelah 16 jam (fermentasi AC), dapat meningkatkan jumlah kapang dan khamir pada awal proses femrntasi sampai pada 72 jam fermentasi, dibandingkan jumlah kapang dan khamir pada fermentasi spontan (SF), namun penambahan kultur starter ini hanya meningkatkan jumlah BAL di awal fermentasi dan tidak memengaruhi jumlah BAL setelah 36 jam sampai akhir fermentasi. Disimpulkan bahwa secara spontan, pertumbuhan BAL memang sudah cukup tinggi sehingga penambahan BAL pada kultur starter tidak berpengaruh pada jumlah BAL selama fermentasi. Jumlah BAL ini mempunyai korelasi dengan nilai pH air perendam dan pH tepung jagung varietas yang dihasilkan, sehingga memengaruhi beberapa sifat fisikokimianya.

Proses fermentasi menurunkan kadar protein, lemak, abu dan serat kasar tepung jagung putih varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan. Aktivitas enzim selama fermentasi dapat menurunkan kandungan amilosa pada tepung Anoman 1, namun fermentasi 36CC dan 48CC cenderung meningkatkan kandungan amilosa pada tepung jagung varietas Pulut Harapan yang dihasilkan.

Proses fermentasi 72 jam memengaruhi sifat pasting tepung jagung putih varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan yang dihasilkan, yaitu meningkatkan viskositas puncak, breakdown, akhir, dan setback. Perlakuan AC menghasilkan viskositas

puncak, breakdown, akhir, dan setback yang lebih rendah pada tepung Anoman 1

dibandingkan U, SF dan CC. Pada tepung Pulut Harapan menghasilkan viskositas puncak, breakdown, akhir, dan setback yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan U,

SF dan CC. Perlakuan AC dapat meningkatkan kestabilan pasta tepung Anoman 1 pada saat pendinginan, namun menurunkannya pada tepung Pulut Harapan, kecuali tepung Pulut Harapan perlakuan 72AC, yaitu mempunyai viskositas akhir dan setback

yang lebih rendah dari 72SF dan 72CC. Perlakuan 72AC meningkatkan kestabilan pasta tepung Anoman 1 pada saat pemanasan dan pendinginan, namun menurunkan kestabilan pasta tepung Pulut Harapan pada saat pemanasan dan pendinginan hingga 48 jam. Pada 72 jam fermentasi perlakuan 72AC meningkatkan kestabilan pasta tepung pada saat pendinginan.

Proses fermentasi memengaruhi sifat fisik tepung jagung yang dihasilkan. Penambahan kultur starter sampai 72 jam meningkatkan kekuatan gel tepung Anoman 1, yaitu kekuatan gel tepung AC lebih besar dari CC yang lebih besar dari SF. Kekerasan gel tepung Anoman 1 lebih tinggi dibandingkan Pulut Harapan. Waktu fermentasi meningkatkan kelengketan gel, namun penambahan kultur starter CC dan AC menurunkan kelengketan gel tepung Pulut Harapan. Penambahan kultur AC menurunkan kelengketan gel lebih besar dibandingkan CC. Waktu fermentasi meningkatkan derajat putih kedua varietas jagung dengan menurunkan kandungan protein, meningkatkan kapasitas penyerapan air tepung Anoman 1 dan menurunkan kapasitas penyerapan minyak ke dua varietas jagung.

(6)

RAHMAWATI. Isolation and Identification of indigenous Microorganisms and Its Application in Fermented Corn and Characterization of Physicochemical Properties of the Flour. Under the supervision of PURWIYATNO HARIYADI as the chairman, DEDI FARDIAZ, and RATIH DEWANTI-HARIYADI as advisory committe members.

Corn is an important carbohydrate source in Indonesia. Local white corn is currently being developed including Anoman 1 (high amylose) and Pulut Harapan (low amylose) varieties. However, the utilization of corn flours and/or starches in native form have a less desirable physicochemical properties, especially with regards to retrogradation, syneresis, and low stability of pasta at high temperature and low pH properties. Consequently, there is a need to modify flour properties to increase the utilization.

Traditionally, corn flour is made by soaking corn kernels in water. The spontaneous fermentation occurred during soaking and affected the physicochemical properties, but it’s difficult to achieve a consistent product. The purpose of this study to identify microorganisms that play a role in the fermentation process of corn, as well as the process of fermentation with the addition of a starter culture and studied the physicochemical properties of corn flour produced.

The research was conducted in : (1) to isolate and identify microorganims which the role play during spontaneous fermentation of white local corn of Anoman 1 variety; (2) to design a starter culture of the microorganisms isolated to use for a controlled fermentation; (3) do the fermentation by adding a starter culture and characterize physicochemical properties of corn flour produced. Treatments consisted of: Spontaneous fermentation, i.e. water soaking of corn grits (as a control, SF); and

fermentation with added starter culture containing microbes previously isolated without toxigenic microbe (CC); and (AC) fermentation of (CC) with additional amylolytic microbes after 16 hours of fermentation. The number of each microorganisms that added were 106 CFU / mL; (4) to study the physicochemical properties of corn flours of Anoman1 and Pulut Harapan varieties produced. Observations were done at 0, 36, 48, and 72 hours fermentation.

The results showed that there were 16 microorganisms were identified included 8 species of molds (Penicillium chrysogenum, Penicillium citrinum, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oryzae, Fusarium oxysporum, Acremonium strictum), 3 species of yeasts (Candida famata, Kodamaea ohmeri, Candida krusei/incospicua), and 5 species of lactic acid bacteria, LAB (Lactobacillus plantarum1a, Pediococcus pentosaceus, L. brevis1, L. plantarum1b, and L. paracasei ssp paracasei3). Four molds and one yeast were amylolytic while none of the lactid

acid bacteria (LAB). One from 8 species of molds identified was producing aflatoxin i.e. Aspergillus flavus. While all of yeasts and LAB species identified was

(7)

In general it can be concluded that the fermentation process caused the changes in the physicochemical properties of corn flour. Fermentation with the addition of a starter culture, either (1) a complete culture, i.e. microorgaisms cultures consisting of all types of microbes were identified, except Aspergillus flavus (CC) and (2) CC fermentation with the addition of amylolytic culture (culture consisting of molds and yeast amylolytic ) after 16 hours fermentation (AC), increased the number of molds and yeasts in the beginning process of fermentation up on 72 hours of fermentation, compared to the number of molds and yeasts in spontaneous fermentation (SF), but the addition of a starter culture is only increasing the number of LAB at the beginning of fermentation and did not after 36 hours until the end of fermentation. Concluded that spontaneously, LAB growth is already high enough so that the addition of LAB starter cultures had no effect on the number of LAB during fermentation. The number of BAL correlated with the pH value of water and the pH of corn flours produced, thus affecting some physicochemical properties

The fermentation process caused to reduce protein, fat, ash and crude fiber contain from white corn of flour Anoman 1 and Pulut Harapan varieties. Enzyme activity during the fermentation decreased in amylose content of Anoman 1 four, but the 36CC fermentation and 48CC tended to increase the amylose content of Pulut Harapan flour.

The 72 hours fermentation process affected the pasting properties of white corn flour of Anoman 1 dan Pulut Harapan varieties resulted, i.e. increased the peak, breakdown, final, and setback viscosities. AC resulted in corn flour of Anoman I (high amylose) with lower values of peak (PV), breakdown (BV), final (FV), and setback viscosities (SV) than U, SF and CC. While for corn flour of Pulut Harapan variety (high amylopectin), AC fermentation resulted in flour with higher value of PV, BV, FV, and SV than U, SF and CC. AC treatment could improve the stability of pastes of flour that contain high amylose (Anoman 1) during cooling, but instead lowers the stability of pastes of flour that contain high amylopectin (Pulut Harapan) when cooled, except the flour of Pulut Harapan that treated 72AC. Pulut Harapan flour that has been treated 72AC resulted the final viscosity and setback viscosity lower than 72SF and 72CC. The 72AC treatment seemed to increase the stability of the pastes containing high amylose starch during heating and cooling, but instead lowers the stability of pastes containing high amylopectin during heating and cooling for up to 48 hours. At 72 hours of fermentation treatments flour paste 72AC improve stability during cooling.

The fermentation process affected the physical properties of flour produced, where the addition of a starter culture tended to increase the gel strength of Anoman 1 flour during fermentation where the effect of the gel treatment AC higher than CC that higher than SF. The gel strength of the Anoman 1 flour tended to be higher than Pulut Harapan. It is associated with a high amylose content in starch Anoman 1. Fermentation time tended to increase the stickiness of the gel, but the addition of a starter culture (CC and AC) tended to decrease the stickiness of the gel from Pulut Harapan flour, where the addition of AC treatment resulted a higher reduction than CC. Fermentation time tended to increase the whiteness degree of the two varieties of white flour with the decreased in protein content. Water absorption capacity seemed to increase during fermentation especially Anoman 1 flour and oil absorption capacity tended to decrease during fermentation.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

INDIGENUS DAN APLIKASINYA PADA FERMENTASI

JAGUNG SERTA KARAKTERISASI SIFAT

FISIKOKIMIA TEPUNG YANG DIHASILKAN

RAHMAWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Elvira Syamsir, MSi Dr Dra Suliantari, MS

(11)

dan Aplikasinya pada Fermentasi Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang Dihasilkan

Nama : Rahmawati

NIM : F261080031

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc Ketua

Prof Dr Ir Dedi Fardiaz, MSc Anggota

Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang selalu memberi kemudahan dan karunia-Nya kepada penulis sehingga disertasi

yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Indigenus dan Aplikasinya pada Fermentasi Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang Dihasilkan” dapat diselesaikan.

Sebagian dari disertasi ini, yaitu artikel dengan judul “Isolation and

Identification of Microorganisms during Spontaneous Fermentasion of Maize

telah diterima untuk dipublikasikan pada jurnal nasional terakreditasi Teknologi dan Industri Pangan 24: 1 tahun 2013 dan satu artikel dengan judul “Pasting Properties Of White Corn Flours of Anoman 1 and Pulut Harapan Varieties as

Affected by Fermentation Process” telah disubmit pada jurnal internasional

Starch”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc, Prof Dr Ir Dedi Fardiaz, MSc dan Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, masukan, nasihat, dukungan, serta motivasi kepada penulis sejak penulisan proposal, penelitian hingga penulisan Disertasi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr Ir. Elvira Syamsir, MSi dan ibu Dr Dra Suliantari, MS selaku penguji luar komisi dalam ujian tertutup, serta Prof. Dr. Ir. Giyatmi, MSi dan Dr. Ir. Didah Nur Faridah selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka, yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan disertasi ini. 3. Direktur, staf dan karyawan SEAFAST Center IPB serta Departemen Ilmu

dan Teknologi Pangan IPB yang telah banyak membantu dan memberi kemudahan dalam pelaksanaan penelitian ini.

4. Rektor Universitas Sahid, Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Sahid, Kepala LPPM Universitas Sahid atas kesempatan, dukungan dan motivasi yang telah diberikan kepada Penulis untuk mengikuti studi program doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Yth. Bapak Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr, selaku Dekan Sekolah Pasca Sarjana; Bapak Dr Ir Sam Herodian, MS, selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian; serta Ibu Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan di IPB, yang telah memberikan support dan fasilitas kepada penulis selama menuntut ilmu dan menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Pangan.

(13)

SEAFAST maupun Departemen ITP IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan pelayanan, bantuan, dan kerjasama yang baik dalam membantu penulis bekerja di laboratorium selama penelitian. 8. Sahabat-sahabatku teh Yanti, mba Lula, ceu Nelis, mba Mia, mba Wulan,

mba Mega, mba Tuti, pak Mursalin, pak Rindy dan pak Ace mahasiswa Program Doktor Ilmu Pangan Angkatan 2008; mba Imel, mba Zita, mba Tina, mba Ayu, mas Dede, atas kebersamaannya selama hampir 5 tahun dalam suka dan duka, baik di masa perkuliahan, penelitian, maupun penulisan disertasi. Kenangan indah ini tak akan pernah terlupakan.

9. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) atas dukungan beasiswa BPPS selama menempuh pendidikan enam semester; Departemen Pertanian atas bantuan dana penelitian melalui program KKP3T tahun 2011; Universitas Sahid Jakarta, Yayasan Supersemar dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas bantuan dana penelitian Tahun 2013.

10. Kedua orang tuaku (almarhum bapak Drs Tjartim Hasan Wilatjandra dan almarhumah ibu Kusniati), kedua mertuaku (almarhum bapak Drs Arif Farasara dan ibu Purbatin Darmabrata SH), suami (M. Hamzah Farasara Arifin), dan anak-anakku (Aisyah Prikasih Farasara, Fathiyah Prikasih Farasara, M. Raqief Farasara Arifin) atas kesempatan, dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(14)

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Hipotesis 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Jagung 5

Jagung Putih 8

Tepung Jagung 10

Pati Jagung 10

Fermentasi 13

Sifat Fisik Tepung 27

Sifat Pasting Tepung 29

3 METODE PENELITIAN 32

Tempat dan Waktu 32

Bahan dan Alat 32

Pelaksanaan Penelitian 32

Metode Analisis 35

Analisa Data 44

4 ISOLATION AND IDENTIFICATION OF MICROORGANISMS DURING SPONTANEOUS FERMENTATION OF MAIZE

45

Abstract 45

Introduction 47

Material and Methods 47

Results and Discussion 49

Conclusion 57

Acknowledgement 58

(15)

PUTIH VARIETAS ANOMAN 1 DAN PULUT HARAPAN HASIL FERMENTASI DENGAN PENAMBAHAN KULTUR STARTER

Abstrak 61

Pendahuluan 62

Metodologi 63

Hasil dan Pembahasan 66

Simpulan dan Saran 74

Pustaka 74

6 PASTING PROPERTIES OF WHITE CORN FLOURS OF ANOMAN 1 AND PULUT HARAPAN VARIETIES AS AFFECTED BY

FERMENTATION PROCESS

78

Abstract 78

Introduction 78

Materials and Methods 79

Results and Discussion 82

Conclusion 90

References 90

7 PENGARUH FERMENTASI DENGAN PENAMBAHAN KULTUR STARTER TERHADAP SIFAT FISIK TEPUNG JAGUNG

VARIETAS ANOMAN 1 DAN PULUT HARAPAN

93

Abstrak 93

Pendahuluan 94

Bahan dan Metode 95

Hasil dan Pembahasan 98

Simpulan 107

Pustaka 107

8 PEMBAHASAN UMUM 110

9 SIMPULAN DAN SARAN 116

DAFTAR PUSTAKA 119

(16)

2.1 Komposisi kimia (%) berbagai varitas jagung secara umum 6

2.2 Komposisi kimia (%) berbagai varitas jagung lokal 6

2.3 Komposisi kimia (%) berdasarkan bagian biji jagung kuning 7

2.4 Kandungan asam hidroksinamat dan total polifenol (mg/kg) jagung putih dan biru

9

2.5 Kandungan amilosa dan amilopektin (%) beberapa varietas biji jagung

11

2.6 Sifat amilograf beberapa varitas tepung jagung 11

2.7 Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin 12

2.8 Mikroorganisme dalam beberapa produk fermentasi jagung dan singkong

16

2.9 Perubahan karakteristik mikrobiolgis, fisikokimia, serta sensori selama fermentasi

19

4.1 Description of molds growing during spontaneous fermentation maize grits

51

4.2 Description of yeasts isolated during spontaneous fermentation of maize grits

54

4.3 Identification and characteristics of LABs isolated during spontaneous maize fermentation

55

5.1 Nilai pH air perendam dan tepung jagung varietas Pulut Harapan dan Anoman 1 hasil fermentasi grits jagung dengan penambahan kultur starter

67

5.2 Komposisi kimia jagung yang digunakan 68

5.3 Komposisi kimia tepung jagung varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan hasil fermentasi dengan penambahan kultur starter

69

6.1 Pasting properties profile of maize flour Anoman 1and Pulut Harapan varieties during 36 hours fermentation

83

6.2 Pasting properties profile of maize flour Anoman 1and Pulut Harapan varieties during 48 hours fermentation

84

6.3 Pasting properties profile of maize flour Anoman 1and Pulut Harapan varieties during 72 hours fermentation

86

7.1 Derajat putih (%) tepung jagung hasil fermentasi dengan penambahan kultur starter

(17)

DAFTAR GAMBAR

2.1. Potongan melintang jagung 7

2.2. Struktur internal dan susunan granula pati 12

2.3 Gambar bagian partikel 28

2.4 Profil viskositas pati pada proses gelatinisasi 30 2.5 Profil gelatinisasi pati dengan Brabender Visco Amilograph atau

Rapid Visco Amilograph

30

3.1. Bagan alur persiapan grits jagung untuk fermentasi spontan 34 3.2. Identifikasi mikroba yang berperan dalam fermentasi jagung

secara spontan

35

3.3. Bagan alur persiapan grits jagung untuk fermentasi terkendali 36 3.4. Bagan alur proses pembuatan tepung jagung dengan fermentasi

terkendali

37

4.1. Total plate counts (TPC) of microorganisms and the pH changes during spontaneous fermentation of maize

49

4.2. Mold growth during spontaneous fermentation of maize 50 4.3. An example of microscopic observation of mold slide culture

identified as Acremonium strictum

52

4.4 Yeast growth during spontaneous fermentation of maize 54 4.5 Growth of LABs (log CFU/mL) during spontaneous fermentation

of maize

56

4.6 Changes in amylase activity during spontaneous fermentation of maize

57

5.1. Pola pertumbuhan kapang, khamir, BAL pada grits jagung varietas Anoman 1 (A, C, E) dan Pulut Harapan(B, D, F) berturut-turut selama fermentasi. SF: grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: grits jagung setelah fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi

66

5.2. Kadar amilosa (%) tepung tepung jagung putih varietas Anoman 1 (A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi 72 jam. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi

72

6.1 Pasting properties profile of maize flour Anoman 1 (A) and Pulut harapan (B) varieties during fermentation

79

6.2. Pasting profile of corn flour of Anoman 1 (A) and Pulut Harapan (B) varieties made from corn grits after 72 hours of fermentation. U: Unfermented flours; 72SF: flour made from corn grits after 72 hours of spontaneous fermentation, 72CC: flour made from corn grits after 72 hours of fermentation with addition of a complete starter culture; 72AC: flour made from corn grits after 72 hours of

(18)

starter (AC) culture at 16 hours of fermentation

6.3. Pasting profile of corn flour of Anoman 1 (A) and Pulut Harapan (B) varieties made from corn grits after 48 hours of fermentation. U: Unfermented flours; 48SF: flour made from corn grits after 48 hours of spontaneous fermentation, 48CC: flour made from corn grits after 48 hours of fermentation with addition of a complete starter culture; 48AC: flour made from corn grits after 48 hours of fermentation with complete culture and additional amylolytic starter (AC) culture at 16 hours of fermentation

85

6.4. Pasting profile of corn flour of Anoman 1 (A) and Pulut Harapan (B) varieties made from corn grits after 72 hours of fermentation. U: Unfermented flours; 72SF: flour made from corn grits after 72 hours of spontaneous fermentation, 72CC: flour made from corn grits after 72 hours of fermentation with addition of a complete starter culture; 72AC: flour made from corn grits after 72 hours of fermentation with complete culture and additional amylolytic starter (AC) culture at 16 hours of fermentation

87

7.1 Kurva analisis profil tekstur 95

7.2 Profil tekstur tepung tepung jagung putih varietas Anoman 1 (A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. 72SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan 72 jam; 72CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; 72AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan kultur CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam

fermentasi

96

7.3 Kekerasan gel (gf) tepung jagung putih varietas Anoman 1(A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi

98

7.4 Kelengketan gel (gf) tepung jagung putih varietas Anoman 1(A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah fermentasi CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi

100

7.5 Kapasitas penyerapan air (%) tepung jagung varietas Anoman 1 (A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan penambahan kultur starter lengkap; AC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam fermentasi dengan kultur CC dengan penambahan kultur amilolitik setelah 16 jam fermentasi

(19)

Anoman 1 (A) dan Pulut Harapan (B) selama fermentasi. SF: tepung yang dibuat dari grits jagung dengan fermentasi spontan; CC: tepung yang dibuat dari grits jagung setelah 72 jam

(20)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung merupakan sumber karbohidrat penting setelah beras di Indonesia. Produksi jagung nasional selama tiga tahun terakhir cenderung meningkat, yaitu 18 327 636 ton (2010), 17 643 250 ton (2011), dan 19 377 030 ton (2012) (BPS 2013). Meningkatnya produksi jagung selama 3 tahun terakhir menunjukkan meningkatnya peran jagung menjadi komoditas agribisnis yang semakin penting. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya permintaan produk jagung baik dalam jumlah, ragam, maupun kualitasnya. Pengembangan pembuatan bahan baku jagung untuk industri juga telah dilakukan seperti pembuatan tepung jagung komposit (Susila dan Resmisari 2005), pengembangan jagung sebagai bahan baku bassang (Dharmawidah et al. 2005), pengkajian teknologi produksi dan penyimpanan jagung sosoh pratanak (Tawali 2007), serta pemanfaatan tepung komposit ubi kayu-jagung-terigu pada mi kering (Permana et al. 2010).

Pemanfaatan jagung khususnya jagung putih lokal, saat ini sedang dikembangkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian sebagai varietas unggulan nasional. Kelebihan jagung putih antara lain mengandung pati yang tinggi, warna putih yang menarik, dan produktivitasnya lebih tinggi daripada jagung kuning serta lebih tahan terhadap kekeringan (Qanytah & Prastuti 2008). Varietas jagung putih lokal yang sedang dikembangkan sebagai varietas unggulan nasional antara lain varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan. Jagung putih varietas Anoman 1 tergolong jagung tinggi amilosa dengan kadar amilosa biji jagung sebesar 29,92%, sedangkan varietas lokal Pulut termasuk tipe jagung ketan (waxy corn) dengan kandungan amilosa biji jagung rendah, yaitu 4.25% dan amilopektin tinggi, yaitu 95.75% dan (Suarni 2005). Perbedaan kandungan amilosa dan amilopektin diduga mempengaruhi sifat pasting tepung yang dihasilkan. Untuk mengetahui hal itu maka pada penelitian ini digunakan kedua jenis jagung tersebut.

Pembuatan tepung jagung umum dilakukan dengan merendam grits jagung terlebih dahulu dalam air, dilanjutkan dengan penirisan, pengeringan dan penggilingan. Selama perendaman terjadi aktivitas mikroba (fermentasi spontan) yang dapat merubah sifat fisikokimia jagung. Selama fermentasi spontan jagung, beberapa peneliti melaporkan bahwa mikroba yang paling banyak ditemukan adalah bakteri asam laktat/BAL (Nago et al. 1998) dan khamir (ben Omer dan Ampe 2000). Peneliti lain menemukan kapang selama proses perendaman baik jagung maupun singkong (Tsav-Wua 2004). Mikroba-mikroba ini memengaruhi sifat produk akhir karena baik kapang, khamir, maupun BAL ada yang bersifat amilolitik, selulolitik, pektinolitik, lipolitik, proteolitik, menghasilkan senyawa ester, asam-asam organik, CO2, etanol, dan asam lemak (Ghosh dan Ray 2011;

(21)

beragam. Namun, karena komposisi utama tepung jagung adalah amilosa dan amilopektin, maka pada penelitian ini aktivitas mikroba yang diutamakan adalah yang memiliki sifat amilolitik.

Nche et al. (1996) melaporkan selama perendaman biji jagung pada 4 °C, 25 °C dan 60 °C selama 72 jam, meningkatkan total mikroba aerobik pada air perendam setelah 48 jam menjadi >105 CFU/mL pada sampel yang tidak didisinfeksi, < 104 CFU/mL pada sampel yang didisinfeksi; aktivitas enzim endogenus tinggi (alkalin fosfatase; esterase (C 4); esterase lipase (C 8); lipase (C 14); leucin arilamidase; valin arilamidase; sistin arilamidase; tripsin; kimotripsin; asam fosfatase; naftol-AS-BI-fosfohidrolase, α-galaktosidase; β-galaktosidase; β -glukuronidase; α-glukosidase; β-glukosidase; N-asetil-β-glukosaminidase; α -mannosidase; α-fucosidase); tepung jagung hasil perendaman biji jagung pada suhu 60 °C tidak mempunyai viskositas puncak, sedangkan perendaman pada suhu 60 °C ditambah enzim proteolitik meningkatkan viskositas puncak dan setback tepung yang dihasilkan; semakin rendah pH tepung (pH 6.0, 5.6, dan 3.6) menurunkan viskositas adonan, tidak ada viskositas puncak untuk semua kondisi pH, serta menurunkan viskositas setback; tepung dengan pH 6.0 yang lolos saringan 1.0 mm menunjukkan peningkatan viskositas pasting dan setback. Pada 0, 4, dan 8 jam fermentasi tidak ada viskositas puncak, namun setelah 12 dan 24 jam fermentasi, diperoleh viskositas puncak selama pemanasan pasta. Pada 24 jam fermentasi suhu gelatinisasi lebih rendah, viskositas puncak lebih tinggi, viskositas setback lebih rendah dibandingkan 12 jam fermentasi. Semakin halus ukuran tepung (lolos 4 mm, 1 mm, dan 0.5 mm) semakin menurunkan viskositas puncak dan setback adonan

Hasil penelitian Mestres et al. (2000) menunjukkan bahwa tepung jagung yang diperoleh dari kernel jagung yang direndam sampai 14 hari pada suhu ruang memiliki suhu gelatinisasi dan kemampuan mengembang yang lebih tinggi jika dikeringkan dalam oven suhu 40C selama 24 jam dibandingkan yang dikeringkan dengan sinar matahari selama 10 – 12 jam. Mei-Lan et al. (2008) melaporkan

bahwa tepung jagung yang diperoleh dari perendaman grits jagung berukuran ≤20

mesh dalam air (1 : 3 w/v) pada suhu ruang (26 – 30 °C), selama 21 hari, mempunyai viskositas puncak meningkat selama fermentasi sampai hari ke 7, selanjutnya menurun sampai hari ke 21, di mana mulai hari ke 19 – 21, viskositas puncak lebih rendah dari kontrol; tren viskositas breakdown sama dengan viskositas puncak; viskositas akhir dan viskositas setback menurun selama fermentasi; kekuatan gel meningkat selama fermentasi; tensile stres, tensile strain, dan tensile work pada mi yang dihasilkan meningkat selama fermentasi serta kekerasan, kelicinan, chewiness, elastisitas, dan penerimaan keseluruhan mi yang dihasilkan meningkat selama fermentasi; kadar aflatoksin pada mi lebih kecil dari 5 µg/kg selama fermentasi.

(22)

Bolarinwa (2012) merendam irisan umbi talas setebal 2-2.5 cm dalam air selama 24 dan 48 jam serta mengeringkannya dalam pengering kabinet pada suhu 60 °C selama 24 jam dan menghasilkan tepung dengan kapasitas penyerapan air meningkat selama fermentasi dari 231.29 ±1.4 (0 jam) menjadi 271.11±1.0 (24 jam) dan 287.59±2.1 (48 jam), suhu pasting menurun dari 64.08±0.7 (0 jam) menjadi 63.58±0.5 (24 jam) dan 63.30±0.5 °C (48 jam) serta viskositas puncak menurun dari 178.75±10.8 (0 jam) menjadi 133.08±54 (24 jam) dan 124.46±6 RVU (48 jam) sehingga cocok untuk produk jeli.

Lama fermentasi diduga memengaruhi karakter tepung yang dihasilkan, sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Saat ini, fermentasi yang dilakukan umumnya secara spontan, sehingga sulit untuk mendapatkan produk yang konsisten. Untuk mendapatkan produk yang lebih konsisten, maka perlu dilakukan proses fermentasi terkendali, misalnya dengan menambahkan kultur starter. Fermentasi dengan penambahan kultur starter adalah proses fermentasi yang dilakukan dengan menambahkan mikroba yang diketahui jumlah dan jenisnya. Pengendalian juga dapat dilakukan terhadap suhu dan waktu fermentasi serta kondisi lingkungan proses.

Untuk mengetahui pengaruh penambahan kultur starter selama proses fermentasi terhadap tepung yang dihasilkan, maka perlu dilakukan karakterisasi sifat fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan dengan fermentasi di mana jenis dan jumlah mikroba telah diketahui serta lama fermentasi berbeda.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisikokimia tepung jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur starter dan waktu fermentasi yang berbeda. Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mempelajari mikroorganisme yang berperan pada fermentasi spontan grits jagung putih lokal varietas Anoman 1 yang meliputi jumlah, jenis dan pola pertumbuhan kapang, khamir, BAL; mikroorganisme amilolitik serta kaitannya dengan aktivitas amilolitik dan perubahan pH.

2. Mengembangkan kultur starter untuk fermentasi grits jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut Harapan dengan penambahan kultur starter. 3. Mempelajari sifat fisiko kimia tepung jagung yang dihasilkan oleh jagung

(23)

Hipotesis

1. Mikroorganisme amilolitik dan non-amilolitik berperan selama fermentasi spontan jagung

2. Penambahan kultur starter pada fermentasi jagung akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan

3. Lama fermentasi akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia tepung jagung yang dihasilkan

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Mengetahui informasi tentang mikroorganisme yang berperan selama fermentasi spontan jagung

2. Pembuatan kultur starter untuk fermentasi jagung

3. Memodifikasi proses fermentasi untuk menghasilkan tepung jagung dengan sifat fisikokimia tertentu

Ruang Lingkup Penelitian

(24)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Jagung

Jagung (Zea mays sp) merupakan salah satu bahan pangan sumber karbohidrat. Di pasaran, jagung ditemui dalam berbagai jenis, antara lain (1) jagung tepung (floury corn/Zea mays L. amylacea Sturt). Dikenal sebagai jagung tepung karena biji jagung tepung hampir seluruhnya terdiri dari endosperma lunak sehingga jenis ini disukai sebagai bahan baku pengolahan maizena; (2) jagung gigi kuda (dent corn/Zea mays indentata). Ciri khas jagung ini adalah adanya lekukan (dent) di puncak biji akibat pengerutan bagian lunak pada saat biji mengering. Perbandingan antara bagian keras dan lunak kira-kira 2:1. Biji jagung berwarna kuning, putih, atau warna lain. Bentuk bijinya seperti baji, terbelah dan bersudut, memanjang dengan berat 1000 biji antara 300-500 gram. Jagung ini banyak tumbuh di Amerika Serikat; (3) jagung mutiara (Flint corn/Zea mays indurata). Jenis jagung ini banyak tumbuh di Indonesia. Bagian keras (horny) jagung mutiara terdapat di bagian atas biji, sedang bagian tepungnya di dalam biji, berdekatan dengan lembaga. Jagung mutiara umumnya lebih keras daripada jagung gigi kuda. Bagian keras jagung gigi kuda berada di daerah sekitar lembaga; (4) jagung berondong (pop corn/Zeamays L. everta Sturt). Jenis jagung ini berukuran kecil dan hampir seluruh endospermnya terdiri dari bagian keras. Ada 2 tipe jagung berondong, yaitu (a) tipe jagung berondong beras, yaitu jagung yang berbiji pipih dan meruncing; dan (b) tipe jagung berondong mutiara, yaitu jagung yang bentuk bijinya bulat dan kompak/mampat. Warna biji jagung berondong umumnya kuning dan putih; dan (5) jagung manis. (sweet corn/ Zea mays L. saccharata). Jagung ini mengandung kadar gula tinggi sehingga di Meksiko digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Ciri khas jagung manis adalah berambut putih, di mana biasanya jagung berambut merah. Jagung manis dapat mengalami perubahan rasa menjadi kurang manis bila di sekitar areal pertanaman terdapat jagung biasa; (6) jagung bungkus (Zea mays L. tunicata Sturt). Jagung ini adalah jagung pertama yang ditemui manusia. Jagung ini berbentuk sangat sederhana dan mempunyai daun pembungkus (kelebot) yang membungkus setiap biji jagung. Sebuah kelobot besar membungkus tonglol jagung sehingga bijinya tidak nangkap; (7) jagung ketan (waxy corn/Zea mays L. ceratirta Kulesch). Jenis jagung ini bijinya dan berwarna jernih mengkilat seperti lilin dan sering disebut jagung ketan. Jagung ini mengandung pati yang didominasi oleh amilopektin (71 – 72 %) dengan rupa yang menyerupai tepung tapioka (Muchtadi dan Sugiyono 2002). Komposisi kimia jagung berbagai varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.

(25)

Tabel 2.1. Komposisi kimia (%) berbagai varietas jagung secara umum Varietas A i r A b u Protein Serat

kasar

Lemak Karbohidrat

Kristalin 10.5 1.7 10.3 2.2 5.0 70.3

Floury 9.6 1.7 10.7 2.2 5.4 70.4

Starchy 11.2 2.9 9.1 1.8 2.2 72 8

Manis 9.5 1.5 12.9 2.9 3.9 69.3

Pop 10.4 1.7 13.7 2.5 5.7 66.0

H i t a m 12.3 1.2 5.2 1 4.4 75.9

Sumber: Cortez dan Wild-Altamirano (1972).

Tabel 2.2. Komposisi kimia (%) berbagai varietas jagung lokal Varietas A i r A b u Protein Serat

kasar

Lemak Karbohidrat

Srikandi Putih*)

10.08 1.81 9.99 2.99 5.05 73.07

Srikandi Kuning*)

11.03 1.85 9.95 2.97 5.10 72.07

Anoman* ) 10.07 1.89 9.71 2.05 4.56 73.77

Lokal pulut*)

11.12 1.99 9.11 3.02 4.97 72.81

Lokal nonpulut*)

10.09 2.01 8.78 3.12 4.92 74.20

Bisi 2**) 9.70 1.00 8.40 2.20 3.60 75.10

Lamuru * * ) 9.80 1.20 6.90 2.60 3.20 76.30 *)Suarni dan Firmansyah (2005).

**)Suharyono et al. (2005).

(26)

Gambar 2.1. Potongan melintang jagung (Shukla dan Cheryan 2001)

Tabel 2.3. Komposisi kimia berdasarkan bagian biji jagung kuning (%)

Komponen Kulit ari Endosperma Lembaga

Protein 3.70 8.00 18.40

Lemak 1.00 0.80 33.20

Serat kasar 86.70 2.70 8.80

Abu 0.80 0.30 10.50

Pati 7.30 87.60 8.30

Gula 0.34 0.62 10.80

Sumber : Watson (2001)

Endosperma merupakan cadangan makanan dengan jumlah sekitar 75 % bobot biji yang mengandung 90 % pati dan 10 % protein, mineral, minyak, dan lainnya (Hardman dan Gunsolus 1998). Endosperma jagung terdiri dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm).

Pati jagung tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai unit D-glukosa yang panjang dan

tidak bercabang. Antar rantai digabungkan oleh ikatan α (14). Amilopektin merupakan glukosa dengan rantai bercabang. Residu glukosa yang berdekatan digabungkan oleh ikatan α (14) glikosidik sedangkan pada titik percabangan

digabungkan oleh ikatan α (16) glikosidik. Komposisi amilosa dan amilopektin dalam biji jagung terkontrol secara genetik. Secara umum jagung mengandung amilosa 25 – 30 % dan amilopektin 70 – 75 %. Komposisi amilosa : amilopektin berpengaruh terhadap sifat sensori jagung terutama tekstur dan rasanya. Semakin tinggi kandungan amilopektin, tekstur dan rasa jagung semakin lunak, pulen dan enak. Komposisi ini juga berpengaruh terhadap sifat amilografnya (Widowati et al. 2005).

(27)

(protein larut garam) sebanyak 5 %; (3) nitrogen non protein sebanyak 6 %; (4) prolamin atau zein (protein larut alkohol konsentrasi tinggi) sebanyak 52 %; dan (5) glutelin (protein larut alkali) sebanyak 26 %. Sisanya sekitar 5 % adalah residu nitrogen (Suarni dan Widowati 2007).

Fraksi zein adalah simpanan protein utama jagung. Zein mengandung leusin yang tinggi, tetapi lisin sangat rendah dan triptofan dalam jumlah terbatas (Patterson et al. 1980). Zein menentukan kekerasan endosperm jagung. Zein dan kandungan resinnya mempunyai kemampuan membentuk lapisan yang kuat, mengkilap, tahan lemak, dan tahan terhadap serangan mikroba. Zein terdiri dari campuran peptida yang berbeda ukuran molekul, kelarutan dan muatannya. Fraksi

utama zein adalah α dan β zein. Alfa zein larut dalam 95% etanol dan β zein larut

dalam 60 % etanol, tetapi tidak larut dalam 95 % etanol. Zein ini relatif tidak stabil, segera mengalami pengendapan dan penggumpalam. Alfa zein mengandung histidin, arginin, prolin, dan metionin yang lebih rendah

dibandingkan β zein (Shukla dan Cheryan 2001). Zein bersama-sama dengan adanya pati, hidroksipropil metilselulose, gula, garam, yeast dan air dapat membentuk adonan yang bersifat kohesif, ketahanan dan viskoelastisnya mirip gandum ketika dicampur pada saat suhu di atas suhu ruang (misalnya 40°C) karena adonan ini dapat menahan gas (Schober et al. 2010). Fraksi albumin, globulin, dan glutelin mengandung lisin dan triptofan relatif tinggi (Patterson et al. 1980).

Lembaga merupakan bagian biji jagung yang cukup besar. Pada biji jagung tipe gigi kuda, lembaga mencapai 11.5 % dari bobot keseluruhan biji. Lembaga ini sendiri sebenarnya tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio (embryonic axis). Lembaga terdiri atas plumula, radikel, dan skutelum, yaitu sekitar 10 % dan perikarp 5 %. Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10 % protein (Wilson 1987).

Jagung Putih

Jagung putih adalah butiran biji jagung tanpa mengandung pigmen kuning. Secara lengkapnya, endosperm biji jagung putih tidak hanya harus murni putih, tidak mengandung pigmen kuning, tetapi juga tidak berwarna merah atau biru yang disebabkan adanya pigmen antosianin dan coklat atau perubahan warna lain karena adanya komponen flavonoid (Poneleit 2001).

Saat ini Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian sedang mengembangkan benih jagung khususnya jagung putih lokal varietas Anoman 1 dan Pulut sebagai varietas unggulan nasional. Kelebihan jagung putih antara lain mengandung polifenol tinggi, pati yang tinggi, dan warna putih yang menarik sedangkan kelemahannya adalah mempunyai biji yang keras sehingga kurang disukai masyarakat (Pozo-Insfran et al. 2006). Kandungan senyawa fenolik pada jagung putih dapat dilihat pada Tabel 2.4.

(28)

(Helminthosporium Turcicum) serta bercak daun kelabu (Cercosporazeae maydis). Tanaman Anoman 1 rata-rata menghasilkan jagung sebanyak 4.6 ton/ hektar dengan potensi hasil sebesar 5.6 ton/hektar (Balit Tanaman Serealia 2007).

Tabel 2.4. Kandungan asam hidroksinamat dan total polifenol (mg/kg) jagung putih dan biru

Polifenol Jagung putih (mg/kg bk)

Jagung biru Meksiko (mg/kg bk)

Jagung biru Amerika (mg/kg bk) Asam protokatekuat derivatif-1a 14.2c+1.2 nd nd

Asam galat 3.9 +0.4 nd nd

Asam protokatekuat derivatif-2 4.2+0.6 nd nd

Asam ferulat derivatif-1b 87.8 +3.4 nd nd

Asam kumarik-p acid derivatif-1b 1.3 +0.4 nd nd

Katekin ndb 21.4+1.5 13.9+0.8

Asam kumarik-p bebas 6.6 +0.2 nd 1.3+0.5

Asam ferulik bebas 2484 + 32 202 + 4.6 927 + 15 Asam kumarik-p derivatif-2 221.2 +4.5 0.62 + 0.12 nd Asam ferulik derivatif-2 88.6 + 5.5 45.9 + 3.4 154 + 8.9 Asam ferulik derivatif-3 769 + 20 78.5 + 2.6 nd

Asam ferulik derivatif-4 172 + 7.5 nd nd

Asam ferulik derivatif-5 424 + 24 nd 35.5 + 3.1 Asam ferulik derivatif-6 816 + 18 102 + 5.8 121 + 15 Asam kumarik-p derivatif-3 5.3 + 0.85 0.53 + 0.11 57.3 + 8.6 Total fenolikc 4899 + 119 451 + 18.1 1310 + 52 Keterangan (Pozo-Insfran et al. 2006) :

a. Derivatif dihitung sebagai ekuivalen bentuk bebas. b. Senyawa tidak terdeteksi.

c. Total asam fenolik yang dihitung dengan HPLC.

(29)

Tepung Jagung

Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku pangan umumnya dikonsumsi sebagai jagung segar, dibuat tepung jagung, minyak atau pati jagung (maizena). Tepung jagung diperoleh dengan menggiling biji jagung menjadi tepung. Pada proses ini terjadi pemisahan perikarp, endosperm, dan lembaga serta proses pengecilan ukuran. Perikarp harus dipisahkan pada proses pembuatan tepung karena kandungan seratnya tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Pada proses pembuatan tepung, dilakukan pemisahan lembaga karena tanpa pemisahan lembaga akan menyebabkan tepung mudah tengik. Tip cap atau bahan pangkal juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Selain itu partikel tip cap akan terlihat sebagai butir – butir hitam yang mengotori warna tepung. Pada pembuatan tepung, endosperm merupakan bagian yang digiling menjadi tepung.

Rooney dan Serna-Saldivar (2003) menggolongkan penggilingan jagung dengan metode kering menjadi tiga metode, yaitu: proses degerming tempering, stone-ground process atau proses nondegerming dan proses pemasakan secara alkali (nixtamalization). Ketiga proses tersebut akan menghasilkan karakter tepung dan nilai gizi yang berbeda. Proses degerming tempering paling umum dilakukan, yaitu dengan cara memisahkan bagian endosperm dan dilanjutkan dengan penggilingan, pengeringan, dan pengayakan. Proses ini menghasilkan tepung jagung berukuran paling halus.

Menurut SNI 01-3727-1995, syarat ukuran partikel tepung jagung adalah minimal 99 % lolos ayakan 60 mesh dan minimal 70 % ayakan 80 mesh dengan kadar air maksimal 10 %. Menurut Serna-Saldivar et al. (2001) tepung jagung mempunyai ukuran partikel kurang dari 0.193 mm (lolos ayakan US no 75).

Pengembangan pembuatan bahan baku jagung untuk industri juga telah dilakukan seperti pembuatan tepung jagung komposit (Susila dan Resmisari 2005), pengembangan jagung sebagai bahan baku bassang (Dharmawidah et al. 2005), pengkajian teknologi produksi dan penyimpanan jagung sosoh pratanak (Tawali 2007), serta pemanfaatan tepung komposit ubi kayu-jagung-terigu pada mi kering (Permana et al. 2010).

Pati Jagung

Kandungan utama jagung adalah pati (72 - 73 %), yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Rasio amilosa : amilopektin berkisar antara 25 - 30 % : 70 – 75 %. Pada jagung ketan (waxy maize) kadar amilopektin dapat mencapai 100%. Kandungan amilosa dan amilopektin biji jagung dari beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 2.5.

(30)

Tabel 2.5. Kandungan amilosa dan amilopektin (%) beberapa varietas biji jagung.

Tabel 2.6. Sifat amilograf beberapa varietas tepung jagung

Varietas Awal Sumber : Suarni dan Firmansyah (2005)

Pati dikenal sebagai bahan semikristalin yang granulanya mengandung bagian kristal dan amorf secara bergantian. Daerah kristal menyusun polimer amilopektin secara predominan di mana pada cabang lebih luar diikat oleh ikatan hidrogen satu sama lain untuk membentuk kristal yang tidak terlepas/kusut selama gelatinisasi. Daerah amorf terutama terdiri dari amilosa dan titik percabangan amilopektin (Ratnayake 2006). Struktur internal dan susunan granula pati dapat dilihat pada Gambar 2.2. Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin disajikan pada Tabel 2.7.

(31)

Gambar 2.2. Struktur internal dan susunan granula pati (Gallant et al. 1997)

Tabel 2.7. Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin

Sifat Amilosa Amilopektin

Tipe Ikatan Linear (α-1,4) Bercabang (α-1,4 dan α-1,6) Bobot Molekul 100 ribu -1 juta dalton 1 juta –10 Juta dalton Derajat Polimerisasi 1500-6000 3x105 - 3x106

Panjang rantai rata2 ~103 20-25

Kompleks helix Kuat Lemah

Sifat pembentuan film Kuat Lemah

Pewarnaan dengan iodin Biru Coklat kemerahan Larutan encer Tidak stabil Stabil

Retrogradasi Cepat Lambat

Sifat pembentuk gel Terbentuk gel-kaku, tidak dapat balik

Tidak terbentuk gel-lunak, dapat balik

(32)

Amilopektin merupakan polimer yang mempunyai ikatan α-(1,4) pada rantai lurusnya dan ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya. Ikatan percabangan berjumlah sekitar 4-5% dari seluruh ikatan yang ada pada amilopektin. Amilopektin secara dominan bertanggung jawab terhadap kristalinitas granula pati (Gallant et al. 1997, Ratnayake et al. 2006).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses metabolik yang melepaskan energi dari gula atau molekul organik lain, yang tidak membutuhkan oksigen atau sistem transport elektron, dan menggunakan molekul organik sebagai aseptor elektron akhir. Berbagai mikroorganisme dapat memfermentasi berbagai substrat, di mana produk akhir yang dihasilkan tergantung jenis mikroba yang tumbuh, substrat, dan enzim yang berperan. Berdasarkan sumber mikroba yang berperan, proses fermentasi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu fermentasi spontan, back slopping, dan fermentasi terkendali. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dalam bentuk starter atau ragi. Proses fermentasi berlangsung dengan mengandalkan mikroba yang terdapat pada bahan baku. Fermentasi back slopping adalah proses fermentasi yang berlangsung dengan menggunakan mikroba yang terdapat pada produk hasil fermentasi sebelumnya dan fermentasi terkendali adalah proses fermentasi yang berlangsung dengan menambahkan mikroba dalam jumlah dan jenis tertentu secara langsung pada bahan baku yang akan difermentasi. Cara pertama dapat menghasilkan mutu produk yang tidak seragam karena jumlah dan jenis mikroba yang berperan belum tentu sama pada setiap proses. Demikian juga dengan cara kedua kemungkinan gagal, artinya mutu tidak seragam, cukup besar. Sebaliknya, dengan menggunakan cara ketiga kemungkinan berhasil (mutu produk seragam untuk setiap kali ulangan) sangat besar karena jumlah dan jenis mikroba awal diketahui sehingga hasilnya pun dapat diprediksi (Tortora et al. 2004).

Mikroba yang berperan besar dalam pembuatan produk pangan fermentasi diantaranya adalah Bakteri Asam Laktat (BAL). Berdasarkan genotipnya, BAL saat ini diklasifikasikan menjadi 21 genus, yaitu Lacobacillus, Carnobacterium, Leuconostoc,Oenococcus,Weissella, Pediococcus, Aerococcus, Tetragenoecoccus, Streptococcus, Enterococcus, Lactococcus, Vagococcus, Alloiococcus, Dolosigranulum, Globicatella, Lactospphaera, Dossilococcus, Eremococcus, Faklamia, Helcococcus, dan Igravigranum. Ciri-ciri umum BAL adalah gram positif vegetatif, tidak membentuk spora, katalase negatif, tidak memiliki sitokrom, bersifat aerotoleran, fastidious, tahan asam, menghasilkan asam laktat sebagai produk utama fermentasi, dan tidak dapat mensitesis cincin porfirin. BAL dapat tumbuh secara normal pada bahan pangan yang kaya gizi seperti daging, susu, dan sayuran. Selain itu BAL juga dapat tumbuh normal pada rongga mulut, saluran usus halus, dan vagina. Morfologi sel Lactobacillus berbentuk batang, biasanya panjang dan ramping. Kebanyakan spesies berbentuk rantai (Axelsson 2004).

(33)

pada suhu di atas atau di bawah batas tersebut, contohnya Lactobacillus (Corsetti dan Settanni 2007). Berdasarkan hasil metabolismenya, BAL dikenal dalam dua kelompok, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Menurut Axelsson 2004) golongan homofermentatif menghasilkan asam laktat antara 85 - 90 % sebagai hasil akhir proses fermentasi. Asam laktat merupakan hasil dari fermentasi gula. Golongan heterofermentatif hanya menghasilkan sekitar 50 % asam laktat. Selain asam laktat, golongan heterofermentatif juga menghasilkan CO2, senyawa

asetaldehid, dan diasetil, alkohol, dan ester yang sangat penting untuk pembentukan aroma dan flavor.

Karakteristik yang membuat Lactobacillus penting pada produk fermentasi adalah (1) berkontribusi pada pengembangan flavor, yaitu mampu memfermentasi gula dengan menghasilkan asam-asam organik (terutama asam laktat dan asetat), alkohol, ester, dan karbonil; mampu mengurai protein menjadi asam amino terutama ornitin, leusin, fenilalanin; (2) memengaruhi struktur adonan, yaitu mensekresi homopolisakarida (HoPS) yang memperbaiki struktur produk baking, mensekresi heteropolisakarida (HePS) yang memperbaiki struktur yoghurt dan produk-produk susu fermentasi, membentuk eksopolisakarida (EPS) yang memengaruhi viskositas adonan asam; (3) memperbaiki kualitas zat gizi dan aspek kesehatan, yaitu dengan menurunkan faktor antigizi, seperti menurunkan kandungan fitat; mengkonversi senyawa toksik seperti menurunkan pengaruh celiac spue dari gluten; (4) menghasilkan senyawa antimikroba yaitu bakteriosin, senyawa anti kapang, dan antimikroba (Corsetti dan Settanni 2007).

Selama proses fermentasi, bakteri menguraikan karbohidrat atau glukosa menjadi asam laktat. Setelah karbohidrat, maka protein akan dihidrolisa dan terakhir lemak. Ketiga komponen ini selanjutnya akan membentuk produk akhir berupa asam laktat dan senyawa lainnya (Fardiaz 1989).

Selain bakteri, kapang dan khamir juga dapat berperan selama proses fermentasi. Di banyak negara, kapang dan khamir juga banyak dimanfaatkan dalam proses fermentasi. Produk-produk fermentasi kapang dipengaruhi oleh berbagai enzim yang dihasilkan oleh kapang dimana enzim akan memengaruhi perubahan substrat. Enzim utama yang dihasilkan kapang adalah protease dan karbohidrase. Beberapa kapang menghasilkan enzim lipase. Kapang yang bersifat amilolitik akan memecah pati menjadi gula-gula sederhana. Kapang yang bersifat proteolitik akan memecah protein menjadi asam amino, dan kapang lipolitik akan memecah lemak menjadi asam lemak dan senyawa aromatik lainnya. Enzim amilase banyak digunakan untuk merubah karakter bahan pangan yang mengandung karbohidrat tinggi, contohnya pada pembuatan roti, alkohol, minuman dan beberapa produk-produk konfeksioneri. Enzim selulase bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan mencerna serat makanan.

(34)

memproduksi selulase. Aspergillus niger selain memiliki aktivitas amilolitik, juga mempunyai aktivitas pektinolitic (Heerd et al. 2012). Panagiotou et al. (2013) melaporkan bahwa Fusarium oxysporum menghasilkan enzim sellulolitik dan xilanolitik.

Khamir menyukai produk pangan yang mengandung gula tinggi dan mengubah gula menjadi alkohol. Di samping itu, khamir pun menghasilkan enzim protease, lipase, karbohidrase. Omemu et al. (2007) melaporkan bahwa Candida krusei menghasilkan enzim lipase, esterase, dan amilase yang berkontribusi pada flavor produk akhir. Kodamae ohmeri memproduksi enzim phytase dalam biji-bijian (Li et al. 2008) dan lipase (Bussamara et al. 2010). Candida famata memproduksi enzim glukoamilase (Mohammed 2007), lipase dan protease (Wojtatowicz et al. 2001).

Selama proses fermentasi yang menggunakan bahan baku utama mengandung karbohidrat tinggi, baik secara spontan mau pun dengan penambahan kultur starter, mikroba yang berperan pada awal fermentasi adalah mikroba yang bersifat amilolitik. Mikroba amilolitik menghasilkan enzim amilase. Mikroba ini dapat berupa kapang, khamir, maupun bakteri. Mikroba amilolitik akan bekerja di awal memecah karbohidrat menjadi gula-gula sederhana. Selanjutnya mikroorganisme non-amilolitik mulai aktif dengan memanfaatkan gula-gula yang dihasilkan oleh kapang, khamir dan bakteri amilolitik. Selain itu khamir dan BAL mempunyai hubungan yang saling menguntungkan. Halm et al. (2004) melaporkan bahwa khamir mempunyai toleransi yang tinggi terhadap asam laktat. Bahkan, Candida krusei dapat menstimulasi pertumbuhan Lactobacillus plantarum dan ditemukan pada fermentasi jagung untuk produksi ogi.

Proses fermentasi dilaporkan dapat memperbaiki mutu umbi-umbian dan seralia, terutama produk singkong dan jagung. Fermentasi singkong secara spontan dapat mengurangi kandungan asam sianida (Tsav-Wua et al. 2004), sedangkan fermentasi jagung dapat meningkatkan kandungan lisin dan metionin (Teniola et al. 2001). Mikroorganisme yang diisolasi pada beberapa produk hasil fermentasi biji dan tepung jagung serta tepung dan bubur singkong secara spontan dapat dilihat pada Tabel 2.8, sedangkan perubahan selama fermentasi disajikan pada Tabel 2.9.

(35)

Tabel 2.8. Mikroorganisme dalam beberapa produk fermentasi jagung dan singkong

Nama produk

Deskripsi/ proses pembuatan Bagian yang dianalisa

Jenis mikroba Referensi

Ogi Makanan tradisional

90% : Lactobacillus fermentum cellobiosus, L. brevis, dan L. fermentum spp.

6%: L. curvatus, L. buchneri (jagung : air perendam = 15kg : 32 L), wet milling, fermentasi daun pisang, didiamkan pada suhu 30ºC selama 0, 4, 24, 48, 72, dan 96 jam

Bola-bola biji jagung rebus

Total mikroba 109-1010 CFU/g, bagian luar bola-bola 5x lebih banyak dari bagian tengah bola-bola

BAL: hari 0-1: 107 menjadi 108 CFU/g, hari 2: 109 CFU/g, hari 3: 108 CFU/g

Streptococus sp (25-75%)

L. fermentum (2 hari pertama), kemudian L. plantarum, L casei, L. delbruekii

Khamir: maksimal 108 CFU /g pada bagian luar (24 jam) dan bagian tengah meningkat setelah 4 hari

Fungi: maksimal 108 CFU /g pada bagian luar (48 jam) dan tidak terdeteksi pada bagian tengah (72 jam)

ben Omar dan Ampe (2000)

Ogi Fermentasi biji jagung dalam air yang ditambah L.

plantarum, 96 jam (48 jam

Biji jagung hasil

fermentasi Saccaharomyces cerevisiae, Candida krusei, C. tropicalis, Geotrichum candidum, G. fermentans, dan Rhodotorula graminis.

(36)

perendaman & 48 jam pengasaman)

Semua isolat kecuali G. fermentans, dan Rhodotorula graminis dapat mendegradasi fitat

Semua khamir mempunyai aktivitas lipase dan protease. Hanya Saccaharomyces cerevisiae dan Candida krusei mempunyai aktivitas amilolitik

Pertumbuhan khamir (Saccaharomyces cerevisiae dan Candida krusei)

ditingkatkan dengan adanya L. plantarum, tetapi pertumbuhan L. plantarum secara nyata ditingkatkan oleh Candida krusei.

Kpoor umbi singkong dalam air 2 - 5 hari, 30 +1 °C

modifikasi: perendaman irisan umbi singkong (10-15 mm tebal) dalam

potable water yang telah dicuci 2x dengan air, 37 °C, 48 jam. Penjemuran dengan sinar matahari

Tepung singkong Total bakteri:

tradisional: 2.7x103– 1.2x107 CFU/g modifikasi: 3.5x102 CFU /g

 Jenis bakteri

tradisional: Leuconostoc spp, Lactobacillus spp, Stphylococcus spp, Micrococcus spp, Bacillus spp, Streptococcus spp, coliform E. Coli.

modifikasi: sama, tanpa coliform  Total khamir & kapang

tradisional: 1.9x103– 3.9x105 CFU /g modifikasi: 1.5x103 CFU /g

 Jenis fungi: Aspergillus spp, Penicilium spp, Saccaharomyces spp, Geotricum candidum

Tsav-Wua

et al.

(2004)

Foo-foo Dibuat dari tepung singkong fermentasi, yang dibuat coprophilus (53.3%), Lactobacillus delbrueckii (13.3%), Lactobacillus fermentum

(6.7%)

24 jam: Lactococcus lactis (65%)

48 jam: Leuconostoc mesenteroides (59%) meningkat menjadi 71% pada 72 jam Tahap akhir fermentasi Lactobacillus plantarum meningkat secara signifikan (sampai 100% setelah 8 hari fermentasi).

Khamir: muncul setelah 48 jam (Candida spp), 103 - 105 sel/g (bk) pada akhir

(37)

proses

Pati singkong asam

Perendaman bubur singkong dalam air berlebih selama 45 hari (A) dan 29 hari (B)

Bubur singkong -L.fermentum : hari ke 2-45 -L.brevis : hari13

-L.perolens : hari40

-L.plantarum a: hari 13 dan 40 -L.plantarum b : hari 13 sampai 45 -L.plantarum c: hari 13

-Candida rugosa: hari 2 -Candida humilis: hari 13 -Candida tropicalis: hari 2-13 -Debaryomyces hansenii: hari 2 -Galactomyces geotricum:hari 2-15 -Issatchenkia sp: hari 2-13, 45 -Dipodascus ingens: hari 13

-Rhodotorula mucilaginosa: hari 2, 15 -Bacillus cereus

-L.fermentum : hari ke 1-29 -L.perolens : hari 6

-L.plantarum a: hari 23

-L.plantarum b : hari 1 sampai 29 -Candida cylindracea:hari 1 -Candida ethanolica-like: hari 6-23 -Saccharomycesexiguus: hari 6 -Candida rugosa: hari 23 -Candida tropicalis: hari 1

-Galactomyces geotricum: hari 1-23 -Issatchenkia sp: hari 1-23

-Issatchenkia terricola:hari 6 -Kluyveromyces lactis: hari 1 -Dipodascus ingens: hari 23

(38)

Tabel 2.9. Perubahan karakteristik mikrobiologis, fisikokimia serta sensori selama fermentasi

Nama produk

Deskripsi / proses pembuatan Perubahan selama fermentasi Referensi

Kenkey Makanan tradisional di Ghana

Biji jagung direndam dalam air (1:2) dengan 6 strain Lactobacillus fermentum (107 dan 108 koloni/mL) dan campuran antara Lactobacillus fermentum (108 koloni/mL) dengan Saccharomyces cerevisae (105 koloni/mL) pada 5 kg biji jagung

 Nilai pH adonan antara 4.85 - 5.10 pada awal fermentasi, turun menjadi antara 3.70 - 3.85 setelah 24 jam dan 3.65 - 3.80 setelah 48 jam.

 Hasil uji organoleptik : panelis lebih menyukai aroma, rasa, keasaman, tekstur dan penerimaan secara umum produk yang dibuat dari tepung jagung yang difermentasi dibandingkan kontrol.

Halm et al. (1996)

Kenkey Biji jagung dicuci 2x2 menit dengan air destilasi steril dan didisinfeksi dengan larutan sodium hipoklorit 10 g/L. Kemudian kernel dicuci 2x2 menit dengan air destilasi steril. Selanjutnya direndam dengan air destilasi steril pada suhu 4 °C, 25 °C, 60 °C selama 72 jam.

Biji jagung yang tidak diberi perlakuan di atas, direndam pada kondisi yang sama sebagai kontrol

Perlakuan : DM (dry milling maize), DMS (dry maize milled before soaking); WMS

Selama perendaman biji jagung pada 4 °C, 25 °C dan 60 °C selama 72 jam

 Meningkatkan total mikroba aerobik pada air perendam setelah 48 jam menjadi >105 CFU/mL pada sampel yang tidak didisinfeksi, < 104 CFU/mL pada sampel yang didisinfeksi

Water uptake meningkat dari 0.42 mL/g bk pada 24 jam menjadi 0.5 mL/g setelah 72 jam

 Aktivitas enzim endogenus tinggi (alkalin fosfatase; esterase (C 4); esterase lipase (C 8); lipase (C 14); leusin arilamidase; valin arilamidase; sistin arilamidase; tripsin; kimotripsin; asam fosfatase; naftol-AS-BI-fosfohidrolase, α

(39)

(whole maize soaking before milling) galaktosidase; β-galaktosidase; β-glukuronidase; α

-glukosidase; β-glukosidase; N-asetil-β-glukosaminidase; α -mannosidase; α-fukosidase).

 Perendaman pada suhu 60 °C tidak mempunyai viskositas puncak

 Perendaman pada suhu 60 °C ditambah enzim proteolitik meningkatkan viskositas puncak dan setback

 Semakin rendah nilai pH (pH 6.0, 5.6, dan 3.6) akan

menurunkan viskositas adonan, tidak ada viskositas puncak untuk semua kondisi pH, menurunkan viskositas setback  Tepung dengan pH 6.0 yang lolos saringan 1.0 mm

menunjukkan peningkatan viskositas pasting dan setback. Pada 0, 4, dan 8 jam fermentasi tidak ada viskositas puncak. Setelah 12 dan 24 jam fermentasi, diperoleh viskositas puncak selama pemanasan pasta. Pada 24 jam fermentasi suhu gelatinisasi lebih rendah, viskositas puncak lebih tinggi, viskositas setback lebih rendah dibandingkan 12 jam fermentasi.

 Semakin halus ukuran tepung (lolos 4 mm, 1 mm, dan 0.5 mm) semakin menurunkan viskositas puncak dan setback adonan

Tepung jagung & singkong fermentasi

Perendaman dalam air, 20 atau 35 °C, 15 hari, dikeringkan sinar matahari 10-12 jam atau oven 40 °C, 24 jam

24 jam:

 Asam laktat: tepung jagung (5.7 - 10.3 g/kg bk) > tepung singkong difermentasi (1.2 - 3.2 g/kg bk)

 Suhu gelatinisasi 79.9 - 80.6 °C untuk tepung yang

Gambar

Tabel 2.6. Sifat amilograf beberapa varietas tepung jagung
Tabel 2.7. Beberapa sifat penting amilosa dan amilopektin
Tabel 2.8. Mikroorganisme dalam beberapa produk fermentasi jagung dan singkong
Tabel 2.9. Perubahan karakteristik mikrobiologis, fisikokimia serta sensori selama fermentasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

BERITA ACARA PENETAPAN PEMENANG Nomor: 09/INDAGKOP/LU.BAPP/II/ULP-P1/V-2012 Tanggal 31 MEI 2012 maka UNIT LAYANAN PENGADAAN KELOMPOK KERJA PEKERJAAN KONSTRUKSI Kabupaten kepulauan

[r]

hasil penelitian dimana berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa perilaku lampau mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas konsumen pada ADA

The analysis reevaluates the predictive ability of models of exchange rate determination by verifying the robustness of the recent empirical evidence in favor of models of exchange

Menimbang : bahwa untuk rnelaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, perlu

The purposes of this research are; First, to prove and analyze the influence of transformational leadership towards employee job satisfaction; Second, to prove and analyze

Penelitian ini membahas tentang Analisis Kebijakan Pemerintah tentang Buku.. Sekolah Elektronik, yaitu Permendiknas RI Nomor 2 Tahun 2008

Secara keseluruhan berdasarkan data di atas untuk analisis faktual desain modul matakuliah analisis kebijakan pendidikan untuk instrumen (1) kelayakan isi, (2)