• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Hasil Belajar Aspek Kognitif

Dampak yang timbul dari model pembelajaran word square terhadap pencapaian hasil belajar kognitif ditunjukan oleh tabel 4.6 dan gambar 4.6 yang menggambarkan terjadinya peningkatan hasil belajar di siklus 2.

Tabel 4.6 Hasil Postest Siswa Siklus 1 dan Siklus 2

Gambar 4.6. Grafik Perbandingan Ketuntasan Klasikal Aspek Kognitif Postest 1 dan Postest 2

Dari hasil postest pada siklus 1, diketahui bahwa rata-rata nilai sebesar 77,71 dengan nilai yang tuntas atau mencapai KKM secara

66.66%

87.50%

Postest 1 Postest 2

No Jenis Data yang Diamati Hasil yang diperoleh Postest 1 Postest 2

1 Nilai Tertinggi 87 97

2 Nilai Terendah 63 70

3 Jumlah siswa yang nilainya mencapai KKM (≥ 75)

16 21

4 Jumlah siswa yang nilainya belum mencapai KKM (<75)

8 3

5 Rata-rata nilai 77,71 83,16

klasikal sebesar 66,66%. Sedangkan 33,34% siswa nilainya belum mencapai KKM. Hasil nilai postest siklus 1 tersebut belum memenuhi target penelitian yang diharapkan, yaitu sekurang-kurangnya 75% siswa nilai postest ≥ 75. Berdasarkan kondisi tersebut, siklus 2 dilakukan untuk mencapai target penelitian.

Setelah dilakukan postest siklus 2, diketahui bahwa rata-rata nilai sebesar 83,16 dengan nilai yang tuntas atau mencapai KKM secara klasikal sebesar 87,50%. Sedangkan yang belum mencapai KKM adalah 12,50% siswa. Hasil nilai postest siklus 2 tersebut telah mencapai target penelitian yang diharapkan, yaitu sekurang-kurangnya 75% siswa nilai postest ≥ 75. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian dihentikan pada siklus 2.

Peningkatan hasil belajar di akhir siklus tersebut sangat didukung oleh penerapan model pembelajaran word square, dimana penerapan model ini mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran sistem saraf. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa dilatih untuk teliti dan tepat saat mencari dan menjawab pertanyaan dalam lembar kerja. Penerapan model pembelajaran word square ini menekankan pada siswa untuk dapat berpikir efektif dalam menentukan jawaban mana yang paling tepat dari kata yang di temukan. Kegiatan tersebut membantu siswa untuk dapat mengingat materi sistem saraf yang sulit dipahami karena bersifat abstrak. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian yang dilakukan dengan

menerapkan model pembelajaran word square telah mencapai target yang ingin dicapai.

2. Hasil belajar Afektif

Hasil belajar aspek afektif siswa kelas XI SAINS megalami peningkatan seperti yang disajikan pada tabel 4.7 dan gambar 4.7. hasil belajar mengalami peningkatan.

Tabel 4.7 Hasil observasi aspek Afektif

No Kategori Nilai Huruf Persentase (%)

Siklus 1 Siklus 2

1. Sangat Baik A 20,83 25,00

2. Baik B 70,84 75,00

3. Cukup C 8,33 0

4. Kurang D 0 0

Gambar 4.7. Grafik Perbandingan Persentase Aspek Afektif Siklus 1 dan Siklus 2

Dari data yang diperoleh menunjukan adanya perbedaan tingkat aktivitas belajar siswa pada siklus 1 dan siklus 2 pada aspek afektif. Hasil

Sangat baik Baik Cukup Kurang

20.83% 70.84% 8.33% 0% 25% 75% 0% 0%

observasi menunjukan adanya peningkatan aktivitas belajar pada aspek afektif. Presentase hasil belajar siswa yang masuk kategori sangat baik pada siklus 1 sebesar 20,83% dan mengalami peningkatan sebesar 4,17% menjadi 25,00% pada siklus 2. Peningkatan hasil belajar sebesar 4,16% juga terjadi pada siswa yang masuk ketegori baik yaitu dari 70,84% pada siklus 1 menjadi 75,00% pada siklus 2. Untuk persentase siswa yang masuk pada kategori cukup terdapat 8,33% siswa pada siklus 1 dan tidak terdapat siswa yang masuk pada kategori cukup di siklus 2. Pada siklus 1 dan siklus 2 tidak terdapat siswa yang masuk pada kategori kurang.

Adapun faktor yang mendukung terjadinya peningkatan persentasi aktivitas belajar ini adalah adanya penerapan model pembelajaran word square pada materi sistem saraf. Dengan adanya penerapan model pembelajaran word square siswa menjadi sangat antusias, memperhatikan pendapat guru maupun teman lain, percaya diri, terbuka terhadap kritik dan saran serta mampu bekerja sama dengan baik saat proses belajar di kelas. Model pembelajaran word square pada akhirnya membantu siswa untuk dapat memahami pelajaran sistem saraf yang pada dasarnya banyak ditemukan konsep-konsep yang tidak dapat diamati secara langsung namun fenomena atau gejalanya dapat dirasakan atau dibuktikan dalam kehidupan setiap hari. Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran word square pada aspek afektif telah mencapai target yang ingin dicapai yakni 70% siswa masuk kategori minimal baik.

3. Hasil Belajar Aspek Psikomotor

Hasil belajar aspek psikomotor mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8 dan gambar 4.8.

Tabel 4.8 Hasil observasi aspek Psikomotor

No Kategori Nilai Huruf Persentase (%)

Siklus 1 Siklus 2

1. Sangat Baik A 20,84 25,00

2. Baik B 29,16 75,00

3. Cukup C 50 0

4. Kurang D 0 0

Gambar 4.8. Grafik Perbandingan Persentase Aspek Psikomotor Pada Siklus 1 dan Siklus 2

Berdasarkan data yang diperoleh di atas menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar pada aspek psikomotor. Persentase hasil belajar siswa pada kategori sangat baik mengalami peningkatan sebesar 4,16%, dimana pada siklus 1 persentasi aktivitas belajar sebesar 20,84% menjadi 25,00% pada siklus 2. Untuk persentase aktivitas belajar siswa 20.84% 29.16% 50% 0% 25% 75% 0% 0%

Sangat baik Baik Cukup Kurang

yang masuk kategori baik mengalami peningkatan sebesar 45,84%. Peningkatan tersebut tampak pada siklus 1 persentase aktivitas belajar sebesar 29,16% menjadi 75.00% pada silkus 2. Jika pada siklus 1 masih terdapat 50,00% siswa yang masuk pada kategori cukup maka pada siklus 2 tidak terdapat siswa yang masuk pada kategori cukup. Pada siklus 1 dan siklus 2 tidak terdapat siswa yang masuk pada kategori kurang.

Peningkatan persentase aktivitas siswa pada aspek psikomotor ini tidak terlepas dari adanya penerapan model pembelajaran word square. Dengan penerapan model ini, siswa kemudian dilatih keterampilan (skill) yang berhubungan dengan aktivitas siswa seperti keterampilan dalam memberi nama bagian dari struktur saraf, membuat bagan mekanisme impuls saraf, membuat ringkasan dan penyampaian hasil diskusi menggunakan bahasa yang komunikatif. Dari hasil di atas dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran word square pada aspek psikomotor telah mencapai target yang ingin dicapai yakni 70% siswa masuk kategori minimal baik.

4. Hasil Wawancara

Tabel 4.9. Garis Besar Hasil Wawancara

No Pertanyaan Jawaban

Siswa 1 Siswa 2 Siswa 3

1. Apakah anda antusias dalam mengumpulkan LKS dan lembar jawab test.

Ya Ya Ya

2. Apakah anda memperhatikan dan

mendengarkan pendapat dari teman lain saat diskusi kelompok?

Ya, saya memperhatikan dan mendengar kemudian saya mencatat sebagai materi untuk belajar.

Ya Kadang-kadang saya memperhatikan, tetapi kalau presentasi teman-teman tidak begitu menarik saya tidak memperhatikan. 3. Apakah anda percaya diri dalam

mempresentasikan hasil diskusi

Ya Lumayan percaya diri. Lumayan percaya diri.

4. Apakah anda terbuka terhadap kritik dan saran teman/kelompok lain pada proses

pembelajaran.

Ya. Sangat membantu kelompok untuk melengkapi informasi yang diangap belum lengkap.

Ya, karena bisa melengkapi jawaban kelompok kami yang belum sempurna.

Ya, bisa membanu kami unuk mengetahui materi yang lebih luas.

5. Apakah anda bekerjasama dalam proses pembelajaran.

Ya. Saat diskusi saya berusaha untuk bekerja sama dengan teman-teman di dalam kelompok.

Ya, tetapi tidak saat pretest dan posttest berlangsung.

Ya, saya bekerjasama ketika diskusi kelompok dan saat presentasi di depan kelas. 6. Menurutmu, bagaimana proses pembelajaran

dengan menggunakan model word square?

Asik dan tidak membuat saya mengantuk di dalam kelas.

Seru, kami berlomba-lomba dengan kelompok lain untuk bisa mendapatkan kata di dalam kotak.

Tidak monoton, jadi tidak membuat kami bosan dengan penjelasan guru.

7. Menurutmu, apa letak kelebihan proses pembelajaran dalam menggunakan model word square?

Tidak cepat bosan. Ini model pembelajaran baru yang saya dapat selama belajar biologi.

Tidak berpusat pada guru. Lebih melatih siswa untuk bekerjasama dan kompak dalam mengerjakan LKS.

Membuat siwa lebih aktif. Seperti bermain sambil belajar, sehingga saya bersemangat ketika mengerjakan LKS.

8. Menurutmu, apa letak kekurangan proses pembelajaran dalam menggunakan model word square?

Tidak ada. Menurut saya belajar mengunakan model ini tidak ada kekurangannya.

Peningkatan aktivitas belajar siswa pada akhir siklus didukung pula oleh data yang di peroleh dari hasil wawancara. Wawancara dilakukan terhadap perwakilan 3 orang siswa. Siswa yang dipilih merupakan siswa yang memiliki tingkat prestasi berbeda-beda, yaitu pandai, sedang dan kurang pandai. Pemilihan siswa dilakukan berdasarkan nilai yang diperoleh selama siklus 1 dan siklus 2, serta melalui pertimbangan dengan guru mata pelajaran biologi.

Hasil wawancara menunjukan bahwa kesan siswa selama proses pembelajaran mengunakan model word square sangat baik. Siswa yang sangat antusias dan cukup antusias dalam mengerjakan LKS menyatakan bahwa word square baik diterapkan dalam pembelajaran biologi teristimewa pada materi sistem saraf karena dapat membuat pelajaran menjadi lebih hidup, tidak monoton serta lebih memotivasi siswa untuk aktif dalam diskusi maupun presentasi di depan kelas. Selain itu model word square mudah di pahami dan tidak membuat siswa jenuh terhadap pembelajaran yang bersifat abstrak seperti pada materi sistem saraf. Pembelajaran menggunakan model word square yang diterapkan dapat menuntun siswa untuk memahami materi yang diajarkan secara maksimal.

Penelitian ini juga memiliki keterbatasan, dimana pada kegiatan wawancara, peneliti tidak mengembangkan pertanyaan yang dapat menambah informasi mengenai pembelajaran yang menggunakan model word square. Hal ini menyebabkan hasil wawancara tidak begitu bervariasi antara siswa yang mendapat niali tertinggi, nilai sedang dan nilai terendah.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait