• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Jumlah penderita rawat inap yang dicurigai kanker paru yang diambil pada penelitian ini adalah 83 orang. Sebanyak 28 orang dikeluarkan dari penelitian ini oleh karena pasien yang pulang paksa (berhenti tiba-tiba dari penelitian) berjumlah 23 orang, dan pasien yang meninggal dunia sebanyak 5 orang, sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 55 orang yang dilakukan secara consecutive sampling. Sebanyak 13 orang dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya yang mendukung ke arah keganasan, seperti sitologi cairan pleura yang dilakukan pada 7 orang (12.7%) dan FNAB KGB leher (supraklavikula) pada 6 orang (10.9%). Dari 55 orang tersebut didapatkan pasien-pasien dengan tumor letak sentral sebanyak 34 orang (61.8%) dan tumor letak perifer sebanyak 21 orang (38.2%), dimana sebanyak 26 orang (47.3%) yang dilakukan tindakan BAL saja untuk mendapatkan hasil pembandingnya (baku emas) sedangkan 29 orang lainnya (52.7%) dilakukan kombinasi BAL dan brushing untuk mendapatkan hasil pembandingnya (baku emas). Pasien-pasien yang hanya dilakukan tindakan BAL saja dikarenakan ada risiko perdarahan ataupun kemungkinan komplikasi lainnya apabila dilakukan brushing.

4.1.1. Karakteristik pasien (umur dan jenis kelamin)

Dari 55 orang pasien rawat inap yang masuk dalam penelitian ini didapatkan laki-laki sebanyak 44 orang (80.0%) dan perempuan sebanyak 11 orang (20.0%). Kasus paling banyak ditemukan pada pasien dengan kelompok umur 41-60 tahun yaitu sebanyak 33 orang (60.0%), baik laki-laki maupun perempuan. Umur yang paling tua adalah 81 tahun dan yang paling muda adalah 38 tahun. Adapun gambaran karakteristik pasien berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Karakteristik pasien berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

21 – 40 41 - 60 >60 1 (1.8%) 24 (43.6%) 19 (34.6%) 1 (1.8%) 9 (16.4%) 1 (1.8%) 2 (3.6%) 33 (60.0%) 20 (36.4%) Jumlah 44 (80.0%) 11 (20.0%) 55 (100.0%) 4.1.2. Distribusi kasus berdasarkan gambaran radiologis dan pemeriksaan

patologi anatomi

Dari 55 orang pasien yang dilakukan pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% didapatkan sel ganas secara definitif (C5 Malignant smear) pada 26 orang (47.3%), dimana tumor letak sentral terdapat pada 20 kasus (36.4%) dan tumor letak perifer pada 6 kasus (10.9%). Baik tumor letak sentral maupun perifer hanya ditemukan pada jenis karsinoma sel skuamosa (Squamous Cell Carcinoma)

dan karsinoma sel kecil (Small Cell Carcinoma), sedangkan jenis adenokarsinoma (Adenocarcinoma) ataupun karsinoma sel besar (Large Cell Carcinoma) tidak ditemukan. Namun terdapat 5 kasus tumor letak sentral yang menunjukkan hasil sitologi sputum induksi NaCl 3% curiga keganasan (C4 suspicious malignancy), dan sebanyak 4 kasus tumor letak perifer dengan hasil yang sama. Distribusi kasus berdasarkan letak tumor dan pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Distribusi kasus sesuai letak tumor dan pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3%.

Jenis sel Sentral Perifer Jumlah

Karsinoma sel skuamosa Karsinoma sel kecil

15 (27.3%) 5 (9.1%) 5 (9.1%) 1 (1.8%) 20 (36.4%) 6 (10.9%) Jumlah 20 (36.4%) 6 (10.9%) 26 (47.3%)

Sedangkan dari pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopi yang juga dilakukan pada 55 orang tersebut didapatkan hasil positif sel ganas secara definitif

(C5 Malignant smear) juga pada 26 orang (47.3%), dimana tumor letak sentral

sebanyak 19 kasus (34.5%) dan tumor letak perifer pada 7 kasus (12.7%). Pada tumor letak sentral dijumpai jenis sel adenokarsinoma (Adenocarcinoma), karsinoma sel skuamosa (Squamous Cell Carcinoma), dan karsinoma sel kecil (Small Cell Carcinoma). Sedangkan pada tumor letak perifer hanya dijumpai jenis karsinoma sel skuamosa (Squamous Cell Carcinoma). Namun terdapat 3 kasus tumor letak sentral yang menunjukkan hasil sitologi sputum post bronkoskopi

curiga keganasan (C4 suspicious malignancy), dan hanya sebanyak 1 kasus tumor letak perifer dengan hasil yang sama. Distribusi kasus berdasarkan letak tumor dan pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopi dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Distribusi kasus berdasarkan letak tumor dan pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopi.

Jenis sel Sentral Perifer Jumlah

Adenokarsinoma Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel kecil

1 (1.8%) 13 (23.6%) 5 (9.1%) - 7 (12.7%) - 1 (1.8%) 20 (36.3%) 5 (9.1%) Jumlah 19 (34.5%) 7 (12.7%) 26 (47.3%)

Dari pemeriksaan sitologi BAL dan/atau brushing yang dipakai sebagai pembanding (baku emas) dalam penelitian ini didapatkan hasil positif sel ganas secara definitif (C5 Malignant smear) pada 34 kasus (61.7%), dimana sebanyak 21 kasus positif pada tumor letak sentral (38.1%) dan 13 kasus positif pada tumor letak perifer (23.6%). Pada tumor letak sentral dijumpai jenis karsinoma sel skuamosa (Squamous Cell Carcinoma) yang paling banyak, kemudian disusul dengan jenis adenokarsinoma (Adenocarcinoma), karsinoma sel besar (Large Cell Carcinoma), dan juga karsinoma sel kecil (Small Cell Carcinoma). Sedangkan pada tumor letak perifer dijumpai jenis sel adenokarsinoma (Adenocarcinoma) dan karsinoma sel skuamosa (Squamous Cell Carcinoma). Namun hanya terdapat 1 kasus tumor letak sentral yang menunjukkan hasil sitologi BAL dan/atau

brushing curiga keganasan (C4 suspicious malignancy), dan sebanyak 3 kasus tumor letak perifer dengan hasil yang sama. Distribusi kasus berdasarkan letak tumor dan pemeriksaan sitologi BAL dan/atau brushing dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Distribusi kasus berdasarkan letak tumor dan pemeriksaan sitologi BAL dan/atau brushing.

Jenis sel Sentral Perifer Jumlah

Adenokarsinoma Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel besar Karsinoma sel kecil

4 (7.3%) 13 (23.6%) 2 (3.6%) 2 (3.6%) 8 (14.5%) 5 (9.1%) - - 12 (21.8%) 18 (32.7%) 2 (3.6%) 2 (3.6%) Jumlah 21 (38.1%) 13 (23.6%) 34 61.7%)

4.1.3. Pengukuran dan Analisis Data

Untuk mengukur perbandingan ketepatan antara pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% dengan pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopi, data-data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel 2 x 2 yang memperlihatkan hasil pemeriksaan yang diteliti (sitologi sputum induksi NaCl 3% dan sitologi sputum post bronkoskopi) dengan pembanding/baku emas yang dipakai (sitologi BAL dan/atau brushing), seperti yang dapat dilihat pada tabel 7 dan tabel 8.

Tabel 7. Tabel 2 x 2 yang menunjukkan hasil sitologi sputum induksi NaCl 3%

dan sitologi BAL dan/atau brushing.

BAL dan/atau brushing Sitologi sputum induksi

NaCl 3% Positif Negatif

Positif Negatif 15 (27.3%) 20 (36.4%) 11 (20.0%) 9 (16.4%)

Chi-square (X2) = 1.32 dengan df = 1 dan p value >0.05

Dari tabel 2 x 2 tersebut maka dapat dihitung nilai diagnostik pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% sebagai berikut :

Sensitivitas = 42.8%

Spesifisitas = 45.0%

Nilai prediksi positif = 57.7%

Nilai prediksi negatif = 31.0%

Rasio kemungkinan positif = 0.8

Tabel 8. Tabel 2 x 2 yang menunjukkan hasil sitologi sputum post bronkoskopi

dan sitologi BAL dan/atau brushing.

BAL dan/atau brushing Sitologi sputum post

bronkoskopi Positif Negatif

Positif Negatif 15 (27.3%) 19 (34.5%) 11 (20.0%) 10 (18.2%)

Chi- square (X2) = 0.76 dengan df = 1 dan p value >0.05

Dari tabel 2 x 2 tersebut maka dapat dihitung nilai diagnostik pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopi sebagai berikut :

Sensitivitas = 44.1%

Spesifisitas = 47.6%

Nilai prediksi positif = 57.7%

Nilai prediksi negatif = 34.4%

Rasio kemungkinan positif = 0.8

4.2. Pembahasan

Kanker paru adalah kasus keganasan yang paling sering dijumpai di seluruh dunia dewasa ini, yaitu sekitar 12.6% dari seluruh kasus baru kanker, dengan perbandingan rasio terjadinya antara laki-laki : perempuan sekitar 2.7 : 1 (tahun 2000).1,2

Dalam penelitian ini, dari 55 orang pasien rawat inap yang dicurigai menderita kanker paru ditemukan sebanyak 80% (44 orang) pasien laki-laki dan 20% (11 orang) pasien perempuan, dengan kasus paling banyak dijumpai pada kelompok umur 41-60 tahun (baik laki-laki maupun perempuan). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang ditulis dalam buku Fishman, dimana kanker paru masih menjadi salah satu kasus keganasan yang paling sering, berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia, seperti di Eropa angka kejadian kanker paru berkisar 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan pada usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun angka kejadian menjadi 440 pada laki-laki dan 72 pada perempuan.23

Sitologi sputum adalah metode diagnostik yang paling mudah/sederhana, murah, cepat, dapat diterima, dan non invasif sehingga dapat mendeteksi kanker paru dan lesi-lesi pre kanker secara dini.10,11 Bila sitologi sputum yang dibatukkan spontan/induksi normal, maka diagnosis keganasan masih mungkin ditegakkan

dari bahan yang diambil selama tindakan bronkoskopi serat lentur (dari sikatan bronkus, bilasan atau kurasan bronkus, biopsi forseps), ataupun dari sputum post bronkoskopi.8

Pada penelitian ini, dari 55 orang pasien yang dilakukan pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% didapatkan sel ganas secara definitif (C5 Malignant smear) pada 26 orang (47.3%), dimana tumor letak sentral terdapat pada 20 kasus (36.4%) dan tumor letak perifer pada 6 kasus (10.9%). Pada kasus tumor letak sentral hanya dijumpai jenis karsinoma sel skuamosa (27.3%) dan karsinoma sel kecil (9.1%), namun pada kasus tumor letak perifer ditemukan jenis karsinoma sel skuamosa (9.1%) dan karsinoma sel kecil (1.8%). Sedangkan dari pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopinya didapatkan hasil positif sel ganas secara definitif (C5 Malignant smear) juga pada 26 orang (47.3%), dimana tumor letak sentral sebanyak 19 kasus (34.5%) dan tumor letak perifer pada 7 kasus (12.7%). Pada tumor letak sentral paling banyak dijumpai jenis karsinoma sel skuamosa (23.6%), kemudian diikuti dengan jenis karsinoma sel kecil (9.1%), dan yang paling sedikit adalah jenis adenokarsinoma (1.8%). Sedangkan pada tumor letak perifer hanya dijumpai jenis karsinoma sel skuamosa (12.7%), jenis adenokarsinoma, karsinoma sel besar, ataupun karsinoma sel kecil tidak ditemukan.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Schreiber dan McCrory (2003), yang menyatakan bahwa cakupan diagnostik sitologi sputum akan lebih tinggi pada lesi-lesi sentral (71%) dibandingkan dengan lesi perifer (49%).6

Demikian juga dari penelitian ini dapat diketahui bahwa dengan sitologi sputum post bronkoskopi akan didapatkan sel-sel ganas yang lebih banyak pada kasus-kasus tumor letak perifer (12.7%) dibandingkan dengan sitologi sputum induksi NaCl 3% (10.9%), meskipun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh/intervensi dari tindakan invasif yang telah dilakukan sebelum pengumpulan sputum, yang dalam hal ini adalah tindakan bronkoskopi.

Akurasi diagnostik sitologi sputum, bagaimanapun tergantung dari pengambilan sampel (minimal 3 sampel) dan teknik pengumpulannya, lokasi tumor (sentral/perifer), dan ukuran tumor.27 Tumor yang letaknya sentral atau berada di lobus bawah dan berdiameter >2 cm memiliki cakupan diagnostik yang lebih tinggi. Selain itu sitologi sputum juga memiliki akurasi 50-80% tergantung dari derajat diferensiasi sel-sel tumor.11,14 Secara radiologi, pada kasus tumor letak sentral paling banyak ditemukan jenis karsinoma sel kecil (74%), kemudian diikuti dengan jenis karsinoma sel skuamosa (64%), karsinoma sel besar (42%), dan yang paling sedikit adalah jenis adenokarsinoma (5%). Sedangkan pada tumor letak perifer paling banyak ditemukan jenis adenokarsinoma (65%), kemudian diikuti dengan jenis karsinoma sel besar (61%), karsinoma sel skuamosa (29%), dan yang paling sedikit adalah jenis karsinoma sel kecil (26%).2 Demikian juga pada penelitian ini diketahui bahwa dari pemeriksaan sitologi sputum induksi NaCl 3% didapatkan sel-sel ganas jenis karsinoma sel skuamosa yang paling banyak yaitu 15 orang (27.3%) dan karsinoma sel kecil hanya 5 orang (9.1%) pada pasien-pasien dengan tumor letak sentral, tetapi pada pasien-pasien dengan

tumor letak perifer tidak dijumpai jenis adenokarsinoma ataupun karsinoma sel besar, hanya kasus karsinoma sel skuamosa pada 5 orang (9.1%) dan 1 orang (1.8%) dengan karsinoma sel kecil. Begitu pula dari pemeriksaan sitologi sputum post bronkoskopi yang dilakukan pada pasien-pasien dengan tumor letak sentral didapatkan jenis karsinoma sel skuamosa yang paling banyak yaitu sebanyak 13 orang (23.6%), kemudian karsinoma sel kecil pada 5 orang (9.1%), dan yang paling sedikit adenokarsinoma hanya 1 orang (1.8%), namun pada pasien-pasien dengan tumor letak perifer tidak dijumpai jenis adenokarsinoma/karsinoma sel besar/karsinoma sel kecil dari sitologi sputum post bronkoskopinya, hanya dijumpai karsinoma sel skuamosa pada 7 orang (12.7%).

Pada penelitian ini digunakan larutan modifikasi Saccomanno untuk tujuan fiksasi sputum. Oleh karena diketahui dari literatur bahwa larutan Saccomanno yang mengandung carbowax lebih efektif dibandingkan dengan hanya menggunakan etanol saja. Keuntungan dari teknik Saccomanno ini adalah pengumpulan sputum yang homogen, pengawetan sel-sel yang lama, dan preparasi sel yang tipis (thin-layer cell preparation). Sedangkan kekurangannya adalah pemecahan agregat-agregat sel dan fragmen-fragmen jaringan sewaktu homogenisasi, serta membutuhkan tenaga laboran yang terampil.20,21 Pada penelitian Rizzo dkk., lebih banyak sel yang dapat didiagnosis pada sputum yang dikumpulkan dengan teknik Saccomanno dibandingkan dengan teknik pick-and- smear, lebih banyak informasi diagnostik, dan lebih sedikit terjadinya negatif palsu.11 Demikian juga pada penelitian Tintin M. Salman (2002) di RS. Persahabatan Jakarta, yang melibatkan 93 orang yang dicurigai kanker paru (78

orang laki-laki dan 15 orang perempuan) didapatkan ketepatan sitologi sputum induksi NaCl 3% dalam larutan fiksasi Saccomanno sebesar 18.3% (lebih tinggi) sedangkan ketepatan sitologi sputum induksi NaCl 3% dengan teknik langsung sebesar 4.3% dalam menegakkan diagnosis kanker paru. Perbedaan ketepatan ini bermakna secara statistik.12 Kemudian pada penelitian Purnomo (2009-2010) yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang melibatkan 57 orang (40 orang laki-laki dan 17 orang perempuan) didapatkan hasil sensitivitas yang lebih tinggi (10.5%) pada sitologi sputum induksi NaCl 3% tiga hari berturut-turut dengan fiksasi Saccomanno dibandingkan dengan sensitivitas 3.5% pada sitologi sputum induksi NaCl 3% satu kali dengan fiksasi alkohol. Sedangkan bilasan bronkus dengan fiksasi alkohol memiliki sensitivitas sebesar 24.6%.13

Diagnosis kanker paru dengan sputum induksi dapat menjadi alternatif dari pemeriksaan bronkoskopi. Pada pasien-pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan, induksi dengan NaCl 3% dapat lebih efektif (ketepatan sitologi sputum dapat ditingkatkan). Sputum di pagi hari atau sputum post bronkoskopi cenderung memiliki cakupan diagnostik yang lebih tinggi.11,14,15 Sputum induksi mempunyai korelasi dengan kurasan bronkus (BAL) dan

bronchial washing, tetapi lebih kecil dibandingkan dengan biopsi bronkus.16

Sedangkan sputum post bronkoskopi diekspektorasikan dalam 24 jam setelah tindakan bronkoskopi.8 Belum ada ditemukan penelitian yang membandingkan secara langsung antara sitologi sputum induksi NaCl 3% dengan sitologi sputum post bronkoskopi. Pada penelitian ini didapatkan bahwa proporsi hasil yang positif dari sitologi sputum induksi NaCl 3% dan sitologi sputum post

bronkoskopi adalah sama yaitu sebanyak 26 orang dari 55 orang (47.3%). Demikian juga dengan ketepatannya. Dari penelitian Khajotia (2009) yang dilakukan pada 25 orang pasien, sputum induksi positif pada 21 orang (84%), sedangkan bronkoskopi positif pada 23 orang (92%) (tidak berbeda secara signifikan).9 Sementara itu, dari penelitian Schreiber dan McCrory (2003) yang merupakan studi metaanalisis, didapatkan sensitivitas sitologi sputum post- bronkoskopi berkisar antara 8-51%, dengan nilai rata-rata 35%.6 Pada penelitian Kvale, Bode, dan Kini (1976) yang melakukan tindakan bronkoskopi dan pengumpulan sputum post bronkoskopi pada 228 orang pasien, didapatkan hasil cakupan diagnostik sputum post bronkoskopi yang masih kecil (40%) bila dibandingkan dengan tindakan bronkoskopi (brushing dan biopsi bronkus) yaitu 65%.17

Dari analisis statistik data yang dilakukan dengan menggunakan Chi- square, didapatkan bahwa nilai diagnostik sitologi sputum induksi NaCl 3% dan sitologi sputum post bronkoskopi dengan fiksasi Saccomanno tidak berbeda bermakna. Hal ini mungkin dikarenakan teknik pengumpulan sputum yang dilakukan oleh pasien-pasien penelitian kurang baik, atau mungkin juga dipengaruhi oleh lokasi tumor dimana pada penelitian ini kasus tumor letak perifer secara radiologis cukup banyak yaitu berjumlah 21 kasus (38.2%) sedangkan tumor letak sentral berjumlah 34 orang (61.8%). Namun begitu, sensitivitas (ketepatan) sitologi sputum induksi NaCl 3% (42.8%) dan sitologi sputum post bronkoskopi (44.1%) hampir sama. Hal ini berarti bahwa sitologi sputum induksi NaCl 3% yang dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut (seperti yang dilakukan

pada penelitian ini) dapat juga dipertimbangkan sebagai salah satu metode diagnostik non invasif untuk menegakkan kanker paru sebelum tindakan invasif seperti bronkoskopi dan teknik pengambilan sampel lainnya dilakukan meskipun secara statistik tidak bermakna, oleh karena diperlukan multimodalitas untuk diagnosis definitif kanker paru.

Dokumen terkait