• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Lahan Eksisting dan RTH Eksisting di Kota Yogyakarta Interpretasi terhadap citra Quickbird dilakukan untuk mengetahui penggunaan lahan eksisting dan persebaran RTH eksisting. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar untuk menghitung kecukupan RTH dan sebagai dasar dalam melakukan penyusunan arahan pengembangan RTH untuk menuju Kota Hijau. Berdasarkan hasil interpretasi Citra Quickbird dan survei lapangan, penggunaan lahan di Kota Yogyakarta dapat dibagi menjadi 13 jenis (Gambar 13), yaitu :

1. Budaya 58,40 ha (1,78 %)

2. Industri Kecil dan Menengah 318,59 ha (9,69 %) 3. Kesehatan 41,11 ha (1,25 %)

4. Kuburan 33,33 ha (1,01 %) 5. Pariwisata 179,01 ha (5,45 %) 6. Pendidikan 83,29 ha (2,53 %)

7. Perdagangan dan jasa 856,11 ha (26,05 %) 8. Perkantoran 155,67 ha (4,74 %)

9. Pertanian 88,75 ha (2,70 %)

10. Permukiman 1333,75 ha (40,58 %)

11. Rekreasi dan Olah Raga 46,33 ha (1,41 %)

12. Ruang Terbuka Hijau atau Sempadan Sungai 47,03 ha (1,43 %) 13. Sarana Transportasi 46,58 ha (1,42 %)

Gambar 13. Komposisi penggunaan lahan Kota Yogyakarta tahun 2014 Penggunaan lahan di Kota Yogyakarta didominasi oleh kawasan permukiman yang menempati hampir setengah bagian dari total wilayah Kota Yogyakarta, kawasan ini tersebar secara merata terdapat di tiap kecamatan kecuali Kecamatan Kraton. Kecamatan Keraton menjadi kawasan cagar budaya dan pariwisata karena terdapat peninggalan sejarah yaitu Keraton Kesunanan Yogyakarta. Kawasan kesehatan, pendidikan, perkantoran, perdagangan dan jasa terdapat di kawasan strategis terutama di sepanjang jalan raya kota. Adapun kawasan industri tersebar di pinggiran kota bagian barat dan selatan. Kawasan

sarana transportasi di Kota Yogyakarta terdapat 2 stasiun kereta yang terintegrasi dengan rel kereta dan 1 terminal bus yang terletak di bagian selatan. Posisi stasiun kereta api terletak agak ke utara kota namun sangat strategis karena terhubung dengan bandara, sehingga stasiun dapat menjadi salah satu pintu gerbang untuk masuk ke Kota Yogyakarta. Kawasan RTH atau sempadan sungai membentuk jalur memanjang mengikuti bentuk sungai. Kawasan lainnya seperti kuburan, pertanian, rekreasi dan olah raga tersebar secara acak dan tidak terkait dengan kawasan lainnya. Penjelasan spasial dari penggunaan lahan Kota Yogyakarta tahun 2014 disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Peta penggunaan lahan aktual Kota Yogyakarta tahun 2014 Berdasarkan hasil interpretasi citra, Ruang Terbuka Hijau di Kota Yogyakarta dibagi menjadi 2 bentuk yang terdiri dari 14 kelas, yaitu :

1. RTH Publik 329,63 ha (10,03 %) terdiri dari: a. Area Hijau 157,38 ha (4,79 %)

b. Jalur Pengaman Jalan 7,31 ha (0,22 %) c. Kebun Binatang 14,92 ha (0,45 %) d. Lapangan Olah Raga 19,55 ha (0,59 %) e. Parkir Terbuka 31,26 ha (0,95 %) f. Taman Kota 8,14 ha (0,25 %) g. Taman Rekreasi 13,39 ha (0,41 %) h. Pemakaman Umum 30, 75 ha (0,94 %)

i. Sempadan Sungai 46,93 ha (1,43 %) 2. RTH Privat 254,82 ha (7,75 %) terdiri dari :

a. Lapangan Upacara 0,39 ha (0,01 %) b. Sawah 88,52 ha (2,69 %)

c. Taman Kantor dan Gedung Komersil 148,76 ha(4,53 %) d. Taman Perumahan dan Permukiman 17,15 ha (0,52 %)

Jenis kawasan hijau yang mendominasi Kota Yogyakarta adalah area hijau, taman kantor dan gedung komersil seluas 10 % dari total wilayah kota. Jumlah RTH terbanyak terdapat di Kecamatan Umbulharjo sebesar 165,27 ha. Umbulharjo merupakan tujuan pemekaran Kota Yogyakarta yang sangat potensial di mana wilayahnya telah memiliki aksesibilitas yang cukup tinggi. Kemudahan pencapaian ini didukung oleh adanya Jalan Lingkar Selatan yang pembangunannya sudah dimulai sejak tahun 1993. Disamping itu, keberadaan terminal bus yang terdapat di Kelurahan Giwangan ikut mendukung nilai tambah Kecamatan Umbulharjo dari segi aksesibilitasnya. Kecamatan ini memiliki kepadatan penduduk yang paling rendah yaitu sebesar 8.121 jiwa/km2, namun memiliki luas wilayah terbesar yaitu sekitar 25% dari luas wilayah keseluruhan Kota Yogyakarta (Umbulharjo dalam Angka Tahun 2014). Kondisi tersebut telah menarik perkembangan Kota Yogyakarta ke wilayah ini.

Kecamatan Umbulharjo yang semula merupakan wilayah pertanian mulai berubah fungsi menjadi wilayah terbangun. Kawasan pertanian paling luas terletak di kecamatan ini dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Yogyakarta. Pada tahun 2011 luas lahan pertanian sebesar 66,27 ha dan pada tahun 2013 berkurang menjadi 62,47 ha, hanya dalam waktu 2 tahun luas pertanian berkurang sebanyak 3,8 ha (BPS Kota Yogyakarta, 2014). Produksi pertanian dari tahun ke tahun tidak pernah optimal dan Kota Yogyakarta bisa mengalami krisis pangan di masa mendatang. Penyusutan lahan pertanian tersebut disebabkan oleh proses alih fungsi lahan untuk bangunan perumahan, perkantoran, industri dan pertokoan. Hasil perhitungan RTH eksisting tertera pada Tabel 14 dan proporsi RTH Eksisting publik dan privat tiap kecamatan tertera pada Gambar 15.

Tabel 14. Luas RTH eksisting Kota Yogyakarta Kecamatan Luas Wilayah (ha) RTH Publik (ha) RTH Privat (ha) Total RTH (ha) Danurejan 110 8,57 5,35 13,93 Gedongtengen 96 10,35 1,83 12,18 Gondokusuman 397 42,11 36,86 78,97 Gondomanan 112 9,73 8,57 18,30 Jetis 172 13,36 11,20 24,56 Kotagede 307 35,94 18,21 54,15 Kraton 140 16,28 5,90 22,18 Mantrijeron 261 26.20 29,03 55,23 Margangsan 231 17.53 16,27 33,81 Ngampilan 82 3.61 3,71 7,32

Pakualaman 63 3,21 0,37 3,57 Tegalrejo 291 37,81 28,40 66,27 Umbulharjo 812 86,76 78,51 165,27 Wirobrajan 176 18,12 10,59 28,71 Jumlah (ha) 3250 329,63 254,82 584,45 Jumlah (%) 100 10,03 7,75 17,78

Gambar 15. Proporsi RTH Eksisting Per kecamatan

Kawasan RTH terdistribusi secara acak, sempadan sungai yang berupa vegetasi rapat terdapat di sepanjang aliran sungai dan membentuk pola memanjang mengikuti bentuk sungai. Pada pusat kota dengan bangunan padat, didominasi RTH jenis taman kota, taman rekreasi, lapangan olah raga, membentuk pola linear karena dipengaruhi keberadaan keraton. Jalur pengaman jalan terletak di setiap stasiun untuk membatasi akses pengunjung ke area yang dianggap berbahaya. Area ini didominasi oleh kerikil, vegetasi semak dan pohon – pohon berukuran kecil. Pada luar kota jenis RTH yang mendominasi adalah sawah, kebun binatang dan TPU tersebar secara acak.

Secara umum ruang hijau yang ukurannya luas terletak di pinggiran kota dan akan semakin berkurang atau mengecil saat mendekati pusat kota. Ruang

hijau privat yang paling banyak disumbang oleh taman kantor dan gedung komersil. Ruang ini berupa taman pasif yang hanya berisi vegetasi hijau tanpa ada aktifitas di dalamnya. Taman lingkungan perumahan didominasi oleh tanaman hias dan vegetasi buah-buahan, selain sebagai peneduh hasilnya juga dapat dikonsumsi. Peta RTH eksisting Kota Yogyakarta terlihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Peta RTH eksisting Kota Yogyakarta tahun 2014 Kecukupan RTH di Kota Yogyakarta

Kecukupan RTH Berdasarkan Luas Wilayah

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menetapkan bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah minimal 30% dari total luas wilayah, terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Berdasarkan standar tersebut wilayah Kota Yogyakarta yang memiliki luas 3.250 ha, harus memiliki RTH minimum seluas 975 ha, dengan luas RTH publik 650 ha dan RTH privat 325 ha. Kebutuhan RTH ini relatif tetap di tahun-tahun yang akan datang kecuali terjadi perubahan pada luas wilayah administrasi. Sebaran kebutuhan RTH berdasarkan luas kecamatan tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Kebutuhan RTH Kota Yogyakarta berdasarkan UUTR No.26 tahun 2007 Kecamatan Luas Wilayah (ha)

Kebutuhan RTH (ha) Tahun 2013 Keseluruhan (30%) Publik (20%) Privat (10%) Danurejan 110 33 22 11 Gedongtengen 96 28,8 19,2 9,6 Gondokusuman 397 119,1 79,4 39,7 Gondomanan 112 33,6 22,4 11,2 Jetis 172 51,6 34,4 17,2 Kotagede 307 92,1 61,4 30,7 Kraton 140 42 28 14 Mantrijeron 261 78,3 52,2 26,1 Mergangsan 231 69,3 46,2 23,1 Ngampilan 82 24,6 16,4 8,2 Pakualaman 63 18,9 12,6 6,3 Tegalrejo 291 87,3 58,2 29,1 Umbulharjo 812 243,6 162,4 81,2 Wirobrajan 176 52,8 35,2 17,6 Kota Yogyakarta 3.250 975 650 325

Sumber: BPS Kota Yogyakarta (2013) dan Hasil Analisis

Dalam UU No.26/2007 ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan hasil interpretasi citra luas RTH eksisting terbesar terdapat di Kecamatan Umbulharjo dengan luas 165,27 ha, jika standar kebutuhan ini dibandingkan dengan kondisi eksisting RTH, maka Kota Yogyakarta memiliki kekurangan RTH seluas 390,55 ha. Seluruh kecamatan kekurangan RTH, RTH publik paling banyak kekurangan terdapat di Kecamatan Umbulharjo seluas 75,64 ha dan yang paling sedikit kekurangannya terdapat di Kecamatan Gedongtengen seluas 8,85 ha. Ada satu kecamatan yang luas RTH privatnya memenuhi standar kebutuhan yaitu di Kecamatan Mantrijeron dengan kelebihan RTH seluas 2,93 ha. Kekurangan RTH privat paling banyak terdapat di Kecamatan Kotagede seluas 12,49 ha. Berkurangnya RTH di Kota Yogyakarta sebagai imbas dari tingginya kebutuhan kota akan permukiman. Lahan yang paling banyak beralih fungsi adalah sawah. Proporsi kecukupan RTH berdasarkan luas wilayah tertera pada Tabel 16 dan proporsinya di tiap kecamatan tertera pada Gambar 17.

Tabel 16. Proporsi kecukupan RTH berdasarkan luas wilayah

Kecamatan Luas RTH Eksisting (ha)

Kebutuhan RTH (ha)

Kecukupan RTH (ha)

Publik Privat Jumlah Publik Privat Jumlah Publik Privat Jumlah

Danurejan 8,57 5,38 13,93 22 11 33 -13,43 -5,62 -19,07

Gedongtengen 10,35 1,83 12,18 19,2 9,6 28,8 -8,85 -7,77 -16,62

Gondomanan 9,73 8,57 18,3 22,4 11,2 33,6 -12,67 -2,63 -15,3 Jetis 13,36 11,20 24,56 34,4 17,2 51,6 -21,04 -6 -27,04 Kotagede 35,94 18,21 54,15 61,4 30,7 92,1 -25,46 -12,49 -37,95 Kraton 16,28 5,90 22,18 28 14 42 -11,72 -8,1 -19,82 Mantrijeron 26,20 29,03 55,23 52,2 26,1 78,3 -26 2,93 -23,07 Mergangsan 17,53 16,27 33,81 46,2 23,1 69,3 -28,67 -6,83 -35,49 Ngampilan 3,61 3,71 7,32 16,4 8,2 24,6 -12,79 -4,49 -17,28 Pakualaman 3,21 0,37 3,57 12,6 6,3 18,9 -9,39 -5,93 -15,33 Tegalrejo 37,87 28,40 66,27 58,2 29,1 87,3 -20,33 -0,7 -21,03 Umbulharjo 86,76 78,51 165,27 162,4 81,2 243,6 -75,64 -2,69 -78,33 Wirobrajan 18,12 10,59 28,71 35,2 17,6 52,8 -17,08 -7,01 -24,09 Kota Yogyakarta 329,63 254,82 584,45 650 325 975 -320,36 -70,17 -390,55

Sumber: BPS Kota Yogyakarta (2013) dan Hasil Analisis

Gambar 17. Proporsi RTH berdasarkan luas wilayah per kecamatan Kecukupan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 menetapkan standar kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk adalah 20m2/ kapita. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2013 adalah 402.679 jiwa, sehingga Kota Yogyakarta membutuhkan RTH seluas Tabel 16 (Lanjutan)

805,36 ha. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk 2 tahun terakhir adalah 0,69% per tahun. Proyeksi jumlah penduduk untuk tahun 2023 dan 2029 dilakukan dengan menggunakan rumus bunga berganda, perkiraan jumlah penduduk tahun 2023 adalah 431.343 jiwa, dan tahun 2029 adalah 449.511 jiwa. Jumlah penduduk yang terus meningkat akan diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk. Pada tahun 2023 proyeksi kebutuhan RTH adalah 862,69 ha dan pada tahun 2029 sebesar 899.02 ha. Berdasarkan jumlah penduduk tiap kecamatan kebutuhan RTH tertinggi berada di Kecamatan Umbulharjo seluas 162,15 ha sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Pakualaman dengan luas 19,07 ha. Kebutuhan RTH Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 pada 3 Titik Tahun tertera pada Tabel 17.

Tabel 17. Kebutuhan RTH Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 pada tahun 2013, 2023, dan 2029

Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan RTH (ha)

2013 2023 2029 2013 2023 2029 Danurejan 18764 20100 20946 37,53 40,20 41,89 Gedongtengen 17583 18835 19628 35,17 37,67 39,26 Gondokusuman 46335 49633 51724 92,67 99,27 103,45 Gondomanan 13327 14276 14877 26,65 28,55 29,75 Jetis 23992 25700 26782 47,98 51,40 53,56 Kotagede 32986 35334 36822 65,97 70,67 73,64 Kraton 17874 19146 19953 35,75 38,29 39,91 Mantrijeron 32383 34688 36149 64,77 69,38 72,30 Margangsan 29965 32098 33450 59,93 64,20 66,90 Ngampilan 16696 17884 18638 33,39 35,77 37,28 Pakualaman 9533 10212 10642 19,07 20,42 21,28 Tegalrejo 36757 39373 41032 73,51 78,75 82,06 Umbulharjo 81073 86844 90502 162,15 173,69 181,00 Wirobrajan 25411 27220 28366 50,82 54,44 56,73 Kota Yogyakarta 402679 431343 449511 805,36 862,69 899,02

Sumber: BPS Kota Yogyakarta (2013) dan Hasil Analisis

Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah 805,36 ha, jika dibandingkan dengan RTH Eksisting terdapat kekurangan seluas 220,91 ha. Kecamatan Umbulharjo adalah satu-satunya kecamatan di Kota Yogyakarta yang kecukupan RTH-nya terpenuhi. Terdapat kelebihan sebesar 3,12 ha, sedangkan yang paling banyak kekurangan adalah Kecamatan Margangsan seluas 26,12 ha. Kecamatan Ngampilan adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk paling besar yaitu 204 jiwa/ha, hal ini dikarenakan letak kecamatan sangat strategis dekat dengan pusat kegiatan ekonomi dan kawasan pariwisata. Kecamatan ini didominasi oleh kawasan perdagangan dan jasa, sehingga RTH terbanyak berasal dari RTH privat yaitu taman kantor dan gedung komersil. Banyak permukiman beralih fungsi dari tempat tinggal menjadi industri mikro seperti di daerah Patuk yang menjadi sentra pembuatan bakpia. Proporsi

Kecukupan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk tahun 2013 tertera pada Tabel 18 dan proporsinya di tiap kecamatan tertera pada Gambar 18.

Tabel 18. Proporsi Kecukupan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk pada tahun 2013 Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) Kecukupan RTH (ha) Kebutuhan Eksisting Selisih

Danurejan 18764 171 37,53 13,93 -23,60 Gedongtengen 17583 183 35,17 12,18 -22,99 Gondokusuman 46335 117 92,67 78,97 -13,70 Gondomanan 13327 119 26,65 18,3 -8,35 Jetis 23992 139 47,98 24,56 -23,42 Kotagede 32986 107 65,97 54,15 -11,82 Kraton 17874 128 35,75 22,18 -13,57 Mantrijeron 32383 124 64,77 55,23 -9,54 Margangsan 29965 130 59,93 33,81 -26,12 Ngampilan 16696 204 33,39 7,32 -26,07 Pakualaman 9533 151 19,07 3,57 -15,50 Tegalrejo 36757 126 73,51 66,27 -7,24 Umbulharjo 81073 100 162,15 165,27 3,12 Wirobrajan 25411 144 50,82 28,71 -22,11 Kota Yogyakarta 402679 124 805,36 584,45 -220,91

Kebutuhan RTH berdasarkan proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2029 adalah 899,02 ha, jika dibandingkan dengan RTH Eksisting terdapat kekurangan seluas 314,57 ha. Seluruh kecamatan di Kota Yogyakarta kekurangan RTH, yang paling banyak kekurangan adalah Kecamatan Margangsan seluas 33,09 ha. Proporsi Kecukupan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk tertera pada Tabel 19. Tabel 19. Proporsi Kecukupan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk pada tahun

2029 Kecamatan Proyeksi Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) Kecukupan RTH (ha) Kebutuhan Eksisting Selisih

Danurejan 20946 190 41,89 13,93 -27,96 Gedongtengen 19628 204 39,26 12,18 -27,08 Gondokusuman 51724 130 103,45 78,97 -24,48 Gondomanan 14877 133 29,75 18,3 -11,45 Jetis 26782 156 53,56 24,56 -29,00 Kotagede 36822 120 73,64 54,15 -19,49 Kraton 19953 143 39,91 22,18 -17,73 Mantrijeron 36149 139 72,30 55,23 -17,07 Margangsan 33450 145 66,90 33,81 -33,09 Ngampilan 18638 227 37,28 7,32 -29,96

Pakualaman 10642 169 21,28 3,57 -17,71

Tegalrejo 41032 141 82,06 66,27 -15,79

Umbulharjo 90502 111 181,00 165,27 -15,73

Wirobrajan 28366 161 56,73 28,71 -28,02

Kota Yogyakarta 449511 138 899,02 584,45 -314,57

Gambar 18. Proporsi RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Perkecamatan

Kecukupan RTH Berdasarkan Temperature Humidity index (THI)

Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan, nilai THI di Kota Yogyakarta berada pada kisaran 25 – 29. Nilai terendah berada pada penggunaan lahan Kebun Binatang, walaupun banyak vegetasi dan badan air kelas kenyamanannya berada di level sedang. Nilai tertinggi berada pada penggunaan lahan stadion olah raga, alun-alun keraton dan TPU hal ini dikarenakan minimnya jumlah vegetasi. Hampir diseluruh wilayah Kota Yogyakarta berada pada kondisi tidak nyaman sedangkan pada wilayah yang kondisinya sedang ditunjang adanya badan air. Dengan demikian, untuk meningkatkan kenyaman terutama pada wilayah yang nilai THI-nya ≥ 27 diperlukan penambahan vegetasi terutama jenis pohon peneduh. Sebaran nilai THI di Kota Yogyakarta tertera pada Tabel 20 dan Gambar 19.

Tabel 20. Sebaran Nilai THI di Kota Yogyakarta

Kecamatan Jenis Penggunaan

Lahan

Nilai THI per Kecamatan Suhu Rata- rata (cᵒ ) Kelembapan Rata-rata (%) Nilai THI Kelas Kenyamanan

Danurejan Perkantoran 27,5 84 27 Tidak nyaman

Gedongtengen Perdagangan dan

jasa

28 66 26 Sedang

Jalur pengaman rel KA

30,6 74 29 Tidak nyaman

Gondokusuman Lap. Olah Raga 31 70 29 Tidak nyaman

Gondomanan Taman kota 27 94 27 Tidak nyaman

Taman rekreasi 30 84 29 Tidak nyaman

Jetis Sempadan sungai 26,7 94 26 Sedang

Permukiman 28.4 85 28 Tidak nyaman

Kotagede Sempadan sungai 28,5 70 27 Tidak nyaman

Kebun binatang 25,4 90 25 Sedang

TPU 30,2 72 29 Tidak nyaman

Kraton Taman budaya 27,2 99 27 Tidak nyaman

Mantrijeron Permukiman 26,2 82 25 Sedang

Margangsan Industri 26,7 88 26 Sedang

Ngampilan Perdagangan dan

jasa

27,2 89 27 Tidak nyaman

Pakualaman Perkantoran 28,4 74 27 Tidak nyaman

Tegalrejo Permukiman 28,5 86 28 Tidak nyaman

Sempadan sungai 27 84 26 Sedang

Sawah 28,5 86 28 Tidak nyaman

Umbulharjo Jalur hijau jalan 28,6 66 27 Tidak nyaman

Taman kota 27,5 88 27 Tidak nyaman

Terminal bus 29,5 70 28 Tidak nyaman

Lap. Olah Raga 30,2 67 28 Tidak nyaman

Wirobrajan Jalur hijau jalan 26,8 79 26 Sedang

Rata-rata nilai THI di Kota Yogyakarta adalah 27 sedangkan nilai

kenyamanan berada pada kisaran ≤ 26. Area yang nyaman hanya mencakup 3

kecamatan yaitu Kecamatan Mantrijeron, Margangsan dan Wirobrajan, sedangkan kecamatan lainnya merupakan area yang tidak nyaman. Proporsi nilai THI pada tiap kecamatan tertera pada Tabel 21.

Setelah mengetahui nilai THI dan luas area yang tidak nyaman maka dapat dihitung luas minimal RTH yang dibutuhkan untuk menciptakan kenyamanan. Penambahan RTH minimal di Kota Yogyakarta secara keseluruhan adalah 177 ha atau sekitar 5,4% dari luas kota. Penambahan ini diprioritaskan pada area-area yang tidak nyaman. Perhitungan luas penambahan RTH di Kota Yogyakarta tertera pada Tabel 22.

Gambar 19. Sebaran tingkat kenyamanan di Kota Yogyakarta Tabel 21. Proporsi THI pada tiap kecamatan

Kecamatan Luas (ha) Proporsi Luas (%) THI Proporsi THI THI Nyaman Danurejan 110 0,03 27 0,91 -0,36 Gedongtengen 96 0,03 28 0,83 -0,45 Gondokusuman 397 0,12 29 3,54 2,27 Gondomanan 112 0,03 28 0,96 -0,31 Jetis 172 0,05 27 1,43 0,16 Kotagede 307 0,09 27 2,55 1,28 Kraton 140 0,04 27 1,16 -0,11 Mantrijeron 261 0,08 25 2,01 0,74 Margangsan 231 0,07 26 1,85 0,58 Ngampilan 82 0,03 27 0,68 -0,59 Pakualaman 63 0,02 27 0,52 -0,75 Tegalrejo 291 0,09 27 2,42 1,15 Umbulharjo 812 0,25 28 7,00 5,72 Wirobrajan 176 0,05 26 1,41 0,14 Jumlah 3250 1,00 27,27

Tabel 22. Proporsi THI dan luas penambahan RTH minimal Kota Yogyakarta Area Luas (ha) Proporsi Luas (%) THI Proporsi THI THI Nyaman P (%) LRTH (ha) PRTH (%) Nyaman 668 0,21 26 5,27 5,27 Tidak Nyaman 2582 0,79 28 22,00 0,83 Jumlah 3250 1,00 27,27 0,74 177 5,4

Area Prioritas untuk Pengembangan RTH

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan semua jenis penggunaan lahan dapat digunakan sebagai RTH. Lahan merupakan kebutuhan penting dalam pengembangan RTH. Selama ini yang menjadi permasalahan pengembangan RTH adalah kurangnya lahan terbuka untuk dikembangkan sebagai RTH. Sebagian besar lahan di dalam kota diinvestasikan oleh pemiliknya sebagai bangunan fasilitas umum seperti pertokoan, perumahan atau fasilitas lain yang dapat menghasilkan keuntungan finansial besar. Banyak potensi ruang terbuka hijau yang dimiliki oleh masyarakat untuk dikembangkan sebagai RTH, seperti : lapangan olah raga, sempadan sungai, pekarangan pemukiman, halaman kampus, sepanjang tepi jalan, lahan pertanian masyarakat, tempat rekreasi dan taman kota, bahkan pemakaman.

Lapangan olah raga adalah tempat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai RTH publik tapi tidak menghilangkan fungsi dari tempat tersebut sebagai fasilitas olahraga. Lahan di sekeliling lapangan dapat diperuntukkan sebagai area hijau, sehingga nilai manfaat lapangan olah raga akan bertambah menjadi lebih rindang dan indah sehingga banyak orang yang lebih nyaman berolahraga karena tidak kepanasan dan merasa sejuk.

Menurut keputusan presiden No. 32 tahun 1990 sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Lahan di sepanjang sungai ini di prioritaskan untuk RTH terutama untuk fungsi ekologis. Pada kenyataannnya di sekitar sempadan-sempadan sungai kota-kota besar umumnya adalah pemukiman kumuh yang menyebabkan kualitas air sungai semakin menurun.

Pekarangan rumah warga yang hanya berupa tanah kosong sangat potensial untuk dikembangkan sebagai taman atau kebun berupa pohon-pohon buah dan obat sebagai pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga. Halaman kampus merupakan tempat yang disukai untuk belajar dan bersantai, untuk mendukung kenyamanan tersebut sebaiknya halaman kampus perlu ditanam pohon-pohon peneduh. Sepanjang badan jalan merupakan tempat berlalu-lalangnya kendaraan, untuk mengurangi dampak negatif maka pinggir-pinggir jalan sangat cocok jika ditanam pohon secara berjalur dengan pemilihan jenis yang tepat. Masyarakat yang tinggal ditepi jalan bisa menyediakan lahan di tepi jalan untuk pohon-pohon. Pohon di tepi jalan mempunyai banyak manfaat terutama bagi pengguna jalan kaki dan pemilik rumah di tepi jalan, misalnya sebagai pelindung dari kecelakaan kendaraan. Tempat berikutnya adalah lahan pertanian, masyarakat yang memiliki lahan pertanian dapat ikut serta menyediakan lahan sebagai hutan dengan cara menanami pohon-pohon pada batas lahan pertanian dengan pohon yang bernilai

ekonomis atau membuat sistem tumpang sari antara tanaman pertanian dan pohon-pohon tertentu.

Tempat rekreasi dan taman kota akan lebih indah dan menarik jika terdapat pohon-pohon yang tumbuh di dalam atau di sekitarnya, sehingga akan membuat suasana lebih teduh dan nyaman. Berhubung semakin terbatasnya RTH lahan pemakaman juga dapat dikembangkan sebagai hutan kota, tentunya dengan pemilihan jenis-jenis pohon yang tidak merusak pondasi makam. Selain menjadi lebih nyaman untuk penziarah juga menyediakan udara bersih.

Beberapa jenis penggunaan lahan di Kota Yogyakarta dapat di prioritaskan menjadi RTH. Ada beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan pedoman dalam menentukan area yang di prioritaskan sebagai RTH yaitu penggunaan lahan eksisting, RTRW Kota Yogyakarta dan kelas kenyamanan berdasarkan nilai THI. Suatu area dapat dikatakan berpotensi apabila area tersebut bukan lahan terbangun dan dalam RTRW-nya merupakan area yang diperuntukkan sebagai tempat tanaman tumbuh seperti kawasan lindung dan lahan pertanian. Lahan-lahan kosong bekas bangunan atau tanah kosong yang belum termanfaatkan merupakan lahan yang berpotensi untuk dijadikan RTH. Lahan terbangun adalah lahan yang tidak berpotensi sebagai RTH karena tidak dapat digunakan sebagai tempat untuk tumbuh tanaman.

Berdasarkan hasil interpretasi citra, Kota Yogyakarta didominasi oleh lahan terbangun sehingga sangat sulit untuk menemukan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai RTH. Prioritas 1 adalah lahan milik pemerintah berupa jalur pemisah jalan disepanjang jalur arteri dan kolektor yang dapat dijadikan jalur hijau. Prioritas 2 adalah sempadan sungai dengan lebar 30 m di kiri dan kanan sungai yang seharusnya bebas dari lahan terbangun. Prioritas 2 adalah rencana jangka panjang kerena memerlukan usaha dan biaya yang banyak karena harus membebaskan tanah warga. Prioritas 3 adalah lahan milik warga berupa lahan- lahan kosong bekas bangunan atau tanah kosong yang belum termanfaatkan. Pemerintah daerah dapat membeli lahan-lahan ini karena lebih efisien dibandingkan harus membeli lahan yang terdapat bangunan, meskipun cukup sulit untuk memanfaatkannya karena terkait dengan status kepemilikan lahannya yang milik pribadi. Walaupun luas RTH eksisting sudah ditambah dengan area prioritas RTH jumlahnya hanya 710,47 (21,62%) masih kurang dari standar kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menuju Kota Hijau yaitu 30%. Perhitungan rinci area prioritas tertera pada Tabel 23 dan peta area prioritas RTH terlihat pada Gambar 20.

Tabel 23. Luas area prioritas untuk RTH di Kota Yogyakarta

Kecamatan Eksisting Prioritas 1 Prioritas 2 Prioritas 3

Danurejan 13,93 0.37 4,51 0.51 Gedongtengen 12,18 0 2,48 0.92 Gondokusuman 78,97 1.49 7,26 2.62 Gondomanan 18,30 1.16 4,01 0.31 Jetis 24,56 1.82 9,22 1.65 Kotagede 54,15 0.44 4,23 0 Kraton 22,18 1.19 0 0.22 Mantrijeron 55,23 0.71 3,66 1.33

Margangsan 33,81 1.45 8,87 0.62 Ngampilan 7,32 0.57 4,65 0.36 Pakualaman 3,57 0.51 1,92 0.61 Tegalrejo 66,27 1.72 19,53 0.94 Umbulharjo 165,27 3.33 20,04 4.35 Wirobrajan 28,71 0.86 4,7 0.87 Jumlah (ha) 584,45 15.62 95,08 15.32 Jumlah (%) 17,78 0.48 2,89 0.47

Gambar 20. Area prioritas untuk RTH Arahan RTH menuju Kota Hijau Yogyakarta

Pengembangan kualitas dan kuantitas RTH sebagai penyeimbang lahan terbangun dilakukan untuk mewujudkan konsep Kota Hijau. Dalam rangka memperoleh keseimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi arahan pengembangan RTH dibuat berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi eksisting, kecukupan RTH, area yang berpotensi RTH, RTRW Kota Yogyakarta dan peraturan zonasi. Kecukupan RTH ditetapkan berdasarkan luas wilayah (UUTR No.26/2007), jumlah penduduk (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008) dan nilai THI.

Arahan RTH terdiri dari sebaran luas, bentuk dan fungsi RTH pada tiap kawasan. Kondisi eksisting digunakan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas RTH yang ada di Kota Yogyakarta. Kecukupan RTH digunakan untuk menghitung standarisasi jumlah RTH yang dibutuhkan suatu kota. Area yang berpotensi RTH digunakan untuk menentukan area mana saja yang dapat digunakan sebagai RTH. RTRW Kota Yogyakarta digunakan untuk melihat apakah suatu area sudah sesuai peruntukannya. Arahan pengembangan RTH tiap kabupaten adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan Danurejan

Kecamatan Danurejan membutuhkan RTH berdasarkan jumlah penduduk seluas 41,89 ha lebih tinggi dibandingkan kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah yaitu 33 ha. Seluruh RTH eksisting (13,93 ha) diarahkan menjadi RTH kenyamanan. Penggunaan lahan yang paling luas di kecamatan ini adalah kawasan permukiman kepadatan tinggi. Berdasarkan peraturan zonasi KDH kawasan permukiman adalah 10 % atau seluas 5,04 ha, pada kenyataannya di kawasan ini tidak terdapat taman permukiman, oleh karena itu area prioritas 1 seluas 0,37 ha berupa jalur hijau dengan fungsi ekologis dibangun untuk mereduksi asap kendaraan dan meningkatkan kenyaman disepanjang jalan utama di kawasan perdagangan dan jasa. Area prioritas 2 seluas 4,51 ha dikembalikan fungsinya sebagai sempadan sungai. Area prioritas 3 seluas 0,51 ha diarahkan untuk menjadi taman lingkungan permukiman yang dilengkapi lapangan bermain. Fungsi RTH yang menjadi pertimbangan dalam mendisain RTH ini adalah fungsi sosial dan estetika.

Penambahan RTH di kecamatan ini sulit dilakukan karena banyaknya lahan terbangun. Dalam meningkatkan RTH kenyaman terutama di kawasan

Dokumen terkait