• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi 14 kecamatan yaitu : Danurejan, Gedongtengen, Gondokusuman, Gondomanan, Jetis, Kotagede, Kraton, Mantrijeron, Mergangsan, Ngampilan, Pakualaman, Tegalrejo, Umbulharjo, dan Wirobrajan dengan luas wilayah 3.250 ha. Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan pada periode bulan Februari sampai Oktober 2014, yang meliputi tahap studi pustaka, pengamatan lapangan, pengolahan data, dan penyusunan tesis.

Jenis dan Sumber Data serta Alat Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, diperlukan informasi dan data dari berbagai sumber. Data tersebut akan digunakan sebagai bahan untuk menganalisis dan menyusun arahan pengembangan RTH Kota Yogyakarta. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi yang terkait. Adapun rincian data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Data primer berupa :

Data eksisting diperoleh dari hasil interpretasi citra Quickbird berdasarkan jenis penggunaan lahan di Kota Yogyakarta. Hasil ini kemudian divalidasi dengan cek lapangan untuk melihat kondisi sesungguhnya di lapangan. Pengecekan penggunaan lahan dilakukan di kecamatan berikut : Permukiman di Kecamatan Mantrijeron, Perdagangan dan jasa di Kecamatan Gedongtengen, Industri di Kecamatan Kotegede, Perkantoran di Kecamatan Umbulharjo, Pendidikan di Kecamatan Gondokusuman, Kesehatan di Kecamatan Gondokusuman, Pariwisata di Kecamatan Kraton, Sarana transportasi di Kecamatan Gedongtengen, Pertanian di Kecamatan Tegalrejo, TPU di Kecamatan Wirobrajan, Rekreasi dan olahraga di Kecamatan Umbulharjo.

Data suhu dan kelembapan yang diukur langsung di lapangan berdasarkan jenis peruntukan RTH yaitu sempadan sungai, jalur jalan, jalur hijau, kebun binatang, lapangan OR, parkir terbuka, taman kota, taman rekreasi, TPU, lapangan upacara, pertanian, taman lingkungan perkantoran dan taman lingkungan perumahan. Sampel diambil di seluruh kecamatan di Kota Yogyakarta yang mampu mewakili tiap jenis peruntukan RTH, sebanyak 24 titik pengukuran.

Dokumentasi berupa foto. 2. Data sekunder berupa :

Citra Quickbird tahun 2014 diperoleh dari LAPAN.

Peta Administrasi Kota Yogyakarta yang diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

Peta RTH, RTRW, RDTR, buku rencana, dan peraturan terkait diperoleh dari Bapeda, PU, dan dinas pertamanan.

Dokumen statistik berupa luas wilayah, jumlah penduduk tiap kecamatan yang dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan Sistem Informasi Geografis, Global Positioning System (GPS),

Thermo Hygrometer, dan kamera digital.

Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini di awali dengan interpretasi Citra Quickbird, kemudian menghitung kecukupan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan nilai THI; selanjutnya menentukan area yang belum termanfaatkan untuk menentukan area-area prioritas untuk pengembangan RTH. Hasil keluaran tujuan 1, 2, dan 3 dipadukan dengan RTRW dan peraturan zonasi sehingga menghasilkan arahan pengembangan RTH menuju Kota Hijau Yogyakarta. Matrik analisis penelitian tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Matrik Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output Pada Setiap Tahapan Penelitian.

No. Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis

Data Output 1. Mengidentifikasi luas dan persebaran, penggunaan lahan aktual dan RTH eksisting Kota Yogyakarta tahun 2014 Citra Quickbird -LAPAN -Bapeda Interpretasi citra - Peta penggunaan lahan aktual - Peta persebaran RTH eksisting 2. Menghitung luas kecukupan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan nilai THI -Data luas wilayah perkecamatan -Data penduduk -Data temperatur dan kelembapan -BPS -Pengukuran lapangan Menghitung luas kecukupan berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan nilai THI Informasi kebutuhan RTH 3. Menentukan area prioritas untuk pengembangan RTH Peta Penggunaan Lahan Aktual Bappeda Menentukan

area yang belum termanfaatkan

Peta area prioritas RTH 4. Menyusun arahan pengembangan RTH menuju Kota Hijau Yogyakarta Output dari tujuan sebelumnya Hasil Analisis Mensintesis keluaran tujuan 1,2,3 dengan RTRW dan peraturan zonasi Arahan pengembangan RTH Kota Hijau Yogyakarta

Metode Analisis Data Analisis Data Citra

Dalam menganalisis dan mengevaluasi luas dan persebaran, penggunaan lahan aktual dan RTH eksisting di Kota Yogyakarta diawali dengan Interpretasi Citra terhadap citra Quickbird terbaru berdasarkan jenis penggunaan lahannya. Tahapan yang dilakukan sebelum interpretasi citra adalah sebagai berikut:

1. Koreksi geometrik

Koreksi geometrik yaitu penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan, guna mempermudah dalam proses pengintegrasian dengan data yang lain.

2. Pemotongan (subset) wilayah penelitian

Pemotongan (subset) batas area penelitian sesuai dengan wilayah penelitian ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kota Yogyakarta. 3. Interpretasi citra

Interpretasi citra untuk penggunaan lahan dan RTH di wilayah studi dilakukan secara visual pada Citra Quickbird melalui digitasi on screen yaitu proses pengubahan data grafis digital dalam struktur data vektor yang disimpan dalam bentuk point, line, atau area. Klasifikasi penggunaan lahan merujuk pada klasifikasi pola ruang RTRW yang berupa lahan terbangun, seperti kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, industri, perkantoran, pendidikan, kesehatan, pariwisata, sarana transportasi; dan lahan hijau seperti pertanian, TPU, rekreasi dan olahraga. Interpretasi kenampakan RTHnya adalah sebagai berikut:

a. RTH jalur hijau jalan.

Karakteristik visual: berwarna hijau, memanjang membentuk jalur atau berbentuk pulau dengan pola teratur, berasosiasi dengan jalan kota dan jalan tol.

b. RTH sempadan sungai

Karakteristik visual: berwarna hijau, bentuknya seperti jalur memanjang mengikuti pola sungai yang berkelok-kelok, berasosiasi dengan sungai, dan tekstur agak kasar

c. RTH olahraga

Karakteristik visual: berwarna hijau, berbentuk mengelompok dan berasosiasi dengan lapangan olahraga.

d. RTH tempat pemakaman umum

Karakteristik visual: berbentuk mengelompok, berasosiasi dengan vegetasi berwarna hijau, terdapat titik-titik berwarna putih (nisan), pola tidak teratur, dan tekstur agak kasar.

e. RTH rekreasi (taman kota, kebun binatang)

Karakteristik visual: berwarna hijau, berbentuk mengelompok dengan luasan tertentu, teratur, dan terletak di tengah kota.

f. RTH privat ( taman lingkungan perkantoran dan perumahan)

Karakteristik visual: berwarna hijau, bentuknya tidak beraturan, berasosiasi dengan bangunan/permukiman, dan polanya tidak teratur. g. Sawah (Pertanian)

Karakteristik visual : berwarna hijau atau coklat, berbentuk mengelompok dan berpetak-petak, bertekstur halus, dan terletak di pinggir kota

Hasil interpretasi citra kemudian dibandingkan dengan kondisi yang ada di lapangan, pengumpulan fakta dan analisis data-data lain yang berkaitan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran dari hasil interpretasi sehingga mendapatkan hasil yang lebih komprehensif. Alat yang digunakan dalam pengecekan lapang adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat penggunaan lahan di lapang yang selanjutnya dibandingkan dengan

koordinat pada peta hasil interpretasi. Pengecekan lapang dilakukan pada tiap jenis penggunaan lahan, dimana lokasi tersebut mewakili kelas penutupan lahan sesuai dengan hasil interpretasi yang telah ditentukan, serta pada obyek-obyek yang masih sulit untuk dikenali. Jika terjadi perbedaan antara hasil interpretasi dengan hasil pengecekan lapangan, maka akan dilakukan pengeditan kembali sesuai dengan kondisi di lapangan.

Jenis penggunaan lahan yang terdapat di Kota Yogyakarta dapat dibedakan menjadi permukiman, perdagangan dan jasa, industri, perkantoran, pendidikan, kesehatan, pariwisata, sarana transportasi, dan RTH. Jika dilihat dari citra agak sulit untuk dibedakan antara kawasan perkantoran dan perdagangan karena umumnya mereka sama-sama terletak di sepanjang jalan. Demikian juga dengan kawasan industri dan perumahan karena industri yang tersebar di Kota Yogyakarta umumnya industri mikro kecil dan menengah dan mereka biasa menggunakan rumah sebagai tempat produksi, oleh karena itu pengecekan lapangan sangat diperlukan. Jumlah titik pengecekan lapang di tiap kecamatan tertera pada Tabel 5 dan peta sebaran titik pengecekan lapang disajikan pada Gambar 3.

Tabel 5. Jumlah titik pengecekan lapang tiap kecamatan di Kota Yogyakarta berdasarkan jenis penggunaan lahan.

No Kecamatan Jenis Penggunaan Lahan Banyaknya Titik

1. Danurejan Perkantoran 1

2. Gedongtengen Perdagangan dan jasa, RTH

2

3. Gondokusuman Kesehatan, RTH 2

4. Gondomanan Perdagangan dan jasa, perkantoran

2

5. Jetis Perdagangan dan jasa,

perkantoran

2 6. Kotagede Industri, perdagangan

dan jasa

2

7. Kraton Pariwisata 1

8. Mantrijeron Permukiman 1

9. Mergangsan Industri 1

10. Ngampilan Perdagangan dan jasa 1

11. Pakualaman Perdagangan dan jasa, perkantoran

2

12. Tegalrejo Perumahan, industri 2

13. Umbulharjo Pendidikan, permukiman 2

14. Wirobrajan Perdagangan dan jasa 1

Jumlah titik pengecekan 22

Hasil interpretasi tersebut akan menjadi peta penggunaan lahan aktual tahun 2014 dan RTH eksisting untuk dihitung jumlah dan pola distribusinya kemudian dijabarkan secara naratif untuk memberikan gambaran kondisi eksisting tersebut. Hasil analisis dan evaluasi tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu bahan untuk merumuskan pengembangan RTH untuk menuju kota hijau.

Gambar 3. Peta sebaran titik pengecekan lapang Analisis Kecukupan RTH

Analisis kecukupan RTH di wilayah Kota Yogyakarta dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu:

1. Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah (UU N0. 26 tahun 2007)

Menghitung kebutuhan RTH untuk mencapai 30% luas aktual wilayah (dengan proporsi 20% RTH publik dan 10% RTH privat) dan membandingkannya dengan luas RTH eksisting.

2. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Menghitung kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk yaitu dengan mengalikan antara jumlah penduduk dengan standar luas RTH per penduduk. Kebutuhan RTH per penduduk sesuai dengan Permen PU No. 05 tahun 2008 yaitu 20m2/penduduk. Persamaan untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk adalah sebagai berikut.

RTH pi = Pi x k ... m2/orang Dimana :

Pi = Jumlah penduduk pada wilayah i.

k = Nilai ketentuan luas RTH per penduduk berdasarkan Permen PU no 05/PRT/M/2008.

Standar luas RTH per kapita menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05 tahun 2008 tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk

No. Unit Lingkungan Tipe RTH Luas minimal/ unit (m2) Luas minimal/ kapita (m2) Lokasi

1. 250 jiwa Taman RT 250 1,0 Di tengah lingkungan RT

2. 2.500 jiwa Taman RW 1.250 0,5 Di pusat kegiatan RW

3. 30.000 jiwa Taman Kelurahan 9.000 0,3 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kelurahan 4. 120.000 jiwa Taman Kecamatan 24.000 0,2 Dikelompokkan dengan sekolah/pusat kecamatan

Pemakaman Disesuaikan 1,2 Tersebar

5. 480.000 jiwa

Taman Kota 144.000 0,3 Di pusat wilayah/kota

Hutan Kota Disesuaiakan 4,0 Di dalam/ kawasan

pinggiran Untuk fungsi-

fungsi tertentu Disesuaikan 12,5

Disesuaikan dengan kebutuhan

Sumber : Ditjen Penataan Ruang (2008)

3. Perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan nilai Temperature Humidity index

(THI)

a. Pengumpulan Data Lapangan

Teknik yang digunakan dalam menentukan titik lokasi pengambilan data di lapang adalah dengan menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2009). Pertimbangan tersebut yaitu: lokasi yang dapat mewakili tiap jenis penggunaan lahan per kecamatan, tempat pusat aktifitas warga, jalur-jalur pedestrian. Hal lain yang menjadi pertimbangan digunakannya teknik

purposive sampling adalah dapat mengurangi waktu dan tenaga saat pengamatan, sebab data hasil interpretasi citra memiliki area yang cukup luas dengan berbagai jenis tipe penggunaan lahan.

Data lapang yang diukur dan dikumpulkan secara langsung adalah data temperatur dan kelembaban udara. Data tersebut diukur dengan alat

termohygrometer. Alat diletakkan pada ketinggian 150 cm di atas permukaan tanah atau setinggi dada orang dewasa dengan pertimbangan bahwa pada ketinggian tersebut manusia merasakan kenyamanan thermal. Pengambilan sampel dilakukan pada saat cuaca cerah dalam rentang waktu pagi antara pukul 06.00 – 08.00, siang pukul 11.00 - 14.00, dan sore pada pukul 16.00 – 18.00. Suhu minimal diukur pada pagi dan sore hari sedangkan suhu maksimal di ukur pada siang hari dimana pada waktu tersebut warga banyak beraktifitas.

Titik pengukuran diambil berdasarkan jenis penggunaan lahan yang dianggap mewakili atau mendominasi penggunaan lahan yang ada di tiap kecamatan. Jenis RTH di Kota Yogyakarta terdiri dari sempadan sungai, jalur pengaman jalan, jalur hijau, kebun binatang, lapangan OR, parkir terbuka, taman kota, taman rekreasi, TPU, lapangan upacara, pertanian (sawah), taman lingkungan perkantoran, taman lingkungan perumahan. Jumlah titik pengukuran suhu dan kelembapan tiap kecamatan tertera pada

Tabel 7 dan peta sebaran titik pengukuran suhu dan kelembapan terlihat pada Gambar 4.

Tabel 7. Jumlah titik pengukuran suhu dan kelembapan tiap kecamatan di Kota Yogyakarta berdasarkan jenis penggunaan lahan.

No Kecamatan Jenis Penggunaan Lahan Banyaknya Titik

1. Danurejan Perkantoran 1

2. Gedongtengen Perdagangan dan jasa, Jalur pengaman rel KA

2

3. Gondokusuman Lap. OR 1

4. Gondomanan Taman kota, taman rekreasi 2

5. Jetis Sempadan sungai,

permukiman

2 6. Kotagede Sempadan sungai, kebun

binatang, TPU,

3

7. Kraton Taman budaya 1

8. Mantrijeron Taman lingkungan permukiman

1

9. Mergangsan Industri 1

10. Ngampilan Perdagangan dan jasa 1

11. Pakualaman Perkantoran 1

12. Tegalrejo Permukiman, sempadan sungai, pertanian (sawah)

3 13. Umbulharjo Jalur hijau jalan, taman kota,

terminal bus, Lap OR

4

14. Wirobrajan Jalur hijau jalan 1

Jumlah titik pengukuran 24

b. Penentuan Nilai Temperature Humidity Index (THI)

Analisis keruangan juga dilakukan untuk mengetahui sebaran nilai THI (Temperature Humidity Index). Penentuan indeks kenyamanan atau THI dapat ditentukan dari nilai suhu udara (°C) dan kelembaban (RH) dengan menggunakan persamaan Nieuwolt (1975) dalam Effendi (2007) yaitu:

THI = 0,8 T + RH x T 500

Menurut Emmanuel (2005) dalam Pratama (2013) hasil perhitungan nilai THI diklasifikasikan menjadi empat kelas kenyamanan seperti tertera pada Tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi nilai THI (Temperature Humidity Index) Nilai THI Kelas Kenyamanan

< 19 19 < THI < 22 23 < THI < 26 > 27 Sangat nyaman Nyaman Sedang Tidak nyaman Dimana : T = Suhu udara (°C) RH = Kelembaban udara (%)

Gambar 4. Peta sebaran titik pengukuran suhu dan kelembapan c. Penentuan proporsi RTH

Berdasarkan hasil nilai THI maka proporsi RTH suatu area dapat dihitung. Area dengan nilai THI lebih dari 27 atau berada pada kelas tidak nyaman diperlukan penambahan RTH. Menurut Wardhani (2006) dalam

Hayati (2013) untuk menentukan proporsi penambahan RTH dalam mencapai indeks kenyamanan ≤ 26 dapat menggunakan rumus dibawah ini:

P luas = L ƩL

P THI = P Luas × THI

THIn = PTHI – (Ʃ PTHI – 26) p = P Luas – (Ʃ PTHI – 26) ƩPTHI LRTH = L – (p × Ʃ L)

PRTH = LRTH × 100 Ʃ L

Dimana :

Pluas = Proporsi luas (%) PTHI = Proporsi THI

ƩPTHI = Jumlah proporsi THI

THIn = THI Nyaman

LRTH = Luas Penambahan RTH

L = Luas (i)

p = Proporsi supaya nyaman (%)

ƩL = Jumlah Luas

PRTH = Proporsi penambahan RTH (%)

Analisis Area prioritas untuk Pengembangan RTH

Dalam menentukan area prioritas untuk RTH digunakan interpretasi citra. Menururut Rahmi et al. (2012) penambahan proporsi RTH secara signifikan dimungkinkan antara lain melalui optimalisasi penataan jalur hijau koridor komersial. Selain itu juga berpotensi untuk dilakukan dalam blok-blok permukiman, dengan bentuk taman lingkungan, taman poket, perkarangan bangunan hunian, maupun jalur hijau jalan lingkungan, melalui strategi pembangunan kembali kawasan (urban redevelopment). Yoga dan Ismaun (2011) merumuskan area yang berpotensi untuk pengembangan RTH dalam strategi menuju RTH 30% yaitu:

1. Area yang tidak boleh dibangun

Area yang sensitif terhadap perubahan harus di konservasi agar fungsi lingkungan tetap terjaga seperti : habitat satwa liar, area yang memiliki keanekaragaman tinggi, area genangan dan penampung air (water retention), area rawan bencana, tepi sungai sebagai pengaman ekologis, area yang memiliki pemandangan tinggi; pemakaman.

2. Koridor kota (link)

Koridor kota seperti : jalur hijau jalan dan jalan tol, bawah jalan layang, pedestrian, sempadan sungai, tepian badan air situ dan waduk, sempadan rel kereta api, Saluran Umum Tegangan Tingggi (SUTET), pantai.

3. Koefisien Dasar Hijau (KDH)

KDH minimal 20% pada kawasan pengembang (pusat perbelanjaan, hotel, apartemen); taman atap dan dinding hijau pada bangunan.

Mengingat tingginya lahan terbangun di Kota Yogyakarta, maka penambahan RTH adalah dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong milik pemerintah atau masyarakat. Prioritas RTH diklasifikasikan menjadi : prioritas 1 berupa koridor atau jalur hijau jalan milik pemerintah, prioritas 2 yang berupa jalur sempadan sungai, dan potensi 3 berupa lahan-lahan kosong milik masyarakat dapat dijadikan taman-taman lingkungan. RTH eksisting, area prioritas 1, prioritas 2, dan prioritas 3 dipetakan secara spasial menjadi peta area prioritas RTH di Kota Yogyakarta.

Penyusunan Arahan Pengembangan RTH

Penyusunan arahan pengembangan RTH dilakukan dengan cara sintesis terhadap kondisi eksisting, kecukupan RTH, dan area berpotensi yang dapat dikembangkan menjadi RTH untuk mencapai konsep Kota hijau dengan berpedoman pada RTRW dan aturan zonasi Kota Yogyakarta. Arahan

pengembangan RTH yang terdiri atas luas, bentuk, dan fungsi RTH diuraikan pada tiap kecamatan. Arahan ini merupakan bentuk pengendalian terhadap perubahan penggunaan lahan agar tidak terjadi perubahan ke arah yang tidak diinginkan. Arahan ini sekaligus diharapkan menjadi upaya pencegahan dan solusi dalam mengatasi permasalahan terkait dengan semakin berkurangnya luasan RTH dan kenyamanan Kota Yogyakarta. Hasil arahan pengembangan RTH menuju Kota Hijau Yogyakarta disajikan dalam bentuk uraian dan dipetakan secara spasial dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Rangkaian analisis data penelitian hingga diperoleh arahan pengembangan RTH disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Penelitian Interpretasi Citra Citra Quickbird

2014 Penggunaan Lahan eksisting Potensi RTH RTH Eksisting Arahan Pengembangan RTH Kota Yogyakarta Kecukupan RTH Temperatur dan Kelembaban RTRW Kota Yogyakarta dan Peraturan Zonasi

Data Lapangan Standar Kebutuhan RTH Luas Wilayah Jumlah Penduduk Nilai THI

Dokumen terkait