• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gejala klinis pada Ikan patin yang terinfeksi bakteri

Beberapa gejala penyakit yang terlihat pada ikan sampel yakni luka pada permukaan tubuh, gripis pada sirip dan ekor serta pembengkakan pada bagian perut (Gambar 3). Menurut Supriyadi (2005) beberapa gejala umum akibat serangan bakteri antara lain gerakan ikan lemah, gerakan abnormal, produksi lendir berkurang setelah ikan yang terinfeksi mengeluarkan lendir yang berlebihan, perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, ikan menjadi kurus, pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi, luka (ulcer) pada sirip, insang dan kulit.

Gambar 3 Gejala klinis infeksi bakteri patogen pada ikan Patin

Hasil isolasi Bakteri dari lokasi pengambilan sampel

Dari dua lokasi pengambilan sampel yakni Kecamatan Martapura Barat dan martapura Kota diperoleh 160 isolat bakteri. Dari hasil karakterisasi dan identifikasi terhadap 160 isolat bakteri tersebut, ditemukan 15 jenis bakteri yakni Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii, Aeromonas caviae, Aeromonas hydrophilla, Pasteurella multocida, Pasteurella haemolytica, Pseudomonas maltophilia, Flavobacterium columnare, Corynebacterium sp, Micrococcus sp, Moraxella sp, Actinobaciluus sp, Bacillus sp, Klebsiella sp dan Staphylococcus sp. (Lampiran 1 dan 2). Dari 15 bakteri tersebut, yang merupakan bakteri patogen adalah Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii, Aeromonas caviae, Aeromonas hydrophila, Pasteurella multocida, Flavobacterium columnare, Corynebacterium sp dan Micrococcus sp (Frerichs dan Millar 1993, Buller 2004).

Prevalensi infeksi bakteri patogen

Prevalensi infeksi bakteri patogen pada ikan Patin di Kawasan Minapolitan sebesar 50%, dimana prevalensi infeksi bakteri patogen di kecamatan Martapura Barat lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan Martapura Kota (Tabel 6).

Tabel 6. Prevalensi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan

Lokasi Jumlah ikan

terinfeksi/total sampel

Prevalensi (%)

Martapura Kota 17/40 42.5

Martapura Barat 63/120 52.5

Jumlah 80/160 50.0

Prevalensi infeksi bakteri patogen tertinggi di Kawasan Minapolitan adalah prevalensi Plesiomonas shigelloides (26,88%) dan Aeromonas caviae (8,13%). Di Kecamatan Martapura Kota, prevalensi bakteri tertinggi adalah infeksi Plesiomonas shigelloides (25,00%), Aeromonas hydrophilla (7,50%) dan Citrobacter freundii (5,00%). Untuk Kecamatan Martapura Barat, prevalensi bakteri tertinggi adalah infeksi Plesiomonas shigelloides (27.50%), Aeromonas caviae (10,00%) dan Flavobacterium columnare (6,67%). Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.

Tabel 7 Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan Bakteri

Prevalensi infeksi bakteri pathogen Martapura Kota Martapura Barat Kawasan Minapolitan Plesiomonas shigelloides 25.00 27.50 26.88 Aeromonas caviae 2.50 10.00 8.13 Flavobacterium columnare 0.00 6.67 5.00 Citrobacter freundii 5.00 2.50 3.13 Corynebacterium sp 2.50 2.50 2.50 Micrococcus sp 0.00 2.50 1.88 Aeromonas hydrophila 7.50 0.00 1.88 Pasteurella multocida 0.00 0.83 0.63 Jumlah 42.50 52.50 50.00

Gambar 4 Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kecamatan Martapura Barat, Martapura Kota dan Kawasan Minapolitan

Hasil isolasi bakteri patogen dari organ tubuh ikan

Hasil isolasi bakteri dari organ sampel, menunjukkan bahwa hanya Plesiomonas shigelloides dan Aeromonas caviae yang ditemukan dari kelima organ sampel, sedangkan 6 bakteri lainnya diisolasi dari organ tertentu. Terdapat dua jenis bakteri yang hanya diisolasi dari satu organ; meliputi Pasteurella multocida yang diisolasi dari hati dan Corynebacterium sp yang diisolasi dari ginjal (Tabel 8 dan Gambar 5).

Tabel 8 Jumlah isolat bakteri patogen yang ditemukan dari organ tubuh ikan Bakteri Insang Daging Limfa Ginjal Hati Jumlah % Plesiomonas shigelloides 9 7 6 9 12 43 53.75 Aeromonas caviae 2 6 3 1 1 13 16.25 Flavobacterium columnare 2 4 0 0 2 8 10.00 Citrobacter freundii 1 1 2 0 1 5 6.25 Corynebacterium sp 0 0 0 0 4 4 5.00 Micrococcus sp 0 1 1 1 0 3 3.75 Aeromonas hydrophila 1 1 1 3 3.75 Pasteurella multocida 1 0 0 0 0 1 1.25 Jumlah 16 19 12 12 21 80 100.00 0 10 20 30 40 50 60 Martapura Kota Martapura Barat Kawasan Minapolitan P rev al en si (%)

Gambar 5 Distribusi bakteri patogen yang ditemukan dari organ. Hasil analisa parameter kualitas air

Hasil analisa kualitas air dan prevalensi infeksi bakteri batogen pada sampel ikan di Kawasan Minapolitan disajikan Tabel 9 dan Tabel 10.

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 0 2 4 6 8 10 12 14 F rek uensi B ak ter i P at ogen P rose nt asi B ak ter i P at ogen F rek uensi i B ak ter i P at ogen

Tabel 9 Hasil analisa parameter kualitas air, prevalensi infeksi bakteri patogen dan bakteri patogen yang ditemukan di lokasi pengambilan sampel Lokasi Pengambilan Sampel/ POKDAKAN

Parameter Kualitas Air Pre-

valensi (%)

Bakteri Patogen yang ditemukan pH DO (mg/l) Suhu (o C) Kecera- han (cm) Besi (mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l) Amoniak (mg/l) Kecamatan Martapura Kota :

Citra Betasa 7.0 2.0 31 20 1 < 0.3 12.5 1.5 70.00 Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii,

Corynebacterium sp Kisman 7.7 5.0 33 30 0.1 < 0.3 12.5 0 90.00 Plesiomonas shigelloides,

Aeromonas hydrophila, Aeromonas caviae, Citrobacter freundii Sejahtera 7.1 5.0 29 60 0.25 < 0.3 12.5 0.25 0.00 -

Sumber Mina 6.9 8.0 30 45 0.1 < 0.3 12.5 0 10.00 Plesiomonas shigelloides Kecamatan Martapura Barat :

Lempayu 7.2 5.0 30 25 0.1 < 0.3 12.5 0 50.00 Aeromonas caviae

Patin Raya 7.2 8.0 32 15 0.25 < 0.3 12.5 0 80.00 Plesiomonas shigelloides, Aeromonas caviae

Bina Bersama 7.2 2.0 31 17 0.1 < 0.3 12.5 0 90.00 Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii

Bina Usaha 7.1 2.0 30 10

0.5 < 0.3 12.5 1.5

70.00 Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii

Mina Mulya 7.3 8.0 33 11 1 < 0.3 12.5 3 50.00 Flavobacterium columnare Benua Mandiri 7.4 5.0 33 29 0.1 < 0.3 12.5 1.5 60.00 Plesiomonas shigelloides,

Lokasi Pengambilan

Sampel/ POKDAKAN

Parameter Kualitas Air Pre-

valensi (%)

Bakteri Patogen yang ditemukan pH DO (mg/l) Suhu (o C) Kecera- han (cm) Besi (mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l) Amoniak (mg/l)

Usaha Bersama 7.3 8.0 33 12 1 < 0.3 12.5 0.25 50.00 Pasteurella multocida, Plesiomonas shigelloides, Corynebacterium sp Mina Sejahtera 7.5 8.0 32 14 0.25 < 0.3 12.5 5 60.00 Plesiomonas shigelloides,

Aeromonas caviae

Mina Musti 7.4 8.0 32 19 0.1 < 0.3 12.5 0.25 30.00 Plesiomonas shigelloides, Corynebacterium sp Amanah 7.4 5.0 33 16 0.25 < 0.3 12.5 0.25 40.00 Micrococcus sp, Plesiomonas shigelloides Mina Membangun 6.9 2.0 31 35 1 < 0.3 12.5 1.5 30.00 Flavobacterium columnare Kencana Sutera 7.2 5.0 32 40 1 < 0.3 12.5 3 20.00 Plesiomonas shigelloides

Tabel 10 Prevalensi masing-masing bakteri patogendi lokasi pengambilan sampel di Kawasan Minapolitan

Lokasi Sampel Prevalensi (%)

Plesio- monas shigelloides Aero- monas caviae Flavo- bacterium columnare Citrobacter freundii Coryne- bacterium sp Aero- monas hydrophila Micrococcus sp Pasteurella multocida Citra Betasa 50.00 - - 10.00 10.00 - - - Kisman 40.00 10.00 - 10.00 - 30.00 - - Sejahtera - - - - Sumber Mina 10.00 - - - - Lempayu - 50.00 - - - - Patin Raya 70.00 10.00 - - - - Bina Bersama 80.00 - - 10.00 - - - - Bina Usaha 50.00 - - 20.00 - - - - Mina Mulya - - 50.00 - - - - - Benua Mandiri 40.00 20.00 - - - - Usaha Bersama 20.00 - - - 20.00 - - 10.00 Mina Sejahtera 20.00 40.00 - - - - Mina Musti 20.00 - - - 10.00 - - - Amanah 10.00 - - - 30.00 - Mina Membangun - - 30.00 - - - - - Kencana Sutera 20.00 - - - -

Air adalah unsur penunjang terpenting dalam kegiatan budidaya ikan. (Sitanggang 2001). Agar pertumbuhan dan kelangsungan hidup optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal untuk kepentingan proses fisiologis pertumbuhan (Susanto 2009). Kualitas air yang optimum sangat diperlukan untuk keberhasilan budidaya ikan Patin (Tabel

Tabel 11 Kisaran optimum kualitas air untuk budidaya ikan Patin

Parameter Satuan Kisaran Optimum

Suhu oC 25 – 30

pH - 6,5 – 8,5

Kecerahan Cm 25 – 80

Oksigen terlarut mg/l > 4

Amoniak (NH3) mg/l < 0,01

Sumber : SNI 01-6483.5-2002 Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) Selain beberapa parameter diatas, kadar nitrit, nitrat dan besi juga mempengaruhi kualitas perairan untuk usaha budidaya ikan. Menurut Aquaculture (2003) kandungan nitrit yang dapat ditolerir untuk perikanan budidaya adalah < 0,3 mg/l, nitrat sebesar 0,2-10 mg/l dan besi sebesar 0.05 – 0.5 mg/l.

Dari hasil analisa kualitas air di Kawasan Minapolitan diperoleh kisaran nilai pH sebesar 6,9-7,7 dimana nilai pH tersebut masih merupakan kisaran optimum untuk budidaya ikan Patin. Untuk kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 2-8 mg/l, 4 dari 16 lokasi sampel memiliki kadar DO sebesar 2 mg/l. Nilai ini berada dibawah nilai optimum. Untuk parameter suhu diperoleh nilai 29-33oC, dimana 12 dari 16 lokasi pengampilan sampel memiliki nilai suhu diatas nilai optimum (>30oC). Untuk paremeter kecerahan diperoleh 11-60 cm, dimana 8 dari 16 lokasi pengampilan sampel memiliki nilai kecerahan dibawah nilai optimum (< 25 cm).

Dari hasil analisa kadar besi, diperoleh nilai 0,25-1 mg/l; dimana 5 dari 16 lokasi pengambilan sampel memiliki kadar besi melebihi batas (> 0,5 mg/l). Untuk kadar nitrit, diperoleh nilai < 0,3 mg/l di semua lokasi pengambilan sampel. Kadar nitrit ini masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh ikan. Untuk kadar nitrat diperoleh nilai 12,5 mg/l di semua lokasi pengambilan sampel. Jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan Aquaculture (2003), nilai ini melebihi batas yang dapat ditolerir. Untuk kadar amoniak, diperoleh kisaran nilai sebesar 0-3 mg/l; 11 dari 16 lokasi sampel memiliki kadar amoniak melebihi nilai optimum (> 0,01 mg/l).

Hubungan antara parameter kualitas air dengan prevalensi bakteri Hubungan antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi linier berganda (Tabel 12).

Tabel 12 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan

Uji korelasi Prevalensi infeksi bakteri patogen

ph Pearson Correlation 0.41

Sig. (2-tailed) 0.114

N 16

Suhu Pearson Correlation 0.36

Sig. (2-tailed) 0.176

N 16

Kecerahan Pearson Correlation -0.67**

Sig. (2-tailed) 0.004 N 16 DO Pearson Correlation -0.24 Sig. (2-tailed) 0.362 N 16

** Korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan 99%

Hubungan pH dengan prevalensi infeksi bakteri patogen mempunyai nilai korelasi sebesar 0,41. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi cukup kuat antara keduanya dengan hubungan korelasi positif (searah). Peningkatan pH dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen. Hubungan suhu dengan prevalensi infeksi bakteri patogen mempunyai nilai korelasi sebesar 0,36. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi cukup kuat antara keduanya dengan hubungan korelasi positif (searah). Peningkatan suhu dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen.

Untuk hubungan kecerahan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen mempunyai nilai korelasi sebesar 0,67 dan signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi yang kuat dan signifikan antara keduanya dengan hubungan korelasi negatif (terbalik). Semakin rendah tingkat kecerahan air dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen. Hubungan DO dengan prevalensi infeksi bakteri patogen mempunyai nilai korelasi sebesar 0,24. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi yang sangat lemah antara keduanya.

Peranan stress lingkungan dengan kejadian infeksi bakteri pada ikan Infeksi bakteri memegang peranan penting atas tingginya angka kematian akibat penyakit pada ikan. Tekanan fisiologis, stres dan cedera fisik berkontribusi utama terhadap kejadian penyakit ikan dan kematian dalam kegiatan budidaya. Bakteri yang menginfeksi ikan umumnya merupakan bakteri patogen oppurtunistik yang ada di lingkungan. Pada kondisi dimana terdapat keseimbangan yang baik antara lingkungan, inang/ikan dan bakteri, bakteri patogen oppurtunistik tidak akan menyebabkan penyakit pada ikan. Namun sebaliknya jika terjadi perubahan keseimbangan antara lingkungan, inang/ikan dan bakteri dapat menyebabkan penyakit hingga kematian (Rottmann et al. 1992).

Banyak agen penyakit ikan potensial yang terdapat di tanah, air, udara ataupun pada ikan itu sendiri. Di alam, ikan mungkin resistan terhadap bakteri tersebut karena mampu mencari lingkungan hidup yang baik untuk kehidupannya. Sementara pada lingkungan budidaya, keterbatasan bahan makanan sehingga kebutuhan nutrisi tidak tercukupi, faktor stress seperti jumlah populasi yang padat, kualitas air yang buruk, cedera fisik akibat proses penanganan yang kurang tepat (penangkapan, penyortiran dan transportasi), dan sanitasi yang buruk dapat dapat mengakibatkan kerentanan atau melemahnya pertahanan ikan yang berpotensi mempermudah masuk dan menyebarnya bakteri dan agen penyakit lainnya ke tubuh ikan.

Faktor stres merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam kegiatan budidaya ikan secara intensif. Keadaan stress ini merupakan salah satu faktor penting terkait dengan infeksi bakteri pada ikan (Rottmann et al. 1992). Stres merupakan respon fisiologis yang terjadi untukmempertahankan kondisi tubuh terhadap perubahan/ketidakseimbangan dalam tubuhnya atau lingkungan (Subyakto 2000). Namun pada saat yang bersamaan kondisi stress juga dapat melumpuhkan respon pertahanan tubuh dan kekebalan tubuh pada ikan

Stres dan luka awalnya akan memicu reaksi tanggap kebal tubuh yang akan menghasilkan beberapa perubahan pada tubuh ikan. Terjadi peningkatan sekresi hormon kortisol oleh kelenjar adrenal. Regulasi level kortisol berperan penting dalam adaptasi ikan dan sebagai indikator saat ikan berada pada kondisi stres. Kortisol adalah suatu hormon jenis glukokortikoid yang berperan dalam proses glukoneogenesis. Glikogen hati akan dimetabolisme oleh hormon tersebut

sehingga meningkatkan kadar gula dalam darah. Proses metabolisme ini akan menghasilkan sejumlah besar energi yang dipersiapkan untuk menghadapi situsasi darurat/stressor (Rottmann et al. 1992).

Salah satu indikator yang sering terlihat dari efek metabolik akibat stres adalah meningkatnya kadar glukosa di dalam plasma (Evans dan Claiborne 2006). Kubilay dan Ulukoy (2002) menyebutkan bahwa pengaruh fisiologis dari stres akut seperti (transportasi, penanganan, penjaringan, dan pengurungan) pada sistem budi daya dapat meningkatkan kadar kortisol dan glukosa dalam plasma. Kadar kortisol pada ikan rainbow trout yang mengalami stres akut rata- rata sebesar 45,16 µg/dl sedangkan pada ikan yang tidak mengalami stres lebih rendah yaitu rata-rata 31,50 µg/dl. Kadar glukosa dalam plasma ikan rainbow trout yang stres rata-rata sebesar 58,53 mg/dl dan pada ikan yang tidak stres rata-rata sebesar 26,23 mg/dl. Syawal dan Yusni (2010) juga menyatakan adanya peningkatan kadar glukosa plasma darah pada ikan Patin Siam yang sedang dalam keadaan stress. Ikan mampu beradaptasi terhadap stres untuk periode waktu dan dapat terlihat normal. Namun, setelah energi cadangan habis dan dan ketidakseimbangan hormon terjadi, sistem kekebalan tubuh akan ditekan sehingga meningkatkan kerentanan terhadap penyakit.

Namun disisi lain, hormon yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal dapat menekan respon peradangan /inflamasi yang merupakan bagian dari sistem menghadapi serangan benda asing/agen penyakit. Keseimbangan air atau osmoregulasi pada ikan ikan juga juga dapat terganggu akibat perubahan dalam metabolisme mineral. Dalam keadaan ini, ikan menyerap air dalam jumlah yang berlebihan dari lingkungan (overhidrasi); sehingga ikan akan kehilangan kadar garam (dehidrasi). Gangguan ini akan menyebabkan peningkatan kebutuhan energi untuk osmoregulasi, peningkatan respirasi dan tekanan darah serta dilepasnya cadangan merah sel darah ke dalam aliran darah (Rottmann et al. 1992).

Selain kortisol, hormon katekolamin pada Ikan yang mengalami stres akan mengalami peningkatan. Kedua hormon tersebut pada kadar tinggi berpengaruh negatif terhadap sistem imunitas ikan, karena meningkatnya kortisol dalam plasma akan menghambat pembentukan interlukin I dan II. Akibatnya ikan akan menurun kekebalannya dan mudah terinfeksi patogen, dengan demikian, dapat menyebabkan tingginya angka kematian (Syawal dan Yusni 2010).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter kualitas air yang berkaitan dengan konsentrasi ion Hidrogen.Bila nilai pH rendah (bersifat asam) berarti air mengandung banyak ion H yang dapat mematikan makhluk hidup dalam air. Ikan mempunyai titik mati asam (pH 4)dan titik mati basa (pH 11) (Boyd dalam Mangalik 2001). Bagi kebanyakan ikan yang hidup di perairan tawar,angka pH yang di anggap sesuai untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,5-8,4 (Brook et al. 1989). Kadar pH yang ekstrim di bawah atau di atas pH optimum akan mengakibatkan gangguan pada kesehatan ikan. Efek langsung dari pH rendah dan pH yang terlalu tinggi adalah berupa kerusakan sel epitel baik kulit maupun insang, hal ini akan mengganggu pada proses penyerapan oksigen (Supriyadi 2005).

Dari hasil analisa kualitas air di Kawasan Minapolitan diperoleh kisaran nilai pH sebesar 6,9-7,7 dimana nilai pH tersebut masih merupakan kisaran optimum untuk budidaya ikan Patin (6,5 – 8,5). Meskipun masih dalam kisaran normal, namun dari hasil uji korelasi antara pH dengan prevalensi infeksi bakteri patogen pada ikan Patin, menunjukan bahwa terdapat korelasi cukup kuat meskipun tidak signifikan antara keduanya dengan persamaan regresi Y=51.613x-323.55 dan koefisien determinasi sebesar 0,1689. Ini menunjukkan bahwa hanya 16,89% prevalensi infeksi bakteri patogen yang dapat dijelaskan oleh faktor pH air. Peningkatan pH air Peningkatan suhu dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen (Gambar 6).

Gambar 6 Korelasi pH dengan prevalensi infeksi bakteri patogen

y = 51,61x - 323,5 R² = 0,168 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 6,8 7 7,2 7,4 7,6 7,8 P re v a le n si ( %) pH

Suhu

semua makhluk hidup. Suhu sangat berpengaruh terhadap aktifitas metabolisme, pertumbuhan dan kehidupan organisme di perairan. Suhu merupakan parameter yang penting bagi organisme perairan (Sitanggang 2001). Suhu memiliki pengaruh langsung terhadap kebutuhan oksigen, kebutuhan pakan dan efisiensi konversi pakan. Suhu akan mempengaruhi semua proses kimia dan biologi pada tubuh ikan (Aquaculture 2003). Secara umum kecepatan reaksi kimia dan biologi akan meningkat 2 kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10ºC (Sitanggang 2001) . Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan kebutuhan ikan terhadap pakan dan oksigen sehingga proses metabolisme ikan juga semakin cepat (Aquaculture 2003).

Masing-masing ikan memiliki kisaran suhu optimum untuk pertumbuhannya. Suhu air di luar batas nilai optimum dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan (Aquaculture 2003). Ikan mempunyai daya toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang mendadak, perubahan suhu kurang lebih 5ºC secara mendadak dapat mengakibatkan ikan stres dan mati (Boyd 1979). Kondisi stress pada ikan juga dapat meningkatkan kerentanan ikan terhadap penyakit.

Bakteri memiliki batasan suhu minimum optimum dan maksimum untuk pertumbuhannya. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel sehingga pertumbuhan bakteri terhambat, sedangkan pada suhu optimum, bakteri akan tumbuh dengan baik (Middelbeek et al. 1992). Bagi keberadaan bakteri, suhu lingkungan yang tinggi dari suhu yang dapat ditoleransi akan menyebabkan denaturasi esensial lainnya sehingga sel akan mati. Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran sehingga transportasi terhenti (Madigan et al. 2009).

Langdon (1988) menyatakan jika suhu air meningkat secara fluktuatif maka terdapat kecenderungan peningkatan kecepatan multiplikasi patogen terutama bakteri. Ini menunjukan bahwa suhu memiliki pengaruh yang kuat terhadap jumlah kejadian penyakit bakterial pada ikan. Dari delapan jenis bakteri yang ditemukan, terlihat bahwa bakteri-bakteri tersebut merupakan golongan bakteri psikrofil (kisaran suhu pertumbuhannya 10-30 oC) dan bakteri mesofil

(kisaran suhu pertumbuhannya 25-40oC). Jika dihubungkan dengan hasil pengukuran parameter suhu air, dimana diperoleh kisaran suhu air sebesar 29- 33oC. Kisaran suhu tersebut merupakan kisaran suhu dimana bakteri dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik, sehingga jumlah bakteri akan meningkat. Sementara jika dihubungkan dengan pertumbuhan optimum ikan Patin, suhu air diatas 30 oC merupakan suhu yang melebihi batas optimum untuk budidaya ikan Patin. Peningkatan suhu melebihi batas optimum ini dapat menjadi stressor bagi ikan yang selanjutnya dapat meningkatan kerentanan ikan terhadap penyakit.

Hasil uji korelasi antara suhu dengan prevalensi infeksi bakteri patogen menunjukkan terdapat korelasi cukup kuat antara keduanya dengan persamaan regresi Y=7.3253x-181.2 dan koefisien determinasi sebesar 0,1265. Ini menunjukkan bahwa hanya 12,65% prevalensi infeksi bakteri patogen yang dapat dijelaskan oleh faktor suhu air. Peningkatan suhu dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen (Gambar 7).

Gambar 7 Korelasi suhu dengan prevalensi infeksi bakteri patogen

y = 7,325x - 181,2 R² = 0,126 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 28 29 30 31 32 33 34 P re v a le n si ( %) Suhu (C)

Kecerahan

Kecerahan merupakan parameter penentu batas pandang/batas visual penetrasi cahaya matahari ke dalam badan air. Kegunaan parameter ini adalah untuk menentukan kedalaman lapisan perairan yang produktif (Boyd 1979). Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesis,disamping itu bagi sebagian besar ikan dalam menentukan arah renang dan mencari makan memerlukan kadar kecerahan tertentu (Parson dan stricklam dalam Iriadenta 2000).

Kecerahan juga mempengaruhi ketersediaan cahaya untuk kegiatan fotosintes bagi phytoplankton. Jika tingkat kekeruhan terlalu tinggi, kegiatan fotosintesis akan terhambat dan secara signifikan akan menurunkan kandungan oksigen terlarut di perairan. Peluang untuk mendapatkan masalah kekurangan oksigen akan besar apabila bacaan Sechi disc kurang dari 30 cm. Pada bacaan alat sechi dish 10-20 cm, kadar oksigen terlarut menjadi semakin rendah sehingga mengakibatkan strees pada ikan (Boyd dan Lichtkopper 1970).

Penurunan tingkat kecerahan disebabkan oleh kekeruhan pada air. Kekeruhan dapat terjadi karena plankton, humus dan suspensi lumpur serta suspensi hidroksida besi. Kekeruhan perairan dapat menghambat pertumbuhan ikan budidaya baik langsung maupun tidak langsung. Air yang sangat keruh tidak dapat digunakan untuk kegiatan budi daya ikan, karena air yang keruh dapat menyebabkan rendahnya kemampuan daya ikat oksigen, berkurangnya batas pandang ikan, selera makan ikan berkurang, sehingga efisiensi pakan rendah; serta ikan sulit bernafas karena insangnya tertutup oleh partikel- partikel lumpur (Gusrina 2008). Kekeruhan air juga akan menghalangi ikan dalam mencari makanan, menyebabkan kerusakan insang dan stress pada ikan.

Dari hasil analisa kualitas air, Untuk parameter kecerahan diperoleh 11- 60 cm, dimana 8 dari 16 lokasi pengampilan sampel memiliki nilai kecerahan dibawah nilai optimum kecerahan untuk budidaya ikan Patin (< 25 cm). Kecerahan dan prevalensi infeksi bakteri patogen mempunyai nilai korelasi yang kuat dan signifikan, dengan persamaan regresi Y=-1.29x+82.089 dengan koefisien determinasi sebesar 0.455 atau 45.50% prevalensi infeksi bakteri patogen dapat dijelaskan oleh faktor kecerahan air. Semakin rendah tingkat kecerahan air dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen (Gambar 8).

Gambar 8 Korelasi kecerahan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut menempati urutan teratas untuk kegiatan budidaya ikan. Oksigen merupakan faktor terpenting bagi kehidupan ikan. Kadar oksigen di perairan/lingkungan budidaya dipengaruhi oleh suhu air, tingkat penyebaran spesies di perairan, salinitas dan jumlah vegetasi perairan dan populasi ikan di kolam. Kandungan DO diperoleh akibat difusi gas oksigen dari udara ke dalam air, proses aerasi oleh angin yang berhembus di permukaan serta hasil fotosintesa tumbuhan perairan (Aquaculture 2003). Oksigen sangat di butuhkan dalam proses fisika,kimia,biologi pada suatu ekosistim perairan yang berlangsung secara berantai,sehingga minimnya kandungan oksigen dalam perairan akan menghambat berbagai aktivitas dalam perairan tersebut. Rendahnya kandungan oksigen terlarut di perairan dapat membahayakan spesies perairan. Efeknya antara lain stress pada ikan, peningkatan kerentanan terhadap penyakit, efisiensi pakan yang rendah, gangguan pertumbuhan ikan hingga kematian.

Boyd dan Lichtkopper (1979) memberikan kisaran konsentrasi oksigen dan pengaruhnya terhadap kehidupan ikan sebagai berikut :

- <0,4 mg/l,ikan kecil hanya bertahan hidup dalam waktu singkat. - 0,3-1,0 mg/l,mematikan ikan besar jika terlalu lama.

y = -1,29x + 82,08 R² = 0,455 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 P re v a le n si ( %) Kecerahan (cm)

- >1,0-5,0 mg/l, ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhannya menjadi lambat jika di biarkan

- >5,0 mg/l, kondisi yang diinginkan.

Kisaran optimum untuk budidaya ikan Patin >4,0 mg/l. Hasil analisa