Lokasi Sampel pH DO (mg/l) Suhu (oC) Kecerahan (cm) Prevalensi Plesiomonas shigelloides (%) Citra Betasa 7.0 2.0 31 20 50.00 Kisman 7.7 5.0 33 30 40.00 Sumber Mina 6.9 8.0 30 45 10.00 Patin Raya 7.2 8.0 32 15 70.00 Bina Bersama 7.2 2.0 31 17 80.00 Bina Usaha 7.1 2.0 30 10 50.00 Benua Mandiri 7.4 5.0 33 29 40.00 Usaha Bersama 7.3 8.0 33 12 20.00 Mina Sejahtera 7.5 8.0 32 14 20.00 Mina Musti 7.4 8.0 32 19 20.00 Amanah 7.4 5.0 33 16 10.00 Kencana Sutera 7.2 5.0 32 40 20.00
Uji korelasi menunjukkan bahwa korelasi yang kuat terjadi antara kadar oksigen terlarut dan prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides, dengan nilai korelasi sebesar -0,53 dan hubungan korelasi negative (terbalik). Penurunan kadar oksigen terlarut dapat meningkatkan prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides. Uji korelasi antara kecerahan dan prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides menghasilkan nilai korelasi sebesar -0,34, yang menunjukan bahwa terdapat korelasi yang cukup kuat antara keduanya dengan hubungan korelasi negative (terbalik). Penurunan tingkat kecerahan air dapat meningkatkan prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides. Uji korelasi antara pH dan suhu dengan prevalensi Plesiomonas shigelloides menunjukkan hubungan korelasi yang sangat lemah, dengan nilai koefisien korelasi masing-masing -0,15 dan - 0,24 (Tabel 14).
Tabel 14 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi
Plesiomonas shigelloides
di Kawasan MinapolitanUji Korelasi Prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides
ph Pearson Correlation -0.15
Sig. (2-tailed) 0.651
N 12
suhu Pearson Correlation -0.24
Sig. (2-tailed) 0.451
N 12
kecerahan Pearson Correlation -0.34
Sig. (2-tailed) 0.273
N 12
DO Pearson Correlation -0.53
Sig. (2-tailed) 0.079
N 12
. Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa ada kecenderungan peningkatan prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides seiring dengan menurunnya tingkat kecerahan air dan kandungan oksigen terlarut. Meningkatnya kekeruhan air dan menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan merupakan salah satu stressor bagi ikan yang dapat menyebabkan ikan menjadi stress dan mempengaruhi kerentanan ikan terhadap infeksi Plesiomonas shigelloides.
Prevalensi infeksi Aeromonas sp
Bakteri Aeromonas sp berbentuk batang, bersifat gram negatif, motil dan dapat hidup pada lingkungan aerob maupun anaerob. Motil aeromonads mampu beradaptasi pada lingkungan dengan berbagai kisaran konduktivitas, kekeruhan, pH, salinitas, dan suhu yang (Hazen et al. 1978). Suhu optimum pertumbuhan tergantung pada strain tertentu, tetapi umumnya berkisar dari 25oC hingga 35°C. Bakteri ini tersebar luas di lingkungan perairan.
Infeksi bakteri yang disebabkan oleh motil-aeromonas merupakan infeksi yang umum terjadi dan menjadi penyebab meningkatnya penyakit ikan di kolam. Stres pada ikan akan meningkatkan kepekaan terhadap infeksi bakteri ini. Infeksi motil aeromonas telah diketahui selama bertahun-tahun dengan berbagai nama diantaranya motil aeromonas septikemia (MAS), motil eromonad infeksi (MAI), hemorrhagi septikemia, red pest (hama merah) dan red sore (penyakit merah). Infeksi Aeromonasdikenal dengan aeromonads. Bebarapa dapat menyebabkan penyakit antara lain Aeromonas hydrophila, A. sobria, A. caviae dan beberapa jenis Aeromonas sp lainnya.
Faktor penyebab wabah penyakit motil aeromonads adalah karena bakteri ini merupakan salah satu bakteri yang paling banyak ditemukan lingkungan perairan tawar. Aeromonads merupakan bakteri fakultatif, yang mampu memanfaatkan nutrisi ketika berada di lingkungan dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama tanpa keberadaan inang. Bakteri ini akan melimpah jumlahnya pada perairan yang kaya bahan organik, seperti di kolam dan sistem budidaya lainnya. Bakteri ini dapat diisolasi dari kulit dan saluran usus ikan sehat, lumpur dari kolam, tumbuhan air dan beberapa protozoa. Hal ini menyebabkan bakteri ini sulit dieliminasi dari lingkungan perairan.
Tanda-tanda klinis atau gejala penyakit yang berhubungan dengan Infeksi Aeromonas bersifat non-spesifik yang sulit dibedakan dengan infeksi penyakit lainnya. Infeksi penyakit ini sangat bervariasi, dapat terlihat di bagian kulit atau hanya terjadi pada organ sistemik internal (septicaemia) atau kombinasi keduanya. Wabah dapat berjalan kronis (jangka panjang) dan mempengaruhi hanya sejumlah kecil ikan atau dapat menghasilkan infeksi akut (waktu yang cepat dan singkat) dengan peningkatan infeksi yang cepat dan angka kematian yang tinggi.
Aeromonads dianggap sebagai patogen oportunistik, yang dapat menimbulkan penyakit ketika daya tahan tubuh ikan di populasi melemah atau sebagai infeksi sekunder yang menyertai penyakit ikan lainnya. Aeromonas sp, terkadang dihubungkan dengan infestasi ektoparasit seperti Epistylis sp. Faktor stress lingkungan, terutama kualitas air yang buruk dapat meningkatkan perkembangan penyakit. Faktor-faktor lingkungan tersebut berupa suhu air yang tinggi , kadar amonia dan nitrit yang tinggi, gangguan pH dan rendahnya kadar oksigen terlarut. Pada bererapa kejadian, Infeksi Aeromonas lebih umum terjadi di perairan yang hangat dibandingkan dengan perairan yang dingin. Infeksi ini dapat terjadi pada berbagai jenis umur ikan, tetapi kerugian paling parah jika terjadi pada benih dan ikan yang masih berukuran kecil (small fingerlings). Kejadian infeksi Aeromonas dapat ditemukan setiap bulan sepanjang tahun.
Aeromonas caviae bersifat kurang virulen dibandingkan beberapa jenis motil Aeromonas yang bersifat patogen lainnya. Namun bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya septicaemia dan kematian jika dalam menfinfeksi dalam jumlah yang besar (Buller 2004). A. hydrophila merupakan bakteri agen penyebab penyakit Bacterial Hemorrhagic Septicemia (BAS) atau Motil Aeromonas Septicemia (MAS). Aeromonas hydrophila menyebabkan lesio pada kulit dan pembusukan sirip, haemorrhagic septicaemia, hingga kematian (Camus 1998).
Pada ikan jenis catfish, gejala yang muncul berupa kemerahan dan luka pada sirip disertai dengan depigmentasi kulit yang tidak beraturan, dengan berbagai ukuran di seluruh permukaan tubuh. Kulit tubuh menjadi terkelupas, sehingga otot dapat terlihat. Luka yang terbentuk dapat muncul di superficial atau meluas ke dalam otot hingga tulang. Ulkus/luka ini dibatasi oleh garis putih di lokasi zona haemorragi. Pada catfish, infeksi Aeromonas juga dapat disertai dengan gejala eksternal berupa exophthalmia, distensi perut, (pembengkakan perut) dan insang yang berwarna pucat. Lesi kulit yang disebabkan oleh aeromonads juga dapat disertai infeksi jamur atau bakteri columnaris.
Tingkat kematian Aeromonas umumnya tidak mencapai 50%, namun tingkat mortalitas yang tinggi dapat terjadi pada populasi ikan dengan daya tahan tubuh rendah, tingkat stres yang tinggi dan virulensi dari strain bakteri yang menginfeksi ikan. Kematian dapat mencapai 100% pada benih dan ikan berukuran kecil.
Aeromonas caviae
Infeksi Aeromonas caviae ditemukan di 5 dari 16 lokasi pengambilan sampel dengan kisaran nilai pH sebesar 7,2-7,7; suhu 30-33° C, kecerahan 14- 30 cm dan kadar oksigen 5-8 mg/l. Dari hasil analisa kualitas air menunjukan suhu yang relatif tinggi di lokasi sampel yang diduga mempengaruhi prevalensi infeksi Aeromonas caviae di lokasi sampel (Tabel 15).
Tabel 15 Prevalensi infeksi
Aeromonas caviae dan kualitas air
di lokasi sampel Lokasi Sampel pH DO (mg/l) Suhu (oC) Kecerahan (cm) Prevalensi Aeromonas caviae (%) Kisman 7.7 5.0 33 30 10.00 Lempayu 7.2 5.0 30 25 50.00 Patin Raya 7.2 8.0 32 15 10.00 Benua Mandiri 7.4 5.0 33 29 20.00 Mina Sejahtera 7.5 8.0 32 14 40.00 Aeromonas hydrophilaInfeksi Aeromonas hydrophila hanya ditemukan di 1 dari 16 lokasi pengambilan sampel dengan prevalensi sebesar 30%. Analisa kualitas air lokasi pengambilan sampel menunjukan nilai pH sebesar 7,7; DO sebesar 5 mg/l, suhu 33° C dan kecerahan 30 cm. Nilai pH, DO dan kecerahan berada pada kisaran optimum untuk budidaya ikan Patin maupun untuk pertumbuhan bakteri. Sedangkan suhu relatif tinggi dan melebihi nilai optimum budidaya ikan Patin.
Bakteri Aeromonas hydrophila umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Bakteri ini merupakan bakteri mesofil yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan kisaran suhu 15°-55°C. Holt et al. (1994) menyebutkan bahwa Aeromonas hydrophila dapat tumbuh pada temperatur optimal 22-28°C. Palumbo dan Buchanan (1985) menyatakan bahwa Aeromonas hydrophila dapat tumbuh pada temperatur optimal 20-35°C. Jika dihubungkan dengan nilai yang baik untuk pH, kecerahan dan DO ini mengindikasikan bahwa bahan organik di lokasi tinggi, sehingga pertumbuhan Aeromonas hydrophila. Suhu yang tinggi juga menjadi faktor yang mendukung terjadinya pertumbuhan optimum Aeromonas hydrophila, sedangkan bagi ikan tingginya suhu perairan dapat menjadi stressor bagi ikan. Ketika ikan mengalami stress semantara Aeromonas hydrophila tumbuh optimum, hal ini menyebabkan kerentanan ikan terhadap infeksi Aeromonas hydrophila.
Prevalensi infeksi Citrobacter freundii
Citrobacter freundii merupakan bakteri aerob, gram negatif dan berbentuk batang, dikelilingi oleh flagela yang digunakan untuk bergerak, namun beberapa diantaranya bersifat non-motil. Habitatnya meliputi lingkungan (tanah, air, pembuangan limbah), makanan, dan saluran usus hewan dan manusia. Bakteri ini merupakan patogen oportunistik.
Gejala eskternal dari infeksi Citrobacter freundii antara lain berupa peningkatan lendir kulit dan insang, erosi dan luka pada kulit, pendarahan difus pada kulit dan sirip, exophthalmus bilateral dan pendarahan di mata. tercatat di semua spesimen. Pendarahan diffuse juga terjadi di bagian ventral abdomen. Lubang anal berdarah. Insang pucat karena anemia, perdarahan petechial, dan adalah pembengkakan dan dengan nekrosis ujung filamen insang. Citrobacter freundii dapat menyebabkan lesio pada kulit, sirip, insang dan organ internal serta haemorrhagic septicaemia (Svetlana et al. 2003).
Svetlana et al. (2003) menyebutkan bahwa infeksi Citrobacter freundii pada benih ikan Rainbow-troat ditandai dengan gastroenteritis dan kematian semakin tinggi, tanpa menunjukkan gejala klinik. Sedangkan infeksi pada ikan NIla menunjukkan gejala haemorrhagi septikemia akut. Dari hasil pemeriksaan patologi ditemukan adanya inflamasi di saluran usus ikan Rainbow-troat, sedangkan pada organ internal ikan Nila terlihat adanya inflamasi hingga nekrosis jaringan.
Infeksi Citrobacter freundii ditemukan di 4 dari 16 lokasi pengambilan