• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalence of pathogenic bacterial infection in Pangasius hypophthalmus in Minapolitan Area of Banjar District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalence of pathogenic bacterial infection in Pangasius hypophthalmus in Minapolitan Area of Banjar District"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI INFEKSI BAKTERI PATOGEN PADA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DI KAWASAN MINAPOLITAN

KABUPATEN BANJAR

EKA HANDAYANI B253080031

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFOMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prevalensi Infeksi Bakteri Patogen pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) di Kawasan Minapolitan Kabupaten banjar adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

(3)

ABSTRACT

EKA HANDAYANI. Prevalence of pathogenic bacterial infection in Pangasius hypophthalmus in Minapolitan Area of Banjar District. Under direction of FACHRIYAN HASMI PASARIBU and USAMAH AFIFF.

Numbers of 160 samples of Pangasius hypophthalmus were taken from 16 groups of fish (Pokdakan) in Minapolitan Area of Banjar District. Fish samples were taken selectively (which showed clinical symptoms of disease) or taken randomly if the symptoms of disease did not show. Bacterial isolates were made from organ of fish samples, and then were identified by the morphology, physiology and biochemistry test. Measurement of water quality parameters were also conducted directly in the respective pools/sampling sites. Eight types of pathogenic bacterial were found in Minapolitan Area of Banjar District with prevalence of 50.00%. The pathogenic bacterial were Plesiomonas shigelloides (26.88%), Aeromonas caviae (8.13%), Flavobacterium columnare (5.00%), Citrobacter freundii (3.13%), Corynebacterium sp (2.50%), Micrococcus sp (1.88%), Aeromonas hydrophilla (1.88%) and Pasteurella multocida (1.88%). Prevalence of pathogenic bacterial in West Martapura Subdistrict (52.5%) was higher than Martapura Subdistrict (42.5%). There were significant correlation between water turbidity and prevalence of pathogenic bacterial.

(4)

RINGKASAN

EKA HANDAYANI. Prevalensi Infeksi Bakteri Patoegen pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) di Kawasan Minapolitan Kabupaten banjar. Dibimbing oleh FACHRIYAN HASMI PASARIBU dan USAMAH AFIFF.

Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor andalan di Kabupaten Banjar dalam rangka peningkatan dan perbaikan ekonomi daerah. Untuk memadukan sektor perikanan dengan dan sektor-sektor terkait lainnya agar dapat saling mendukung dan bersinergi dengan pendekatan pembangunan berbasis kawasan dan komoditas, Kabupaten Banjar menetapkan Kawasan Minapolitan Cindai Alus sebagai kawasan strategis dan menjadi kawasan unggulan daerah. Pengembangan kawasan minapolitan Cindai Alus ini menitikberatkan kegiatan ekonominya pada usaha perikanan budidaya dengan ikan patin sebagai komoditas utamanya. Sehubungan dengan kebijakan pengembangan sentra perikanan budidaya menuju industrialisasi perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2011 juga telah menetapkan beberapa kawasan pengembangan perikanan budidaya dengan 7 komoditas utama, dimana Kabupaten Banjar menjadi salah satu simpul industrialisasi perikanan untuk pulau Kalimantan dengan Patin sebagai komoditas utama.

(5)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi, menginventarisir serta menentukan prevalensi penyakit bakterial utama pada Ikan Patin di kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar sebagai upaya deteksi dini untuk pencegahan, pemberantasan dan pengendaliannya. Manfaat langsung yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjadi bahan informasi dan bahan pengambilan keputusan dalam upaya pencegahan, pemberantasan dan pengendalian hama dan penyakit ikan khususnya penyakit bakterial di Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar.

Sebanyak 160 sampel ikan Patin diambil dari 16 lokasi kolam budidaya POKDAKAN di Kawasan Minapolitan kabupaten Banjar. Sampel ikan tersebut dipilih secara selektif (ikan yang menunjukan gejala klinis terserang penyakit) atau secara acak jika ikan tidak menunjukan gejala terserang penyakit. Isolat bakteri diambil dari organ ikan meliputi insang, paru-paru, hati, ginjal dan daging. Isolat bakteri yang tumbuh selanjutnya identifikasi secara morfologi, fisologi dan biokimia. Pengukuran parameter kualitas air meliputi pH, suhu, oksigen terlarut, kecerahan, kadar amoniak, nitrit, nitrat dan besi juga dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pengambilan sampel ikan. Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan rumus prevalensi/frekuensi kejadian, uji korelasi dan regresi.

Beberapa gejala penyakit yang terlihat pada ikan sampel yakni luka pada permukaan tubuh, gripis pada sirip dan ekor serta pembengkakan pada bagian perut. Dari hasil penelitian, prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar sebesar 50%. Bakteri patogen tersebut meliputi Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii, Aeromonas caviae, Aeromonas hydrophilla, Pasteurella multocida, Flavobacterium columnare, Corynebacterium sp dan Micrococcus sp. Prevalensi infeksi bakteri patogen di kecamatan Martapura Barat (52,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan Martapura Kota (42,5%).

(6)

dari organ sampel, menunjukkan bahwa hanya Plesiomonas shigelloides dan Aeromonas caviae yang ditemukan dari kelima organ sampel, sedangkan 6 bakteri lainnya diisolasi dari organ tertentu. Terdapat dua jenis bakteri yang hanya diisolasi dari satu organ meliputi Pasteurella multocida yang diisolasi dari hati dan Corynebacterium sp yang diisolasi dari ginjal.

Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan menunjukan bahwa terdapat hubungan korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan. Suhu dan pH memiliki korelasi yang cukup kuat dengan prevalensi infeksi bakteri patogen. Peningkatan suhu dan pH dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen. Kecerahan air memiliki korelasi yang sangat kuat dan signifikan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen Kabupaten Banjar. Semakin rendah tingkat kecerahan air dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen. Hasil uji korelasi antara umur ikan (ukuran tubuh ikan) dan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan menunjukan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara ukuran tubuh ikan dengan prevalensi infeksi bakteri patogen. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan prevalensi infeksi bakteri patogen seiring dengan bertambahnya ukuran tubuh ikan

(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan ataumenyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

PREVALENSI INFEKSI BAKTERI PATOGEN PADA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DI KAWASAN MINAPOLITAN

KABUPATEN BANJAR

EKA HANDAYANI B253080031

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Mikrobiologi Medis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul : Prevalensi Infeksi Bakteri Patogen pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) di Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar Nama : drh. Eka Handayani

NRP : B253080031

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu

Ketua Anggota

drh Usamah Afiff, M.Sc

Diketahui,

Ketua Program Studi Mikrobiologi Medis Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. drh. Fachriyan H. Pasaribu Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Prevalensi Infeksi Bakteri Patogen pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) di Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi/Mayor Mikrobiologi Medis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.drh. Fachriyan H.Pasaribu selaku Ketua komisi pembimbing dan drh.Usamah Afiff, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang dengan sabar dan tulus memberikan bimbingan, nasehat danpengorbanan waktu yang diberikan selama masa penelitian sampai dengan penyelesaian tesis. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada Kepala Balai Karantina Ikan Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin beserta Karyawan/Karyawati yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh Staf Pengajar Program Mikrobiologi Medik, rekan seperjuangan MKM angkatan 2008, 2009, 2010, 2011 dan 2012 atas dukungannya. Kepada Papah dan Mamah, adik-adik tercinta serta seluruh keluarga besar terimakasih atas segala doa restu, bimbingan, semangat dan didikan dalam keluarga sehingga ananda senantiasa terpacu menyelesaikan pendidikan S2.

Terimakasih kepada Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar yang berkenan memberikan izin sehingga penulis dapat melanjutkan kuliah. Terima kasih kepada M.Syahid, S.Pi, MP, Ir.Sofyan Hadi, Drh.Asep Yusuf Nugraha, para penyuluh perikanan dan Karyawan/i Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar yang banyak memberikan dukungan dan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian di lapangan.

(12)

satu persatu diucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Semoga segala budi dan jasa yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis berharap pembaca dapat memberikan saran yang bermanfaat demi kesempurnaannya. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kemajuan sektor perikanan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Agustus 2012

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palangkaraya pada tanggal 25 November 1985 merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Haderani dan Ibu Lendang. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Melayu 12 Muara Teweh, Kalimantan Tengah pada tahun 1996 dan pada tahun 1999 penulis menyelesaikan sekolah menengah pertama di SLTPN 1 Muara Teweh. Selanjutnya penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum tahun 2002 di SMUN I Muara Teweh, kemudian melanjutkan studi S1 sampai dengan dokter hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Angkatan 39 dan lulus pada tahun 2008.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xvii

DAFTAR GAMBAR ……….. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xix

PENDAHULUAN ……… 1

Latar belakang ……… 1

Rumusan Masalah ………. 3

Tujuan ………. 3

Manfaat penelitian ………. 3

TINJAUAN PUSTAKA ………. 4

Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) ……… 4

Sistematika dan Morfologi Patin Siam ………. 4

Siklus Hidup Ikan Patin ……… 6

Sifat-sifat Biologis ……… 6

Makanan dan Kebiasaan Makan ……….. 7

Kondisi Wilayah Pemantauan ……….. 7

Kondisi Umum ……….. 7

Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar ………. 9

Hama Dan Penyakit Ikan ……….. 11

Penyakit Akibat Infeksi Bakteri ………. 12

Penyakit bakterial utama pada ikan Patin ……….. 13

Aeromonas hydrophila……….. 13

Aeromonas salmonicida………... 14

Pseudomonas sp ……….. 14

Edwardsiella tarda. ……….. 15

Edwardsiella ictaluri …...……….. 16

Flavobacterium columnare ……… 16

(15)

METODOLOGI PENELITIAN ………. 21

Waktu dan Tempat Penelitian ………. 21

Alat dan Bahan ……… 21

Cara Kerja ……… 21

Pengumpulan Data ……… 21

Pengambilan Sampel ………. 22

Pemeriksaan bakteri ………... 24

Preparasi Sampel ……….. 24

Isolasi bakteri ……….. 24

Identifikasi isolat bakteri ……… 24

Identifikasi Bakteri ………. 25

Pengukuran Parameter Kualitas Air ……… 26

Pengolahan Data ………... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 27

Gejala Klinis pada Ikan Patin yang Terinfeksi Bakteri ……….. 27

Hasil isolasi Bakteri dari lokasi pengambilan sampel ………... 27

Prevalensi infeksi bakteri patogen ………... 28

Hasil isolasi bakteri patogen dari organ tubuh ikan ……….. 29

Hasil analisa parameter kualitas air ………. 30

Hubungan antara parameter kualitas air dengan prevalensi bakteri……….. 35

Peranan stress lingkungan dengan kejadian infeksi bakteri pada ikan ... 36

Prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides ………. 46

Prevalensi infeksi Aeromonas sp……….. 48

(16)

Prevalensi infeksi Flavobacterium columnare ……… 52

Prevalensi infeksi Corynebacterium sp……… 53

Prevalensi Infeksi Pasteurella multocida ……….. 54

Prevalensi Infeksi Micrococcus sp………. 54

Prevalensi Infeksi bakteri patogen pada ukuran Ikan yang berbeda……… 55

KESIMPULAN DAN SARAN ……………… 58

Kesimpulan ……… 58

Saran ……….………. 58

DAFTAR PUSTAKA …….…….…….…….…….…….…….…….…….…… 59

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Luas areal Kawasan Minapolitan dan Pemanfaatannya ………. 9 2 Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten

Banjar ………. 10

3 Target Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Banjar Tahun 2009-2014 ………... 10 4 Penentuan jumlah sampel usaha POKDAKAN Patin ……… 22 5 Penentuan jumlah sampel ikan dengan metode Amos ……….. 23 6 Prevalensi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan ……… 28 7 Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan ….. 28 8 Jumlah isolat bakteri patogen yang ditemukan dari organ tubuh

ikan ……….. 29

9 Hasil analisa parameter kualitas air, prevalensi infeksi bakteri patogen dan bakteri patogen yang ditemukan di lokasi

pengambilan sampel ……… 31

10 Prevalensi masing-masing bakteri patogen di lokasi pengambilan

sampel di Kawasan Minapolitan ……… 33 11 Kisaran optimum kualitas air untuk budidaya ikan Patin ……….. 34 12 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi

infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan ………. 35 13 Prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides dan kualitas air di

lokasi sampel ………. 46

14 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi Plesiomonas shigelloides di Kawasan Minapolitan…….. 47 15 Prevalensi infeksi Aeromonas caviae dan kualitas air di lokasi

sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….……. 50 16 Prevalensi infeksi Citrobacter freundii dan kualitas air di lokasi

sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….……. 51 17 Prevalensi infeksi Flavobacterium columnare dan kualitas air di

lokasi sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….……. 53 18 Prevalensi infeksi Corynebacterium sp dan kualitas air di lokasi

sampel …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….……. 54 19 Prevalensi infeksi bakteri patogen berdasarkan ukuran panjang

ikan …….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…….…… 56 20 Prevalensi infeksi bakteri patogen berdasarkan ukuran panjang

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kabupaten Banjar sebagai salah satu simpul industrialisasi

perikanan………. 2

2 Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)………. 4 3 Gejala klinis infeksi bakteri pada ikan Patin………... 27 4 Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kecamatan Martapura Barat,

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Data Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Patin di Kawasan

Minapolitan Kab. Banjar……… 63 2 Perhitungan Jumlah Pengambilan Sampel Kelompok Pembudidaya

Ikan dengan Rumus Taro Yamane ……….. 65 3 Penentuan Sampel per Desa Ditentukan dengan Metode

Proportional Random Sampling ….……….. 66 4 Hasil Pengamatan Morfologi Isolat Bakteri ……… 67 5 Hasil Pengamatan Uji Biokimiawi ……… 68 6 Analisis Regresi Linear Sederhana antara pH dan Prevalensi

Bakteri Patogen ……… 72

7 Analisis Regresi Linear Sederhana antara Kadar Oksigen Terlarut (DO) dan Prevalensi Bakteri Patogen ………... 74 8 Analisis Regresi Linear Sederhana antara Suhu dan Prevalensi

Bakteri Patogen ………. 76

(20)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya alam hayati cukup besar, diantaranya sumberdaya hayati perikanan yang merupakan salah satu modal dasar yang sangat berarti dalam pembangunan nasional. Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi perikanan adalah dengan mengembangkan usaha budidaya perikanan, baik budidaya air tawar dan payau maupun budidaya air laut dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu. sebagai program lima tahun kedepan Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membangun kawasan minapolitan (kawasan produksi kelautan dan perikanan yang terintegrasi). Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip, integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi.

Kegiatan perikanan merupakan salah satu sektor andalan di Kabupaten Banjar. Kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan diarahkan agar mampu meningkatkan perannya dalam perbaikan ekonomi daerah. Sektor perikanan dan kelautan diharapkan mampu memposisikan diri sebagai salah satu penggerak pembangunan ekonomi daerah dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk memadukan sektor perikanan dengan dan sektor-sektor terkait lainnya agar dapat saling mendukung dan bersinergi dengan pendekatan pembangunan berbasis kawasan dan komoditas, maka Kabupaten Banjar telah menetapkan Kawasan Minapolitan Cindai Alus sebagai kawasan strategis dan menjadi kawasan unggulan daerah. Pengembangan kawasan minapolitan Cindai Alus ini menitikberatkan kegiatan ekonominya pada usaha perikanan budidaya dengan ikan patin sebagai komoditas utamanya.

(21)

Sehubungan dengan kebijakan pengembangan sentra perikanan budidaya menuju industrialisasi perikanan, Pemerintah RI melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah menetapkan beberapa kawasan pengembangan perikanan budidaya dengan 7 komoditas industrialisasi yakni Tuna, Udang, Rumput Laut, Bandeng, Nila, Patin dan Lele. Pengembangan perikanan budidaya tersebut tersebar di seluruh wilayah/kepulauan di Indonesia dengan masing-masing komoditas utama perikanan yang dikembangkan. Telah ditetapkan 15 simpul industrialisasi perikanan di Indonesia dimana Kabupaten Banjar menjadi salah satu simpul untuk pulau Kalimantan dimana patin menjadi komoditas utama.

Gambar 1. Kabupaten Banjar sebagai salah satu simpul industrialisasi perikanan

(22)

Keberhasilan pengembangan ikan Patin di kawasan minapolitan tidak terlepas dari upaya penanganan dan pemberantasan hama dan penyakit ikan terutama hama penyakit ikan karantina. Bakteri merupakan salah satu agen penyakit ikan yang dapat merusak kelestarian sumberdaya hayati perikanan dan menurunnya tingkat kualitas maupun kuantitas produksi perikanan pada kawasan Minapolitan. Tingkat kematian akibat infeksi bakteri pada populasi ikan dapat mencapai 50 – 100% (Laporan Pemantauan HPIK Tahun 2011 BKI Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin, 2011). Semakin meningkatnya mobilitas manusia atau barang, menurunnya kualitas lingkungan perairan dan rendahnya efektifitas upaya pencegahan dan pengendalian merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan hama dan penyakit ikan. Salah satu upaya pencegahan dan pengendalian terjadinya serangan dan penyebaran penyakit bakterial pada ikan adalah dengan melakukan pemantauan prevalensi penyakit bakterial dikawasan Minapolitan sebagai upaya deteksi dini untuk pencegahan serta pemberantasan dan pengendaliannya.

Rumusan Masalah

Bakteri merupakan salah satu agen penyakit ikan yang menjadi ancaman bagi usaha budidaya ikan Patin di Kawasan Minapolitan, Kabupaten Banjar Prov. Kalimantan Selatan. Penjelasan diatas menjadikan dasar pentingnya dilakukan penelitian mengenai prevalensi penyakit bakterial pada ikan Patin dikawasan Minapolitan yang diperlukan sebagai sebagai upaya deteksi dini untuk pencegahan serta pemberantasan dan pengendaliannya.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi, menginventarisir serta menentukan prevalensi penyakit bakterial pada Ikan Patin di kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar, sebagai upaya deteksi dini untuk pencegahan serta pemberantasan dan pengendaliannya.

Manfaat penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)

Sistematika dan Morfologi Patin Siam

Saanin (1984) dan Integrated Taxonomic Information System (2012) mengklasifikasikan ikan patin siam sebagai berikut :

Domain : Eukaryota Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Superclass : Osteichthyes Class : Actinopterygii Subclass : Neopterygii

Superorder

Order : Siluriformes Family : Pangasiidae Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius hypophthalmus Sinonim : Pangasius sutchi

(24)

Ikan patin siam merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan ini bukan ikan lokal tetapi berasal dari Thailand. Pertama kali didatangkan ke Indonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Patin siam memiliki pertumbuhan yang cepat, fekunditas telurnya tinggi, warna dagingnya merah, popular dikalangan masyarakat. Untuk pasupati memiliki pertumbuhan yang cepat, fekunditas telurnya tinggi, warna dagingnya putih, dan sedikit popular di masyarakat (Susanto 2009).

Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi dan kandungan protein hewani yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Selain rasa dagingnya yang lezat, ikan patin memiliki beberapa kelebihan lain misalnya ukuran per individunya besar. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. ikan patin cukup potensial dibudidayakan di berbagai media pemeliharaan yang berbeda, sebagaimana jenis ikan air tawar lainnya seperti mas, tawes, dan lele. Media pemeliharaan kolam, karamba, bahkan jala apung dapat digunakan untuk memelihara ikan patin (Susanto 2009).

Patin Siam bertubuh panjang dengan perbandingan panjang dan tinggi sekitar 4 : 1. Bila dipotong secara vertikal, Patin Siam bertubuh pipih dengan perbandingan tinggi dan lebar sekitar 3 : 1. Dengan perbandingan seperti itu Patin Siam bertubuh tipis, atau tidak bulat, seperti ikan lele. Tanda khas lainnya adalah Patin Siam berpugung lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor. Patin Siam tidak memiliki sisik, sehingga yang nampak hanya kulitnya saja. Warna tubuh Patin Siam seperti terbagi dua, yaitu punggung berwarna hijau, abu-abu gelap, sedangkan bagian perut berwarna putih perak. Pada bagian itu terdapat dua garis, garis pertama memanjang dari kepala sampai ke pangkal ekor, sedangkan garis kedua memanjang dari kepala sampai ke ujung sirip dubur.

(25)

Siam bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor (caudal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin) dan sepasang sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggung kecil dan pendek, berada tepat di atas perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya, dan berjari-jari sirip 29 – 33. Selain kelima sirip, Patin Siam memiliki sirip yang tidak dimiliki ikan lain, yaitu bersirip lemah (adipose fin)yang letaknya di belakang sirip punggung(Saanin 1984).

Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak disebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Amri 2007). Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil (Amri 2007).

Siklus Hidup Ikan Patin

Ikan patin dalam menjalani hidupnya mengalami perkembangan atau fase yang akan dijalaninya selama beberapa waktu sampai akhirnya dapat dikonsumsi ataupun dijadikan induk untuk menghasilkan benih-benih yang berkualitas. Menurut Amri (2007) Ikan patin memiliki fase kehidupan yaitu telur, larva, benih (juvenil), dan induk (dewasa).

Sifat-sifat Biologis

(26)

sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Tidak hanya itu ikan patin juga sulit memijah di kolam atau wadah pemeliharaan dan termasuk pula ikan yang kawin musiman sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan serta hanya memijah sekali setahun pada musim hujan sekitar bulan November-Maret (Amri 2007).

Makanan dan Kebiasaan Makan

Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung ke arah karnivora. Makanan utama ikan patin di alam berupa udang renik (crustacea), insekta dan moluska. Sementara makanan pelengkap ikan patin berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di perairan Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan renik yang terdiri atas cacing, serangga, udang sungai, jenis–jenis siput dan biji–bijian. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang besar. Sedangkan untuk larva ikan patin yang dipelihara pada kolam-kolam maupun akuarium dapat diberikan makanan alami seperti artemia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Susanto dan Amri 2002).

Kondisi Wilayah Pemantauan

Kondisi Umum

(27)

Berdasarkan pemantauan Badan Meteorologi dan Geofisika Banjarbaru pada tahun 2010, suhu udara di Kabupaten Banjar rata-rata berkisar antara 22,3o C - 32,8o C. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan Mei (32,8o C) dan suhu minimum terjadi pada bulan Juni dan Juli (22,3o C). Selain itu sebagai daerah tropis maka kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar 40,0%-100,0% dengan kelembaban maksimum pada bulan Februari, Maret, April - Oktober, November dan Desember serta minimum pada bulan September. Curah hujan bulanan berkisar antara 54,4 – 554, 3 mm. Curah hujan tertinggi pada bulan Maret yaitu 554,3 mm dan yang terendah pada bulan Mei yaitu 54,4 mm. Tekanan udara berkisar antara 1.008,2 mb – 1.014,8 mb, sedangkan kecepatan angin berkisar antara 2-16 knot. Penyinaran dengan intensitas tertinggi terjadi pada bulan Mei dan September yaitu 4,83% dan terendah pada bulan Desember yaitu sekitar 2,17% (RPJMD Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).

Secara topografis wilayah Kabupaten Banjar merupakan daratan dan pegunungan yang ketinggiannya berkisar antara 0 s/d 1.878 meter dari permukaan laut. Ketinggian ini merupakan salah satu faktor yang menentukan letak kegiatan penduduk, maka ketinggian juga dipakai sebagai penentuan batas wilayah tanah usaha, dimana 35 % berada di ketinggian 0–7 m dpl, 55,54 % ada pada ketinggian 50–300 m dpl, sisanya 9,45 % lebih dari 300 m dpl. Rendahnya letak Kabupaten Banjar dari permukaan laut menyebabkan aliran air pada permukaan tanah menjadi kurang lancar. Akibatnya sebagian wilayah selalu tergenang (29,93%) sebagian lagi (0,58%) tergenang secara periodik. Bagian barat Kabupaten Banjar merupakan wilayah datar dan pasang surut yang sebagian diperuntukan sebagai lahan pertanian/sawah. Sedangkan bagian timur daerah berbukit, kebanyakan ditumbuhi padang alang-alang, belukar dan hutan primer, dan sebagian juga diperuntukkan sebagai lahan sawah (RPJMD Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).

(28)

bahan induk bahan aluvial dan fisiografi dataran yang meliputi 3,72%. 28,57% dari luas wilayah. Tanah komplek podsolik merah kuning dan laterit dengan bahan induk batuan baku dengan fisiografi dataran meliputi 14,29%. Tanah latosol dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi instrusi meliputi 24,84%. Tanah komplek podsolik merah kuning, latosol dengan batu induk endapan dan metamorf meliputi 28,57% (RPJMD Kabupaten Banjar Tahun 2011-2015 2011).

Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan

Pemerintah Kabupaten Banjar telah menetapkan Kecamatan Martapura Kota dan Martapura Barat sebagai Kawasan Minapolitan. Kegiatan Perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar adalah perikanan budidaya kolam dengan komoditas Ikan Patin (P.sutchii) dan Ikan Nila (O.Niloticus). Kawasan ini memiliki lahan seluas 6.406 Ha dengan lahan potensial untuk kolam budidaya seluas 1.195 Ha (Tabel 1). Sumber air disuplai dari Irigasi teknis riam kanan seluas 25.900 Ha yang terbentang sepanjang 40 km dari desa Mandikapau, Kec. Karang Intan hingga Kec. Sungai Tabuk.

Tabel 1. Luas areal Kawasan Minapolitan dan Pemanfaatannya Kecamatan/

Luas Potensi Fungsional Martapura Kota Patin, Nila Budidaya

Cindai Alus 300 158 16

Tungkaran 200 127 52

Sungai Sipai 300 90 36

Martapura Barat Patin, Nila Budidaya Sungai Rangas

Hambuku

482 125 18

Sungai Batang 2.275 370 161

Penggalaman 2.849 325 34

Jumlah 6.406 1.195 497

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel Tahun 2011

(29)

Tabel 2. Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar

3,914,200 4,899,620 13,026,200 12,262,063 Kebutuhan Benih Nila Produksi ikan Patin (Ton) 3,470.59 4,454.20 11,842 11,147.33 Produksi ikan Nila (Ton) 1,015.18 902.6 7,657.95 5,181.27 Sumber : Data Base Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel

Tahun 2011

Tabel 3. Target Produksi Perikanan Budidaya Kabupaten Banjar Tahun 2009-2014

Jenis komoditi Produksi (Ton)

2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : Data Base Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Banjar Prov. Kalsel

(30)

Hama Dan Penyakit Ikan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan, Hama dan Penyakit Ikan (HPI) adalah semua mikro organisme yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menginfeksi tubuh ikan sekaligus dapat menimbulkan gangguan kehidupan ikan normal sampai dapat mengakibatkan kematian. Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK) adalah semua hama dan penyakit ikan yang belum terdapat dan/atau telah terdapat hanya di area tertentu di wilayah negara Republik Indonesia yang dalam waktu relatif cepat dapat mewabah dan merugikan sosio ekonomi atau yang membahayakan kesehatan masyarakat. Hama dan Penyakit Ikan Golongan I adalah semua hama dan penyakit ikan karantina yang tidak dapat di suci hamakan dan/atau disembuhkan dari media pembawa karena teknologi perlakuan belum dikuasai. Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan II adalah semua hama dan penyakit ikan karantina yang dapat disucihamakan dan/atau disembuhkan dari media pembawa karena teknologi pelaksanaannya sudah dikuasai.

Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena penyebab dari dalam/internal dan dari luar /eksternal (Yuasa et al. 2003). Penyakit Ikan merupakan suatu proses yang mempengaruhi sebagian atau seluruh tubuh yang mengakibatkan keadaan ikan tidak normal dengan penyebab yang belum atau sudah diketahui. Penyakit ikan timbul karena adanya interaksi kompleks antara ikan, agen penyakit dan lingkungan (air). Penyebab penyakit dari internal dan eksternal menurut Yuasa et al. ( 2003 ) adalah sebagai berikut:

1. Penyebab internal meliputi genetik, sekresi internal, imunodefisiensi, saraf dan metabolisme

2. Penyebab eksternal meliputi : - Non Patogen:

a. Penyakit Lingkungan, disebabkan suhu dan kualitas air lainnya (pH, kelarutan gas, zat beracun)

b. Penyakit nutrisi, disebabkan kekurangan nutrisi, gejala keracunan dalam pakan

(31)

Penyakit Akibat Infeksi Bakteri

Menurut Zonneveld et al. (1991), bakteri adalah mikroorganisme dengan struktur intraselluler yang sederhana, bentuknya berbeda menurut genusnya. Jenis bakteri tertentu biasanya menunjukkan bentuk dan ukuran sesuai dengan keadaan lingkungan, ciri-ciri bakteri itu sendiri adalah dapat tumbuh dan bertambah banyak dalam kelompok, berbentuk rantai atau benang, memiliki koloni yang berwarna dan berkilau atau tidak, halus atau kasar, metabolisme aerob atau anaerob, membutuhkan media tertentu untuk mengkultur disertai dengan menghasilkan asam dan gas, sifat-sifat ini berguna untuk mengindentifikasi bakteri. Penyakit akibat infeksi bakteri di Indonesia dapat menyebabkan kematian sekitar 50 – 100% pada populasi ikan.

Bakteri juga merupakan organisme primitif akan tetapi mempunyai susunan sel yang telah berkembang dengan sempurna walaupun tidak memiliki nukleus sebagaimana mahluk-mahluk hidup yang lebih tinggi. Bakteri biasanya mempunyai tingkat reproduksi yang tinggi apabila ketersediaan makanan cukup. Jika makanan tersebut ditemukan pada organisme lain maka hal inilah yang dapat menyebabkan penyakit. Beberapa spesies diantaranya dapat hidup didalam atau diluar organism multiseluler lain tanpa menyebabkan penyakit bahkan diantaranya sangat dibutuhkan oleh inangnya (Axelrod et al. 1995).

Suatu penyakit tertentu akibat bakteri biasanya dapat dikenali dari gejala-gejala yang ditimbulkannya. Namun untuk menentukan jenis/spesies bakteri penyebab penyakit pada ikan diperlukan pemeriksaan laboratorium. Gejala umum akibat serangan bakteri antara lain gerakan ikan lemah, gerakan abnormal, produksi lendir berkurang setelah ikan yang terinfeksi mengeluarkan lendir yang berlebihan, perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, ikan menjadi kurus, pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi, luka (ulcer) pada tempatrontok pada insang dan kulit, bengkak pada perut dan mengeluarkan cairan kuning darah (dropsy), mata menonjol (exophthalmus), beberapa bakteri mampu menghasilkan tubercle atau granuloma pada bagian tubuh yang terinfeksi (Supriyadi 2005).

(32)

crassostreae, Edwardsiella tarda, Edwardsiella ictaluri, Streptococcus agalactiae, Pasteurella piscicida (Photobacterium damselae subsp. Piscicida), Yersinia ruckeri, Aerococcus viridans var Homeri, Pseudomonas anguilliseptica dan Streptococcus iniae. Dari kelompok Bateri golongan HPIK tersebut yang ditemukan di Indonesia adalah Aeromonas salmonicida, Mycobacterium marinum, Mycobacterium chelonei, Mycobacterium fortuitum, Edwardsiella tarda, Edwardsiella ictaluri, Streptococcus agalactiae, Pasteurella piscicida (Photobacterium damselae subsp. Piscicida), Yersinia ruckeri, Pseudomonas enguillaseptica dan Streptococcus iniae.

Penyakit bakterial utama pada ikan Patin

Bakteri utama yang sering menyerang ikan Patin adalah Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip (Khairuman dan Sudenda 2011). Selain itu, Edwardsiella sp dan Flavobacterium sp merupakan bakteri yang menyerang Patin.

Aeromonas hydrophila

Bakteri Aeromonas hydrophila umumnya hidup di air tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri A. hydrophila adalah berbentuk batang, berdiameter 0,3 - 1,0 mikrometer dan panjang 1,0 -3,5 mikrometer, bersifat Gram negatif, hidup pada temperatur optimal 22 - 28°C, gelatinase positif (Holt et al. 1994). Selain itu bakteri ini juga bersifat fakultatif aerobik (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen) yang mengubah karbohidrat menjadi asam dan gas, tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena memiliki flagel (monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya. Koloni bakteri ini pada media agar berwarna putih kekuningan, bentuk bulat cembung, oksidase sitokrom dan reaksi katalase positif. Bakteri ini senang hidup di lingkungan perairan bersuhu 15 - 30°C dan pH antara 53-9 (Kordi 2004).

(33)

hydrophila juga memperlihatkan gejala-gejala berupa warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan bengkak dan sedikit menonjol, sisik terkuak, seluruh sirip rusak, insang berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, kulit ikan menjadi kasar (Kordi 2004).

Aeromonas salmonicida

Aeromonas salmonicida merupakan patogen opportunistik, yang dapat menyerang baik ikan air tawar maupun air laut. A. salmonicida merupakan bakteri berbentuk batang pendek dengan ukuran 1,3-2,0 x 0,8-1,3 µm, tidak motil, bersifat gram negatif, tidak memiliki endospora dan kapsula. A. salmonicida memiliki koloni putih berwarna putih, berukuran kecil, dengan bentuk bulat, cembung dan utuh, anaerob fakultatif, oksidase positif dan memfermentasi glukosa.

Aeromonas salmonicida merupakan bakteri penyebab penyakit furuncolosis. Ikan yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala kehilangan nafsu makan, kulit melepuh, insang terlihat pucat, mata menonjol, terjadi pendarahan pada kulit dan insang. Pembengkakan biasanya menjadi luka terbuka berisi nanah, darah dan jaringan yang rusak dipuncak luka tersebut yang bentuknya seperti kaldera (Kordi 2004).

Gejala perakut pada fingerlings; warna menggelap dan mati cepat tanpa gejala yang jelas. Gejala akut yaitu terjadi anoreksia terjadi 2-3 hari sebelum kematian. Lesi kasar termasuk hemorragi pada hati dan limpa membengkak. Gejala sub akut gejala klinis lebih lambat muncul dengan haemorhagi ptechie pada kulit dan sekitar insang. Ikan berubah warna dibeberapa tempat dan anoreksia dan mati 4 – 6 hari setelah gejala klinis muncul. Secara makroskopik furuncle menciri muncul juga lesi internal seperti pada infeksi akut. Bentuk kronik apabila ikan sembuh dari serangan sub akut dan meninggalkan ciri kesembuhan berupa furuncle dan scarring (Laporan Pemantauan HPIK Tahun 2011 BKI Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin 2011).

Pseudomonas sp

(34)

karena penyakit ini menular dalam waktu cepat bila kondisi perairan memungkinkan. Pseudomonas sp merupakan bakteri gram negatif, non-spora dengan ukuran 3µm x 0,5µm. Bakteri ini bersifat aerobik, motil, memproduksi pigmen fluorescent, dan berkembang biak di tanah dan air.

Pseudomonas sp merupakan jenis bakteri perusak sirip, penyebab penyakit cacar dan bisul pada ikan. Ikan yang terserang bakteri ini mengalami kerusakan sirip terutama pada bagian ujungnya sehingga yang tersisa hanya bagian peducle (bagian dekat pangkal ekor). Selain itu bakteri ini juga dapat menyebabkan cacar pada ikan, dimana gejala yang terlihat antara lain ikan terlihat lemah, nafsu makan hilang, mata menonjol hingga lepas dan kulit melepuh yang selanjutnya menjadi borok. Infeksi Pseudomonas fluorescens pada ikan dapat menyebabkan terjadinya bisul padakulit, sirip, rongga perut dan organ dalam. Bakteri ini dapat menyebabkan anemia dan kematian massal (Kordi 2004).

Edwarsiella tarda

Karakteristik dari Edwardsiella tarda adalah bergerak dengan flagella, lamban motile kurang aktif (tarda), tidak berspora dan tidak berkapsul, batang bengkok, pleomorfik, gram negatif, koloni kecil, bulat transparan, tidak berwarna dan suhu optimum 370C, oksidase negatif, H2S positif, Indol positif (dari tryptophan), fakultatif anaerob, lysine dekarboksilase positif, arginin dihidrolase negatif, ornithin positif, gelatin negatif, urea negatif, sitrat negatif, VP negatif, glukosa positif, inositol negatif, sorbitol negatif, rhamnosa negatif, mannitol negatif, arabinosa negatif dan sukrosa negatif.

(35)

Edwardsiella ictaluri

Karakteristik dari Edwardsiella ictaluri adalah bergerak dengan flagella, tidak berspora dan tidak berkapsul, batang bengkok, pleomorfik, gram negatif, koloni kecil, bulat transparan, tidak berwarna dan suhu optimum 370C, oksidase negatif, katalase positif, H2S negatif, indol negatif (dari tryptophan), fermentative, 0/129 resistan, lysin dekarboksilase positif, arginin dihidrolase negatif, ornithin positif, gelatin negatif, urea negatif, sitrat negatif, VP negatif, glukosa positif, inositol negatif, sorbitol negatif, rhamnosa negatif, mannitol negatif, arabinosa negatif, sukrosa negatif, fakultatif anaerob.

Gejala eksternal dari serangan ringan Edwarsiella ictaluri adalah luka-luka fokal merah pada bagian kutan berukuran kecil berdiameter 3-5 mm, luka tersebut berada disamping bagian belakang badan (posteriolateral). Pada fase akhir dari manifestasi penyakit adalah luka dibagian kepala (hole in head disease). Luka berkembang dari dalam melewati tengkorak belakang kepala dan memperlihatkan bagian otak. haemorhagi ptechie terlihat pada sekitar mulut, kerongkongan dan bagian dasar dari sirip. Luka berdiameter 2 mm multifokal, lesi kutan hemoragik berkembang menjadi luka tidak berpigmen. Anemia, inflamasi insang tingkat sedang dan eksopthalmia adalah tanda umum. Secara internal hemoragik dan nekrosis fokal tersebar pada hati dan semua organ dalam lainnya (Laporan Pemantauan HPIK Tahun 2011 BKI Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin 2011).

Flavobacterium columnare

(36)

Faktor Lingkungan dan Kualitas Air

Faktor lingkungan dapat menimbulkan suatu penyakit pada hewan air dengan adanya interaksi antara mikroorganisme (patogen, lingkungan dan inang/ikan), hal ini terjadi apabila kondisi lingkungan berubah diluar batas-batas tertentu. Menurut Supriyadi (2005), berdasarkan penyebabnya penyakit akibat lingkungan pada ikan dibedakan menjadi dua golongan yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain : temperatur (suhu), pH, kesadahan dan bahan pencemar biasanya berasal dari air yang bersumber dari sungai atau perairan umum yang tercemar limbah domestik atau limbah industri. Faktor biotik yaitu organisme yang hidup dalam lingkungan yang sama menyebabkan pengaruh negatif terhadap kesehatan ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Air adalah unsur penunjang terpenting dalam kegiatan budidaya ikan. Kondisi air yang digunakan harus bersih dari bahan beracun dan bahan-bahan lain yang tidak dibutuhkan oleh ikan (Sitanggang 2001). Lingkungan perairan meliputi berbagai parameter yang kesemuanya berpengaruh terhadap keseimbangan fisiologis dari semua alat tubuh yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi dari ikan. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air. Dalam pemeliharaan ikan patin, selain pakan faktor lingkungan banyak menentukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Agar pertumbuhan dan kelangsungan hidup optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal untuk kepentingan proses fisiologis pertumbuhan (Susanto 2009). Parameter-parameter tertentu yang cukup penting untuk kelangsungan ekosistim adalah suhu, Derajat Keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), kecerahan, salinitas, Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan Besi (Fe) (Laporan Pemantauan HPIK Tahun 2011 BKI Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin 2011).

Beberapa parameter kualitas air yang di perlukan untuk pembudidayaan ikan patin adalah:

- Suhu

(37)

terlarut dan proses reproduksi ikan. Kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan patin adalah 25-30 ºC (Susanto 2009).

- Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter kualitas air yang berkaitan dengan konsentrasi ion Hidrogen (Supriyadi 2005). pH adalah indikasi kalau air bersifat asam, basa (alkali), atau netral. Semakin tinggi konsentrasi ion Hidrogen maka perairan akan bersifat asam, sebaliknya jika konsentrasi ion Hidrogen semakin rendah maka perairan akan bersifat asam. Derajat keasaman air akan mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan menjadi kurang produktif dan dapat membunuh ikan, Selain itu juga menyebabkan berkurangnya kandungan oksigen terlarut sehingga konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernafasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal sebaliknya terjadi pada suasana basa (Kordi 2004). Efek langsung dari pH rendah dan pH yang terlalu tinggi adalah berupa kerusakan sel epitel baik kulit maupun insang, hal ini akan mengganggu pada proses penyerapan oksigen (Supriyadi 2005). Kisaran pH optimum yang cocok untuk ikan patin adalah 6,7-8,6 (Susanto 2009).

- Oksigen terlarut (DO)

Kandungan DO diperoleh akibat difusi gas oksigen dari udara ke dalam air pada saat bergerak atau oleh angin yang berhembus di permukaan,serta hasil fotosintesa. Oksigen sangat di butuhkan dalam proses fisika,kimia,biologi pada suatu ekosistem perairan yang berlangsung secara berantai, sehingga minimnya kandungan oksigen dalam perairan akan menghambat berbagai aktivitas dalam perairan tersebut, titik krisis pada perairan terjadi pada kisaran 3-5 mg/l. Kandungan oksigen (O2) digunakan oleh ikan untuk pernapasan. Oksigen yang diserap akan digunakan untuk aktivitas tubuh seperti bergerak, bertumbuh dan berkembang biak sehingga tidak boleh kekurangan agar aktivitas terus berlangsung. Kandungan oksigen (O2) optimum 5-6 ppm (Susanto 2009).

- Kecerahan

(38)

Noor Banjarmasin, 2011). Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, dapat diketahui kemungkinan terjadinya proses asimilasi dalam air dan tingkat kekeruhan air. Nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 45 cm, karena berkaitan dengan batas pandangan ikan dalam menentukan arah renang dan mencari makan (Kordi 2004).

- Amoniak (NH3)

Amoniak (NH3)terbentuk dari hasil perombakan bahan organik dan pengeluaran hasil metabolism ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Amonia juga dapat terbentuk sebagai hasil proses dekomposisi protein yang berasal sisa pakan atau plankton yang mati (Kordi 2004). Konsentrasi amoniak yang masih dapat di tolerir oleh mikroorganisme perairan adalah <0,5 mg/l,pada konsentrasi amoniak 0,5-0,9 mg/l kondisi perairan dikategorikan tercemar ringan,konsentrsi 1,0-3,0 mg/l kondisi perairan di kategorikan tercemar sedang, sedangkan konsentrasi >3,0 mg/l perairan di kategorikan tercemar berat (Laporan Pemantauan HPIK Tahun 2011 BKI Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin 2011).

- Nitrit (NO2)

Sumber nitrit menurut berasal dari reduksi nitrat secara an aerob oleh bakteri dalam lumpur dan air. Apabila nitrit di absorbsi ikan,maka akan bereaksi dengan hemoglobin dan akan membentuk methamoglobin. Karena methamoglobin tidak efektif mengangkut oksigen, maka absorbsi yang kontinyu dari nitrit akan berakibat pada hypoxia dan cyanosis. Darah yang mengandung methamoglobin berwarna coklat dan menyebabkan keracunan pada ikan yang biasa dinyatakan sebagai penyakit “brown blood diseases”. Kandungan nitrit yang ideal berdasarkan PP no.82 tahun 2001 adalah <0,06 mg/l untuk kelas I,II,III (Laporan Pemantauan HPIK Tahun 2011 BKI Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin 2011).

- Nitrat (NO3)

(39)

keracunan pada ikan/tumbuhan air, serta mengganggu siklus alami nitrogen. Dalam basa normal nitrat berguna pada proses sintesa protein pada hewan dan untuk pertumbuhan tanaman air. Konsentrasi ideal nitrat adalah ≤ 80 mg/l untuk budidaya ikan air tawar (Aquaculture 1999).

- Besi (Fe)

(40)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2012 di Kawasan Minapolitan, Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan dan Laboratorium Balai Karantina Ikan Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin. Pengambilan sampel dilakukan di Kawasan Minapolitan meliputi 6 lokasi/desa yakni Desa Sungai Sipai, Desa Tungkaran dan Desa Cindai Alus di Kecamatan Martapura; dan Desa Sungai Batang, Desa Sungai Rangas, Desa Penjambuan dan Desa Penggalaman di Kecamatan Martapura Barat. Sedangkan identifikasi bakteri dilaksanakan di Laboratorium Balai Karantina Ikan Kelas II Syamsudin Noor Banjarmasin.

Alat dan Bahan

Alat pengambilan sampel meliputi box untuk membawa peralatan dan bahan, alat bedah (dissecting set), alat pengukur kualitas air, kantong plastik sampel, karet gelang, tabung oksigen, box sterofoam. Alat pemeriksaan laboratorium meliputi peralatan laboratorium bakteri meliputi glassware, laminary air flow, mikroskop, timbangan, pengukur pH, autoclave, bunsen, ose.

Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi sampel ikan Patin, Alkohol 70 %, Alkohol 95%, KOH 3% , H202 3%, reagen oksidase, Aquadest, Media TSA, kristal violet, lugol, aseton, safranin, bahan uji biokimia meliputi media O/F, LIA, TSIA, MIO, Sitrat, Urea.

Cara Kerja

Pengumpulan Data

a. Data primer adalah data penyakit bakterial dari hasil penelitian dengan melakukan pemeriksaan terhadap ikan-ikan sampel yang dilengkapi dengan data dukung berupa data deskripsi lingkungan.

(41)

Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel ikan dari usaha budidaya kolam adalah dengan metode purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, metode ini digunakan untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Sampel ikan Patin diambil dari kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) Patin di Kawasan Minapolitan (Lampiran 1. Data Pokdakan Patin Kawasan Minapolitan Kab. Banjar).

Penentuan jumlah pengambilan sampel kelompok pembudidaya ditentukan dengan menggunakan rumus Taro Yamane :

n =

N Nd2 + 1

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang diambil N = Jumlah populasi

d = Presisi yang ditetapkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan) yaitu 10 persen.

Dari perhitungan dengan menggunakan Rumus Taro Yamane diperoleh jumlah sampel yang diambil sebesar 16 sampel POKDAKAN dari populasi 19 POKDAKAN. Selanjutnya penentuan sampel per desa ditentukan dengan metode proportional random sampling (Tabel 4).

Tabel 4. Penentuan jumlah sampel usaha POKDAKAN Patin

Lokasi Populasi (N) Sampel (n)

Desa Tungkaran 1 1

Desa Cindai Alus 2 2

Desa Sei Batang 12 9

Desa Sei Sipai 1 1

Desa Sei Rangas Hambuku 1 1

Desa Penggalaman 2 2

(42)

Sedangkan penentuan jumlah sampel ikan yang diambil di tiap sampel kolam budidaya patin ditentukan dengan menggunakan metode Amos 1985. Pada penelitian ini sampel ikan yang diambil sebanyak 10 ekor/lokasi, dengan asumsi prevalensi sebesar 20 % (Tabel 5).

Tabel 5. Penentuan jumlah sampel ikan dengan metode Amos (1985) dalam Lightner (1996)

Ukuran populasi

Jumlah sampel ikan yang diperlukan pada asumsi prevalensi

2% 5% 10% 20% 30% 40% 50%

50 50 35 20 10 7 5 2

100 75 45 23 11 9 7 6

250 110 50 25 10 9 8 7

500 130 55 26 10 9 8 7

1,000 140 55 27 10 9 9 8

1,500 140 55 27 10 9 9 8

2,000 145 60 27 10 9 9 8

4,000 145 60 27 10 9 9 8

10,000 145 60 27 10 9 9 8

>/=100,000 150 60 30 10 9 9 8

(43)

Pemeriksaan bakteri Preparasi Sampel

Untuk pemeriksaaan sampel dilakukan anamnesa terlebih dahulu. Selanjutnya ikan dinekropsi dan dilakukan pengamatan patologi anatomi yang terdiri dari pemeriksaan eksternal (sirip, sisik, lendir, kulit, insang) dan pemeriksaan internal (ginjal, limpa, hati). Selanjutnya bagian tubuh eksternal maupun internal yang mengalami perubahan patologi dijadikan sampel untuk isolasi bakteri.

Isolasi bakteri

Isolat bakteri dari sampel ditumbuhkan pada media agar cawan TSA, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan tampak berbeda selanjutnya dibuat menjadi kultur isolat murni.

Identifikasi isolat bakteri

Uji gram (KOH 3%). Bakteri diambil menggunakan ose kemudian diletakkan pada gelas objek. Selanjutnya larutan KOH 3% diteteskan pada bakteri kemudian diamati perubahan yang terjadi.

Pewarnaan gram. Gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70% dan diberi aquades, kemudian dipanaskan di atas nyala api. Selanjutnya 1 ose biakan bakteri diratakan pada gelas objek dan difiksasi di atas nyala api. Gelas objek ditetesi dengan larutan kristal violet dan didiamkan selama 1 menit, setelah itu dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Selanjutnya gelas objek ditetesi dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian gelas objek dicuci dengan larutan pemucat/aseton alkohol selama 10 detik, dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Selanjutnya larutan safranin atau zat penutup diteteskan pada gelas objek dan didiamkan selama 1 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.

(44)

Uji Oksidase. Kertas saring dibasahi dengan pereaksi oksidasi, kemudian satu loop isolat bakteri digoreskan pada kertas saring selanjutnya ditetesi 1-2 tetes reagen oksidase. Diamati reaksi oksidasi pada goresan di kertas saring setelah 10-15 detik.

Uji Katalase. Gelas objek ditetesi larutan H202 3% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian satu loop isolat bakteri dimasukkan pada genangan H202 3%. Diamati reaksi katalase setelah 10-15 detik.

Uji MIO. Isolat bakteri diinokulasi ke dalam medium MIO pada tabung reaksi secara aseptik, diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Amati rekasi yang terjadi. Untuk pengujian indol, media MIO ditetesi dengan 10 tetes reagen Kovac’s.

Uji TSIA. Isolat bakteri diinokulasi ke dalam medium TSIA dalam tabung reaksi secara vertikal pada bagian buut dan secara streak pada bagian slant. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam dan diamati perubahan yang terjadi pada medium.

Uji LIA. Isolat murni bakteri diinokulasikan ke media LIA dengan cara ditusuk dan kemudian di strep. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam, kemudian diamati dan diamati perubahan yang terjadi pada medium.

Uji Sitrat. Isolat diinokulasi pada medium Simmon’s Citrate agar dalam tabung reaksi secara vertikal, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam dan diamati perubahan yang terjadi.

Uji Urease. Isolat diinokulasikan pada media urease dengan cara jikzak ke atas. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam dan diamati perubahan yang terjadi.

Identifikasi Bakteri

(45)

Pengukuran Parameter Kualitas Air

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan langsung di masing-masing kolam/lokasi pengambilan sampel. Parameter yang diukur adalah parameter fisika meliputi temperatur, salinitas dan Oksigen terlarut (DO) dan kecerahan; dan parameter kimia meliputi Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan Besi (Fe). Temperatur diukur dengan pH-meter, salinitas diukur dengan Refraktometer, Oksigen terlarut (DO) diukur dengan DO meter dan kecerahan diukur dengan ‘Secchi disc’, sedangkan Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan Besi (Fe) diukur dengan test kit.

Pengolahan Data

Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan rumus prevalensi/frekuensi kejadian. Menurut (Fernando et al. dalam Jahja 2009) Tingkat prevalensi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Prev =

n

x 100 % N

Keterangan :

Prev = Prevalensi (%)

N = Jumlah ikan yang terinfeksi (ekor)

n = Jumlah ikan sampel yang diperiksa (ekor)

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala klinis pada Ikan patin yang terinfeksi bakteri

Beberapa gejala penyakit yang terlihat pada ikan sampel yakni luka pada permukaan tubuh, gripis pada sirip dan ekor serta pembengkakan pada bagian perut (Gambar 3). Menurut Supriyadi (2005) beberapa gejala umum akibat serangan bakteri antara lain gerakan ikan lemah, gerakan abnormal, produksi lendir berkurang setelah ikan yang terinfeksi mengeluarkan lendir yang berlebihan, perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, ikan menjadi kurus, pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi, luka (ulcer) pada sirip, insang dan kulit.

Gambar 3 Gejala klinis infeksi bakteri patogen pada ikan Patin

Hasil isolasi Bakteri dari lokasi pengambilan sampel

(47)

Prevalensi infeksi bakteri patogen

Prevalensi infeksi bakteri patogen pada ikan Patin di Kawasan Minapolitan sebesar 50%, dimana prevalensi infeksi bakteri patogen di kecamatan Martapura Barat lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan Martapura Kota (Tabel 6).

Tabel 6. Prevalensi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan

Lokasi Jumlah ikan

terinfeksi/total sampel

Prevalensi (%)

Martapura Kota 17/40 42.5

Martapura Barat 63/120 52.5

Jumlah 80/160 50.0

Prevalensi infeksi bakteri patogen tertinggi di Kawasan Minapolitan adalah prevalensi Plesiomonas shigelloides (26,88%) dan Aeromonas caviae (8,13%). Di Kecamatan Martapura Kota, prevalensi bakteri tertinggi adalah infeksi Plesiomonas shigelloides (25,00%), Aeromonas hydrophilla (7,50%) dan Citrobacter freundii (5,00%). Untuk Kecamatan Martapura Barat, prevalensi bakteri tertinggi adalah infeksi Plesiomonas shigelloides (27.50%), Aeromonas caviae (10,00%) dan Flavobacterium columnare (6,67%). Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 4.

Tabel 7 Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan Bakteri

Prevalensi infeksi bakteri pathogen Martapura Plesiomonas shigelloides 25.00 27.50 26.88

Aeromonas caviae 2.50 10.00 8.13

Flavobacterium columnare 0.00 6.67 5.00

Citrobacter freundii 5.00 2.50 3.13

Corynebacterium sp 2.50 2.50 2.50

Micrococcus sp 0.00 2.50 1.88

Aeromonas hydrophila 7.50 0.00 1.88

Pasteurella multocida 0.00 0.83 0.63

(48)

Gambar 4 Prevalensi infeksi bakteri patogen di Kecamatan Martapura Barat, Martapura Kota dan Kawasan Minapolitan

Hasil isolasi bakteri patogen dari organ tubuh ikan

Hasil isolasi bakteri dari organ sampel, menunjukkan bahwa hanya Plesiomonas shigelloides dan Aeromonas caviae yang ditemukan dari kelima organ sampel, sedangkan 6 bakteri lainnya diisolasi dari organ tertentu. Terdapat dua jenis bakteri yang hanya diisolasi dari satu organ; meliputi Pasteurella multocida yang diisolasi dari hati dan Corynebacterium sp yang diisolasi dari ginjal (Tabel 8 dan Gambar 5).

(49)

Gambar 5 Distribusi bakteri patogen yang ditemukan dari organ.

Hasil analisa parameter kualitas air

Hasil analisa kualitas air dan prevalensi infeksi bakteri batogen pada sampel ikan di Kawasan Minapolitan disajikan Tabel 9 dan Tabel 10.

(50)

Tabel 9 Hasil analisa parameter kualitas air, prevalensi infeksi bakteri patogen dan bakteri patogen yang ditemukan di lokasi

Parameter Kualitas Air

Pre-valensi Kecamatan Martapura Kota :

Citra Betasa 7.0 2.0 31 20 1 < 0.3 12.5 1.5 70.00 Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii Sejahtera 7.1 5.0 29 60 0.25 < 0.3 12.5 0.25 0.00 -

70.00 Plesiomonas shigelloides, Citrobacter freundii

Mina Mulya 7.3 8.0 33 11 1 < 0.3 12.5 3 50.00 Flavobacterium columnare Benua Mandiri 7.4 5.0 33 29 0.1 < 0.3 12.5 1.5 60.00 Plesiomonas shigelloides,

(51)

Lokasi Pengambilan

Sampel/ POKDAKAN

Parameter Kualitas Air

(52)

Tabel 10 Prevalensi masing-masing bakteri patogendi lokasi pengambilan sampel di Kawasan Minapolitan

Lokasi Sampel Prevalensi (%)

(53)

Plesio-Air adalah unsur penunjang terpenting dalam kegiatan budidaya ikan. (Sitanggang 2001). Agar pertumbuhan dan kelangsungan hidup optimal, maka diperlukan kondisi lingkungan yang optimal untuk kepentingan proses fisiologis pertumbuhan (Susanto 2009). Kualitas air yang optimum sangat diperlukan untuk keberhasilan budidaya ikan Patin (Tabel

Tabel 11 Kisaran optimum kualitas air untuk budidaya ikan Patin

Parameter Satuan Kisaran Optimum

Suhu oC 25 – 30

pH - 6,5 – 8,5

Kecerahan Cm 25 – 80

Oksigen terlarut mg/l > 4

Amoniak (NH3) mg/l < 0,01

Sumber : SNI 01-6483.5-2002 Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)

Selain beberapa parameter diatas, kadar nitrit, nitrat dan besi juga mempengaruhi kualitas perairan untuk usaha budidaya ikan. Menurut Aquaculture (2003) kandungan nitrit yang dapat ditolerir untuk perikanan budidaya adalah < 0,3 mg/l, nitrat sebesar 0,2-10 mg/l dan besi sebesar 0.05 – 0.5 mg/l.

Dari hasil analisa kualitas air di Kawasan Minapolitan diperoleh kisaran nilai pH sebesar 6,9-7,7 dimana nilai pH tersebut masih merupakan kisaran optimum untuk budidaya ikan Patin. Untuk kadar oksigen terlarut (DO) sebesar 2-8 mg/l, 4 dari 16 lokasi sampel memiliki kadar DO sebesar 2 mg/l. Nilai ini berada dibawah nilai optimum. Untuk parameter suhu diperoleh nilai 29-33oC, dimana 12 dari 16 lokasi pengampilan sampel memiliki nilai suhu diatas nilai optimum (>30oC). Untuk paremeter kecerahan diperoleh 11-60 cm, dimana 8 dari 16 lokasi pengampilan sampel memiliki nilai kecerahan dibawah nilai optimum (< 25 cm).

(54)

Hubungan antara parameter kualitas air dengan prevalensi bakteri Hubungan antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi linier berganda (Tabel 12).

Tabel 12 Hasil uji korelasi antara parameter kualitas air dengan prevalensi infeksi bakteri patogen di Kawasan Minapolitan

Uji korelasi Prevalensi infeksi bakteri patogen

ph Pearson Correlation 0.41

Sig. (2-tailed) 0.114

N 16

Suhu Pearson Correlation 0.36

Sig. (2-tailed) 0.176

N 16

Kecerahan Pearson Correlation -0.67**

Sig. (2-tailed) 0.004

N 16

DO

Pearson Correlation -0.24

Sig. (2-tailed) 0.362

N 16

** Korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan 99%

Hubungan pH dengan prevalensi infeksi bakteri patogen mempunyai nilai korelasi sebesar 0,41. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi cukup kuat antara keduanya dengan hubungan korelasi positif (searah). Peningkatan pH dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen. Hubungan suhu dengan prevalensi infeksi bakteri patogen mempunyai nilai korelasi sebesar 0,36. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi cukup kuat antara keduanya dengan hubungan korelasi positif (searah). Peningkatan suhu dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen.

(55)

Peranan stress lingkungan dengan kejadian infeksi bakteri pada ikan Infeksi bakteri memegang peranan penting atas tingginya angka kematian akibat penyakit pada ikan. Tekanan fisiologis, stres dan cedera fisik berkontribusi utama terhadap kejadian penyakit ikan dan kematian dalam kegiatan budidaya. Bakteri yang menginfeksi ikan umumnya merupakan bakteri patogen oppurtunistik yang ada di lingkungan. Pada kondisi dimana terdapat keseimbangan yang baik antara lingkungan, inang/ikan dan bakteri, bakteri patogen oppurtunistik tidak akan menyebabkan penyakit pada ikan. Namun sebaliknya jika terjadi perubahan keseimbangan antara lingkungan, inang/ikan dan bakteri dapat menyebabkan penyakit hingga kematian (Rottmann et al. 1992).

Banyak agen penyakit ikan potensial yang terdapat di tanah, air, udara ataupun pada ikan itu sendiri. Di alam, ikan mungkin resistan terhadap bakteri tersebut karena mampu mencari lingkungan hidup yang baik untuk kehidupannya. Sementara pada lingkungan budidaya, keterbatasan bahan makanan sehingga kebutuhan nutrisi tidak tercukupi, faktor stress seperti jumlah populasi yang padat, kualitas air yang buruk, cedera fisik akibat proses penanganan yang kurang tepat (penangkapan, penyortiran dan transportasi), dan sanitasi yang buruk dapat dapat mengakibatkan kerentanan atau melemahnya pertahanan ikan yang berpotensi mempermudah masuk dan menyebarnya bakteri dan agen penyakit lainnya ke tubuh ikan.

Faktor stres merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam kegiatan budidaya ikan secara intensif. Keadaan stress ini merupakan salah satu faktor penting terkait dengan infeksi bakteri pada ikan (Rottmann et al. 1992). Stres merupakan respon fisiologis yang terjadi untukmempertahankan kondisi tubuh terhadap perubahan/ketidakseimbangan dalam tubuhnya atau lingkungan (Subyakto 2000). Namun pada saat yang bersamaan kondisi stress juga dapat melumpuhkan respon pertahanan tubuh dan kekebalan tubuh pada ikan

(56)

sehingga meningkatkan kadar gula dalam darah. Proses metabolisme ini akan menghasilkan sejumlah besar energi yang dipersiapkan untuk menghadapi situsasi darurat/stressor (Rottmann et al. 1992).

Salah satu indikator yang sering terlihat dari efek metabolik akibat stres adalah meningkatnya kadar glukosa di dalam plasma (Evans dan Claiborne 2006). Kubilay dan Ulukoy (2002) menyebutkan bahwa pengaruh fisiologis dari stres akut seperti (transportasi, penanganan, penjaringan, dan pengurungan) pada sistem budi daya dapat meningkatkan kadar kortisol dan glukosa dalam plasma. Kadar kortisol pada ikan rainbow trout yang mengalami stres akut rata-rata sebesar 45,16 µg/dl sedangkan pada ikan yang tidak mengalami stres lebih rendah yaitu rata-rata 31,50 µg/dl. Kadar glukosa dalam plasma ikan rainbow trout yang stres rata-rata sebesar 58,53 mg/dl dan pada ikan yang tidak stres rata-rata sebesar 26,23 mg/dl. Syawal dan Yusni (2010) juga menyatakan adanya peningkatan kadar glukosa plasma darah pada ikan Patin Siam yang sedang dalam keadaan stress. Ikan mampu beradaptasi terhadap stres untuk periode waktu dan dapat terlihat normal. Namun, setelah energi cadangan habis dan dan ketidakseimbangan hormon terjadi, sistem kekebalan tubuh akan ditekan sehingga meningkatkan kerentanan terhadap penyakit.

Namun disisi lain, hormon yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal dapat menekan respon peradangan /inflamasi yang merupakan bagian dari sistem menghadapi serangan benda asing/agen penyakit. Keseimbangan air atau osmoregulasi pada ikan ikan juga juga dapat terganggu akibat perubahan dalam metabolisme mineral. Dalam keadaan ini, ikan menyerap air dalam jumlah yang berlebihan dari lingkungan (overhidrasi); sehingga ikan akan kehilangan kadar garam (dehidrasi). Gangguan ini akan menyebabkan peningkatan kebutuhan energi untuk osmoregulasi, peningkatan respirasi dan tekanan darah serta dilepasnya cadangan merah sel darah ke dalam aliran darah (Rottmann et al. 1992).

(57)

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan parameter kualitas air yang berkaitan dengan konsentrasi ion Hidrogen.Bila nilai pH rendah (bersifat asam) berarti air mengandung banyak ion H yang dapat mematikan makhluk hidup dalam air. Ikan mempunyai titik mati asam (pH 4)dan titik mati basa (pH 11) (Boyd dalam Mangalik 2001). Bagi kebanyakan ikan yang hidup di perairan tawar,angka pH yang di anggap sesuai untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,5-8,4 (Brook et al. 1989). Kadar pH yang ekstrim di bawah atau di atas pH optimum akan mengakibatkan gangguan pada kesehatan ikan. Efek langsung dari pH rendah dan pH yang terlalu tinggi adalah berupa kerusakan sel epitel baik kulit maupun insang, hal ini akan mengganggu pada proses penyerapan oksigen (Supriyadi 2005).

Dari hasil analisa kualitas air di Kawasan Minapolitan diperoleh kisaran nilai pH sebesar 6,9-7,7 dimana nilai pH tersebut masih merupakan kisaran optimum untuk budidaya ikan Patin (6,5 – 8,5). Meskipun masih dalam kisaran normal, namun dari hasil uji korelasi antara pH dengan prevalensi infeksi bakteri patogen pada ikan Patin, menunjukan bahwa terdapat korelasi cukup kuat meskipun tidak signifikan antara keduanya dengan persamaan regresi Y=51.613x-323.55 dan koefisien determinasi sebesar 0,1689. Ini menunjukkan bahwa hanya 16,89% prevalensi infeksi bakteri patogen yang dapat dijelaskan oleh faktor pH air. Peningkatan pH air Peningkatan suhu dapat meningkatkan prevalensi infeksi bakteri patogen (Gambar 6).

Gambar 6 Korelasi pH dengan prevalensi infeksi bakteri patogen

y = 51,61x - 323,5

Gambar

Gambar 1. Kabupaten Banjar sebagai salah satu simpul industrialisasi perikanan
Gambar 2. Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
Tabel 2. Perkembangan Kawasan Minapolitan Cindai Alus Kabupaten Banjar
Tabel 4.  Penentuan jumlah sampel usaha POKDAKAN Patin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) penulis membuat tugas akhir berupa skripsi berjudul “Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit Babi

Progam dan kegiatan perencanaan dan pengelolaan drainase dituangkan dalam misi sanitasi Kabupaten Agam, yaitu misi ke-1 “Mempercepat pembangunan sanitasi

Artinya bila terjadi peningkatan 1 satuan variabel Jenis Rute dan Pelayanan Trip dimana faktor-faktor lain konstan akan dapat meningkatkan keputusan masyarakat

HTML merupakan bahasa pokoknya, PHP adalah bahasa server-side yang membuat website menjadi dinamis dan juga sebagai penghubung bahasa HTML ke aplikasi MySQL, dan MySQL berguna

(2) Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan pajak sarang di Kabupaten Cilacap yaitu adanya sosialisasi tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan

Jika dalam 1 hari bakso goreng tersebut tidak habis terjual, langkah apa yang anda lakukan?. Jawab :

Kemasan Budaya lokal ini diaplikasikan dalam bentuk produk dekoratif yang memanfaatkan limbah (sisa konveksi) menjadi produk baru yang bernilai jual sebagai inovasi ekonomi

[r]