• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Analytic Network Process untuk Seleksi Kriteria Identifikasi Kriteria yang Berpengaruh

Sektor perikanan dan kelautan dalam pembangunan wilayah memegang peranan penting, mengingat kabupaten Pandeglang mempunyai wilayah laut yang sangat besar. Namun pada kenyataannya banyak terjadi masalah-masalah yang dapat mengancam keberlanjutan sektor perikanan dan kelautan di masa yang akan datang.

Hasil survei di lapangan dan wawancara awal mengindikasikan bahwa isu permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir disebabkan oleh konflik kepentingan antar stakeholder. Hal ini ditemukan di kecamatan Carita dimana kondisi aktual saat ini sebagai kawasan pariwisata yang memicu para investor untuk mendirikan hotel-hotel di sepanjang sempadan pantai sedangkan berdasarkan dalam aturan penataan ruang tidak diperkenankan untuk mendirikan bangunan sepanjang sempadan pantai. Selain itu pembangunan PLTU Labuan memicu perubahan kualitas perairan yang mengakibatkan tingginya kekeruhan di sepanjang perairan pantai (KKP 2010) sedangkan pada kawasan ini ada area bernilai tinggi seperti terumbu karang yang harus dilindungi keberadaannya. Tingginya pemanfaatan di sekitar pesisir Pandeglang menyebabkan degradasi lingkungan hal ini terlihat dengan sering terjadinya banjir dan abrasi di beberapa wilayah pesisir sebagai dampak dari kerusakan lingkungan.

Berdasarkan Tabel 15 kondisi permasalahan di wilayah pesisir dipicu oleh tumpang tindihnya kewenangan antar instansi terkait yang disebabkan tidak adanya koordinasi lintas sektoral untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi. Selain itu berdasarkan informasi Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pandeglang bahwa belum adanya perencanaan yang terarah dari Pemerintah Daerah untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu karena semua instansi diprioritaskan untuk memenuhi target penghasilan daerah.

Hasil wawancara selanjutnya diperoleh 31 kriteria yang keberadaannya penting dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu berdasarkan kriteria ekologis, kriteria sosial ekonomi dan kriteria kebijakan (Tabel 16).

Tabel 15. Isu permasalahan dan faktor penyebab dalam pemanfaatan ruang Isu Permasalahan Pemanfaatan

Ruang Faktor Penyebab

Solusi Alternatif Permasalahan

1. Konflik kepentingan 2. Degradasi lingkungan 3. Kurangnya pemahaman

mengenai pentingnya potensi di kawasan pesisir

4. Tumpangtindihnya kewenangan dalam pemanfaatan ruang 5. Tidak sesuai dengan penataan

ruang yang ada

6. Kurangnya koordinasi antar SKPD

7. Belum adanya peraturan daerah tentang zonasi di perairan laut 8. Penetapan rencana tata ruang

kurang memperhatikan keberlanjutannya

1. Masih egosektoral 2. Orientasi terhadap PAD 3. Terlalu banyak peraturan

yang didasarkan pada kepentingan sementara 4. Penyusunan zonasi tidak

sesuai dengan kondisi yang ada

5. Dalam penyusunan zonasi tidak melibatkan

stakeholder terkait 6. Zonasi yang disusun tidak

mengakomodir keinginan dan aspirasi masyarakat 7. Kurangnya sosialisasi

zonasi ruang

1.Melaksanakan peraturan UU yang telah ditetapkan

2.Penetapan zonasi wilayah pesisir melalui peraturan daerah 3.Meningkatkan koordinasi antar

lembaga dan pemangku kepentingan

4.Melibatkan seluruh stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir

5.Pengumpulan data-data yang tepat dan akurat setiap sektor terkait

6.Menyusun rencana aksi secara komprehensif, sinergi dan terukur

Tabel 16. Kriteria pemanfaatan ruang menurut responden

Kriteria Ekologi Kriteria Sosial ekonomi Kriteria Kebijakan

1. Kondisi geografis perairan

2. Terdapat ekosistem penting

3. Daya dukung lingkungan

4. Ketersediaan lahan

5. Pencemaran

6. Degradasi lingkungan

7. Pemulihan stok ikan

8. Spesies endemik

9. Keanekaragaman

sumberdaya ikan

10.Kualitas perairan

11.Kondisi oseanografi

12.Habitat dan tempat

migrasinya ikan

13.Kelestarian SDI dan

ekosistem penunjangnya

1. Peluang

pasar/pemasaran

2. Adanya sarana dan

prasarana 3. Kepadatan aktivitas penangkapan 4. Penggunaan alat tangkap 5. Akses pemodalan 6. Fasilitas perekonomian 7. Transportasi 8. Kontribusi terhadap PAD 9. Infrastruktur jalan 1. Adat kebiasaan /

kearifan lokal / kultur yang turun temurun

2. Sumberdaya manusia

3. Kebijakan / peraturan

4. Tingkat pengetahuan

masyarakat pesisir

5. Tingkat pendidikan dan

penguasaan teknologi 6. Aksessibilitas 7. Kelembagaan 8. Kerawanan sosial/keamanan 9. Peluang konflik

Tabel 16 menunjukkan fungsi ekologi, kriteria yang menjadi bahan pertimbangan adalah keberadaan ekosistem sebagai habitat makhluk hidup yang berada di wilayah pesisir dan kondisi fisik yang menunjang keberlanjutan ekosistem tersebut. Fungsi sosial ekonomi lebih menekankan kepada kepentingan keberlanjutan hidup manusia dan membangun sarana pendukung untuk menunjang pemanfaatan sumberdaya alam yang berada di wilayah pesisir dan laut. Fungsi kebijakan sebagai alat pengontrol dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada sehingga generasi yang akan datang masih dapat menikmati sumberdaya alam yang ada saat ini.

Tahap selanjutnya yaitu pengisian kuesioner kedua yang dilakukan berdasarkan literatur yang ada dan dimodifikasi dengan hasil wawancara pertama untuk mencari kriteria kesesuaian pemanfaatan ruang dan responden diminta untuk memberikan nilai bobot dalam melihat tingkat kepentingan pengaruhnya

dalam setiap pemanfaatan ruang. Rekapitulasi hasil pembobotan para responden dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 17. Kriteria parameter dalam wilayah pesisir

Fungsi Kriteria Parameter

Ekologi

Kesesuaian fisik

a. Kedalaman perairan b. Jarak dari pantai c. Substrat dasar perairan d. Kemiringan lereng

Kualitas perairan

a. Suhu permukaan laut b. Salinitas perairan c. Kecerahan perairan d. Kecepatan arus e. Tinggi gelombang Penggunaan lahan a. Pemukiman b. Pertanian

c. Hutan lindung dan produksi d. Perkebunan

e. Air Area bernila tinggi

a. Ekosistem Terumbu karang b. Ekosistem Mangrove c. Ekosistem Padang lamun

d. Keanekaragaman sumberdaya hayati laut Kedekatan dengan

sumber pencemar

a. Limbah rumah tangga b. Limbah industri

c. Limbah tumpahan minyak Resiko bahaya

a. Banjir b. Abrasi c. Erosi d. Sedimentasi Pengaruh iklim global a. Curah hujan

b. Kenaikan permukaan laut

Sosial ekonomi

Kedekatan dengan sapras penting

a. Kedekatan dengan jalan raya

b. Kedekatan dengan fasilitas umum

c. Kedekatan dengan fasilitas kesehatan Sarana transportasi a. Jumlah angkutan umum

b. Kemudahan akses Sarana dan prasarana

a. Sapras tangkap (TPI, Cold storage, pabrik pengolahan es, jetty, docking, SPDN)

b. Sapras budidaya (depurasi dan balai benih ikan) Struktur populasi

penduduk

a. Tingkat kepadatan penduduk b. Nelayan Tangkap

c. Nelayan Pembudidaya Tekanan Penduduk Aktivitas penduduk

Kebijakan

RZWP3K Provinsi

a. Kawasan Pemanfaatan umum b. Kawasan Konservasi

c. Kawasan Strategis tertentu RTRW a. Kawasan lindung

b. Kawasan budidaya

Pada Tabel 17 menunjukkan komposisi kriteria dan parameter yang diambil dalam menilai tingkat kesesuaian lingkungan wilayah pesisir yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kesesuaian fisik

Dahuri et al. (2001) menyatakan bahwa kesesuaian fisik wilayah pesisir yang terletak di darat dan di laut selain ditentukan oleh tahapan tektoniknya (apakah labil atau stabil) juga dipengaruhi oleh kegiatan di daratan seperti penggundulan hutan, perubahan iklim global, pembuatan bendungan dan konstruksi bangunan lainnya. Parameter oseanografi seperti arus laut, ombak dan pasang surut memegang peran yang dominan dalam pembentukan morfologi pantai yang pada akhirnya akan menentukan kesesuaian fisik suatu perairan.

Faktor yang termasuk dalam kriteria kesesuaian fisik adalah kedalaman perairan, jarak dari pantai, substrat perairan dan kemiringan lereng. Substrat perairan merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi morfologi dari suatu bentuk pantai. Substrat berlumpur lebih banyak terdapat di daerah estuaria yaitu daerah peralihan antara darat dan laut, karena kondisi tersebut mengakibatkan endapan yang dibawa dan didominasi oleh lumpur yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Pantai dengan substrat berpasir komposisi yang terkandung di dalamnya terdiri dari kwarsa dan feldspar, yang merupakan bagian paling banyak dan paling keras dari sisa-sisa pelapukan batu di gunung. Sedangkan pantai berbatu merupakan pantai yang berbatu-batu memanjang ke laut dan terbenam di air.

Kedalaman perairan merupakan faktor yang mempengaruhi bentuk topografi bawah laut, kemiringan suatu perairan serta besarnya kecepatan arus dan tinggi gelombang. Faktor jarak dari pantai diukur dari batas area yang mengalami pasang air laut tertinggi.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari wawancara dan survei menunjukkan bahwa kesesuaian fisik perairan di Pandeglang pada umumnya relatif seragam karena kesamaan tipe morfologinya yang membedakannya adalah keterlindungan dari hempasan ombak yang dipengaruhi oleh adanya pulau-pulau kecil di sekitar perairan.

b. Kualitas perairan

Kualitas air suatu perairan dicirikan oleh karakteristik kimia yang sangat dipengaruhi oleh interaksi antara sumber masukan dari daratan maupun dari laut sekitarnya. Beberapa masalah yang berhubungan dengan air adalah banjir, erosi, kekeringan dan pencemaran lingkungan.

Kualitas perairan di pesisir Kabupaten Pandeglang masih dalam kategori di bawah ambang batas daya dukung lingkungan walaupun kondisi saat ini sudah terjadi penurunan kualitas akibat tingginya pemanfaatan manusia di sekitar wilayah pesisir di perairan Selat Sunda ini.

Fungsi ekologis kriteria kualitas perairan mencakup faktor suhu, salinitas kecerahan perairan, kecepatan arus dan tinggi gelombang. Suhu dan salinitas merupakan parameter yang menentukan biota laut bisa hidup dan berkembang dalam habitat tersebut Kisaran suhu perairan yang cocok untuk tempat hidup bagi biota laut berkisar antara 29-30°C. Pada kisaran suhu tersebut makhluk hidup bisa melakukan proses reproduksi dan pertumbuhannya dengan optimal. Salinitas perairan lebih banyak dipengaruhi oleh pencampuran dari massa air laut dan air tawar. Kisaran salinitas perairan yang cocok untuk biota dapat hidup dan berkembang optimal adalah 30-31‰. Gelombang dan arus merupakan parameter utama dalam proses erosi, sedimentasi dan abrasi.

Kecerahan perairan merupakan parameter yang lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kekeruhan suatu perairan. Tingkat kekeruhan ini tergantung dari komposisi bahan organik dan anorganik yang terkandung di dalamnya.

c. Resiko bahaya

Resiko bahaya yang sering terjadi di wilayah pesisir adalah bahaya banjir, erosi, abrasi, akresi dan sedimentasi. Banjir merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh kondisi letak suatu wilayah yang berada di bawah permukaan laut. Selain itu disebabkan oleh tingginya gelombang di perairan yang membawa hempasan air ke daratan. Tingginya curah hujan juga mempengaruhi fenomena banjir di suatu wilayah sedangkan daya resap tanah di wilayah tersebut lambat dan konstruksi pembangunan yang tidak mempertimbangkan adanya aliran air.

Resiko bahaya abrasi seringkali terjadi akibat besarnya hempasan ombak di sepanjang pesisir pantai tanpa adanya penghalang yang mampu meredamnya. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang berfungsi sebagai peredam gelombang. Abrasi juga dapat mengikis garis pantai sehingga wilayah darat di pesisir tersebut akan mengalami pengurangan luas area di daratan. Banjir dan abrasi merupakan faktor yang saling terkait dalam resiko bahaya, karena abrasi bisa menyebabkan banjir di wilayah pesisir pantai.

d. Perubahan iklim global

Dampak primer yang ditimbulkan akibat perubahan iklim global cenderung menyebabkan kenaikan muka laut yang mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi banjir di wilayah pesisir, membatasi volume persediaan air tawar dan intrusi, penyusunan kembali sedimen dan tanah pesisir yang renggang, peningkatan salinitas tanah, perubahan iklim gelombang, peningkatan laju erosi pantai dan bukit pasir, kemunduran ke arah darat batas antara perairan tawar dan payau, perubahan vegetasi yang tumbuh di rawa dan tebing, perubahan lokasi fisik batas perairan darat (Dahuri et al. 2001).

e. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan di wilayah pesisir merupakan salah satu aspek penting yang dipertimbangkan dalam kegiatan perencanaan. Tipe penggunaan lahan di wilayah pesisir meliputi pemukiman, pertanian, hutan lindung, hutan produksi, perkebunan dan tubuh air.

Pemukiman nelayan di pesisir Pandeglang belum tertata sebagaimana mestinya. Banyak fasilitas penting yang belum tersedia seperti fasilitas kebersihan, kesehatan dan sistem drainase air. Masyarakat yang hidup di wilayah pesisir tidak semuanya bermata pencaharian sebagai nelayan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai petani, pengolah dan pembudidaya. Mengingat kondisi lahan pesisir yang multikompleks dan kaya akan sumberdaya alam, sehingga penduduk yang tinggal di wilayah tersebut dapat memanfaatkan seluruh sumberdaya alam yang ada.

Selain lahan pertanian, wilayah pesisir di Kabupaten Pandeglang juga memiliki kawasan hutan yang dibagi menjadi hutan lindung dan hutan produksi. Penggunaan kawasan lindung terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kehutanan sebagai Kawasan Lindung Nasional (KLN).

f. Area bernilai tinggi

Ekosistem di perairan yang termasuk dalam area bernilai tinggi adalah terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun. Kondisi yang terjadi di Pandeglang saat ini kawasan hutan mangrove telah mengalami alih fungsi lahan menjadi peruntukkan lain seperti tambak dan pemukiman penduduk. Sedangkan kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan data dari KKP tahun 2010 bahwa luas tutupan di perairan Pandeglang sudah semakin berkurang. Faktor penyebabnya adalah aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti mengambil ikan dengan menggunakan bahan peledak, eksploitasi karang secara besar-besaran, tingginya pencemaran perairan yang menyebabkan banyak karang mati. Keberadaan terumbu karang di alam harus dipertahankan karena menghasilkan produktivitas organik yang tinggi sebagai sumber bahan makanan untuk biota laut yang hidup di dalamnya. Kemampuan produktivitas tinggi ini disebabkan oleh terumbu mampu untuk menahan nutrient dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Di samping itu terumbu karang juga dapat melindungi komponen ekosistem pesisir dan laut lainnya dari tekanan gelombang dan badai.

g. Kedekatan dengan sumber pencemar

Sumber pencemar di wilayah pesisir Pandeglang sebagian besar berasal dari limbah rumah tangga dan limbah industri. Limbah rumah tangga berasal dari buangan sampah organik dan anorganik serta buangan air hasil pencucian rumah tangga. Sedangkan limbah industri berasal hasil pengolahan proses produksi di pabrik yang kadarnya banyak mengandung komposisi zat-zat kimia berbahaya. Selain kedua sumber pencemar tersebut, pencemar yang sulit sekali untuk dinetralisir oleh mikroorganisme yang hidup di perairan adalah limbah hasil buangan bahan bakar minyak yang berasal dari perahu kapal motor dan air bilasan pencucian dari docking kapal yang bersandar di perairan.

Keberadaan PLTU di Kecamatan Labuan telah meningkatkan sumber pencemar yang berbahaya bagi manusia dan organisme laut. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir adalah dengan tidak membangun pemukiman nelayan di sekitar area tersebut serta melakukan pemindahan biota karang yang ada di wilayah tersebut ke daerah yang masih bagus perairannya dengan teknik transplantasi karang. Oleh karena itu pemanfaatan ruang untuk industri dan pelabuhan sebaiknya jauh dari area yang bernilai tinggi untuk mempertahankan keberadaan populasi biota laut agar tetap lestari.

h. Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Banten (RZWP3K)

RZWP3K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya pada setiap satuan perencanaan yang disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan.

Kebijakan penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi Banten merupakan landasan yang mendasari kebijakan penataan ruang wilayah pesisir pada skala Kabupaten. Kondisi saat ini Provinsi Banten telah membuat RZWP3K tingkat provinsi yang mana Kabupaten Pandeglang termasuk di dalam penentuan pola ruang dan struktur ruang yang dalam RZWP3K di kenal istilah

kawasan pemanfaatan umum. kawasan konservasi. kawasan alur laut dan kawasan strategis nasional tertentu. Kawasan pemanfaatan umum memuat untuk pemanfaatan perikanan tangkap, budidaya, industri perikanan, pelabuhan, pertanian, pemukiman, pariwisata. Kawasan konservasi meliputi kawasan konservasi perairan, kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil. Kawasan konservasi maritim, dan sempadan pantai. Sedangkan kawasan strategis tertentu meliputi kawasan strategis dari sudut militer dan kawasan strategis dari sudut kepentingan peninggalan situs dunia.

i. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pandeglang

Rencana tata ruang wilayah merupakan acuan yang menjadi dasar dalam membuat suatu perencanaan pemanfaatan ruang di suatu wilayah. Kabupaten Pandeglang sudah memiliki rencana tata ruang wilayah yang berlaku hingga tahun 2031. Berdasarkan RTRW tersebut menjadi acuan untuk membuat zonasi pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang.

Pola ruang wilayah dikenal kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung merupakan kawasan yang keberadaannya harus dipertahankan berdasarkan fungsi ekologisnya seperti untuk cagar alam, taman nasional, sempadan pantai dan kawasan hutan lindung serta dalam pemanfaatannya tidak boleh digunakan untuk pemanfaatan yang lain. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang boleh dimanfaatkan untuk fungsi sosial dan ekonomi meliputi pemukiman perkotaan, persawahan, perkebunan dan hutan produksi. Berdasarkan RTRW tersebut pemanfaatan ruang seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, pariwisata, pelabuhan dan pemukiman di wilayah pesisir ini hanya boleh dilakukan dalam zona kawasan budidaya, sedangkan untuk pemanfaatan ruang konservasi perairan belum tentu termasuk dalam kawasan lindung dalam RTRW karena beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah kerentanan, keanekaragaman biota yang hidup di perairan tersebut, tingginya nilai ekonomis suatu biota, tingginya aktivitas penduduk di wilayah tersebut dan keberadaan biota langka di perairan tersebut.

j. Sarana dan prasarana

Keberadaan sarana dan prasarana perikanan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Sarana dan prasarana ini dibagi menjadi sarana dan prasarana perikanan tangkap dan sarana prasarana perikanan budidaya.

Sarana prasarana perikanan tangkap meliputi jumlah armada kapal motor nelayan, banyaknya alat tangkap yang digunakan, tempat pelelangan ikan, cold storage (rantai pendingin), pabrik es, bengkel (docking) kapal, dan tempat pengisian bahan bakar untuk kapal motor nelayan (SPDN). Tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan tempat untuk melelangkan hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan sebelum dijual ke konsumen. Sistem rantai pendingin merupakan sarana pembekuan agar ikan tetap segar sebelum dijual ke konsumen. Pabrik es di tempat pelelangan ikan sangat diperlukan oleh nelayan yang akan melaut, karena fungsi es ini merupakan bahan pengawet untuk menyimpan ikan agar tidak busuk dan tetap segar ketika dibawa ke darat. Bengkel (docking) kapal merupakan fasilitas yang digunakan para nelayan untuk memperbaiki kapal motornya yang rusak. Sistem pengisian bahan bakar nelayan (SPDN) merupakan

fasilitas yang didanai oleh pemerintah pusat untuk memudahkan para nelayan untuk mengisi bahan bakar kapal motornya yang digunakan untuk melaut. Dengan adanya SPDN yang dibangun di pinggir pantai ini memudahkan nelayan untuk mencari bahan bakar tanpa harus mencari SPBU yang letaknya jauh dari tempat kapal bersandar.

Manajemen TPI di Kabupaten Pandeglang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan sedangkan fasilitas perikanan tangkap yang lain pengelolaannya diserahkan perusahaan swasta atau koperasi nelayan yang ada di wilayah tersebut. Sapras perikanan tangkap ini menunjang dalam menentukan besarnya hasil produksi ikan yang diperoleh oleh nelayan dan pada akhirnya berkaitan dengan pendapatan asli daerah berupa retribusi yang akan diterima oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang dari sektor perikanan tangkap. Berdasarkan wawancara dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang retribusi yang di peroleh dari hasil penangkapan ikan di setiap tempat pelelangan ikan adalah sebesar 4% dari total nilai produksi yang dilelangkan.

Sarana dan prasarana perikanan budidaya meliputi adanya pembangunan depurasi kekerangan, balai benih ikan air tawar dan balai benih ikan pantai. Depurasi kekerangan di Kabupaten Pandeglang dibangun pada tahun 2007 melalui dana APBN pemerintah pusat yang bertujuan untuk pencucian dan pembilasan kerang yang dibudidayakan agar kerang ketika sampai di konsumen sudah dalam keadaan bersih. Balai benih ikan pantai berfungsi untuk pembenihan ikan laut seperti kerapu yang bertujuan untuk memudahkan para pembudidaya kerapu dalam mencari benih berkualitas untuk pembesaran. Sarana prasarana budidaya ini juga bertujuan untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya dalam rangka memenuhi permintaan konsumen akan kebutuhan ikan.

k. Sarana Transportasi

Sarana transportasi merupakan sarana ekonomi yang menunjang tumbuhnya perekonomian di suatu wilayah, karena transportasi akan memudahkan segala bentuk kegiatan perekonomian yang dilakukan di wilayah pesisir baik di darat maupun di laut. Sarana transportasi di kabupaten Pandeglang terdiri dari angkutan massal seperti angkutan kota dan bis yang beroperasi. Banyaknya sarana transportasi yang beroperasi juga harus didukung dengan pembangunan infrastruktur dan sarana jalan yang akan membuka peluang pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga interaksi yang terjadi menjadi lebih mudah antar pelaku usaha ekonomi di wilayah pesisir. Namun infrastruktur di Kabupaten Pandeglang tidak semuanya bagus masih ada di beberapa daerah sarana jalannya masih berbatu dan sulit di tempuh oleh kendaraan beroda empat dan banjir pada saat hujan. Hal ini masih perlu mendapat perhatian dari pihak pemerintah daerah mengingat untuk mengembangkan suatu wilayah perlu adanya sarana jalan dan transportasi yang mudah untuk ditemui.

l. Struktur populasi penduduk

Struktur populasi penduduk memegang peranan yang penting dalam kriteria sosial ekonomi. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dalam suatu wilayah dan mata pencaharian penduduk tersebut. Kepadatan penduduk diperoleh dari jumlah individu yang hidup di daerah tersebut per km persegi luas lahan.

Sedangkan mata pencaharian penduduk cenderung akan memberikan keterkaitan di semua sektor seperti sektor tenaga kerja, pendidikan dan sebagainya.

Struktur populasi penduduk di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang pada umumnya didominasi oleh nelayan penangkap ikan, nelayan pembudidaya serta pengolah hasil perikanan skala tradisional. Dan sebagian besar merupakan pendatang dari daerah Indramayu dan Cirebon yang merantau di pesisir Pandeglang. Sedangkan penduduk aslinya lebih banyak menjadi petani atau merantau ke daerah lain untuk mencari kerja di bidang industri.

m.Tekanan Penduduk

Tekanan penduduk dalam hal ini lebih menitikberatkan kepada tingkat besarnya pengaruh dari aktivitas manusia yang dilakukan pada suatu daerah tertentu. Tekanan penduduk sangat berkaitan dengan tingginya kepadatan penduduk dan tingginya permintaan penduduk untuk memenuhi kebutuhan

Dokumen terkait