• Tidak ada hasil yang ditemukan

Space Utilization Analysis of Sunda Straits Coastal Area In Pandeglang Regency, Banten Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Space Utilization Analysis of Sunda Straits Coastal Area In Pandeglang Regency, Banten Province"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PEMANFAATAN RUANG

WILAYAH PESISIR DI PERAIRAN SELAT SUNDA

KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

SITI MAESAROH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisa Pemanfaatan Ruang

Wilayah Pesisir di Perairan Selat Sunda Kabupaten Pandeglang, Banten”

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, .Maret 2013

(4)
(5)

SUMMARY

SITI MAESAROH. Space Utilization Analysis of Sunda Straits Coastal Area In Pandeglang Regency, Banten Province. Supervised by Dr. Ir. BABA BARUS, MSc and Ir. LAODE SYAMSUL IMAN, MSi.

The coastal area of Pandeglang regency is a productive area and contains high potential development, but currently it faces many problems that need to be resolved. This study aims to: (1). Identify problems in coastal areas, (2) Analyze dominant factor affect utilization of coastal areas, and (3) Analyze the spatial and to search land suitability for fisheries, aquaculture, marine tourism, fishing harbors and marine conservation. Analysis were conducted through questionnaires to the experts to find criteria using Analytic Network Process (ANP) method, spatial analysis using overlay technique, that standardized weights from ANP.

The results of this study showed the problems occuring in the coastal areas due to overlapping policies and less coordination between sectors in managing coastal areas. The interviews with respondents produced the weights of criteria and parameters that have mutual influence in policy cluster function at 0.3488, ecological at 0.3399 and socio economy at 0.3113. While the priority utilization matrix in policy function, the influential criteria is RZWP3K at 16.89% and RTRW at 16.81%. On socio-economic functions, the most influential criteria is transportation at 6.67%, population structure at 6.65% and infrastructure at 6.32%. The most influential criteria of ecological function is physical suitability at 6.05%, land use at 6.08% and hazard at 5.80%.

The location suitable for mariculture activity range from Pagelaran to Panimbang district offshore area. Conservation activity is suitable at Taman Jaya coastal water around the island of Badul. The suitable are for marine tourism is Sukaresmi to Tanjung Jaya and the small islands at the Ujung Kulon. The suitable of areas fishing port area the villages of Caringin, Cigondang, Pejamben and Teluk. The most suitable areas for fisheries activity are Labuan District, Panimbang and Sukaresmi.

(6)

RINGKASAN

SITI MAESAROH. Analisa Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir di Perairan Selat Sunda Kabupaten Pandeglang, Banten. Dibimbing oleh Dr. Ir. BABA BARUS, MSc dan Ir. LAODE SYAMSUL IMAN, MSi.

Karakteristik wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang yang produktif dan mengandung potensi pembangunan yang tinggi dengan berbagai permasalahan sebagai dampak dari aktivitas yang dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah (1). Mengidentifikasi masalah di wilayah pesisir, (2) Menganalisa faktor dominan yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan (3) Menganalisa secara spasial dan mencari kesesuaian lahannya yang dibagi atas perikanan tangkap, budidaya laut, pariwisata bahari, pelabuhan perikanan serta konservasi perairan. Analisa dilakukan melalui pengisian kuesioner kepada para ahli untuk mencari kriteria yang berpengaruh dengan metode Analytic Network Process (ANP), analisa spasial dengan menggunakan teknik overlay, analisa kesesuaian dengan nilai bobot yang distandarisasi dari ANP.

Hasil penelitian menunjukkan permasalahan yang timbul di wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang disebabkan karena ketimpang tindihan kebijakan dan pemanfaatan ruang yang terjadi dengan mengedepankan egosektoral dalam pengelolaan di wilayah pesisir. Hal ini didorong belum adanya perencanaan pengelolaan pesisir yang terarah dan terpadu di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Pandeglang. Hasil wawancara para responden menghasilkan bobot kriteria dan parameter yang saling berpengaruh dalam kluster fungsi kebijakan 0.3488, fungsi ekologi 0.3399 dan fungsi sosial ekonomi 0.3113. Matriks prioritas pemanfaatan dalam fungsi kebijakan kriteria yang memberikan dampak pengaruh besar adalah RZWP3K 16.89% dan RTRW 16.81%. Fungsi sosial ekonomi yang memberikan dampak paling besar adalah transportasi 6.67%, struktur populasi penduduk sebesar 6.65% dan sarana dan prasarana sebesar 6.32%. Kriteria yang memberikan dampak dari fungsi ekologi adalah kesesuaian fisik 6.05%, penggunaan lahan 6.08% dan resiko bahaya 5.80%.

Daerah yang sesuai budidaya laut terdapat di perairan kecamatan Pagelaran sampai Panimbang. Pemanfaatan lahan konservasi perairan sesuai di perairan Taman Jaya sekitar Pulau Badul. Wilayah yang dapat dijadikan kawasan pariwisata bahari adalah perairan Sukaresmi sampai Tanjung Jaya dan kawasan pulau-pulau kecil di Ujung Kulon. Kawasan pelabuhan perikanan pantai sesuai di desa Caringin, Cigondang, Pejamben dan desa Teluk. Kawasan perikanan tangkap utnuk pembangunan infrastruktur disarankan di Kecamatan Labuan, Panimbang dan Sukaresmi.

(7)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(8)

ANALISA PEMANFAATAN RUANG

WILAYAH PESISIR DI PERAIRAN SELAT SUNDA

KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

SITI MAESAROH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Analisa Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir di Perairan Selat Sunda Kabupaten Pandeglang, Banten

Nama : Siti Maesaroh

NRP : A156110354

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Baba Barus, MSc Ketua

Ir. La Ode Syamsul Iman, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(11)

Kupersembahkan karya ilmiah ini

Untuk Suami tercinta:

ARLIS, S. Pi

Dan

Putri Putra Kecilku

Sachsiyah Layyana Putri

Azzam Mauludussabhi

Atas Doa, Dukungan dan Pengorbanannya selama ini

Semoga karya ilmiah ini memberikan

Manfaat dan motivasi

(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Analisa Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir di Perairan Selat Sunda Kabupaten Pandeglang, Banten.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir Baba Barus, MSc dan Bapak Ir. La Ode Syamsul Iman, MSi selaku pembimbing yang telah rela meluangkan waktunya dalam membimbing selama ini

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus beserta staff pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

3. Bapak Dr. Ir Setiahadi, MSc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran serta masukan untuk penyempurnaan tesis ini.

4. Pimpinan dan staff Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan beasiswa pendidikan untuk penulis

5. Pimpinan dan staff Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan Bappenas ini

6. Pimpinan dan staff Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Provinsi Banten atas bantuan, saran dan masukannya selama ini

7. Teman-teman seperjuangan PWL khusus 2011 atas semangat dan kebersamaannya

8. Serta tak lupa juga ungkapan terima kasih kepada Abah, emak (alm), ibu, adik-adik, suami serta anak-anakku yang telah banyak memberikan dukungan moril serta doa selama penulis menyelesaikan tugas belajar ini.

9. Dan pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat khususnya untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang dan secara umum bagi masyarakat Bangsa dan Negara Indonesia.

Bogor, Maret 2013

(14)
(15)

82

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Penelitian Sebelumnya ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Batasan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Definisi Wilayah Pesisir ... 5

Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Laut ... 5

Pemanfaatan Ruang / Zonasi Wilayah Pesisir dan Laut ... 8

Analytic Network Process (ANP) ... 9

Sistem Informasi Geografis ... 12

BAHAN DAN METODE ... 13

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Pengumpulan Data ... 13

1. Data Primer ... 13

2. Data Sekunder ... 13

Prosedur Pelaksanaan ... 15

Mengidentifikasi dan Mengevaluasi Pemanfaaatan Ruang Pesisir ... 15

Penentuan Tingkat Pengaruh Suatu Kriteria dengan ANP ... 16

Analisis Spasial ... 20

Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang ... 21

Sintesis Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir... 22

GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 23

Wilayah Administrasi ... 23

Iklim dan Curah hujan ... 24

Topografi ... 24

Kemiringan Lereng ... 25

Geologi dan Jenis Tanah ... 25

Penggunaan Lahan ... 26

Tingkat Kepadatan Penduduk ... 26

Potensi di Wilayah Pesisir ... 28

Perikanan Budidaya ... 28

Perikanan Tangkap ... 29

Pariwisata ... 31

(16)

Kawasan Konservasi Laut Daerah ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

Metode Analytic Network Process untuk Seleksi Kriteria ... 33

Identifikasi Kriteria yang Berpengaruh ... 33

Analisis ANP untuk Mencari Kriteria Paling Berpengaruh Terhadap Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir ... 41

Analisis Spasial ... 47

Kriteria Ekologi ... 47

Kriteria Kebijakan ... 59

Kriteria Sosial Ekonomi ... 62

Analisis Kesesuaian dan Peta Arahan Pemanfaatan Ruang Pesisir ... 69

Kesesuaian Lahan Budidaya Laut ... 70

Kesesuaian Lahan Konservasi... 72

Kesesuaian Lahan Pariwisata ... 74

Kesesuaian Lahan Pelabuhan Perikanan Pantai ... 75

Kesesuaian Lahan Perikanan Tangkap... 77

Sintesis Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir ... 78

SIMPULAN DAN SARAN... 84

Simpulan ... 84

Saran ... 84

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi jenis data dalam survei lapangan ... 14

2. Skala penilaian dalam ANP ... 16

3. Nilai random index ... 17

4. Contoh Penghitungan Nilai Kesesuaian Lahan Pemanfaatan Ruang X ... 22

5. Matriks keterkaitan pemanfaatan ruang pesisir ... 23

6. Data hari dan curah hujan berdasarkan pos pengamatan ... 24

7. Penggunaan lahan tahun 2009 ... 26

8. Luas wilayah dan kepadatan populasi penduduk tahun 2009 ... 26

9. Produksi perikanan budidaya tahun 2010 ... 28

10. Potensi perikanan budidaya ... 28

11. Desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 29

12. Data jumlah nelayan, perahu motor dan alat tangkap tahun 2011 ... 30

13. Produksi perikanan tangkap/trip tahun 2011 ... 30

14. Objek wisata di pesisir ... 32

15. Isu permasalahan dan faktor penyebab dalam pemanfaatan ruang ... 34

16. Kriteria pemanfaatan ruang menurut responden ... 34

17. Kriteria parameter dalam wilayah pesisir ... 35

18. Contoh matriks keterkaitan kriteria pada jaringan ANP... 42

19. Nilai fungsi pemanfaatan ruang ... 43

20. Matriks prioritas pemanfaatan ruang ... 44

21. Matriks prioritas fungsi ekologi ... 45

22. Matriks prioritas fungsi sosial ekonomi ... 45

23. Matriks prioritas fungsi kebijakan ... 46

24. Data rataan bulanan kecepatan arus ... 48

25. Data luas tutupan karang, CFDI, Estimasi kekayaan jenis dan Jumlah spesies ... 57

26. Luas kesesuaian lahan perikanan budidaya laut ... 70

27. Luas kesesuaian lahan konservasi ... 72

28. Luas kesesuaian lahan pariwisata bahari ... 74

29. Luas kesesuaian lahan pelabuhan perikanan pantai... 76

30. Luas kesesuaian lahan perikanan tangkap ... 77

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur jaringan pada ANP ... 10

2. Struktur hirarki pada AHP ... 10

3. Diagram alir penelitian ... 15

4. Supermatrix dalam ANP ... 19

5. Bagan alir analisis spasial ... 21

6. Struktur jaringan kriteria pemanfaatan ruang ... 42

7. Direct data dalam ANP ... 43

8. Salah satu contoh hasil perbandingan Input Direct Data... 43

9. Sebaran kedalaman perairan Selat Sunda ... 47

10. Peta pola arus dan arah angin permukaan perairan Selat Sunda ... 49

11. Peta sebaran arus permukaan perairan ... 49

12. Sebaran tinggi gelombang perairan Selat Sunda ... 51

13. Sebaran substrat perairan Selat Sunda ... 52

14. Kondisi jarak pantai di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 53

15. Sebaran suhu permukaan perairan Selat Sunda ... 53

16. Sebaran hari hujan di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 54

17. Bahaya abrasi di desa pesisir Kabupaten Pandeglang... 55

18. Bahaya banjir di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 56

19. Sebaran tutupan karang di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 58

20. Kemiringan lereng di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 59

21. Rencana tata ruang wilayah di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 60

22. Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Banten ... 61

23. Sarana transportasi di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 62

24. Sapras perikanan di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 64

25. Tingkat kepadatan penduduk di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 65

26. Nelayan tangkap di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 66

27. Nelayan pembudidaya laut di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 67

28. Tekanan penduduk di desa pesisir Kabupaten Pandeglang ... 68

29. Kesesuaian lahan budidaya laut ... 70

30. Kesesuaian lahan konservasi ... 72

31. Kesesuaian lahan pariwisata ... 74

32. Kesesuaian lahan pelabuhan perikanan pantai ... 76

33. Kesesuaian lahan perikanan tangkap ... 78

34. Peta arahan pemanfaatan ruang wilayah laut Kabupaten Pandeglang ... 79

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner identifikasi permasalahan di wilayah pesisir ... 90

2. Rekapitulasi pembobotan tingkat pengaruh kriteria menurut responden .... 93

3. Matriks tak terboboti (unnweighted supermatrix) ... 102

4. Matriks terboboti (weighted supermatrix) ... 103

5. Matriks pembatas (limiting matrix) ... 104

6. Luas lahan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah darat ... 105

7. Luas lahan kesesuaian pemanfaatan ruang wilayah laut ... 108

8. Kriteria kesesuaian pemanfaatan ruang ... 110

9. Pembobotan pemanfaatan budidaya laut ... 112

10. Pembobotan pemanfaatan konservasi perairan ... 113

11. Pembobotan pemanfaatan pariwisata bahari ... 114

12. Pembobotan pemanfaatan pelabuhan perikanan pantai ... 115

13. Pembobotan pemanfaatan perikanan tangkap ... 116

(20)
(21)
(22)
(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 26/2007 tentang penataan ruang dan UU No. 27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan tonggak sejarah bagi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Hal ini disebabkan kedua produk hukum tersebut menjadi payung hukum yang mengatur tentang tata ruang baik di darat maupun di laut (Diposaptono 2012). Penataan ruang sesuai nomenklatur dalam UU Tata Ruang dalah upaya untuk mengatur segala aktivitas dan kegiatan manusia dalam hubungannya dengan keseimbangan ekosistem mencakup penggunaan lahan dan sumberdaya alam agar bisa terkendali dan berkelanjutan sesuai dengan tujuan pembangunan. Sedangkan menurut UU No. 27 tahun 2007 bahwa ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, serta cakupannya ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai.

Karakteristik wilayah pesisir yang produktif dengan potensi pembangunan yang tinggi, memiliki permasalahannya yang kompleks karena bentuk wilayahnya merupakan hasil keseimbangan dinamis dari proses pembangunan.

Kabupaten Pandeglang memiliki luas wilayah sebesar 4448.89 km2 yang terbagi oleh luas daratan sebesar 2746.89 km2 dan luas perairan laut sebesar 1702 km2 dan garis pantai sebesar 230 km mempunyai potensi alam wilayah pesisir yang beraneka ragam dan telah berkembang menjadi aset daerah sebagai wilayah kedaulatan, ekosistem, sumber energi, sumber bahan makanan, sumber bahan farmasi serta media lintas laut antar pulau, media pertukaran sosial budaya, kawasan perdagangan serta wilayah pertahanan dan keamanan. Sehingga mengakibatkan tingginya aktivitas manusia yang terjadi pada wilayah pesisir kabupaten Pandeglang meliputi pariwisata, pertanian, perikanan tangkap dan budidaya, pelabuhan perikanan pantai dan lain-lain.

(24)

lainnya; Akibat sedimentasi yang terjadi di hilir sungai menyebabkan rusaknya habitat ikan untuk memijah (spawning), nursery ground dan feeding ground para biota laut, (6) Tingginya kekeruhan sepanjang perairan laut; Asumsi itu didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 yang bertujuan untuk melakukan pemetaan terumbu karang di perairan laut Kabupaten Pandeglang dan menyimpulkan bahwa telah terjadi penurunan kualitas perairan yang terindikasi dengan rendahnya presentasi luas tutupan karang yang masih hidup, dan (7) Tekanan pencemaran yang bersumber dari limbah PLTU.

Dengan kompleksitas permasalahan yang timbul mengakibatkan lingkungan akan rusak dan hanya akan menyengsarakan biota laut. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap keberlanjutan biota yang hidup di dalamnya. Pada dasarnya hampir seluruh wilayah pesisir di Indonesia terjadi beragam konflik antara berbagai kepentingan. Penyebab utamanya adalah tidak adanya aturan yang jelas tentang tata ruang laut dan alokasi sumberdaya yang terdapat di kawasan laut. Setiap pihak yang berkepentingan mempunyai tujuan target dan rencana untuk mengeksploitasi sumberdaya laut.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan suatu strategi penataan ruang laut yang bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Oleh karena itu penataan ruang laut menjadi penting untuk menjaga lingkungan pesisir dan laut tetap lestari (Diposaptono 2012). Undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tercantum penataan ruang wilayah laut berbasis zonasi yaitu suatu bentuk konsep perencanaan dengan rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung dalam satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Penataan ruang laut berfungsi untuk mengatur dan mengelola segala macam kegiatan yang dilakukan di wilayah pesisir agar terarah dan sesuai dengan fungsi peruntukkannya.

Strategi penataan ruang dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut memerlukan metode yang dapat memecahkan persoalan mengenai peruntukkan penggunaan lahan yang kompleks di wilayah pesisir. Metode ini membantu para pembuat keputusan untuk mencari kesesuaian lahan yang tepat dan seimbang secara ekologi, ekonomi dan sosial yang terintegrasi dengan mempertimbangkan dampak serta pengaruh yang terjadi pada suatu kebijakan. Analytic Network Process merupakan suatu metode multikriteria analisis yang mengintegrasikan, menganalisa dan menggambarkan informasi yang terdapat di wilayah pesisir yang berfungsi untuk menemukan kriteria yang mempunyai peranan paling besar pengaruhnya dengan mempertimbangkan pendapat dan pengetahuan dari para ahli yang berkompeten di bidang wilayah pesisir.

Perumusan Masalah

(25)

ekonomi. Hal ini mendorong perlu adanya penetapan prioritas pemanfaatan suatu kawasan perairan laut yang dilakukan berdasarkan tiga fungsi pemanfaatan antara lain:

a. Fungsi ekonomi dimaksudkan dalam tatanan kebijakan makro kawasan perairan sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi;

b. Fungsi konservasi dimaksudkan sebagai upaya mempertahankan kelangsungan fisik alami dan kondisi sosial serta budaya/kearifan lokal di kawasan perairan;

c. Fungsi pertahanan dan keamanan dimaksudkan sebagai upaya menempatkan fungsi pulau-pulau kecil di suatu kawasan perairan laut sebagai titik pangkal teritorial dan basis pangkalan pertahanan negara guna menjaga kedaulatan wilayah.

Ketiga fungsi di atas perlu adanya suatu penataan ruang kawasan laut dan pesisir untuk meminimalisir dampak yang mungkin timbul akibat konflik pemanfaatan ruang dari aktivitas manusia dan pembangunan yang tak terkendali.

Dengan mempertimbangkan fungsi-fungsi tersebut di atas maka rumusan masalah yang diketahui adalah :

a). Tingginya aktivitas dan pembangunan yang dilakukan di wilayah pesisir menimbulkan dampak kerusakan ekosistem pesisir dan penurunan kualitas perairan (KKP, 2010) sehingga perlu dilakukan analisa pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kesesuaian lahannya;

b). Pemanfaatan ruang aktual belum sepenuhnya mempertimbangkan keterkaitan antara fungsi ekologi, ekonomi dan sosial di suatu wilayah, terdapat kecenderungan adanya area yang sebaiknya dilindungi menjadi rusak akibat kegiatan manusia. Hal ini terlihat dengan semakin sedikitnya kawasan mangrove dan terumbu karang di wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang; c). Belum adanya perencanaan dan pengelolaan pesisir secara terpadu sehingga

banyak terjadi alih fungsi pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya.

Penelitian Sebelumnya

Penelitian terdahulu di wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang dominan membahas sektor pariwisata seperti yang dilakukan oleh Prawiranegara (2002), Mulyawati (2008) dan Elly (2006). Sedangkan penelitian Heriawan (2008) mengenai alokasi unit penangkapan ikan pelagis kecil di perairan Pandeglang dan pemberdayaan nelayan di Labuan oleh Nasution (2007). Atas dasar penelitian sebelumnya, maka dasar pemikiran dari penelitian ini dimana penataan ruang wilayah pesisir perlu dilakukan di Kabupaten Pandeglang, RTRW yang ada saat ini telah berkekuatan hukum dasar acuan untuk melakukan rencana pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.

(26)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penataan ruang wilayah pesisir di Kabupaten Pandeglang sesuai dengan fungsi peruntukan secara ekologi, sosial ekonomi dan kebijakan. Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi akibat pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan laut yang ada saat ini;

b. Menganalisa faktor utama yang berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan mempertimbangkan fungsi ekologi, sosial ekonomi dan kebijakan berdasarkan pendapat dari para ahli di bidang perikanan dan kelautan dengan menggunakan metode Analytic Network Process;

c. Menganalisa secara spasial kriteria yang berpengaruh dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir Kabupaten Pandeglang berdasarkan ekologi, sosial ekonomi dan kebijakan;

d. Menganalisa kesesuaian lahan dan menyusun peta arahan kawasan pemanfaatan ruang yang terbagi atas kawasan perikanan tangkap, kawasan budidaya laut, kawasan pariwisata bahari, kawasan pelabuhan perikanan serta kawasan konservasi perairan berdasarkan nilai bobot yang telah distandarisasi berdasarkan persepsi para ahli;

e. Mensintesiskan pemanfaatan ruang wilayah pesisir berdasarkan pengintegrasian fungsi ekologi, sosial ekonomi dan kebijakan bagi keberlanjutan pengelolaan wilayah pesisir Kab. Pandeglang.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai salah satu bahan pertimbangan masukan untuk menentukan kebijakan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu.bagi pemerintah daerah Kabupaten Pandeglang. Selain itu dapat dijadikan sumber ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Batasan Penelitian

Batasan ruang lingkup penelitian ini mencakup ke arah laut sepanjang 4 mil sesuai dengan wilayah kewenangan tingkat kabupaten/kota serta ke arah darat dibatasi oleh beberapa desa yang memiliki garis pantai di sepanjang pesisir perairan Selat Sunda yaitu kecamatan Carita, Labuan, Pagelaran, Sukaresmi. Panimbang, Cimanggu, Cigeulis dan Sumur serta disesuaikan dengan arahan zonasi pesisir dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten 2011-2031 dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tingkat provinsi.

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah daratan. Karakteristik khusus wilayah laut menyangkut sifat dinamis sumber yang relatif sukar untuk diprediksi eksistensinya, apalagi jika dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya keberadaan ikan, mangrove, terumbu karang, dll. Secara ekologis wilayah pesisir dan laut juga tidak bisa dibatasi secara administratif (Diposaptono 2012)

Menurut UU No. 27 tahun 2007 definisi wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya sedangkan kawasan pemanfaatan umum adalah bagian dari wilayah pesisir yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/2003 tentang Pedoman Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai dan sepertiga dari wilayah laut untuk Kabupaten/Kota dan ke arah darat hingga batas administrasi Kabupaten/Kota.

Penelitian yang dilakukan Dahuri et al. (2001) bahwasuatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami atau buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir meliputi terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, formasi pes-caprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman.

Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Laut

Undang-undang No 26 tahun 2007 mendefinisikan ruang sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang didefinisikan sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

(28)

sumberdaya tersebut. Sedangkan pola ruang berkaitan dengan aspek-aspek penyebaran sumberdaya dan aktivitas pemanfaatannya secara spasial. Secara keseluruhan berbagai bentuk konfigurasi spasial membentuk suatu keseimbangan pola dan struktur spasial yang disebut dengan tata ruang (Rustiadi et al. 2011).

Pendekatan penataan ruang dalam rangka pengembangan wilayah menurut Rustiadi et al. (2011) terdiri atas tiga proses yang saling berkaitan, yaitu:

a. Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah. Disamping sebagai “guidance of future actions” rencana tata ruang wilayah pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia / makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia / makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan;

b. Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionaliasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri, dan

c. Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme pengawasan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.

Perencanaan tata ruang dimulai dari kegiatan evaluasi ruang yang mengidentifikasikan karakteristik dan menilainya untuk keperluan tipe wilayah tertentu secara spasial, perencanaan pemusatan kegiatan tertentu juga pengelompokkan wilayah tertentu untuk tujuan yang ditetapkan (Branch 1998 dalam Pramudya 2008).

Evaluasi sumberdaya pesisir dan laut dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi terkait dengan penataan ruang. Informasi yang diperlukan adalah : (1) kondisi dan daya dukung lingkungan fisik dasar dan pesisir laut, (2) Kondisi dan daya dukung ekosistem pesisir dan laut, (3) Kecenderungan dan tingkat kerusakan ekosistem dan jasa lingkungan pesisir dan laut (Dahuri et al. 2001).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No: Kep.34/Men/2002 tentang Pedoman Umum Penataan ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, sumberdaya wilayah pesisir yang harus dievaluasi dengan mempertimbangkan:

a. Sumberdaya fisik non-hayati yang paling tidak meliputi : morfologi pantai (geomorfologi, geologi, abrasi, sedimentasi, erosi, tanah dan air tanah); perairan / hidrooseanografi (pasang surut, gelombang dan arus);

b. Sumberdaya hayati meliputi: biota darat (vegetasi dan satwa liar); biota perairan (ikan, mamalia laut dan biota perairan lainnya);

c. Ekosistem yang perlu dilindungi, yang meliputi: terumbu karang, mangrove, padang lamun, gumuk pasir, laguna, terumbu karang atoll, dan alur tertentu; d. Mitigasi bencana antara lain mencakup: karakteristik bencana, sifat dan

karakteristik faktor-faktor aktivitas manusia pemicu bencana; e. Jalur potensi penangkapan ikan;

f. Jasa lingkungan pesisir dan laut, yang meliputi potensi pengembangan pariwisata, budidaya perikanan, pertambangan, pemukiman dan industri; g. Kaitan aspek-aspek sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap sumberdaya

biofisik wilayah pesisir dan laut.

(29)

memprioritaskan kepentingannya, seperti pariwisata, perhubungan laut, perikanan, pertambangan, masyarakat umum maupun swasta. Oleh karena itu, penataan ruang wilayah pesisir dan laut mutlak diperlukan (Listriana 2010).

Prinsip dasar penyusunan tata ruang pesisir terpadu adalah bagaimana mendapatkan manfaat dari sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin dengan tidak mengabaikan kelestarian lingkungan (ekologi), disamping memperhatikan aspek ekonomi, sosial, kelembagaan, dan pertahanan keamanan (Dahuri et al. 2001).

Menurut Diposaptono (2012) setidaknya ada tiga prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana tata ruang laut, yaitu :

a. Kegiatan yang berlangsung pada ruang laut bersifat statis dan dinamis. Kegiatan pelayaran alur migrasi serta aktivitas wisata bahari tergolong dalam aktivitas dinamis, sedangkan yang bersifat statis antara lain pemukiman atas air, bagan tancap dan bagan apung.

b. Ruang laut memiliki tiga dimensi yaitu permukaan, kolom dan dasar laut. Setiap dimensi memiliki aktivitas berbeda dalam suatu zona yang sama dan bisa dilakukan pada waktu yang sama pula.

c. Penetapan jangka waktu perencanaan. Prediksi jangka waktu perencanaan ruang laut dipengaruhi oleh sumberdaya yang dikembangkan oleh masing-masing kegiatan.

Berdasarkan hal tersebut, maka penyusunan tata ruang mengacu kepada: 1. Kelestarian sumberdaya pesisir

Tujuan utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk dapat dimanfaatkannya sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pelaksanaan pembangunan nasional, dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya pesisir di dalam memenuhi kebutuhan baik untuk generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Untuk menjaga keseimbangan ekologi, pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung dan konservasi harus mendapat perhatian khusus, setelah kawasan ini terpenuhi baru ditentukan kawasan budidaya (Dahuri et al. 2001);

2. Kesesuaian lahan

Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di kawasan pesisir harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dengan kemampuan lingkungan menyediakan sumberdaya. Dengan mengacu kepada keseimbangan antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan ruang antara kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang. Kesesuaian lahan tidak saja mengacu kepada kriteria biofisik semata, tetapi juga meliputi kesesuaian secara sosial ekonomi (Rayes 2006 dalam Yunandar 2007);

3. Keterkaitan kawasan

Interaksi antar beberapa aktivitas pada kawasan pesisir dengan kawasan daratan akan tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar unit-unit kawasan maupun dengan kawasan sekitarnya.

(30)

dahulu. Pendugaan kelayakan biofisik ini dilakukan dengan cara mendefinisikan persyaratan biofisik setiap kegiatan pembangunan, kemudian dipetakan. Dengan cara ini, dapat ditentukan kesesuaian penggunaan setiap unit (lokasi/region) kawasan pesisir (Sulasdi 2001 dalam Yunandar 2007).

Pemanfaatan Ruang / Zonasi Wilayah Pesisir dan Laut

Penataan perairan laut diperlukan untuk mengatur pemanfaatan laut secara optimal dengan mengakomodasi semua kepentingan agar konflik dapat dihindari. Sehingga dalam memanfaatkan suatu sumberdaya laut harus mempunyai batas yang jelas antara zona pemanfaatan yang satu dengan yang lainnya (Diposaptono 2012).

Empat aspek yang perlu diperhatikan dalam menetapkan zonasi suatu kawasan antaralain: (1) Sifat dinamis laut, (2) Penafsiran nilai ekonomi dan beban lingkungan, (3) Aspek sosial budaya masyarakat pesisir dan pulau, (4) Aspek kepastian hukum dan pemanfaatan perairan laut

Berdasarkan UU No. 27/2007 disebutkan bahwa rencana zonasi pada dasarnya merupakan rencana untuk menentukan arah penggunaan sumber daya pada setiap satuan perencanaan yang disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.

Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi mencakup wilayah perencanaan daratan dari kecamatan pesisir sampai wilayah perairan paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan dalam satu hamparan ruang yang saling terkait antara ekosistem daratan dan perairan lautnya. Untuk suatu kabupaten/kota, kewenangannya yang mencakup hingga 1/3 mil dari garis pantai berdasarkan kewenangan Provinsi dan umumnya merupakan luasan dari wilayah pesisir. Dengan demikian, pengaturan ruang laut daerah dapat dicakup dalam suatu kesatuan penataan ruang pesisir.

Rencana zonasi ini dijelaskan oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16/MEN/2008 berisi arahan tentang pengalokasian ruang dalam wilayah pesisir ke dalam empat kawasan yaitu :

a. Kawasan pemanfaatan umum

Kawasan pemanfaatan umum dapat dimanfaatkan untuk zona pariwisata, pemukiman, pelabuhan, pertanian, hutan, pertambangan, perikanan budidaya, perikanan tangkap, industri, infrastruktur umum dan zona pemanfaatan terbatas sesuai dengan karakteristik biogeofisik lingkungannya.

b. Kawasan konservasi

(31)

perairan, konservasi pesisir dan pulau pulau kecil, konservasi maritim, dan/atau sempadan pantai.

c. Kawasan strategis nasional tertentu

Kawasan Strategis Nasional Tertentu dapat dimanfaatkan untuk zona pertahanan keamanan, situs warisan dunia, perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar.

d. Alur laut

Alur laut merupakan perairan dapat dimanfaatkan untuk alur pelayaran, alur sarana umum, dan alur migrasi ikan, serta pipa dan kabel bawah laut.

Keseluruhan konsep pemanfaatan ruang di atas lebih fleksibel dalam membagi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kedalam zona-zona tersebut sesuai dengan karakterisik wilayahnya dan tujuan perencanaan berdasarkan kesepakatan pemangku kepentingan di wilayah pesisir tersebut. Proses penyusunan tata ruang pesisir dan konfigurasi zonasi dapat dilakukan dengan teknik overlay (tumpang susun) peta-peta tematik yang memuat karakteristik biofisik wilayah pesisir dari setiap kegiatan pembangunan yang direncanakan dan peta penggunaan ruang pesisir saat ini (Tahir et al. 2002 dalam Pramudya 2008).

Analytic Network Process (ANP)

Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah teori pengukuran relatif dengan skala absolut dari kriteria yang tamapk mata dan tidak tampak mata berdasarkan penilaian berpengetahuan dan para ahli. Metode Analytic Network Process (ANP) merupakan pengembangan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode ANP mampu memperbaiki kelemahan AHP berupa kemampuan mengakomodasi keterkaitan antar kriteria atau alternatif (Saaty 1999). Dan menurutnya pula bahwa keterkaitan pada metode ANP ada 2 jenis yaitu keterkaitan dalam satu set elemen (inner dependence) dan keterkaitan antar elemen yang berbeda (outer dependence). Adanya keterkaitan tersebut menyebabkan metode ANP lebih kompleks dibanding metode AHP.

Banyak masalah keputusan tidak dapat disusun secara hirarki karena melibatkan banyak interaksi dan ketergantungan tingkat tinggi antar elemen dalam hirarki pada level terendah dari tiap elemen. Oleh karena itu, ANP diwakili oleh suatu jaringan, bukan penghirarkian atau tingkatan. Struktur umpan balik tidak memiliki bentuk dari atas ke bawah secara hirarki, tapi lebih mirip sebuah jaringan, dengan siklus menghubungkan komponen elemen, yang kita tidak bisa lagi menyebut tingkat, dan dengan loop yang menghubungkan komponen ke dirinya sendiri.

(32)

adanya dependensi baik antar kriteria maupun alternatif yang tidak ada pada metode AHP. Dengan umpan balik (feedback), semua alternatif bisa tergantung pada kriteria, maupun saling bergantung diantara alternatif tersebut (Vanany 2003)

Perbedaan antara ANP dan AHP bisa terlihat pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Struktur jaringan pada ANP Gambar 2. Struktur hirarki pada AHP Menurut Astuty (2011) bahwa pembobotan dengan ANP membutuhkan model yang merepresentasikan saling keterkaitan antar kriteria dan subkriteria yang dimilikinya. Ada 2 kontrol yang perlu diperhatikan didalam memodelkan sistem yang hendak diketahui bobotnya yaitu:

a. Kontrol pertama adalah kontrol hierarki yang menunjukkan keterkaitan kriteria dan sub kriterianya. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki seperti pada metode AHP.

b. Kontrol lainnya adalah kontrol keterkaitan yang menunjukkan adanya saling keterkaitan antar kriteria atau cluster.

Prinsip dasar ANP adalah berpikir analitis, pengambilan keputusan dalam metodologi ANP berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut (Saaty 2005): 1. Penyusunan struktur jaringan

Penyusunan jaringan adalah langkah untuk mendefinisikan permasalahan yang kompleks ke dalam kluster dan elemennya, serta identifikasi hubungan interaksi ketergantungan yang ada di dalamnya sehingga menjadi lebih jelas dan rinci. Struktur ini disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan.

2. Penentuan prioritas

Penentuan prioritas terdiri dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot atau kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. ANP melakukan analisa prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen menggunakan skala 1-9 hingga semua elemen yang ada tercakup.

3. Konsistensi logis

(33)

demikian perlu diperbaiki. Konsistensi dilakukan untuk setiap perbandingan

Penelitian yang dilakukan oleh Saaty (2005) bahwa metodologi ANP memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut :

1. Melakukan strukturisasi pada kompleksitas

Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya pola-pola yang sama dalam sejumlah contoh tentang bagaimana manusia memecahkan sebuah kompleksitas dari masa ke masa. Kompleksitas distrukturkan secara hierarkis ke dalam kluster-kluster yang homogen dari faktor-faktor;

2. Pengukuran ke dalam skala rasio

Metodologi ANP menggunakan pengukuran skala rasio yang diyakini paling akurat dalam mengukur faktor-faktor yang membentuk hierarki. Level pengukuran dari terendah ke tertinggi adalah nominal, ordinal, interval, dan rasio. Setiap level pengukuran memiliki semua arti yang dimiliki level yang lebih rendah dengan tambahan arti yang baru. Pengukuran interval tidak memiliki arti rasio, namun memiliki arti interval, ordinal, dan nominal. Pengukuran rasio diperlukan untuk mencerminkan proporsi. Setiap metodologi dengan struktur hieraki harus menggunakan prioritas skala rasio untuk elemen diatas level terendah dari hierarki. Hal ini penting karena prioritas (bobot) dari elemen di level manapun dari hierarki ditentukan dengan mengalikan prioritas dari elemen pada level dengan prioritas dari elemen induknya. Karena hasil perkalian dari dua pengukuran level interval secara matematis tidak memiliki arti, skala rasio diperlukan untuk perkalian ini. AHP/ANP menggunakan skala rasio pada semua level terendah dari hierarki/jaringan, termasuk level terendah (alternatif dalam model pilihan). Skala rasio ini menjadi semakin penting jika prioritas tidak hanya digunakan untuk aplikasi pilihan, namun untuk aplikasi-aplikasi lain, seperti untuk aplikasi-aplikasi alokasi sumber daya;

3. Sintesis

Sintesis merupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis berarti mengurai entitas material atau abstrak ke dalam elemen-elemennya, maka sintesis berarti menyatukan semua bagian menjadi satu kesatuan. Karena kompleksitas, situasi keputusan penting, prakiraan, alokasi sumber daya, sering melibatkan terlalu banyak dimensi bagi manusia untuk dapat melakukan sintesis secara intuitif, kita memerlukan suatu cara untuk melakukan sintesis dari banyak dimensi. Meskipun ANP memfasilitasi analisis, fungsi yang lebih penting lagi dalam ANP adalah kemampuannya untuk membantu kita dalam melakukan pengukuran dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan.

(34)

tidak disintesis linear seperti pada AHP. Fase sintesis ini dengan menggunakan supermatriks yaitu teknik untuk mensintesis skala rasio. Setiap skala rasio secara tepat diperkenalkan sebagai kolom dalam matriks untuk menampilkan pengaruh dari elemen dalam kluster pada elemen lain dalam kluster (outer dependence) atau bagian dari kluster itu sendiri (inner dependence).

Menurut Pourebrahim et al. (2010) bahwa metode multikriteria analisis dapat membantu untuk mengoptimalkan kekuatan kriteria dan indikator dalam memahami penggunaan lahan di wilayah pesisir, karena wilayah ini sangat kompleks dengan berbagai macam konflik kepentingan secara kualitatif dan kuantitatif sehingga membutuhkan metode untuk mengambil keputusan yang terstruktur. Analytic network process adalah salah satu metode dari analisis MCA yang sangat berguna dan secara potensial serta relevan sebagai alat untuk mencari kesesuaian lahan di wilayah pesisir karena mempertimbangkan semua aspek yang berpengaruh di dalamnya.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan, pengambilan, analisis data, dan tampilan data geografis yang sangat berguna bagi pengambil keputusan. Sistem computer ini terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan manusia (personal) yang dirancang untuk efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa, dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis (Prahasta 2009).

SIG mempunyai 4 kelompok utama yaitu: perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen dan pemakai. Kombinasi yang paling tepat antara keempat komponen utama akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan SIG dalam suatu organisasi (Barus et al. (2000)

Aplikasi GIS digunakan pada bidang kartografi, penginderaan jauh, survei pertanahan, pengelolaan fasilitas umum, pengelolaan sumberdaya alam, geografi, perencanaan perkotaan, navigasi, bidang perikanan dan kelautan khususnya pada sistem informasi perikanan telah banyak dilakukan di banyak negara termasuk di Indonesia (Prahasta 2009).

Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) maupun waktu (temporal analysis). Dengan kemampuan tersebut SIG dapat dimanfaatkan dalam perencanaan apapun karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian setiap perubahan, baik sumberdaya, kondisi maupun jasa-jasa yang ada di wilayah perencanaan akan terpadu dan terkontrol secara baik (Rais et al. 2004).

(35)

dilakukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 di Kabupaten Pandeglang

Sistem Informasi Geografis secara umum dipahami memiliki kontribusi besar dalam pengelolaan wilayah pesisir, yakni (1) membantu memfasilitasi berbagai pihak sektoral, swasta dan Pemda yang merencanakan sesuatu, dapat dipetakan dan diintegrasikan untuk mengetahui pilihan-pilihan manajemen dan alternatif perencanaan yang paling optimal, (2) merupakan alat yang digunakan untuk menunjang pengelolaan sumberdaya pesisir yang berwawasan lingkungan. Dengan menggunakan SIG dengan mudah dan cepat dapat melakukan analisis keruangan dan pemantauan terhadap perubahan lingkungan pesisir (Gunawan 1998).

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2012 bertempat di kawasan pesisir Kabupaten Pandeglang yang meliputi 8 kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Carita, Labuan, Pagelaran, Sukaresmi, Panimbang, Cimanggu, Cigeulis dan Sumur. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena kesamaan letak di sepanjang perairan Selat Sunda dan memiliki potensi pengembangan sumberdaya alam pesisir yang sangat besar untuk dikelola dan diperhatikan.

Pengumpulan Data

1. Data Primer

Pengumpulan data primer merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui:

- Observasi, wawancara, kuesioner atau diskusi langsung dengan instansi pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Dinas Tata ruang, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Pandeglang, tokoh masyarakat, dan Dosen Universitas Tirtayasa

- Survei lapang ke tempat wilayah penelitian untuk identifikasi dan evaluasi pemanfaatan ruang yang ada saat ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan dalam survei lapang meliputi kebijakan, kondisi fisik wilayah, kondisi sosial budaya, kondisi ekonomi, kondisi pemanfaatan ruang aktual, kondisi ekologi serta rencana/studi terkait lainnya.

Pengambilan data sekunder ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Studi Pustaka

(36)

penunjang penelitian ini dan dijadikan bahan pengembangan teori dasar yang relevan.

2. Instansi Pemerintah

Data sekunder diperoleh dari instansi dari para satuan kerja pemerintah daerah atau pusat yang telah mempunyai data tahunan dan dipublikasikan. Jenis dan sumber data yang diperoleh bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi jenis data dalam survei lapangan

Komponen data Jenis data Sumber data Teknik pengambilan data

Sekunder Bappeda Kab. Pandeglang Studi Pustaka

Hidro oseanografi: c. Peta sebaran terumbu karang d. Peta kepadatan penduduk e. Peta Bathymetri No. 71

skala 1:200.000

f. Peta Pola ruang berdasarkan RTRW Kab. Pandeglang

Sekunder Bappeda Kab. Pandeglang Studi Pustaka

(37)

terkait dengan pengelolaan kawasan pesisir Kabupaten Pandeglang yaitu dari unsur birokrasi yang diwakili oleh Sekretaris Bappeda Kabupaten Pandeglang, Kepala Bidang Penangkapan dan Bidang Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten dan Kabupaten Pandeglang, Kepala Bidang Tata Ruang dan Pertamanan Kab. Pandeglang, akademisi yang diwakili oleh Universitas Tirtayasa Serang Fakultas Pertanian Jurusan Perikanan serta tokoh masyarakat di wilayah penelitian.

Prosedur Pelaksanaan

Penelitian ini dibagi empat tahapan seperti yang diuraikan diagram alir pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir penelitian

Mengidentifikasi dan Mengevaluasi Pemanfaaatan Ruang Pesisir

Mengidentifikasi dan mengevaluasi isu serta permasalahan di wilayah peisisir dilakukan dengan wawancara dari para ahli yang berkompeten di bidang perikanan dan kelautan. Wawancara dilakukan dalam dua tahap, yaitu

Tahapan analisis ANP dengan software Super Decision 9.0 :

a.Membuat struktur jaringan berdasarkan pengelompokkan kriteria sosial, ekonomi dan ekologi

b.Masukkan rataan geometrik pembobotan kriteria yang diperoleh dari wawancara para ahli

c.Pengklasifikasian indikator diberi penilaian berdasarkan tingkat kepentingannya dengan skala 1-9

d.Hasil dari ANP berupa matriks prioritas

PEMANFAATAN RUANG ANALISA SPASIAL

(38)

a. Tahap pertama responden diminta untuk menjabarkan isu dan permasalahan yang terjadi di wilayah pesisir berdasarkan kriteria ekologi, sosial, ekonomi dan terkait dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1;

b. Wawancara ke dua, seperangkat kriteria dan faktor yang mempengaruhi kesesuaian pemanfaatan ruang di wilayah pesisir disajikan kepada para ahli untuk diberi bobot penilaian dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan. Pembobotan ini dilakukan untuk menentukan tingkat kepentingan pengaruh dan seberapa besar pentingnya suatu indikator dengan pertimbangan kondisi dan kenyataannya di lapangan (Lampiran 2). Kriteria atau indikator yang telah dipilih oleh para ahli diberi penilaian skala menurut Saaty (2005) terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Skala penilaian dalam ANP

Skala Penilaian Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua aktivitas berkontribusi sama terhadap objek

2 Sedikit kepentingannya

3 Cukup penting Berdasarkan pengalaman dinilai sedikit disukai diantara kegiatan lainnya 4 Cukup plus kepentingannya

5 Kuat kepentingannya Berdasarkan pengalaman dinilai sangat disukai diantara kegiatan lainnya 6 Kuat plus kepentingannya

7 Sangat kuat kepentingannya Berdasarkan pengalaman dinilai sangat kuat disukai dan menunjukkan dominasi diantara kegiatan lainnya 8 Sangat kuat sekali

kepentingannya

9 Kepentingannya ekstrem

Telah terbukti mendukung dan memiliki urutan tertinggi di antara yang lainnya

Menggunakan kebalikan untuk invers perbandingan

Sumber : Saaty (2005)

Penentuan Tingkat Pengaruh Suatu Kriteria dengan ANP

Dalam penelitian ini untuk menentukan tingkat pengaruh suatu kriteria dalam Analytic Network Process dibantu oleh perangkat lunak komputer super decision 9.0. Analisa data terdiri atas perhitungan consistency ratio, penyusunan supermatriks, dan sintesis untuk memperoleh hasil akhir berupa tingkat prioritas setiap faktor.

Tahapan yang dilakukan dalam teknik ANP adalah sebagai berikut: a. Penyusunan struktur jaringan

Susun struktur jaringan yang menggambarkan besarnya pengaruh setiap kriteria dalam kluster fungsi ekologi, sosial ekonomi dan kebijakan yang berperan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Struktur jaringan ini dibuat dengan mempertimbangkan keterkaitan besarnya pengaruh antar kriteria di dalam klusternya dan keterkaitan dengan kriteria yang berada di luar kluster. b. Pembobotan para ahli

(39)

kepentingan suatu kriteria bila dibandingkan dengan kriteria lain dengan metode pembobotan dari para ahli.

c. Consistency Ratio (CR)

Hasil pembobotan para ahli diuji kekonsistenannya dengan uji Consistency Ratio (CR). Consistency Ratio merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan konsisten atau tidak.

Untuk menghitung Consistency Ratio diperlukan nilai Random Index (RI) yaitu indeks acak yang didapat dari tabel Oak Ridge Laboratory dari matriks berorde 1 sampai 15 yang menggunakan sampel berukuran 100. Tabel RI dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai random index

Orde (n) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Random

Index (RI) 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59

Sumber : Oak Ridge Laboratory dalam Saaty (1996)

Rumus perhitungan vektor prioritas atau eigen vector (VP) adalah sebagai berikut:

VP=

dimana :

(aij) = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks ke-k

m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi persyaratan

= perkalian dari elemen k=1 sampai dengan k=m

Perhitungan Weight Sum Vector (VA), dengan mengalikan matriks pendapat hasil perbandingan berpasangan dengan eigen vector menggunakan rumus :

VA = (aij) x VP dengan VA = (vai)

Kemudian dihitung Consistency Vector (VB) dengan cara menentukan nilai rata-rata dari Weight Sum Vector (VA) atau dengan kata lain :

VB =

dengan VB = (vbi)

Nilai rata-rata dari elemen Consistency Vector (VB) disebut nilai eigen maksimum ( λmax ) dengan rumus :

λmax= untuk i = 1, 2, ... , n

Nilai eigen maksimum (λmax) tersebut digunakan untuk menghitung

Consistency Index (CI) yang dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang berpengaruh terhadap keabsahan hasil. Rumus Consistency Index (CI) yaitu :

CI =

(40)

CR =

Nilai Consistency Ratio (CR) ≤ 0.1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan tolak ukur bagi konsisten atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan.

Setelah diuji kekonsistenannya perhitungan dilanjutkan dengan mencari bobot rataan geometrik dari semua persepsi responden. Menurut Marimin (2004), pada dasarnya AHP maupun ANP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun dalam aplikasinya penilaian dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu per satu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata geometrik. Rumus rata-rata geometrik adalah sebagai berikut :

Gij=

dimana:

(aij) = elemen baris ke-i kolom ke-j dari matriks pendapat individu ke-k m = jumlah matriks pendapat individu yang memenuhi persyaratan

perkalian dari elemen k=1 sampai dengan k=m

d. Supermatriks

Angka-angka yang diperoleh dari hasil kuesioner masing-masing responden berupa pendapat mengenai interaksi saling ketergantungan antar elemen pada masing-masing cluster diturunkan menjadi suatu supermatriks. Jika diasumsikan suatu sistem memiliki N cluster dimana elemen-elemen dalam tiap cluster saling berinteraksi atau memiliki pengaruh terhadap beberapa atau seluruh cluster yang ada. Jika cluster dinotasikan dengan Ch, dimana h = 1, 2, …, N, dengan elemen sebanyak nh yang dinotasikan dengan

eh1, eh2, …, ehnh.

Pengaruh dari satu set elemen dalam suatu cluster pada elemen yang lain dalam suatu sistem dapat direpresentasikan melalui vektor prioritas berskala rasio yang diambil dari perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang membentuk matriks W yang berukuran hxh. Misalkan apabila Ci dibandingkan dengan Cj, maka aij merupakan nilai matriks pendapat berpasangan yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan Ci terhadap Cj. Sedangkan nilai untuk wji = 1/wij, yaitu nilai kebalikan dari nilai matriks wij. Untuk i = j menunjukkan nilai matriks wij = wji = 1, perbandingan elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1.

(41)

Gambar 4. Supermatrix dalam ANP

Tahapan supermatriks untuk mencari kriteria prioritas sebagai berikut :

1. Unweighted Supermatrix (supermatriks tak terbobot)

Unweighted supermatrix adalah supermatriks yang masih belum terboboti yang berasal dari masing-masing kolom dalam Wij dan disebut juga dengan eigen vector yang menunjukkan kepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke-j.

Nilai eigen vector untuk setiap matriks hasil perbandingan berpasangan dalam setiap kluster dimasukkan ke dalam sebuah supermatriks dan menghasilkan sebuah kombinasi saling ketergantungan antar elemen. Oleh karena itu diperlukan perbandingan antara matriks itu sendiri untuk disesuaikan dengan pengaruhnya pada masing-masing elemen dalam supermatriks.

Beberapa masukan yang menunjukkan hubungan nol pada elemen mengartikan tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka elemen tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang menghasilkan nilai kepentingan bukan nol (Saaty 1999).

2. Weighted Supermatrix (supermatriks terboboti)

Supermatriks terbobot (weighted supermatrix) berasal dari pemberian bobot pada masing-masing kolom supermatriks. Perbandingan nilai unweighted supermatrix yang meningkatkan pengaruh prioritas pada vektor turunan dari semua komponen yang dibandingkan pada supermatriks kolom sebelah kiri dengan baris sebelah atas. Masing-masing vektor hasil memberikan bobot pada blok matriks yang akan berpengaruh pada komponen lain. Masukan pertama dari vektor dikalikan dengan semua elemen pada kolom blok pertama, kemudian dilanjutkan pada semua elemen kedua dan seterusnya. Hasil yang diperoleh disebut sebagai yang kemudian dikenal sebagai matriks bersifat stokastik.

3. Limited supermatrix (supermatriks batas)

(42)

Transformasi supermatriks ini diperoleh dari supermatriks terbobot yang dinormalisasi yaitu jika semua elemen dari komponen mempunyai pengaruh nol pada semua elemen dari komponen yang kedua, pengaruh prioritas dari komponen pertama itu sendiri terhadap komponen kedua harus sama dengan nol.

Matriks batas ini disebabkan karena supermatriks yang diperoleh tidak harus dipengaruhi oleh elemen dari semua komponen atau tidak ada elemen dari suatu komponen yang mempengaruhi elemen pada komponen lain sehingga memberikan nilai nol pada semua prioritas vektor. Hal ini merupakan alasan untuk melakukan normalisasi dari beberapa kolom untuk membuat sebuah stokastik supermatriks terbobot.

Hasil akhir dari supermatriks batas ini berupa besarnya bobot dari setiap faktor dan elemen yang digunakan sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang sesuai yaitu faktor yang paling mempengaruhi dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir.

Analisis Spasial

Analisis spasial dilakukan melalui model prosedur analisis keruangan dengan cara mengumpulkan peta-peta dasar yang ada meliputi peta administrasi, peta penggunaan lahan, peta kemiringan lahan, peta RTRW dan peta bathymetri untuk dijadikan sebagai data base dalam GIS agar mudah untuk melakukan proses analisis untuk tahap selanjutnya.

Basis data dibentuk berdasarkan data spasial dan data atribut wilayah darat dan wilayah laut, kemudian dibuat dalam bentuk layers dimana akan dihasilkan peta-peta tematik dalam format dijital sesuai kebutuhan/parameter untuk masing-masing jenis kesesuaian lahan.

Data parameter yang diperoleh dalam bentuk titik dibuat interpolasi dengan metode inverse distance weighted (IDW) untuk merubahnya menjadi bentuk area (polygon). Metode ini dilakukan dengan asumsi bahwa nilai titik yang paling dekat lebih mempengaruhi dibandingkan dengan nilai titik yang terjauh (Chang 2004) atau tiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak. Metoda ini memberi bobot lebih tinggi pada sel yang terdekat dengan titik data dibandingkan sel yang lebih jauh. Hasil dari IDW berbentuk raster dengan ukuran sel 10x10 selanjutnya untuk wilayah laut dilakukan extraction by mask sepanjang 4 mil ke arah laut dari garis pantai dan wilayah darat berdasarkan batas administrasi desa. Setelah itu dilakukan proses reclassify untuk membagi kisaran kriteria menjadi tiga sampai lima kelas tergantung dari kisaran yang dibutuhkan untuk analisa kesesuaian lahan. Proses selanjutnya adalah melakukan convert ke dalam bentuk vektor. Bentuk vektor dari masing-masing kriteria penyusun pemanfaatan ruang disusun dalam bentuk layer-layer yang dapat menggambarkan tema-tema tertentu sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut.

(43)

wilayah darat dan laut untuk memperoleh luasan dengan kriteria baik, sedang dan buruk. Pengolahan data SIG dilakukan dengan menggunakan program aplikasi berbasis Sistem Informasi Geografis.

Gambar 5 merupakan diagram alir analisis spasial yang dilakukan pada penelitian ini.

Gambar 5. Bagan alir analisis spasial

Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang

Pada tahap sebelumnya, pendefinisian kriteria merupakan hal penting dilakukan. Indikator tersebut memiliki berbagai tingkat pentingnya dalam kesesuaian analisis, maka pendekatan kompensasi keputusan adalah dasar untuk analisis kesesuaian.

Analisis kesesuaian biofisik kesesuaian ruang merupakan nilai informasi ekologis dari suatu ekosistem di suatu wilayah pemanfaatan di lokasi studi berupa keadaan dan kondisi terkini di lapangan. Secara umum tahapan analisis yang dilakukan, yaitu:

1. Penetapan persyaratan (parameter dan kriteria) untuk masing-masing pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Lampiran 8.

2. Standarisasi, pembobotan dan penskoran subkriteria.

Penilaian secara kuantitatif terhadap tingkat subkriteria lahan dilakukan dengan standarisasi, skoring dan pembobotan. Pembobotan setiap subkriteria dilakukan dengan cara standarisasi dari bobot kriteria ANP yang termasuk dalam faktor pembatas dalam pemanfaatan ruang tertentu. Pembobotan setiap kriteria berdasarkan penilaian para ahli hasil dari analisa ANP sebelumnya.

Parameter di Laut

Parameter berbasis desa (darat)

Reclassify ke dalam tiga kelas

Extraction by mask

sepanjang empat mil ke arah laut

Convert ke dalam bentuk Vektor

Convert ke dalam bentuk Raster

(44)

3. Perhitungan nilai suatu kriteria

Analisis ini dilakukan secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut: Y = ∑ai.Xn

dimana :

Y = Nilai akhir suatu subkriteria

ai = Nilai pembobot kriteria ke-i yang telah distandarisasi dari ANP Xn = Skor pada pemanfaatan ruang (n=1, 2 dan 3)

Tabel 4 merupakan contoh proses penghitungan nilai akhir untuk menentukan nilai kesesuaian lahan x.

Tabel 4. Contoh Penghitungan Nilai Kesesuaian Lahan Pemanfaatan Ruang X Kriteria

Keterangan : Skor 3 = Kriteria Sesuai, Skor 2= Kriteria Kurang sesuai, Skor 1= Kriteria Tidak sesuai

4. Pembagian kelas lahan

Setelah mendapat nilai bobot akhir kesesuaian untuk pemanfaatan budidaya laut, kawasan konservasi perairan, kawasan pariwisata bahari, kawasan pelabuhan perikanan pantai dan kawasan perikanan tangkap analisa dilanjutkan dengan membagi kelas lahan berdasarkan kriteria sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai. Pembagian kelas lahan didahului dengan mencari nilai selang kelas dengan rumus:

SK =

dimana :

SK = Nilai selang kelas

∑Ymax = Jumlah total nilai maksimum kesesuaian lahan

∑Ymin = Jumlah total nilai minimum kesesuaian lahan

∑ kelas = 3

5. Membandingkan nilai lahan dengan nilai masing-masing kelas lahan;

6. Menyajikan secara grafis (spasial) berupa peta arahan kesesuaian pemanfaatan ruang.

Sintesis Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir

(45)

dibuat dalam analisa kesesuaian. Selanjutnya suatu daerah ditentukan pemanfaatan ruangnya dengan melihat rataan bobot tertinggi setiap selang kelas yang dihasilkan dari lima kawasan kesesuaian pemanfaatan ruang. Matriks keterkaitan pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks keterkaitan pemanfaatan ruang pesisir Budidaya laut Budidaya laut

Konservasi

perairan ◄ Konservasi perairan Pariwisata

bahari ▌ □ Pariwisata bahari

Pelabuhan

Matriks keterkaitan antar kawasan pemanfaatan ruang untuk menentukan pemanfaatan ruang yang sesuai berdasarkan aktifitas/nilai untuk budidaya laut, konservasi perairan, pariwisata, pelabuhan dan perikanan tangkap yang berfungsi untuk menjelaskan susunan aktifitas yang dapat diterapkan di dalam masing-masing peruntukan wilayah.

Akhirnya keseluruhan yang diharapkan dari penelitian ini adalah kondisi pemanfaatan ruang yang ada saat ini, analisis kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan diinterpretasikan dalam suatu bentuk peta arahan pemanfaatan ruang untuk pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang.

GAMBARAN UMUM WILAYAH

Wilayah Administrasi

Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Banten. Letaknya di ujung barat Pulau Jawa dengan luas wilayah 2.747 km2 dan memiliki panjang garis pantai 230 km, berpenduduk 1.149.064 jiwa. Wilayah kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6º21’ - 7º10’ Lintang Selatan dan 104º48’ - 106º11’ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.747 km² atau sebesar 29,98 % dari luas wilayah provinsi Banten. Kabupaten yang berada di ujung Barat dari provinsi Banten ini mempunyai batas administrasi sebagai berikut:

a. Utara : Kabupaten Serang b. Selatan : Samudra Indonesia c. Barat : Selat Sunda

d. Timur : Kabupaten Lebak

Gambar

Tabel 1.  Klasifikasi jenis data dalam survei lapangan
Gambar 3.
Gambar 4. Supermatrix dalam ANP
Gambar 5 merupakan diagram alir analisis spasial yang dilakukan pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pengembangan kompetensi guru produktif dalam meningkatkan sikap kewirausahaan siswa melalui MGMP, (2) Pelaksanaan

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. Pengabdian

Ruspiani, Kemampuan dalam Melakukan Koneksi Matematika dalam Yanto Permono dan Utari Sumarmo, Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA

atas rahman dan rahim-Nya sehingga Panduan Bantuan Program Peningkatan Mutu Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (DIKTIS) Direktorat

Hasil penelitian yang dilakukan mengenai kesulitan mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP UMS angkatan 2014 yang menyatakan sulit dan mendapatkan persentase tertinggi pada

Pada penelitian ini diperoleh hasil prediksi dan perhitungan kesetimbangan uap-cair isotermal dan isobarik pada sistem gasoline-oxygenated compound dengan baik yaitu

Etos kerja adalah sebuah semangat kerja atau rasa bertanggung jawab yang timbul di dalam jiwa seseorang dalam melakukan pekerjaanya.Indonesia memiliki etos kerja