• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Lahan Berpotensi untuk Pengembangan Kelapa

Penilaian lahan berdasarkan karakteristik alamiah dan komponen-komponen lahan digunakan untuk menentukan potensi suatu lahan. Untuk menemukan daerah yang cocok untuk pengembangan kelapa digunakan peta sistem lahan (land system) pada skala tinjau. Evaluasi potensi biofisik wilayah dilakukan dengan membagi lahan berdasarkan empat kategori kelas yaitu kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan tidak sesuai (N).

Perencanaan tataguna lahan dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi lahan dengan cara membandingkan karakteristik lahan aktual dengan persyaratan untuk tipe penggunaan lahan yang akan digunakan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Parameter lahan yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah temperatur rata-rata, curah hujan, kelembaban udara, drainase, tekstur, kedalaman tanah, ketebalan gambut, KTK tanah, pH, kandungan P2O5 dan K2O, kelerengan, dan singkapan batuan. Proses evaluasi lahan dilakukan pada lahan tersedia yang dicadangkan untuk pengembangan kelapa di Kabupaten Padang Pariaman.

Ketersediaan Lahan

Lahan tersedia untuk pengembangan kelapa dapat dilihat berdasarkan hasil overlay peta administrasi, peta pola ruang RTRW, peta tutupan lahan dan peta penunjukkan kawasan hutan Kabupaten Padang Pariaman. Menurut pola ruang RTRW Kabupaten Padang Pariaman, luas kawasan budidaya 105.642 ha atau 75,83% dan kawasan lindung 33.665 ha atau 24,17%. Areal yang dapat digunakan untuk pengembangan kelapa adalah kawasan budidaya, sedangkan kawasan lindung tetap dipertahankan fungsinya sebagai kawasan lindung.

Berdasarkan hasil overlay peta administrasi, peta pola ruang RTRW, peta tutupan lahan dan peta penunjukkan kawasan hutan Kabupaten Padang Pariaman diperoleh lahan tersedia untuk pengembangan kelapa seluas 68.803 ha atau 49,39% dari luas wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Peta ketersediaan lahan untuk pengembangan kelapa di Kabupaten Padang Pariaman secara spasial disajikan pada Gambar 8.

Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan aktual untuk pengembangan kelapa dilakukan dengan cara mengoverlay peta ketersediaan lahan dengan peta satuan lahan (land unit) Kabupaten Padang Pariaman sehingga diperoleh peta kesesuaian lahan aktual tanaman kelapa berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan. Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan adalah berdasarkan kriteria dari Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian Tahun 2011 (Ritung et al., 2011). Peta satuan lahan yang digunakan adalah peta satuan lahan (LREPP) Kabupaten Padang Pariaman Tahun 1990 skala (1 : 250.000).

Gambar 8 Peta ketersediaan lahankelapa di Kabupaten Padang Pariaman Hasil analisis menunjukkan lahan yang sesuai dan berpotensi untuk pengembangan kelapa seluas 63.825 ha (45,82%) dari luas wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Secara spasial wilayah yang sesuai dan berpotensi untuk pengembangan kelapa beserta faktor pembatasnya di Kabupaten Padang Pariaman disajikan pada Gambar 9. Lahan sesuai dan berpotensi termasuk lahan kelapa eksisting seluas 40.891 ha yang tersebar di 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Padang Pariaman. Total lahan sesuai dan berpotensi setelah dikurangi luas lahan eksisting kelapa adalah 26.654 ha. Dari luas lahan eksisting tersebut 5.005 ha merupakan tanaman kelapa yang belum produkitif dan 12.117 ha merupakan tanaman yang sudah tidak produktif lagi (Tabel 19). Sebaran luas lahan sesuai dan berpotensi untuk pengembangan kelapa setelah dikurangi dengan luas lahan eksisting berdasarkan data BPS Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 20.

Kesesuaian lahan dibatasi berbagai faktor pembatas diantaranya adalah, media perakaran, ketersediaan oksigen, retensi hara, hara tersedia, penyiapan lahan, bahaya erosi, dan ketersediaan air. Luas lahan berdasarkan sebaran kelas kesesuaian lahan dapat dilihat pada Tabel 21.

Berdasarkan Tabel 21 luas lahan pada sub kelas S2 dengan faktor pembatas media perakaran, penyiapan lahan, retensi hara, hara tersedia dan ketersediaan air merupakan lahan yang paling luas yaitu 2.183 ha dengan sebaran paling luas berada di Kecamatan Batang Anai yaitu seluas 608 ha, sedangkan lahan dengan faktor pembatas (rc, oa, nr, na) media perakaran, ketersediaan oksigen, retensi hara, dan hara tersedia dengan luas daerah yang paling kecil yaitu 540 ha berada di Kecamatan Batang Anai.

Tabel 20. Luas sebaran lahan sesuai dan berpotensi untuk pengembangan kelapa Kecamatan Berpotensi (ha) Eksisting (ha) Total lahan berpotensi (ha) Batang Anai 2.598 1.429 1.169 Lubuk Alung 3.292 1.601 1.691

Sintuk Toboh Gadang 2.154 1.994 160

Ulakan Tapakis 207 2.986 0 Nan Sabaris 3.210 3.009 201 2 x 11 Enam Lingkung 2.968 1.384 1.584 Enam Lingkung 2.310 749 1.561 Kayu Tanam 3.571 475 3.096 Sungai Sarik 4.208 2.564 1.644 Patamuan 2.863 2.442 421 Padang Sago 2.321 2.118 203

IV Koto Kampung Dalam 3.906 2.590 1.316

V Koto Timur 5.724 2.060 3.664

Sungai Limau 5.913 1.954 3.959

Batang Gasan 5.960 2.090 3.870

Sungai Geringging 6.511 7.450 0

IV Koto Aur Malintang 6.110 3.995 2.115

Total 63.827 40.891 26.654

Dari Tabel 20 terlihat bahwa total lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa setelah dikurangi dengan lahan eksisting adalah 26.654 ha (15,74%) dari total lahan yang ada. Ketersediaan potensi lahan kelapa dapat ditingkatkan dengan melakukan peremajaan dan rehabilitasi lahan yang tidak produktif seluas 12.117 ha. Selain itu untuk meningkatkan hasil kelapa ada 5.005 ha lahan yang belum produktif yang nantinya akan menghasilkan. Dari total lahan berpotensi diketahui Kecamatan Ulakan Tapakis dan Kecamatan Sungai Geringging sudah tidak mempunyai lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa . Berdasarkan data BPS Kabupaten Padang Pariaman (2014) terlihat bahwa luas lahan eksisting perkebunan kelapa rakyat di Kecamatan Ulakan Tapakis 2.986 ha dengan rincian 1.863 ha yang produktif dan 761 ha yang sudah tidak produktif lagi, sedangkan lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa berdasarkan interpretasi citra hanya 207 ha. Luas lahan eksisting di Kecamatan Sungai Geringging adalah 7.450 ha dengan rincian 4.263 ha yang produktif, 870 ha belum produktif dan 2.317 ha yang tidak produktif dengan luas lahan yang berpotensi berdasarkan intrepetasi citra seluas 6.511 ha. Hal ini dapat disebabkan banyaknya petani yang menanam kelapa tidak berdasarkan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa. Walaupun demikian produktivitas kelapa yang dihasilkan kecamatan Ulakan Tapakis dan Kecamatan Sungai Geringging tetap tinggi yaitu 3,43 ton/ha dan 1,01 ton/ha. Peningkatan buah kelapa juga dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan intensifikasi. Pada umumnya kelapa rakyat yang ada di Kabupaten Padang Pariaman dibiarkan begitu saja tanpa dilakukan pemupukan maupun penyiangan.

Luas lahan S3 (sesuai marjinal) adalah 61.104 ha, dengan faktor pembatas S3na (hara tersedia) merupakan lahan yang paling luas yaitu seluas 29.903 ha dimana sebaran terluas adalah Kecamatan Batang Gasan dengan luas lahan 4.043 ha disusul Kecamatan V Koto Timur, Kecamatan Sungai Limau dan Kecamatan VII Koto Sungai Sarik dengan luasan masing - masing 3.753 ha, 3.224 ha dan 3.202 ha, sedangkan faktor pembatas S3 na,nr,eh,wa merupakan wilayah dengan sebaran terkecil yaitu 152 ha yang tersebar di Kecamatan Batang Anai.

Menurut Widiatmaka dan Hardjowigeno (2007) kesesuaian lahan aktual yang cukup sesuai dan sesuai marjinal dapat diperbaiki sesuai kualitas lahannya berdasarkan karakteristik lahan masing-masing sehingga menjadi lahan potensial. Dalam usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonominya sehingga tanah yang diusakan dapat memberikan nilai produksi yang masih mampu memberikan keuntungan.

Perkebunan kelapa memberikan kontribusi yang tinggi terhadap nilai PDRB Kabupaten Padang Pariaman. Luas lahan kelapa eksisting 40.891 ha berkontribusi terhadap nilai produksi sub sektor perkebunan sebesar 71%. Kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 65 % dari total angkatan kerja di Kabupaten Padang Pariaman, sedangkan dengan pemanfaatan lahan potensial seluas 26.654 ha ditambah dengan rehabilitasi lahan yang tidak produktif seluas 12.117 ha untuk perkebunan kelapa maka akan meningkatkan kontribusi terhadap nilai PDRB sub sektor perkebunan sebesar 46,44%.

Tabel 21. Luas dan sebaran kelas kesesuaian lahan aktual pada masing masing kecamatan menurut faktor pembatasnya Keterangan : S2rc,oa,nr,na = faktor pembatas media perakaran, ketersediaan oksigen, retensi hara, hara tersedia

S2 rc,lp,nr,na,wa = faktor pembatas media perakaran, penyiapan lahan, retensi hara, hara tersedia, ketersediaan air S3eh = faktor pembatas bahaya erosi;

S3 na = faktor pembatas hara tersedia; S3oa = faktor pembatas ketersediaan oksigen

S3rc, na = faktor pembatas media perakaran, hara tersedia; S3na,eh = faktor pembatas hara tersedia, bahaya erosi

S3na,nr,eh = faktor pembatas hara tersedia, retensi hara dan bahaya erosi

S3na, nr, eh,wa = faktor pembatas hara tersedia, retensi hara, bahaya erosi, dan ketersediaan air Kecamatan

Kesesuaian Lahan Aktual S2(rc,oa,

nr,na)

S2(rc,lp,nr, na,wa)

Jumlah S3eh S3na S3oa S3rc,na S3na,eh S3na,nr, eh S3na,nr, eh,wa Jumlah Tidak tersedia Batang Anai 540 608 1.148 - - 553 - - 745 152 1.450 14.663 Lubuk Alung - 316 316 483 440 974 - - 1079 - 3.292 9461 Sintoga - 380 380 - 1.484 290 - - - - 1.774 1112 Ulakan Tapakis - 160 160 - - 48 - - - - 48 2097 Nan Sabaris - 711 711 1.902 515 82 - - - 2499 3384 2 x 11 Enam Lingkung - - - 268 1.099 94 581 - 926 - 2.968 1096 Enam Lingkung - - - 44 1.379 94 792 - - - 2.309 1119 2 x 11 Kayu Tanam - - - 655 2.506 153 - 209 42 - 3.565 15852

VII Koto Sei. Sariak - -- - - 3.202 365 563 78 - - 4.208 2133

Patamuan - - - - 1.573 44 961 284 - - 2.862 4551

Padang Sago - - - - 2.289 1 22 9 - - 2.321 1172

V Koto Kampung Dalam - 8 8 - 1.448 61 - 2.389 - - 3.898 2698

V Koto Timur - - - - 3.753 129 - 1.842 - - 5.724 2.433

Sungai Limau - - - - 3.224 336 - 2.353 - - 5.913 3.200

Batang Gasan - - - - 4.043 243 - 1.675 - - 5.961 1.632

Sei. Geringging - - - - 153 2 - 6356 - - 6511 4.333

IV Koto Aur Malintang - - - - 1.401 90 - 4.619 - - 6.110 4.544

Jumlah 540 2.183 2.723 1.450 29.903 3.992 3.001 19814 2.792 152 63.827 75.479

Hirarki Perkembangan Wilayah

Penentuan hirarki wilayah dilakukan dengan analisis skalogram. Analisis skalogram dilakukan untuk menentukan tingkat perkembangan wilayah berdasarkan aktivitas sosial, ekonomi, serta mengidentifikasi tingkat kesejahteraan kesejahteraan, luas wilayah dan aksesibilitas penduduk ke pusat- pusat pelayanan (Panuju dan Rustiadi, 2013). Analisis Skalogram dapat mengidentifikasikan peran suatu kota berdasarkan kemampuan kota tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakat. Semakin lengkap pelayanan yang diberikan, menunjukkan bahwa kota tersebut mempunyai tingkatan yang tinggi dan dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan (Sagala, 2009 dalam Ardila 2012).

Berdasarkan hasil analisis skalogram, dapat dikelompokkan hirarki kecamatan yang ada. Hirarki kecamatan ditentukan berdasarkan jumlah ketersediaan jenis fasilitas sosial, ekonomi, transportasi, pertanian, kesehatan, pendidikan, lahan berpotensi dan produksi kelapa yang terdapat pada suatu kecamatan. Kecamatan dengan hirarki yang tinggi akan berfungsi melayani kecamatan-kecamatan yang berhirarki lebih rendah. Hasil analisis skalogram dapat dilihat pada Tabel 22. Secara spasial hasil analisis skalogram dapat dilihat pada Gambar 10.

Tabel 22 Hasil analisis skalogram.

No Kecamatan Jumlah Jenis

Fasilitas

Jumlah Indek

Kecamatan Hirarki

1 Batang Anai 17 14.30 III

2 Lubuk Alung 18 19,47 II 3 Sintoga 15 16,50 III 4 Ulakan Tapakis 15 20,07 II 5 Nan Sabaris 17 22,08 II 6 2 x 11 Enam Lingkung 20 32,68 I 7 Enam Lingkung 17 22,20 II 8 2 x 11 Kayu Tanam 19 21,01 II

9 VII Koto Sei. Sariak 14 17,15 II

10 Patamuan 16 21,18 II

11 Padang Sago 18 36,87 I

12 V Koto Kampung Dalam 17 24,23 I

13 V Koto Timur 17 31,53 I

14 Sungai Limau 18 28,37 I

15 Batang Gasan 11 17,24 II

16 Sei. Geringging 18 26,99 I

17 IV Koto Aur Malintang 17 27,04 I

Rataan 16,71

Gambar 10. Peta hirarki wilayah di Kabupaten Padang Pariaman

Berdasarkan analisis skalogram yang dilakukan kecamatan yang tergolong hirarki I adalah Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Kecamatan Padang Sago, Kecamatan V Koto Timur, Kecamatan Sungai Limau, Kecamatan Sungai Geringging dan Kecamatan IV Koto Aur Malintang. Kecamatan yang tergolong hirarki II adalah Kecamatan Lubuk Alung, Kecamatan Enam Lingkung, Kecamatan Patamuan, Kecamatan Batang Gasan, Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam, Kecamatan Nan Sabaris, Kecamatan VII Koto Sungai Sarik dan Kecamatan Batang Gasan. Kecamatan yang tergolong hirarki III adalah Kecamatan Batang Anai dan Kecamatan Sintuk Toboh Gadang.

Prioritas lokasi pengembangan agroindustri

Arahan pengembangan agroindustri kelapa berdasarkan hirarki terbaik adalah tujuh kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Geringging, Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Kecamatan Padang Sago, Kecamatan IV Koto Aur Malintang, Kecamatan Sungai Limau, Kecamatan V Koto Timur, dan Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung sebagai sentra agroindustri. Secara spasial lokasi prioritas untuk pengembangan agroindustri disajikan pada Gambar 11.

Kecamatan Sungai Geringging merupakan kecamatan pusat pertumbuhan yang tergolong Hirarki I. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang memiliki produksi kelapa yang tinggi di Kabupaten Padang Pariaman yaitu 4.338 ton. Dengan luas lahan eksisting 7.450 ha. Kecamatan ini mempunyai sarana yang cukup lengkap. Di Kecamatan ini banyak pengolahan kelapa yang dilakukan oleh petani menjadi beraneka ragam produk olahan seperti VCO, minyak kelapa, cocofiber, arang aktif, kopra. Kecamatan Sungai Geringging merupakan

kecamatan yang paling potensial untuk pengembangan agroindustri kelapa karena daerah penyangganya yang memiliki produksi kelapa yang tinggi juga seperti Kecamatan IV Koto Amal, Kecamatan Batang Gasan, Kecamatan Padang Sago, Kecamatan V Koto Kampung Dalam. Jika kecamatan-kecamatan tersebut saling melengkapi maka pengembangan agroindustri di Kecamatan Sungai Geringging dapat berjalan dengan baik.

Gambar 11. Peta arahan lokasi pengembangan agroindustri kelapa

Kecamatan V Koto Kampung Dalam merupakan kecamatan pusat pertumbuhan yang tergolong Hirarki I. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang memiliki produksi kelapa yang tinggi di Kabupaten Padang Pariaman yaitu 1.749 ton. Dengan luas lahan eksisting 2.590 ha. Selain itu luas wilayah yang berpotensi untuk pengembangan kelapa ada seluas 1.316 ha. Kecamatan ini juga mempunyai sarana yang cukup lengkap. Di Kecamatan ini banyak pengolahan kelapa yang dilakukan oleh petani menjadi beraneka ragam produk olahan seperti VCO, minyak kelapa, kopra. Kecamatan dapat dijadikan sentra kegiatan agroindustri kelapa, dimana ketersediaan bahan bakunya dapat ditopang wilayah yang ada disekitarnya seperti Kecamatan Sungai Geringging, Kecamatan Sungai Limau dan Kecamatan V Koto Timur.

Kecamatan Padang Sago merupakan kecamatan pusat pertumbuhan yang tergolong Hirarki I. Kecamatan ini mempunyai jenis sarana prasarana yang lumayan lengkap. Walaupun produksi kelapa di Kecamatan Padang Sago rendah yaitu 447 ton, sebenarnya kecamatan ini mempunyai luas eksisting kebun seluas 2.118 ha. Produksi yang rendah ini disebabkan banyaknya kelapa petani yang sudah tua yang umurnya di atas 50 tahun, kurangnya pemeliharaan dan

pemupukan. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan rehabilitasi, intensifikasi, pemupukan, pemeliharaan dan perluasan areal dengan penanaman kelapa baru karena kecamatan ini masih punya lahan berpotensi untuk pengembangan kelapa seluas 203 ha serta penggunaan bibit unggul yang berasal dari Blok Penghasil Tinggi. Industri pengolahan kelapa di kecamatan ini lumayan berkembang. Kelompok Tani yang ada di sini sudah mengolah kelapa menjadi VCO, minyak kelapa, aneka kerajinan dari lidi, kerajinan batok kelapa, sabun kecantikan dan pengolahan arang kelapa serta pengolahan sabut kelapa jadi cocofiber. Selain itu di kecamatan ini juga berdiri “coco’s home” (rumah kelapa). Rumah kelapa ini merupakan pusat belajar mengajar yang berhubungan dengan perkelapaan dari hulu sampai hilir yang merupakan bantuan dari Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat melalui bantuan dana sosial dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Ketersediaan bahan baku industri dapat didatangkan dari daerah tetangganya seperti Kecamatan 2 x 11 Enam lingkung, Kecamatan Patamuan, Kecamatan VII Koto Sungai Sarik, dan Kecamatan Nan Sabaris.

Kecamatan IV Koto Amal merupakan salah satu kecamatan yang tergolong Hirarki I. Kecamatan ini mempunyai produksi kelapa yang tinggi yaitu 1.531 ton dengan luas eksisting 3.995 ha dan potensi daerah pengembangan seluas 2.115 ha. Daerah ini berpotensi untuk pengembangan agroindustri kelapa. Selain ketersedian bahan baku yang cukup, juga sarana, infrastruktur yang lumayan memadai. Selain itu ketersediaan bahan baku dari daerah penyangga yang cukup banyak seperti Kecamatan Batang Gasan, Kecamatan V Koto Amal. Pengolahan kelapa yang ada di kecamatan ini adalah pengolahan kelapa menjadi VCO dan minyak makan yang di olah dengan teknologi sederhana.

Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung merupakan kecamatan pusat pertumbuhan yang tergolong pada Hirarki I. Kecamatan ini berada dekat dengan pusat ibukota kabupaten. Di Kecamatan ini walaupun produksi kelapa yang rendah yaitu 560 ton dengan luas lahan eksisting 1.384 ha, dan ketersediaan lahan untuk pengembangan yang rendah yaitu 1.584 ha, dari segi kelengkapan sarana infrastruktur sangat memadai. Kecamatan ini bisa dijadikan wilayah pengembangan agroindustri, dimana ketersediaan bahan bakunya dapat ditopang dari wilayah sekitar seperti Kecamatan Enam Lingkung, Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam, Kecamatan Sintoga, Kecamatan Batang Anai, Kecamatan Lubuk Alung. Dikecamatan ini sudah banyak dilakukan pengolahan kelapa menjadi VCO, dan minyak kelapa. Pada umumnya usaha pengolahan kelapa yang dilakukan masih skala rumah tangga dan dilakukan secara tradisional.

Kecamatan V Koto Timur merupakan kecamatan pusat pertumbuhan yang tergolong Hirarki I. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan ini lumayan lengkap. Produksi kelapa di kecamatan ini termasuk rendah yaitu 405 ton, tidak sebanding dengan luas lahan eksistingnya yaitu 2.060 ha. Hal ini disebabkan umur tanaman kelapa yaqng sudah tua, kurang perawatan, penggunaan bibit asalan. Untuk meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan perluasan perkebunan dan peremajaan kelapa dengan menggunakan bibit yang unggul, pemupukan dan pemeliharaan. Kecamatan V Koto Timur mempunyai ketersediaan lahan untuk pengembangan kelapa seluas 3.664 ha. Pada umumnya kelapa yang ada diolah masyarakat menjadi minyak kelapa, VCO dan kopra.

Kecamatan Sungai Limau merupakan kecamatan pusat pertumbuhan yang tergolong Hirarki I. Kecamatan ini mempunyai sarana yang lumayan lengkap, sehingga interaksi ekonomi dengan wilayah sekitar dapat berjalan dengan baik. Produksi kelapa di kecamatan ini sangat rendah yaitu 156 ton, padahal lahan eksisting tanaman kelapanya lumayan luas yakni 1.954 ha. Hal ini dapat disebabkan umur tanaman kelapa yang sudah tua, pemeliharaan yang kurang, penggunaan bibit asalan, dan kurangnya pemupukkan. Peningkatan produksi kelapa di kecamatan ini dapat dilakukan dengan perluasan areal tanam, karena masih punya potensi pengembangan seluas 3.959 ha. Dengan peremajaan kelapa, penggunaan bibit unggul dan pemeliharaan produksi kelapa di Kecamatan Sungai Limau dapat ditingkatkan. Di Kecamatan Sungai Limau pengolahan kelapa yang sudah dilakukan adalah pengolahan VCO, minyak kelapa, cocofiber, arang kelapa.

Menurut Richardson dalam Sihotang (2001), aglomerasi lokasi pada tempat yang terkonsentrasi akan meembentuk pusat pertumbuhan yang didapat karena adanya fasilitas-fasilitas seperti fasilitas perbankan, sosial, pemerintah, pasar tenaga kerja, perusahaan jasa-jasa tertentu. Kelengkapan fasilitas ini akan mendorong para investor untuk menanamkan modalnya sehingga akan terbentuk industri-industri baru yang mempunyai peranan penting menggerakkan perekonomian suatu wilayah.

Penentuan lokasi industri harus mempertimbangkan keuntungan yang maksimal dengan biaya produksi minimum. Pemilihan lokasi industri yang tepat akan mengurangi biaya produksi (Martini, 2013). Hal ini sejalan dengan pendapat Ansar dan Hudalah (2013), untuk melihat perkembangan suatu industri dapat dilihat dari kecenderungan aglomerasi dalam lokasi industri yang merupakan pengelompokan kegiatan produksi pada suatu lokasi untuk meningkatkan efisiensi yang dapat dilihat dari karakteristik lokasi industri tersebut. Dengan adanya kegiatan agroindustri akan menciptakan pusat pertumbuhan baru yang akan menyerap tenaga kerja dengan memberdayakan masyarakat pedesaan dan pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian masyarakat itu sendiri.

Tata Niaga dan Kelayakan Usaha Pengolahan Kelapa

Tata niaga pertanian adalah semua aktifitas bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa mulai dari barang diproduksi sampai barang dan jasa tersebut berada ditangan konsumen. Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan fungsi tataniaga dari pihak produsen sampai pihak konsumen akhir. Lembaga pemasaran bertugas menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin, dimana konsumen memberikan balasan jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran. Pemilihan saluran pemasaran yang tepat sangat diperlukan supaya arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen dapat berjalan dengan baik. Margin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Margin ini akan diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Makin panjang pemasaran (semakin banyak lembaga yang terlibat) maka semakin besar margin pemasaran (Daniel, 2002).

Tata Niaga Kelapa Butiran

Analisis tata niaga kelapa dan produk turunannya dalam penelitian ini hanya menganalisis lembaga-lembaga pemasaran kelapa dan produk turunannya yang ada di Kabupaten Padang Pariaman, lembaga-lembaga pemasaran diluar Kabupaten Padang Pariaman tidak termasuk dalam lingkup penelitian ini. Analisis yang dilakukan tidak sampai pada harga kelapa di tingkat pabrik atau eksportir.

Tata niaga kelapa dan produk turunannya dari petani hingga konsumen menunjukkan bahwa ada beberapa lembaga pemasaran yang terlibat dalam tata niaga kelapa yaitu, petani sebagai produsen kelapa, pedagang pengumpul tingkat nagari (PP1), pedagang pengumpul tingkat kecamatan (PP2) dan pedagang besar (PP3) dan pedagang pengecer (PP4). Skema saluran pemasaran kelapa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12.

Keterangan:

Rantai Pemasaran I : pedagang pengumpul tingkat nagari membeli langsung kepada petani, kemudian menjual kepedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang pengumpul tingkat kecamatan menjual ke pedagang besar, pedagang besar akan menjualnya ke pedagang pengecer yang pada akhirnya dijual ke konsumen

Rantai Pemasaran II : pedagang pengumpul tingkat kecamatan membeli langsung dari petani, kemudian menjual ke pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual langsung ke konsumen. Rantai Pemasaran III : menjual langsung ke pedagang pengecer dan pedagang

pengecer menjual ke konsumen.

Ntai Pemasaran IV : petani menjual langsung ke pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual ke konsumen.

*Petani melakukan kegiatan panen dan pascapanen sendiri sebelum menjual ke pedagang pengumpul

Gambar 12 Saluran tataniaga kelapa di Kabupaten Padang Pariaman Petani Pedagang Pengumpul Tingkat Nagari (PP1) Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan (PP2) Pedagang pengumpul besar (PP3)* Pedagang Pengecer (PP4) Konsumen (K) 1 2 3 4

Dari Gambar 12 terlihat hubungan saling keterkaitan antar lembaga pemasaran, pedagang pengumpul tingkat nagari membeli kelapa dari petani, dimana kegiatan panen sampai kegiatan pascapanen dilakukan sendiri oleh pedagang pengumpul. Buah yang diambil adalah buah yang beratnya minimal 600 g. Buah yang kecil biasanya akan ditinggal dan langsung dijual oleh petani kepada petani pengolah kelapa untuk diolah menjadi minyak kelapa maupun Virgin Coconut Oil (VCO). Biasanya perkilogram kelapa ini setara dengan tiga butir kelapa. Selain itu buah sisa ini juga untuk konsumsi sehari-hari petani. Pedagang pengumpul tingkat nagari akan mendistribusikan kelapa kepada petani pengolah kelapa maupun kepada pedagang tingkat kecamatan dan ada juga yang langsung ke pedagang besar yang ada ditingkat kabupaten maupun propinsi, selain itu pedagang tingkat nagari ada juga sebagai pedagang pengecer dengan menjual kelapa dalam bentuk santan maupun kelapa butir kepada konsumen. Satu

Dokumen terkait