• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis wilayah Kabupaten Padang Pariaman terletak antara 00 11’ – 00 49’ Lintang Selatan dan 98°36' - 100°28' Bujur Timur. Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari 17 kecamatan dengan luas wilayah 1.328,79 km2 dengan panjang garis pantai 60,5 km. Luas daratan daerah ini setara dengan 3,15 persen luas daratan wilayah Propinsi Sumatera Barat. Batas wilayah administratif Kabupaten Padang Pariaman adalah sebelah Utara dengan Kabupaten Agam, sebelah Selatan dengan Kota Padang, sebelah Timur dengan Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar, dan sebelah Barat dengan Kota Pariaman dan Samudera Indonesia. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni hingga Oktober 2015.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara atau observasi dengan sumbernya, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan-laporan, literatur, penelitian terdahulu, publikasi dan dokumen-dokumen lainnya termasuk data dari lembaga-lembaga atau instansi-

instansi terkait (Tabel 1). Kriteria pemilihan pakar adalah berdasarkan kriteria menurut Marimin (2004) yaitu: (1) keberadaan pakar atau responden dan kesediaannya untuk dilakukan wawancara, (2) memiliki reputasi, kedudukan dan telah menunjukan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada substansi yang diteliti, dan (3) telah memiliki pengalaman dalam bidangnya.

Tabel 1 Jenis dan sumber data

No Jenis Data Bentuk Sumber Data

1 Peta Tanah Soft copy (shp) - Bappeda Kab.

Padang Pariaman - Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian (BBSDLP)

2 Peta Penggunaan Lahan Soft copy (shp) - Dephut, 2011 yang di update dengan Citra Landsat 8 Tahun 2015 path/row (127/60) (download USGS) 3 Kriteria kesesuaian lahan

kelapa

Data sekunder Buku Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), BBSDLP 4. Jumlah tenaga kerja,

jumlah fasilitas, aksesibilitas Tabular BPS Kabupaten Padang Pariaman 5. RTRW Kab. Padang Pariaman

Dokumen Bappeda Kab. Padang Pariaman

6. Wawancara pakar Data primer Pengisian Kuisioner Wawancara ini dilakukan dalam rangka menentukan tata niaga kelapa dan kelayakan usaha pengolahan kelapa, kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa serta strategi pengembangan agroindustri kelapa, dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Padang Pariaman.

Penentuan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kelapa adalah berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa, menggunakan peta satuan lahan, peta tutupan lahan, peta RTRWK, peta penunjukkan kawasan hutan, peta administrasi. Peta diperoleh dari Bappeda Kabupaten Padang Pariaman, Distannakhut Kabupaten Padang Pariaman, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP).

Data yang digunakan untuk analisis skalogram adalah data jumlah industri yang ada dikecamatan, jumlah tenaga kerja perkecamatan, panjang jalan, listrik, sarana air bersih, jumlah sarana yang berhubungan dengan pertanian, jumlah fasilitas sosial, jarak kecamatan ke pusat ibukota kabupaten. Data yang digunakan di ambil dari data BPS Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2014. Setelah itu, hasil

analisis skalogram dengan hirarki terbaik dijadikan sebagai wilayah prioritas pengembangan kegiatan agroindustri.

Data yang digunakan dalam analisis tata niaga dan analisis kelayakan finansial menggunakan data harga kelapa di tingkat petani dan data harga kelapa ditiap tingkat rantai pemasaran kelapa, serta harga produk turunan di tingkat petani pengolah dan data harga produk turunan ditiap tingkat rantai pemasaran. Petani kelapa dan pelaku usaha yang dijadikan sampel adalah petani yang ada di Kecamatan Sungai Geringging, VII Koto Sungai Sariak, Enam Lingkung, Padang Sago. Pedagang kelapa yang dijadikan responden sampel adalah pedagang pengumpul tingkat nagari 2 orang, tingkat kecamatan 2 orang dan tingkat kabupaten 2 orang. Penentuan petani dan pelaku usaha dan pedagang pengumpul dilakukan secara purposive agar pengambilan sampel yang tidak tepat dapat dihindari.

Penentuan kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa dilakukan dengan menjaring pendapat responden untuk mengetahui bentuk-bentuk kelembagaan yang cocok untuk mengelola agroindustri. Responden yang diminta penilaiannya berjumlah 10 orang yaitu 3 orang dari Dinas Koperasi Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Kabupaten Padang Pariaman, 3 orang dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Padang Pariaman, 2 orang dari Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan (BP3KP) Kabupaten Padang Pariaman, dan 1 orang dari akademisi dari Universitas Andalas serta satu orang dari Ketua Assosiasi Kelapa Kabupaten Padang Pariaman. Pakar tersebut dianggap cukup mewakili karena mengerti terhadap permasalahan, sebagai pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki informasi dan memahami permasalahan agroindustri kelapa di Kabupaten Padang Pariaman. Kriteria yang digunakan dalam penentuan kelembagaan menggunakan kriteria yang digunakan Masruri (2012).

Data yang digunakan dalam penentuan strategi pengembangan agroindustri kelapa adalah dengan meminta pendapat para pakar yang dianggap paham dalam bidang perkelapaan. Identifikasi SWOT dilakukan penelitian pendahuluan untuk menentukan unsur-unsur SWOT. Setelah didapatkan faktor SWOT, selanjutnya dilanjutkan dengan kuisioner AHP. Data yang digunakan dalam analisis A’WOT merupakan nilai kepentingan kriteria dan tingkat kepentingan faktor. Data penilaian berdasarkan pertimbangan kebijakan dilakukan secara purposive. Responden yang diminta pendapatnya adalah sebanyak lima orang, yaitu Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Padang Pariaman, Bappeda, Dinas Koperindag dan ESDM, Akademisi serta BP3KP (Badan Penyuluh Pertanian, Peternakan Perikanan dan Ketahanan Pangan). Nilai skor yang diperoleh dari kuesioner tersebut diolah dengan menggunakan Software Expert Choice 2000.

Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan adalah analisis kesesuaian lahan kerangka FAO (1976) dengan menggunakan kriteria kesesuaian lahan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Tahun 2011, analisis skalogram, analisis tata niaga kelapa dan produk turunannya, analisis kelayakan usaha, AHP (Analytical Hierarchy

Process) serta A’WOT. Untuk melihat matrik hubungan antara jenis dan sumber data, teknik analisis data, dan output yang diharapkan dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan sumber data, teknik analisis dan output yang diharapkan:

No Tujuan Jenis data Sumber data Teknik analisis Output yang diharapkan 1 Mengetahui potensi pengembangan kelapa dan kawasan yang representatif sebagai lokasi pengembangan industri hilir kelapa (agroindustri) Peta administrasi, peta jenis tanah, peta RTRW dan peta tutupan lahan, peta penunjukkan hutan, kriteria kesesuaian lahan kelapa, data sarana prasarana penunjang pertanian Bappeda Kabupaten Padang Pariaman dan Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, BPS Analisis kesesuaian lahan dengan kriteria BBSDLP Tahun 2011 dan analisis skalogram Ketersediaan lahan untuk pengembangan kelapa dan wilayah untuk pengembangan agroindustri berdasarkan hirarki terbaik. 2 Menganalisis tata niaga dalam tiap tingkat produksi dan analisis kelayakan finansial pengolahan kelapa Data harga kelapa, harga VCO dan Harga serat sabut kelapa, data harga peralatan yang digunakan dalam industri, data produksi Kuisioner dan wawancara dengan petani kelapa, pedagang dan pelaku usaha pengolahan kelapa Analisis efisiensi tata niaga dan analisis kelayakan finansial (NPV, net B/C, IRR, Payback Period, analisis sensitivitas) Margin tata niaga dan kelayakan finansial pengolahan kelapa 3 Mengetahui kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa Hasil wawancara dan kuisioner Kuisioner dan wawancara dengan Dinas Pertanian, BP3KP, Dinas Koperindag, AHP Kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agroindustri kelapa 4 Merumuskan strategi pengembangan agroindustri kelapa dalam pengembangan wilayah di Pd. Pariaman Hasil wawancara dan kuisioner Hasil analisis 1,2, dan 3 serta hasil wawancara/ kuesioner dengan stakeholders terkait Analisis

A’WOT Strategi prioritas pengembangan agroindustri kelapa

Penetapan Lahan Berpotensi untuk Pengembangan Kelapa

Lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa adalah lahan yang sesuai dan tersedia berdasarkan kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa, peta RTRW Tahun 2010-2030, peta tutupan lahan, peta kawasan hutan. Lahan dikatakan tersedia apabila berada pada kelas kesesuaian lahan S sedangkan N tidak tersedia. Pada peta kawasan hutan lahan yang tersedia adalah Areal Penggunaan Lainnya (APL) sedangkan Hutan Swaka Alam Wisata dan Hutan Lindung tidak tersedia. Peta Tutupan Lahan yang merupakan lahan tersedia adalah lahan yang bertutupan (semak belukar, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering bercampur semak, perkebunan dan tanah terbuka, tutupan lahan berupa sawah, permukiman, tubuh air merupakan lahan yang tidak tersedia, sedangkan berdasarkan Peta Pola Ruang RTRW kawasan lindung merupakan lahan yang tidak tersedia.

Penetapan lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan menggunakan analisis spasial dengan metode Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis wilayah berpotensi untuk pengembangan kelapa diawali dengan menentukan peta ketersediaan lahan yang didapat dengan mengoverlay peta pola ruang RTRW, peta kawasan hutan, peta tutupan lahan (Dephut, 2011) yang diupdate dengan Citra Landsat 8 Tahun 2015 path/row (127/60) (download USGS) dan peta administrasi Kabupaten Padang Pariaman. Hasil overlay diperoleh peta ketersediaan lahan untuk pengembangan kelapa. Selanjutnya dilakukan overlay dengan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kelapa berdasarkan kelas kesesuaian lahannya, yang didapat dengan menganalisis peta Satuan Lahan dan Tanah (LREPP) Kabupaten Padang Pariaman Tahun 1990 skala (1 : 250.000) yang dipadukan dengan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa (Cocos nucifera L) yang dikeluarkan Balai Besar Pusat Penelitian Sumber Daya Lahan Pertanian (BBPPSDLP) Kementerian Pertanian Tahun 2011. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa dapat dilihat pada Lampiran 2. Lahan tersedia apabila berada pada kelas kesesuaian S sedangkan lahan yang berada pada kelas kesesuaian N tidak diambil, sehingga diperoleh wilayah yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sehingga diketahui kawasan sentra kelapa sebagai kawasan bahan baku untuk agroindustri kelapa di Kabupaten Padang Pariaman. Lahan dikatakan berpotensi untuk pengembangan kelapa apabila semua hasil overlay peta di atas tersedia, apabila salah satu saja “lahan

tidak tersedia” maka lahan tersebut dikategorikan sebagai lahan tidak tersedia.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Hirarki Perkembangan Wilayah

Metode yang digunakan untuk menentukan hirarki wilayah (tingkat perkembangan wilayah) adalah metode skalogram. Dalam menentukan hirarki wilayah dapat ditentukan dari jumlah fasilitas yang dimiliki suatu wilayah. Menurut Panuju dan Rustiadi (2013) metode skalogram adalah suatu metode analisis untuk menentukan tingkat perkembangan suatu wilayah berdasarkan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh setiap wilayah tanpa memperhatikan jumlah/kuantitasnya. Variabel-variabel yang digunakan adalah jumlah fasilitas dan ketersediaan infrastruktur pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman. Variabel – variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Variabel yang Digunakan untuk Analisis Skalogram. Kelompok Indeks Variabel yang digunakan Fasilitas Pendidikan 1

2 3

Jumlah SD negeri dan Swasta Jumlah SLTP negeri dan swasta Jumlah SMU Negeri dan Swasta Fasilitas Kesehatan 1 Jumlah sarana kesehatan

Fasilitas transportasi dan pariwisata 1 2 3 4 Jumlah hotel

Jumlah angkutan umum Jumlah kantor pos Jumlah dan panjang jalan Fasilitas Ekonomi 1 2 3 Jumlah pasar Jumlah koperasi Jumlah KUD

Fasilitas Sosial 1 Jumlah tempat peribadatan Fasilitas Pertanian 1

2 3 4 5

Jumlah mesin pengolah tanah Jumlah mesin pengolah gabah Jumlah mesin pengolah jagung Jumlah mesin pengolah ubi kayu Jumlah pabrik mini pengolahan kelapa Fasilitas industri, listrik

dan air 1 2 3 4 Listrik PDAM

Sumber air minum Jumlah industri Jarak ke Ibu Kota Kabupaten

Jumlah potensi lahan Produksi kelapa

Gambar 3. Diagram alir analisis kesesuaian lahan kelapa

Peta pola ruang RTRW Peta tutupan lahan Peta kawasan hutan Overlay Kriteria kesesuaian lahan untuk kelapa

Peta ketersediaan

lahan

Overlay

Peta tanah (land unit)

Peta areal yang sesuai dan berpotensi pengembangan

kelapa Peta administrasi

Analisis Tata Niaga dan Kelayakan Usaha Pengolahan Kelapa

Tata niaga pertanian adalah semua aktifitas bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa mulai dari barang diproduksi sampai barang dan jasa tersebut berada ditangan konsumen. Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan fungsi tataniaga dari pihak produsen sampai pihak konsumen akhir. Lembaga pemasaran bertugas menjalankan fungsi-fungsi pemasaran untuk memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin, dimana konsumen memberikan balasan jasa kepada lembaga pemasaran berupa margin pemasaran. Pemilihan saluran pemasaran yang tepat sangat diperlukan supaya arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen dapat berjalan dengan baik. Margin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Margin ini akan diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Makin panjang pemasaran (semakin banyak lembaga yang terlibat) maka semakin besar margin pemasaran (Daniel, 2002).

Tata Niaga Pemasaran Kelapa

Untuk mengetahui keuntungan terbesar dari rantai pemasaran buah kelapa digunakan margin tata niaga. Semakin besar bagian harga yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan rantai pemasaran yang terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Rantai pemasaran melibatkan banyak lembaga pemasaran, mulai barang dari petani, pedagang sampai pada akhirnya pada konsumen. Semakin panjang rantai pemasaran suatu barang, maka makin sedikit bagian yang diterima oleh petani. Semakin sedikit rantai pemasaran suatu produk ke konsumen, maka semakin banyak keuntungan yang akan diterima petani. Masukan tersebut merupakan hal yang terpenting dalam pengembangan perkebunan kelapa rakyat di Kabupaten Padang Pariaman. Secara matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut :

∑ ∑ ∑ Dimana :

M = Margin tataniaga (Rp/kg)

Mj = Margin tataniaga (Rp/kg) lembaga tataniaga ke-j (j=1,2,..,m) dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat

Cij = Biaya tataniaga ke-i (Rp/kg) pada lembaga tataniaga ke-j (i=1,2,..,n) dan n adalah jumlah jenis pembiayaan

Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j (Rp/kg) Kelayakan Usaha Pengolahan Kelapa

Studi kelayakan suatu usaha sangat diperlukan untuk melihat layak tidaknya suatu usaha dijalankan. Studi kelayakan usaha merupakan alat bagi investor dan lembaga keuangan sebagai dasar penilaian dalam menyalurkan bantuan dana atau modal. Menurut Gittinger (1986) dalam merencanakan suatu proyek perlu mempertimbangkan beberapa aspek yaitu : aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek finansial (keuangan). Seluruh aspek ini saling berhubungan dan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Dalam penelitian ini

usaha yang diteliti adalah pengolahan sabut menjadi serat sabut kelapa dan usaha pengolahan kelapa menjadi VCO.

Menurut Syam (2006) Analisis usaha agroindustri dibutuhkan dengan tujuan menganalisis kelayakan dan resiko usaha teknologi pengolahan hasil pertanian. Analisis usaha sebagai alat bagi: 1) koperasi pekebun dalam mengelola hasil perkebunannya dari bahan baku menjadi produk olahan guna mendapatkan nilai tambah komoditas, 2) pengusaha atau investor yang ingin menanamkan modalnya pada industri pengolahan hasil pertanian, 3) lembaga pembiayaan usaha untuk penyaluran kredit bagi pengusaha, dan 4) Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi sistem pengembangan agroindustri hasil pertanian berupa formulasi kebijakan, perbaikan infrastruktur dan 5) mendorong bentuk pengusahaan hasil pertanian secara terintegrasi.

Aspek Pasar

Kelapa merupakan komoditi unggulan di Kabupaten Padang Pariaman, namun kelapa yang ada belum memberikan penghidupan yang layak bagi petani karena kelapa masih dijual dalam bentuk produk primer. Untuk meningkatkan nilai tambah kelapa, perlu dilakukan pengolahan kelapa menjadi beraneka produk industri. Kelapa dapat diolah menjadi VCO dan sabutnya bisa diolah menjadi serat sabut kelapa.

Serat sabut kelapa merupakan serat yang diolah dari sabut kelapa. Sabut kelapa merupakan bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Endocarpium mengandung serat-serat halus yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai industri, antara lain industri karpet, dashboard dan jok untuk kendaraan, jok untuk perabot rumah tangga, matras, spring bed, tali, sikat, keset, isolator panas dan suara, filter, papan hardboard dan lain sebagainya. Serat sabut kelapa memiliki sifat heat retardant dan biodegradable serta kecenderungan konsumen produk industri dalam penggunaan bahan alami mendorong peningkatan permintaan terhadap serat sabut kelapa. Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat. Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potasium (Rindengan et al., (1995) dalam (Mahmud dan Ferry, 2005)

VCO merupakan salah satu produk turunan dari pengolahan kelapa. VCO yang lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil merupakan salah satu minyak yang dibuat tanpa melakukan pemanasan. VCO merupakan minyak yang mempunyai banyak keuntungan bagi tubuh manusia yang dapat mencegah penyakit degeneratif dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Hal ini karena didalam minyak kelapa terkandung asam laurat yang sangat tinggi yang tidak ada ditemukan dalam produk lain. Kandungan asam laurat VCO adalah berkisar 40- 50% dan ini hampir setara dengan kandungan asam laurat Air Susu Ibu.

Analisis pasar potensial produk industri perlu dilakukan sebelum melaksanakan suatu bisnis, sehingga produknya bisa menjadi leader di pasar potensialnya. Dengan analisis pasar kebutuhan produksi dapat diperkirakan dengan cermat sehingga bisnis dapat berjalan dengan efisien. Aspek pasar mempertimbangkan permintaan, penawaran harga dan rencana pemasaran yang akan dilakukan.

Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berhubungan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dioperasikan (Nurmalina, et al., 2010). Aspek teknis mencakup lokasi bisnis, kebutuhan tenaga kerja, luas produksi dan teknologi. Dengan memperhatikan aspek teknis, diharapkan suatu bisnis dapat berjalan dengan baik. Aspek Manajemen Produksi

Aspek manajemen produksi berkaitan dengan bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih untuk mengelola kegiatan agroindustri. Pemilihan manajemen yang baik dan tepat akan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu usaha. Manajemen suatu industri tidak terlepas dari Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam suatu bisnis.

Aspek Finansial

Untuk mengevaluasi kelayakan usaha agroindustri kelapa yang ada di Kabupaten Padang Pariaman maka dilakukan analisis kelayakan finansial. Dalam penelitian ini analisis finansial dibatasi pada industri serat sabut kelapa dan industri VCO. Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial, dapat digunakan beberapa kriteria (alat analisis) yaitu:

Net Present Value (NPV)

Menurut Nurmalina, et al. (2010), suatu bisnis dapat dikatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih atau arus kas bersih. Suatu bisnis dikatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV>0), artinya bisnis menguntungkan atau memberi manfaat. Jika nilai NPV <0 maka bisnis dikatakan tidak layak untuk dijalankan. Jika NPV=0, berarti manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan (keadaan BEP atau TC=TB). Nilai NPV<0, berarti industri pengolahan kelapa akan mengalami kerugian, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Secara matematis NPV dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :

Bt = Benefit pada tahun ke -t Ct = Biaya pada tahun ke-t T = lamanya waktu investasi I = tingkat bunga

Net Benefit Cost Ratio (Net BCR)

Net Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara nilai manfaat dengan biaya yang diperhitungkan saat ini (Soekartawi, 2006). Suatu usaha tani layak dan efisien untuk dilaksanakan jika nilai Net BCR>1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan berlaku sebaliknya. Nilai Net BCR = 1 (satu) berarti cash in flow = cash out flows (BEP) atau TR=TC.

Secara matematis Net BCR dapat dihitung dengan rumus :

∑ ∑

Dimana :

Bt = Benefit pada tahun ke-t t = Jangka waktu proyek/usahatani Ct = Biaya pada tahun ke-t i = Tingkat bunga yang berlaku N = umur proyek/usahatani

Internal Rate of Return (IRR)

Untuk mengetahui sejauh mana usaha tani memberikan keuntungan (pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan) digunakan analisis IRR. IRR adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%) (Nurmalina, et al., 2010). Penggunaan investasi akan layak jika diperoleh IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, karena kegiatan usaha berada dalam keadaan yang menguntungkan. Demikian juga sebaliknya, jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, berarti agroindustri kelapa merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan.

Dimana :

i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1 i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

Kelayakan usaha ditentukan dengan mempertimbangkan ketiga alat analisis tersebut, dimana usaha tersebut layak apabila :

NPV>0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan. Net BCR>1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan.

Pada penelitian ini juga akan dihitung seberapa cepat waktu yang dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam dengan rumus :

∑ ∑

Dimana :

T p-1 = jumlah tahun pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif TCicp-1 = jumlah total biaya pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif Bicp-1 = jumlah total benefit pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif Bp = jumlah benefit pada tahun awal nilai Net Benefit Kumulatif positif Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan

hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya dan manfaat. (Nurmalina, et al., 2010).

Analisis kepekaan dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel- variabel yang penting untuk mengetahui sampai seberapa besar penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria

Dokumen terkait