• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Lingkungan Usaha Peternakan Kelinci

Analisis lingkungan usaha peternakan pada Kampoeng Kelinci di desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor merupakan salah satu proses manajemen strategis. Analisis tersebut mengindentifikasi lingkungan usaha yang meliputi lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Tujuannya adalah untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap usaha peternakan pada Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor .

Analisis Lingkungan Internal

Identifikasi faktor internal perusahaan harus dilakukan seiring dengan identifikasi faktor eksternal. Lingkungan internal memiliki kemampuan untuk merubah suatu perusahaan menjadi apa yang dicita-citakan oleh manajemen. Analisis lingkungan internal merupakan proses pengidentifikasian terhadap faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan. Lingkungan analisis internal usaha peternakan pada Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor meliputi karakteristik peternak, pemasaran, modal, tenaga kerja, kepemilikan ternak, budidaya dan kelembagaan

Karakteristik peternak

Berdasarkan data yang diperoleh dilapang, rata-rata peternak berumur sekitar 20-55 tahun. Hal ini menunjukkan sebagian besar peternak tergolong pada usia produktif sehingga peternak tersebut diperkirakan cukup potensial untuk menjalankan usaha ternak kelinci. Ditinjau dari segi pendidikan, sebagian besar peternak hanya sampai tingkat SD/sederajat. Akan tetapi

41 sebagai anggota koperasi, umumnya para peternak sudah mengikuti penyuluhan dan pelatihan yang diselanggarakan oleh pemerintah daerah. Hal tersebut merupakan suatu usaha untuk menambah pengetahuan peternak dalam menjalankan usaha ternaknya.

Peternak umumnya adalah petani, yang melakukan kegiatan bertani dan beternak secara bersama-sama. Kegiatan budidaya beternak kelinci merupakan salah satu usaha ternak turun-temurun dari orangtua kepada anak-anaknya. Berdasarkan hal tersebut, para peternak telah memiliki pengalaman yang cukup memadai dalam hal beternak kelinci.

Pemasaran

Berdasarkan hasil wawancara, peternak umumnya menjual hasil ternaknya melalui koperasi, pedagang pengumpul, pedagang pengecer sendiri dan konsumen langsung baik dari luar Bogor atau dari dalam Bogor. Proses penjualan biasanya dilakukan di kandang peternak atau diantar secara langsung kepada pembeli jika telah ada kesepakatan harga dan sistem pembayaran. Ada pula peternak yang secara khusus menjual langsung hasil ternaknya di Kebun Raya Bogor.

Kelinci yang dijual dapat berupa kelinci hidup berupa anakan, muda, dewasa dan indukan. Khusus untuk kelinci potong atau pedaging, petenak menjualnya dalam bentuk karkas dan kelinci hidup. Hal ini disesuaikan dengan permintaan pembeli.

Jenis kelinci yang dijual umumnya adalah kelinci lokal, baik kelinci hias ataupun pedaging. Akan tetapi beberapa peternak juga menjual kelinci hias jenis luar meski dalam jumlah yang sedikit. Jenis dan umur kelinci mempengaruhi harga jual kelinci tersebut. Harga jual kelinci lokal, anakkan (3 minggu/21hari) Rp15 000 - Rp17 000 per ekor, indukan (6-8minggu) Rp150 000 perekor. Sedangkan harga jual kelinci hias jenis luar Rp55 000 per ekor dan indukan Rp300 000 per ekor.

Modal

Modal merupakanfaktor penting dalam usaha peternakan kelinci. Berdasarkan hasil wawancara, para peternak menggunakan modal pribadi sebagai modal untuk usaha ternaknya. Para peternak belum menggunakan modal pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan karena prosesnya yang rumit dan butuh waktu lama. Selain itu, jika butuh pinjaman, peternak juga dapat meminjam kepada kelompok atau pada sesama anggota kelompok dengan persyaratan-persyaratan yang lebih mudah dibanding lembaga- lembaga keuangan lainnya.

Modal awal peternak untuk memulai suatu usaha berkisar dari Rp350 000 sampai Rp500 000. Modal awal yang terbilang cukup kecil dikarenakan peternak umumnya memulai usaha ternaknya dengan satu sampai dua indukan. Modal tersebut digunakan untuk pengadaan bibit, pembuatan kandang dan berbagai peralatan lain yang dibutuhkan dalam proses budidaya kelinci seperti pakan, tempat makan dan minum serta obat-obatan.

Tenaga Kerja

Para peternak umumnya melakukan segala kegiatan budidaya sendiri tanpa dibantu oleh tenaga kerja tambahan. Hal ini dikarenakan skala usaha

42

yang masih kecil. Jumlah ternak yang dipelihara dan pekerjaan yang dilakukan masih dapat ditangani sendiri oleh peternak tanpa dibutuhkan bantuan dari tenaga kerja tambahan. Selain itu, para peternak juga melakukan usaha secara bersamaan dengan usaha-usaha bertani yang lain seperti menanam hijauan dan ubi jalar. Pada waktu panen ubi jalar, diperoleh hijaun dari daunnya. Usaha ini mempermudah penyediaan pakan ternak dan efisiensi tenaga kerja.

Kepemilikan ternak

Kepemilikan ternak kelinci di Desa Gunung Mulya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni individu dan kelompok. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Gapoktan, Bapak Aris Rizal, jumlah kelinci milik kelompok yang dipelihara di kandang kelompok saat ini adalah sejumlah 417 ekor indukan. Dan peternak individu memiliki dan memelihara kelinci indukan rata-rata berjumlah 10 sampai 15 ekor. Dengan jumlah kepemilikkan indukan tersebut, maka dapat diperkirakan rata-rata total keseluruhan populasi kelinci dewasa, muda dan anakkan kurang lebih 100 ekor per peternak individu.

Kandang kelompok, selain untuk menampung dan memelihara tenak kelinci milik anggota kelompok, juga berfungsi sebagai kandang penampungan, baik bagi peternak anggota kelompok maupun peternak bukan anggota kelompok yang ingin menjual hasil ternak sendiri melalui kelompok.Untuk setiap penjualan, peternak wajib menyetor sebesar Rp500 per ekor kelinci kepada kelompoknya. Disamping menjual melalui kelompok, peternak dapat menjual hasil ternak secara perorangan.

Budidaya

Kegiatan budidaya ternak kelinci dimulai dengan persiapan pembangunan kandang. Jenis bahan yang biasanya digunakan untuk membuat kandang yaitu bambu atau kawat. Salah satu ukuran kandang yang digunakan oleh kelompok peternak berukuran 3 x 8 meter dengan kapasitas 100 ekor kelinci. Tahap selanjutnya adalah pemilihan indukan betina dan indukan jantan dengan kriteria indukan yang baik dilihat dari warna mata yang bening, bulu mengkilap, sehat dan berat badannya berkisar 3.5 sampai 4 kilogram. Selain itu, kriteria umur menentukan kesiapan kelinci untuk dikawinkan. Kelinci jantan yang siap untuk dikawinkan adalah kelinci yang berumur 7-8 bulan dan kelinci betina umur 5 bulan. Proses perkawinan dilakukan dengan cara memisahkan 1 indukan jantan dan 1 indukan betina dalam 1 kandang selama beberapa waktu, baru dipisahkan kembali. Umumnya proses kebuntingan kelinci dapat diketahui dengan meraba bagian perut kelinci betina, jika terdapat suatu benjolan maka dapat dipastikan kelinci tersebut dalam keadaan bunting. Proses kebuntingan kelinci sampai melahirkan umumnya berkisar dari 30-35 hari dengan jumlah sekali lahiran 8-10 ekor anakan kelinci. Anakan kelinci sudah dapat disapi dari induknya pada usia 3-4 minggu. Pada usia itu, ada anakan yang sudah siap untuk dijual dan ada yang dipelihara sendiri oleh peternak.

43 Selain anakan, peternak juga menjual indukan kelinci dan daging kelinci (dalam bentuk karkas). Oleh karena itu, proses pasca panen dilakukan dalam dua bentuk yaitu (1) proses pasca panen yang dilakukan peternak (dalam hal ini melalui kelompok) untuk memenuhi permintaan daging kelinci (dalam bentuk karkas) dimulai dari pengumpulan dan pemilihan kelinci, pemotongan, pengulitan dan penimbangan. (2) kelinci yang dijual hidup, penanganan pasca panennya hanya meliputi pengumpulan dari anggota-angota kelompok/peternak individu yang disesuaikan jumlah permintaan dan proses pengemasannya. Untuk penanganan limbah dan fur (kulit dan bulu) dari pasca panen, saat ini potensinya belum dapat dimanfaatkan karena masih terkendala pada kurangnya pengetahuan dan ketersediaan alat untuk teknologi pengolahannya.

Proses pemeliharaan kelinci dilakukan dengan pemberian pakan dan pembersihan kandang sebanyak 2 x sehari, yaitu pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB. Pakan utama yang diberikan pada kelinci umumnya berupa hijauan seperti rumput dan daun ubi. Sedangkan pelet atau pakan tambahan hanya diberikan pada waktu-waktu kelinci bunting dan menyusui. Pilihan waktu pemberian pakan itu dilakukan karena harga pakan ternak yang mahal. Jika peternak memproduksi pakan sendiri, permasalahan yang dihadapi harga bahan baku tinggi dan kontuinitas ketersedian bahan baku terbatas. Permasalahan itulah salah satu sebab belum maksimalnya pemanfaatan fungsi pabrik pakan sub unit KOPNAKCI di Desa Gunung Mulya itu.

Untuk penanganan kelinci yang terkena penyakit, peternak biasanya mengandalkan pengalaman dan pengetahuan sendiri. Peternak jarang sekali menggunakan jasa Dokter Hewan untuk menekan biaya produksi, kecuali terjadi wabah menyerang hampir seluruh ternak. Penyakit yang menyerang kelinci biasanya mencret atau kembung pada waktu musim hujan; korengan, kudis, batuk dan pilek karena kondisi kandang yang lembab dan kotor; stress karena kondisi lingkungan kandang yang berisik dan tidak nyaman. Penyakit tersebut kecuali kudis dan korengan sulit dalam pengobatanya, sehingga dapat menyebabkan kematian dan menimbulkan kerugian pada peternak. Untuk itu penanganan yang tepat adalah mencegah dengan menjaga kebersihan dan kelembaban kandang. Penyakit korengan dan kudis diobati dengan suntikan dan salep. Untuk mencegah penularan penyakit, dilakukan tindakan dengan segera mengasingkan kelinci yang terkena penyakit.

Kelembagaan

Kondisi kelembagaan peternak di Desa Gunung Mulya sudah cukup berkembang, dilihat dari adanya pembentukan kelompok-kelompok ternak, Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan KOPNAKCI (Koperasi Peternak Kelinci). Kelompok Peternak dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi usaha ternak kelinci. Jumlah kelompok peternak kelinci yang ada di Desa Gunung Mulya sebanyak 7 kelompok yaitu Watak, Budi Asih, Cimanggu dan Binatani Lestari, Pancuran Tujuh, Kuda Pateuh dan KWT Srikandi dengan rata-rata jumlah masing-masing anggotanya 10 orang per

44

kelompok. Untuk mengakomodir kepentingan kelompok dan meningkatkan posisi tawar kelompok dalam pengembangan peternakan kelinci maka pada September 2011 dibentuklah Gapoktan Kampoeng Kelinci dengan jumlah anggota 82 orang. pengembangan kelompok-kelompok tersebut juga didukung oleh adanya KOPNAKCI (Koperasi Peternak Kelinci).

KOPNAKCI resmi berdiri pada tanggal 17 Mei 2011. KOPNAKCI diharapkan dapat menjadi wadah integrasi usaha ternak kelinci secara komprehensif, sehingga mampu mendukung daya saing dalam skala ekonomis yang sesuai dengan kondisi dan situasi pasar serta relevan dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Salah satu caranya dengan membeli kelinci anakan, indukan, pedaging dari peternak di Desa Gunung Mulya untuk didistribusikan lagi kepada konsumen lain atau langsung diolah oleh unit usaha koperasi khusus produk olahan daging kelinci yaitu Dapur Kebita. Harga kelinci anakan (umur 1 bulan atau lebih) yang dibeli dari peternak antara Rp15 000 – Rp17 000, harga kelinci pedaging Rp25 000 – Rp27 000 per kilogram dan untuk bibit indukan kelinci lokal berkisar Rp100 000 – 150 000per ekor. Meski demikian, menurut Bapak Wahyu Darsono (Ketua KOPNAKCI) tahun 2013 jumlah anggota aktifnya koperasi sebanyak 20 orang, jumlah ini berkurang dari jumlah anggota aktif tahun 2012 ,sebanyak 50 orang.

Anggota kelompok peternak dan koperasi yang jumlahnya sedikit dan bahkan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, menunjukkan keberadaan kelembagaan tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh peternak. Selain itu, fungsi lembaga- lembaga yang telah ada, belum terlaksana secara efektif.

Analisis Lingkungan Eksternal

Ekonomi

Perkembangan perekonomian negara merupakan salah satu dukungan terhadap keberhasilan pembangunan peternakan ditinjau dari adanya pengaruh perekonomian bagi suatu usaha peternakan. Kondisi perekonomian yang semakin baik dan mendukung usaha peternakan dapat terjadi melalui peningkatan daya beli masyarakat. Meningkatnya daya beli masyarakat memberikan peluang bagi peternak untuk mengembangkan usahanya. Akan tetapi adanya kebijakan pemerintah yang telah menaikkan bahan bakar minyak (BBM) pada Juli 2013 memberi dampak sebaliknya. BBM sebagai sumber energi bagi semua sarana prasarana seperti transportasi, listrik, industri pakan dan pengolahan berpengaruh langsung pada atktivitas dan keberlangsungan operasional usaha peternakan kelinci. Kenaikan harga BBM mengakibatkan biaya produksi usaha peternakan kelinci menjadi tinggi. Tingginya biaya produksi tersebut tidak dapat langsung diimbangi dengan peningkatan harga jual kelinci. Kondisi yang tidak berimbang ini mengakibatkan kerugian usaha dan menurunnya kesejahteraan peternak. Dampak lain dari kenaikan harga BBM ini adalah berkurangnya daya beli masyarakat. Dengan menurunnya daya beli

45 masyarakat tersebut cendrung berpengaruh pada berkurangnya penjualan produk usaha peternakan kelinci.

Sosial Budaya Demografi dan Lingkungan

Potensi pengembangan usaha peternakan kelinci sangat baik dilihat dari peningkatan populasi penduduk yang semakin bertambah sehingga terjadi peningkatan kebutuhan konsumsi rumah tangga masyarakat. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009 adalah 206 264 595 jiwa dan tahun 2010 meningkat menjadi 237 641 326 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk tidak sebanding dengan peningkatan pertumbuhan subsektor peternakan sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein penduduk. Salah satunya pertumbuhan peternakan kelinci, dilihat pada pertumbuhan populasi kelinci di Kabupaten Bogor, rata-rata pertambahan populasinya kira-kira mencapai 6 400 ekor per tahun. Hal ini menunjukkan adanya peluang peternakan kelinci sebagai salah satu alternatif sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani penduduk Indonesia. Disamping itu, meski jumlah masyarakat yang mau menerima dan mengkonsumsi daging kelinci masih belum terlalu banyak, beberapa kalangan masyarakat sudah mau mengkonsumsinya berdasarkan pengetahuan akan kandungan gizi dan alasan kesehatan. Kesadaran mengkonsumsi daging kelinci tersebut umunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan gaya hidup suatu kalangan masyarakat tertentu.

Ditinjau dari aspek lingkungan, usaha peternakan kelinci diterima dengan baik oleh masyarakat di Desa Gunung Mulya. Penerimaan usaha oleh masyarakat ini disebabkan oleh kebiasaan beternak kelinci yang sudah turun-temurun dilakukan di desa tersebut. Selain itu, rata–rata penduduk Desa Gunung Mulya memiliki usaha dan matapencaharian sama, yaitu bertani dan beternak. Dilihat dari kondisi iklim dan cuaca serta letak geografisnya, Desa Gunung Mulya sesuai dan cocok sebagai wilayah pengembangan usaha peternakan kelinci, karena terletak di dataran tinggi yang jauh dari keramaian dan bersuhu dingin.

Politik dan Hukum

Pemerintah memegang peranan penting dalam pengembangan usaha peternakan kelinci, baik itu pemerintah pusat, daerah maupun instansi- instansi dinas yang terkait. Kebijakan pemerintah memiliki pengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan usaha peternakan kelinci. Salah satunya, kebijakan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor yang mengeluarkan Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan berdasarkan Peraturan Daerah N0. 8 tahun 2003 tentang Izin Usaha Peternakan dan Perikanan. Berdasarkan peraturan tersebut, usaha peternakan kelinci yang memiliki ternak kelinci lebih dari 1500 ekor campuran wajib membuat izin usaha. Di bawah atau sama dengan 1500 ekor campuran dapat dilakukan tanda daftar dengan usaha peternakan rakyat. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk menjaga ketertiban, kesehatan ternak, mutu peternakan dan mengetahui jenis usaha yang dilakukan.

Pemerintah Kabupaten Bogor juga menetapkan suatu kebijakan lain melalui Dinas Peternakan Kabupaten Bogor yang menetapkan Kawasan

46

Tenjolaya sebagai sentra komoditas unggulan ternak kelinci, serta mencanangkan dan telah menetapkan Desa Gunung Mulya sebagai lokasi pengambangan Kampoeng Kelinci di Kabupaten Bogor. Kebijakan ini didukung oleh pengadaan penyuluhan, pameran, serta pengadaan bantuan- bantuan berupa bibit yang diberikan pada para peternak kelinci untuk menunjang perkembangan usahanya. Melalui kebijakan yang telah ditetapkan, peran serta dinas terkait akan lebih optimal melakukan pembinaan, pelatihan dan penyuluhan serta dukungan permodalan. Dengan tindakan tersebut maka dapat diharapkan terwujudnya suatu usaha peternakan kelinci yang produktif, bermutu dan berkesinambungan sebagai alternatif penyediaan protein hewani dan peningkatan kesejateraan masyarakat.

Teknologi

Perkembangan teknologi khususnya dalam bidang transportasi dan komunikasi dan informasi sangat mendukung pengembangan usaha peternakan kelinci. Peran perkembangan teknologi itu terlihat dalam proses distribusi dan akses informasi yang langsung dan mudah diperoleh sehingga suatu produk barang, sarana prasarana yang diperlukan dan atau informasi terbaru dapat segera sampai kepada peternak. Teknologi transportasi,komunikasi dan informasi tersebut juga digunakan dalam proses promosi, termasuk penggunaan website KOPNAKCI.

Demikian juga, teknologi pengolahan hasil panen berupa pengolahan daging segar menjadi produk beku seperti bakso, tahu, nugget dan produk olahan lain seperti rendang dan ungkep sudah tersedia dan mendukung pengembangan usaha peternakan kelinci di Desa Gunung Mulya. Teknologi pengolahan ini dimanfaatkan dan diolah oleh salah satu unit usaha KOPNAKCI yaitu Dapur Kebita.

Dari peran teknologi yang mendukung diatas, masih terdapat permasalahan yang perlu dipecahkan dengan teknologi yang relevan, yakni teknologi di bidang pengolahan pakan, reproduksi (bibit unggul) dan pengobatan serta pengolah limbah dan fur. Permasalahan teknologi ini masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha peternakan kelinci. Hal tersebut sangat krusial terhadap keberhasilan dan kesinambungan usaha peternakan kelinci, perlu segera dilakukan tindakan untuk mengatasinya.

Analisis Lingkungan Kompetitif

Persaingan Antar Perusahaan

Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya memiliki tingkat populasi kelinci terbanyak dibandingkan dengan kecamatan atau desa lain di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor secara resmi menetapkan Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya sebagai sentra produksi kelinci utama dan kecamatan/desa lain sebagai pendukungnya. Terkait dengan itu, berdasarkan wawancara, para responden menyatakan tidak ada persaingan dalam usaha ternak kelinci ini, baik di antara peternak desa-desa dalam

47 Kecamatan Tenjolaya ataupun dari berbagai kecamatan lain. Sebaliknya, para peternak dan lembaga yang terkait justru sedang menggalakkan promosi dan program-program lain untuk mengenalkan dan mengajak masyarakat memulai beternak keleinci.

Potensi Masuknya Pesaing Baru

Modal yang digunakan untuk memulai usaha peternakan kelinci berkisar antara Rp350 000 sampai Rp500000 dengan hasil yang sudah bisa diperoleh pada 8-10 bulan. Kecilnya modal yang diperlukan memberi peluang kepada masyarakat luas menjadi pendatang baru untuk memasuki industri peternakan kelinci. Namun, masuknya pendatang baru sebagai potensi meningkatnya persaingan dalam industri peternakan kelinci tidak terlalu berpengaruh pada usaha peternakan kelinci di Desa Gunung Mulya. Hal itu didukung oleh karena adanya pasar yang terus berkembang. Untuk saat ini pun jumlah permintaaan daging kelinci segar lebih besar dibandingkan jumlah penawarannya. Usaha peternakan kelinci di Desa Gunung Mulya belum bisa memenuhi kebutuhan secara berkelanjutan dan sesuai permintaan.

Potensi Pengembangan Produk Pengganti

Produk substitusi/ pengganti daging kelinci sebagai sumber protein terdiri dari komoditas sektor peternakan seperti unggas, kambing, sapi, komoditas dari sektor pertanian seperti tahu dan tempe serta komoditas dari sektor perikanan laut (tuna, cakalang, kerapu dan lain-lain) dan perikanan tawar (ikan bawal, nila dan gurame). Semua produk tersebut memiliki pangsa pasarnya masing-masing, demikian juga dengan daging kelinci. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya perubahan minat masyarakat untuk mulai memilih daging kelinci sebagai alternatif pemenuhan sumber protein. Hal ini disebabkan kandungan gizi daging kelinci yang lebih unggul dibandingkan dengan produk pengganti lainnya. Keunggulan daging kelinci terlihat pada tingginya kandungan protein sebesar 21 persen dan rendahnya kandungan kolesterol yakni sebesar 53 persen jika dibanding dengan produk peternakan lain seperti daging kambing, sapi, babi dan ayam.

Daya Tawar Pemasok

Peternak kelinci biasa memasok bahan baku benih dari sesama anggota-anggota kelompok lainnya atau dari peternak-peternak yang ada di desa sekitar. Harga yang berlaku adalah harga pasar yaitu harga yang sesuai dengan keadaan produk agribisnis yang berpengaruh pada cuaca dan iklim serta bahan baku. Berdasarkan wawancara responden, sampai saat ini para peternak tidak mengalami kesulitan mencari bibit, karena sudah terampil beternak secara turun temurun dan ada banyak bibit dari sejumlah peternak kelinci. Hubungan yang dekat di antara para peternak kelinci di Desa Gunung Mulya, desa lain serta kecamatan sekitar memudahkan dalam penyediaan bibit kelinci.

Untuk pakan, peternak kelinci umumnya menggunakan hijauan sebagai pakan utama. Dengan demikian peternak tidak mengalami kesulitan

48

dalam penyediaan pakan hijauan. Karena pakan hijauan tersedia jumlah cukup dan memadai didukung oleh potensi sumber daya alam di wilayah ini . Pengutamaan penggunaan hijauan sebagai pakan kelinci karena harga pakan dalam bentuk pelet atau konsentrat cukup mahal di pasaran. Untuk meringankan peternak dalam biaya penyediaan pakan dalam bentuk pelet, koperasi menyediakan pasokan dalam jumlah terbatas dengan harga yang lebih relatif murah.

Daya Tawar Konsumen

Umumnya, pembeli datang terlebih dahulu ke lokasi peternakan kelinci untuk melihat kondisi ternak yang akan dibeli. Para pembeli terdiri dari konsumen akhir, pedagang perantara, dan peternak lain, yang berasal dari berbagai daerah sekitar bogor sampai luar daerah seperti dari Yokgayakarta, Bandung, Jakarta dan lain sebagainya. Kriteria ternak yang paling penting dan sangat diperhatikan oleh konsumennya adalah kesehatan, apalagi jika ternak tersebut harus didistribusikan melalui perjalanan jauh dengan jangka waktu yang cukup lama. Dan bagi konsumen yang ingin membeli daging kelinci segar, peternak dapat memenuhi permintaan tersebut dengan menggunakan kelinci afkir atau dapat juga kelinci yang sudah sembuh dari penyakit korengan. Hal tersebut tidak mempengaruhi kualitas daging kelinci. Permasalahanya ketersediaan produk kelinci masih terbatas dan tidak kontinu. Kondisi ini menunjukkan bahwa daya tawar konsumen rendah

Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Kelinci Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Internal

Identifikasi faktor internal dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dihadapi usaha peternakan kelinci di Desa Gunung Mulya dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal, faktor-faktor kekuatan dan kelemahan usaha peternakan kelinci adalah sebagai berikut :

Kekuatan

Usaha Peternakan Kelinci di Desa Gunung Mulya merupakan salah satu wilayah yang memasok kelinci dan daging kelinci di daerah Bogor dan daerah-daerah lain di luar kota. Usaha Peternakan ini memiliki kekuatan

Dokumen terkait