Berdasarkan hasil penelitian yang
dilaksanakan selama lima kali pertemuan, maka penulis memperoleh sebuah gambaran dalam pelaksanaan tari pendidikan. Dengan penerapan model tari pendididkan dalam pembelajaran tari yang terbagi atas tari kreatif dan tari ekspresif, maka dapat diperoleh hasil penelitian yaitu dari intuisi gerak, kealamiahan ekspresi, spontanitas gerak, pengembangan respon gerak, dan kemampuan memadukan gerak dalam kelompok.
1. Intuisi Gerak
Pada saat pemberian stimulus berupa
memperlihatkan video gerak alam, yang pertama diamati ialah intuisi gerak. Dari empat belas siswa, dua orang siswa memiliki intuisi yang sangat baik. Sedangkan anak yang tergolong baik, lebih dari sebahagian yakni sepuluh orang yang dapat menunjukkan intuisi yang baik, dan selebihnya yaitu dua siswa masuk ke dalam kategori cukup baik dalam berintuisi. Namun secara keseluruhan 75% siswa telah memiliki intuisi yang baik berdasarkan stimulus video yang diberikan. Dalam kegiatan mengamati intuisi gerak siswa, suasana memang terlihat tidak begitu tenang, karena tiap siswa ada yang sibuk untuk memperlihatkan gerak dan berbincang bersama temannya mengenai gerak yang telah mereka lihat. Fenomena ini sesuai dengan pernyataan
Laban (dalam Jazuli, 2009),bahwa
“pembelajaran tari pendidikan tidak
berorientasi pada hasil akhir atau
menghasilkan sebuah pertunjukan yang
bernilai seni tinggi, karena setiap anak
memiliki dorongan alamiah untuk
menampilkan gerakan-gerakan seperti tarian dan secara tidak disadari hal itu merupakan cara yang baik untuk memperkenalkan tari sejak dini pada diri anak, serta memberi
kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan kemampuan berekspresi
secara spontan melalui gerakannya”.
Intuisi gerak dimiliki oleh setiap orang, terlebih pada anak-anak intuisi mereka memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan
orang dewasa, hal ini karna intuisi merupakan pemahaman terhadap sesuatu tanpa penalaran
rasional dan intelektualitas, hal ini
sesuaidengan masa anak-anak yang masih berada pada stadium operasional konkrit yang mana anak langsung dapat menggambarkan secara nyata berdasarkan intuisi yang mereka punya, berbeda dengan orang dewasa yang
akan berpikir panjang secara rasional
sebelummenuangkan pemikirannya. 2. Kealamiahan Ekspresi
Dari hasil pengamatan penulis, selama
penelitian siswa menunjukkan berbagai macam
ekspresi, yang mana ekspresi tersebut
merupakan ekspresi alami dari diri siswa itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 2 orang siswa yang dengan sangat baik telah
dapat mengekspresikan diri ketika
diperlihatkan video mengenai gerak.
Kemudian ada juga 5 orang siswa yang telah dikatakan baik dalam berekspresi. Sedangkan tujuh siswa lainnya sudah cukup baik dalam mengekspresikan diri.
Dari hasil pengamatan didapat hasil 66,10% siswa telah dengan baik menunjukkan ekspresi mereka, dengan bentuk perwujudan ekspresi yang berbeda beda dan tingkatan yang berbeda-beda pula. Namun hal ini sangat wajar karena anak usia sekolah telah masuk ke dalam tahap perkembangan emosi yang mana pada tahap ini anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Begitu pula dengan ekspresi, ekspresi yang berkembang akan berkembang sesuai stimulus yang diberikan, dengan memberikan video pembelajaran gerak maka ekspresi anak dapat berkembang dengan alami sesuai dengan intuisi yang muncul dari dalam diri siswa. Siswa berekspresi berdasarkan intuisi, namun tidak setiap intuisi dapat diikuti dengan ekspresi yang sesuai. Walaupun demikian, apapun ekspresi yang ditunjukkan oleh siswa adalah benar, seperti yang diungkapkan oleh Josh Correa (dalam Nancy B dan Gloria B Miller, 2003:3) “Tidak ada seorang pun yang akan mengatakan padamu bahwa kamu membuat kesalahan dalam seni”.
3. Spontanitas Gerak
Pada spontanitas gerak, terdapat enam orang siswa yang masuk ke dalam kategori sangat baik, dan empat orang siswa dalm kategori
baik, sedangkan dalam kategori cukup juga empat orang siswa. Persentase spontanitas anak secara keseluruhan menunjukkan hasil yang memuaskan yakni 78,6%. Spontanitas yang muncul dari tiap siswa pun berbeda, bagi anak yang memiliki spontanitas tinggi, maka ia
akan langsung mengajukan diri dan
memperlihatkan gerak yang telah terintuisi dari dalam dirinya, namun adanya intuisi pun belum menjamin siswa dapat mewujudkan gerakannya secara spontan. Setelah siswa yang satu memperlihatkan gerak, maka siswa yang lain secara spontan mengajukan dirinya untuk menunjukkan gerakannya. Begitu pula yang terjadi pada kelompok gerak yang lain hingga
seluruh siswa dalam kelompok dapat
menunjukkan gerakan masing-masing. Dalam
kelompok para siswa telah mampu
mengorganisasikan kelompoknya mengenai giliran temannya yang akan menunjukkan gerak sehingga tercipta keteraturan dalam kelompoknya. Hal ini sesuai berdasarkan tahap perkembangan siswa oleh Mahmud (2010: 349), bahwa anak-anak pada masa kelas rendah memiliki sifat tunduk pada peraturan- peraturan permainan tradisional”.
4. Pengembangan Respon Gerak
Berikutnya yang menjadi aspek amatan yaitu
pengembangan respon gerak, dengan
persentase sangat baik yaitu 82,15. Aspek pengembangan ini terjadi dalam kelompok yang mana para siswa telah dibagi dalam tiga kelompok gerak. Pada pengembangan gerak ini, siswa yang memiliki spontanitas yang sangat baik ternyata mampu mengembangkan respon gerak yang sangat baik pula dalam kelompok yakni ada enam orang siswa, dan enam orang siswa sudah tergolong baik dalam pengembangan respon gerak, sehingga dari keseluruhan hanya tersisa dua orang siswa
yang termasuk cukup baik dalam
pengembangan respon gerak.
5. Kemampuan Memadukan Gerak dalam kelompok
Setelah siswa mengembangkan respon gerak,
kemudian diamati bagaimana siswa
memadukan gerak-gerak yang ada dalam kelompok mereka. Dalam memadukan gerak siswa juga dengan sangat baik telah dapat bekerja sama dalam memadukan gerak dengan persentase 82,1%. Di dalam kelompok terlihat bagaimana cara siswa berkomunikasi sesama mereka di dalam kelompok, menyampaikan pendapat dan gerak, membelajarkan gerak
mereka masing-masing kepada teman dan menghargai apa yang telah diperlihatkan tiap teman di dalam kelompok. Dalam hal ini
terlihat 5 orang siswa telah mampu
bersosialisasi dengan sangat baik bersama
temannya dengan menyampaikan gerak,
menanggapi pendapat teman, dan
pemebelajaran gerak sesame anggota dalam kelompok, delapan orang siswa lainnya juga dengan baik dapat memmbantu teman dalam memadukan gerak dan hanya terlihat satu orang anak yang kurang begitu berbaur bersama temannya didalam kelompok, kurang bersosialisasi dan kelihatan cenderung pasif
sehingga butuh bantuan teman dalam
kelompok untuk membuatnya mau
bersosialisasi dan lebih berpartisifasi untuk
teman dalam memadukan gerak dalam
pembelajaran siswa dalam kelompok sesuai tugas perkembangan tahapan anak sekolah. Pada tahapan ini tugas perkembangan yang aharus dicapai pada masa tahapan anak sekolah adalah sebagai berikut:
a. Belajar memperoleh keterampilan fisik
untuk melakukan permainan,
b. Belajar membentuk sikap yang sehat
terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis,
c. Belajar bergaul dengan teman sebaya,
d. Belajar memainkan peranan sesuai
dengan jenis kelaminnya,
e. Belajar keterampilan dasar dalam
membaca, menulis dan berhitung,
f. Belajar mengembangkan konsep sehari-
hari,
g. Belajar mengembangkan kata hati,
h. Belajar memperoleh kebebasan yang
bersifat pribadi, mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial. (Mahmud,2010: 351)
Setiap siswa yanmg kreatif akan menghasilkan produk yang kreatif pula apabila didukung oleh lingkungannya yaitu dengan pembelajaran
kelompok seperti yang telah dibahas
sebelumnya, sesuai dengan petnyataan Rhodes
yang menyebutkan hal ini sebagai “Four P’s of
Creativity: Person, Process, Press, Product”. Keempat P ini saling berkaitan: Pribadi yang kreatif melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan dukungan dan dorongan (press) dan lingkungan, akan menghasilkan produk kreatif.(Rachmawati dan Kurniati, 2011:14)
PENUTUP
Penerapan model tari pendidikan pada
pembelajaran tari yang dilaksanakan di SD Negeri 54 Banda Aceh dilaksanakan dengan berdasarkan pada pembelajaran tari yang kreatif dan ekspresif. Dalam pembelajaran tari menggunakan model tari pendidikan ini,
disusun terlebih dahulu rancangan
pembelajaran, yaitu pemberikan stimulus berupa video, kemudian siswa menunjukkan gerak masing-masing berdasarkan intuisi gerak siswa, lalu siswa dibagi dalam beberapa kelompok gerak. Dalam kelompok gerak, siswa mengembangkan gerak dan bekerjasama dalam kelompok untuk memadukan berbagai gerak yang muncul dalam kelompok menjadi rangkaian gerak. Melalui penerapan model tari pendidikan dalam pembelajaran tari, maka tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai harapan kurikulum yakni dapat memunculkan keterampilan siswa yang kreatif dan ekspresif dalam pemebelajaran tari.
Penulis menyarankan kapada guru mata pelajaran seni budaya dan keterampilan (SBK) untuk dapat menerapkan model tari pendidikan ini pada pembelajaran tari karena dengan model tari pendidikan ini dapat memunculkan
kreativitasdan ekspresifitas siswa dalam
pembelajaran tari dimana siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran dan guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator. Peneliti juga menyarankan untuk peneliti pembelajaran tari berikutnya, dapat memberikan solusi penerapan model pembelajaran tari yang lainnya untuk pembelajaran tari yang lebih baik lagi.
REFERENSI
Arikumto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Tindakan Praktik. Jakarta: PT. Asdi Mahastya.
Baker dan Zubair, 1990. Metodologi Penelitian
Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Depdiknas, 2006. Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP
Emzir, 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Raja Grasindo Persada.
Pembelajaran Seni Tari di Sekolah Dasar. Jurnal Bahasa dan Seni, 9(2): 143-148.
Jazuli, 2008. Paradigma Kontekstual
Pendidikan Seni. Semarang: Unesa University Press.
Jazuli, 2008. Model Pembelajaran Tari
Pendidikan pada Siswa SD/MI
Semarang. Jurnal Pendidikan Seni,
15(5): 12-29.
Komalasari, H., 2009. Aplikasi model
pembelajaran tari pendidikan di SDN
Nilem Bandung, Skripsi, Universitas
Penidikan Indonesia, Bandung.
Laban, Rudolf. 1975. Modern Educational Dance. London, England: MacDonal and Evans Ltd.
Lestari, W, 2001. Usaha Menuju Internalisasi Seni Tari Melalui Ketepatan Alat Ukur
Keterampilan Seni Tari. Harmonia
Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, 2(3): 17.
Mahmud, H, 2010. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Pustaka Setia
Rachmawati dan Kurniawati, E., Strategi
Pengembangan Kreativitas pada Anak. Jakarta: Kencana.
Nancy Beal dan Gloria Bley Miller, 2003. Rahasia Mengajarkan Seni pada Anak. Yogyakarta: Pripoenbooks.
Sudjana, Nana, 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tilawati, 2012, Penerapan Metode Field Trip pada Pembelajaran Seni Tari di SD,
Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Tumurang, J.H., 2006. Pembelajaran
Kreativitas Seni Anak Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.