IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3. Hasil Pengujian Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan
Hasil analisis uji Spearman antara kinerja dengan faktor- faktor kinerja (sarana, manajemen, Sumber Daya Manusia, keuangan) di bidang perbenihan dan proteksi BBPPTP Medan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil hubungan kinerja dengan faktor- faktor kinerja di bidang perbenihan dan proteksi BBPPTP Medan
Variabel Hubungan Signifikansi
Kinerja Perbenihan (Y1), meliputi :
Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan sarana (X1) 1. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11)
dengan jumlah peralatan laboratorium rutin bidang perbenihan (X11)
0,300 0,624
2. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan jumlah peralatan laboratorium non rutin bidang perbenihan (X12)
0,300 0,624
3. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan jumlah peralatan laboratorium modern bidang perbenihan (X13)
0,300 0,624
4. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan rasio kendaraan dinas roda 2 bidang perbenihan (X14)
-0,205 0,741
Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan manajemen (X2) 5. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11)
dengan jumlah kegiatan yang terkait planning
(perencanaan)bidang perbenihan (X21)
-0,205 0,252
6. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan jumlah kegiatan yang terkait organizing
(pengorganisasian) bidang perbenihan (X22)
7. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan jumlah kegiatan yang terkait actuating
(pelaksanaan) bidang perbenihan (X23)
-0,718 0,172
8. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan jumlah kegiatan yang terkait controlling
(pengawasan) bidang perbenihan (X24)
0,359 0,553
Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan SDM (X3)
9. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan jumlah PNS bidang perbenihan (X31)
0,300 0,624
10. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan rasio lama tingkat pendidikan PNS bidang perbenihan (X32)
0,300 0,624
11. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan rasio jurusan pertanian PNS bidang perbenihan (X33)
-0,900* 0,037
12. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan rasio status sekolah negeri PNS bidang perbenihan (X34)
-0,600 0,285
13. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan rasio pelatihan bersifat spesifik PNS bidang perbenihan (X35)
0,300 0,624
Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan keuangan (X4) 14. Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11)
dengan persentase realisasi keuangan bidang perbenihan (X4)
0,000 1.000
Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan sarana (X1) 15. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan
jumlah peralatan laboratorium rutin bidang perbenihan (X11)
0,600 0,285
16. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan jumlah peralatan laboratorium non rutin bidang perbenihan (X12)
0,600 0,285
17. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan jumlah peralatan laboratorium modern bidang perbenihan (X13)
0,600 0,285
18. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan rasio kendaraan dinas roda 2 bidang perbenihan (X14)
-0.667 0.219
Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan manajemen (X2) 19. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan
jumlah kegiatan yang terkait planning
(perencanaan) bidang perbenihan (X21)
-0.316 0.604
20. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan
jumlah kegiatan yang terkait organizing
(pengorganisasian)bidang perbenihan (X22)
-0.564 0.322
21. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan jumlah kegiatan yang terkait actuating
(pelaksanaan)bidang perbenihan (X23)
22. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan
jumlah kegiatan yang terkait controlling
(pengawasan)bidang perbenihan (X24)
-0.564 0.322
Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan SDM (X3) 23. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan
jumlah PNS bidang perbenihan (X31)
0,600 0,285
24. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan rasio lama tingkat pendidikan PNS bidang perbenihan (X32)
0,600 0,285
25. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan rasio jurusan pertanian PNS bidang perbenihan (X33)
0.700 0.188
26. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan rasio status sekolah negeri PNS bidang perbenihan (X34)
0.300 0.624
27. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan rasio pelatihan bersifat spesifik PNS bidang perbenihan (X35)
0,600 0,285
Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan keuangan (X4) 28. Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan
persentase realisasi keuangan bidang perbenihan (X4)
0.500 0.391
Kinerja Proteksi (Y2), meliputi :
Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan sarana (Z1)
29. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah peralatan laboratorium rutin bidang proteksi (Z11)
-0,051 0,935
30. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah peralatan laboratorium non rutin bidang proteksi (Z12)
-0,105 0,866
31. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah peralatan laboratorium modern bidang proteksi (Z13)
-0,053 0,933
32. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan rasio kendaraan dinas roda 2 bidang proteksi (Z14)
-0,410 0,493
Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan manajemen (Z2)
33. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah kegiatan yang terkait planning (perencanaan) bidang proteksi (Z21)
-0,460 0,436
34. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan
disediakan (Y2) dengan jumlah kegiatan yang
terkait organizing (pengorganisasian) bidang
proteksi (Z22)
35. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah kegiatan yang terkait controlling (pengawasan) bidang proteksi (Z24)
-0,296 0,628
36. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah kegiatan yang terkait actuating (pelaksanaan) bidang proteksi (Z23)
-0,667 0,219
Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan SDM (Z3)
37. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah PNS bidang proteksi (Z31)
-0,105 0,866
38. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan rasio lama tingkat pendidikan bidang proteksi (Z32)
-0,105 0,866
39. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan rasio jurusan sekolah pertanian PNS bidang proteksi (Z33)
-0,973** 0,005
40. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan rasio status sekolah negeri PNS bidang proteksi (Z34)
0,081 0,897
41. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan
disediakan (Y2) dengan rasio pelatihan bersifat spesifik PNS bidang proteksi (Z35)
-0,359 0,553
Hubungan jumlah teknologi yang dan disediakan (Y2) dengan keuangan (Z4) 42. Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan
disediakan (Y2) dengan persentase realisasi keuangan bidang proteksi (Z4)
0,051 0,935
Sumber : Lampiran 1 – 47 Ket : * = Signifikan pada 5 % ** = Signifikan pada 1 %
Berdasarkan Tabel 6, diperoleh bahwa hasil hubungan kinerja perbenihan yang meliputi hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan sarana bidang perbenihan (X1) meliputi peralatan laboratorium rutin (X11), peralatan non rutin (X12), peralatan laboratorium modern (X13), jumlah kendaraan dinas
roda 2 (X14) dengan menggunakan metode Spearman diperoleh semua hasil
hubungan tidak nyata. Hal dapat dilihat pada lampiran 11- 15, diperoleh hasil data dengan rata-rata hampir semua sama jumlah dan jenis sarana peralatan laboratoirum bidang perbenihan. Karena sarana masih dapat digunakan dan
keterbatasan dana untuk pengadaan alat – alat laboratorium terutama pengadaan peralatan laboratorium yang modren. Demikian juga hubungan jumlah benih yang disertifikasi dengan kendaraan dinas roda 2 menghasilkan hubungan tidak nyata dapat disebabkan kendaraan dinas roda 2 tidak mencukupi untuk jumlah PNS bidang perbenihan. Adanya keterbatasan pengadaan barang dikarenakan keterbatasan anggaran dari pusat Kementerian Pertanian dan realisasi keuangan di BBPPTP Medan.
Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan manajemen bidang perbenihan meliputi planning (perencanaan) bidang perbenihan (X21),
organizing (pengorganisasian)bidang perbenihan (X22), actuating (pelaksanaan)
bidang perbenihan (X23), controlling (pengawasan) bidang perbenihan (X24)
dengan menggunakan metode Spearman diperoleh semua hasil hubungan tidak
nyata. Hal ini dapat disebabkan karena organisasi ini, manajemennya yang tidak dilakukan dengan matang baik dari perencanaan sampai mengontrol berjalannya
sebuah sistem organisasi. Karena menurut Arikunto dan Suharsini (2004)
menyatakan bahwa 4 (empat) aspek model evalulasi CIPP (context, input, process dan output) membantu pengambil keputusan untuk menjawab 4 (empat) pertanyaan dasar yaitu : apa yang harus dilakukan (What should we do?), bagaimana kita melaksanakannya (How should we do it ?), apakah dikerjakan sesuai rencana (Are we doing it as planned?), dan apakah berhasil (Did it work?).
Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan SDM bidang perbenihan meliputi jumlah PNS bidang perbenihan (X31), lama tingkat pendidikan (lama masa pendidikan) PNS bidang perbenihan (Z32), status sekolah negeri untuk PNS bidang perbenihan (X34), pelatihan bersifat spesifik yang
pernah diikuti PNS bidang perbenihan (X35) dengan menggunakan metode Spearman diperoleh semua hasil hubungan tidak nyata. Hal tersebut terjadi karena sangat sedikit pelatihan spesifik yang diikuti oleh PNS bidang perbenihan, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Persentase PNS bidang perbenihan yang mengikuti pelatihan spesifik (%)
Tahun Persentase PNS bidang perbenihan yang mengikuti
pelatihan spesifik (%) 2008 9 2009 17 2010 21 2011 22 2012 29 Sumber : Lampiran 21 – 25
Dari Tabel 7, dapat dilihat pada tahun 2008 – 2012 mengalami peningkatan persentase PNS bidang perbenihan yang mengikuti pelatihan spesifik dari hanya 9 % di tahun 2008 menjadi 29 % di tahun 2012. Namun jumlah tersebut masih belum memadai untuk meningkatkan kinerja bidang perbenihan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan jumlah pelatihan spesifik untuk seluruh pegawai bidang perbenihan.
Tetapi ada yang mempunyai hubungan nyata (signifikan) yaitu pada hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan jumlah PNS bidang perbenihan menurut jurusan pertanian (Z33) diperoleh hasil hubungan sebesar - 0,900 merupakan hubungan negatif dan sangat kuat. Hal ini dengan literatur dari
Sarwono (2006) bahwa artinya hubungan diatas 0,75 – 0,99 merupakan hubungan
sangat kuat. Jadi jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan jumlah PNS bidang perbenihan menurut jurusan pertanian (X33) sudah sesuai dengan komposisi PNS jurusan pertanian untuk meningkatkan kinerja di bidang perbenihan. Tetapi tanda negatif ini menunjukkan hubungan tidak searah artinya
jika semakin banyak jumlah PNS jurusan pertanian (X33) maka semakin sedikit jumlah benih yang disertifikasi (Y11), dan sebaliknya jika semakin sedikit jumlah PNS jurusan pertanian (X33) maka semakin banyak jumlah benih yang disertifikasi (Y11). Hasil signifikansinya sebesar 0,005 artinya pengaruh variabel jumlah benih yang disertifikasi (Y11) terhadap dengan jumlah PNS bidang perbenihan menurut jurusan pertanian (Z33) sebesar 5 % sedangkan sisanya 95% dipengaruhi oleh faktor lain.
Data jumlah PNS bidang perbenihan berdasarkan jurusan tamatan pertanian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah PNS Bidang Perbenihan Berdasarkan Jurusan Tamatan Pertanian
Tahun
Program Studi di Pertanian
AGRO PET HPT AGRI Tanah THP TP
(o ran g ) (%) (o ran g ) (%) (o ran g ) (%) (o ran g ) (%) (o ran g ) (%) (o ran g ) (%) (o ran g ) (%) 2008 10 40,00 3 12,00 3 12,00 4 16,00 3 12,00 2 8,00 0 0,00 2009 10 40,00 3 12,00 3 12,00 4 16,00 3 12,00 2 8,00 0 0,00 2010 10 40,00 3 12,00 3 12,00 4 16,00 3 12,00 2 8,00 0 0,00 2011 16 41,03 5 12,82 5 12,82 6 15,38 3 7,69 3 7,69 1 2,56 2012 17 41,46 6 14,63 5 12,82 6 14,63 3 7,32 3 7,32 1 2,44 Rata- rata 12,60 40,50 4,00 12,69 3,80 12,33 4,80 15,60 3,00 10,20 2,40 7,80 0,40 1,00 Sumber : Data Kepegawaian BBPPTP Medan 2008-2012
Dari Tabel 8, diperoleh pada tahun 2008 - 2012 bahwa program studi pertanian PNS bidang perbenihan yang terbanyak terdapat pada agronomi, dengan rata-rata 12,60 orang dengan persentase 40,50 %. Seharusnya di bidang perbenihan terfokus pada program studi hama dan penyakit tumbuhan dan
pemuliaan tanaman untuk melakukan kegiatan sertifikasi benih dan pengujian benih di laboratorium karena dibutuhkan keahlian khusus untuk melakukan kegiatan sertifikasi dan pengujian benih dan PNS tamatan dari program studi hama dan penyakit tumbuhan dan pemuliaan tanaman, hanya menerapkan kajian ilmu yang sudah dipelajari di perkuliahan.
Hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan persentase
keuangan bidang perbenihan (X4) dengan menggunakan metode Spearman
diperoleh tidak ada hubungan (nilai hubungan sebesar 0) dengan hasil signifikansinya sebesar 1,00 artinya tidak ada faktor lain yang mempengaruhi. Karena kegiatan sertifikasi benih membutuhkan keuangan yang besar untuk mendukung kegiatan ini. Kegiatan sertifikasi ini dilakukan seharusnya pada 14 (empat belas) wilayah binaan BBPPTP Medan, meliputi : Propinsi Nanggoroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Hubungan jumlah pengujian benih (Y12) dengan faktor-faktor kinerja meliputi peralatan laboratorium rutin (X11), peralatan non rutin (X12), peralatan laboratorium modern (X13), jumlah kendaraan dinas roda 2 (X14), planning
(perencanaan) bidang perbenihan (X21), organizing (pengorganisasian) bidang perbenihan (X22), controlling (pengawasan) bidang perbenihan (X24), jumlah PNS bidang perbenihan (X31), lama tingkat pendidikan PNS bidang perbenihan (X32), status sekolah negeri untuk PNS bidang perbenihan (X34), pelatihan bersifat spesifik yang pernah diikuti PNS bidang perbenihan (X35), persentase
keuangan bidang perbenihan (X4) dengan menggunakan metode Spearman diperoleh semua hasil hubungan tidak nyata.
Tetapi ada yang mempunyai hubungan nyata (signifikan) yaitu pada
hubungan jumlah benih yang disertifikasi (Y11) dengan actuating (pelaksanaan)
pada bidang perbenihan (X23) diperoleh hasil hubungan sebesar 0,872 merupakan hubungan sangat kuat. Hal ini dengan Sarwono (2006) bahwa artinya hubungan diatas 0,75 – 0,99 merupakan hubungan sangat kuat, dan juga perlu Jadi jumlah
pengujian benih (Y12) sudah sesuai dengan hasil kegiatan actuating
(pelaksanaan) pada bidang perbenihan (X23) untuk meningkatkan kinerja bidang
perbenihan. Pada tahun 2008-2012 diperoleh jumlah kegiatan actuating
(pelaksanaan) pada bidang perbenihan sebesar 6; 4; 4; 5; 7 kegiatan. Hasil ini menunjukkan adanya peningkatan meskipun pada tahun 2009 dan 2010 mengalami hasil yang konstan (tetap). Hasil signifikansi pengujian benih (Y12)
sudah sesuai dengan hasil kegiatan actuating (pelaksanaan) pada bidang
perbenihan (X23) sebesar 0,054 artinya pengaruh variabel jumlah pengujian benih (Y12) terhadap dengan jumlah actuating pada bidang perbenihan (X23) sebesar 5,4 % sedangkan sisanya 94,6% dipengaruhi oleh faktor lain.
Hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan faktor-faktor kinerja bidang proteksi meliputi peralatan laoratorium rutin (Z11), peralatan non rutin (Z12), peralatan laboratorium modern (Z13), jumlah kendaraan dinas roda 2 (Z14), planning (perencanaan) bidang proteksi (Z21),
organizing (pengorganisasian) bidang proteksi (Z22), actuating (pelaksanaan) bidang proteksi (Z23), controlling (pengawasan) bidang proteksi (Z24), jumlah PNS bidang proteksi (Z31), lama tingkat pendidikan PNS bidang proteksi (Z32),
status sekolah negeri untuk PNS bidang proteksi (Z34), pelatihan bersifat spesifik yang pernah diikuti PNS bidang proteksi (Z35), persentase keuangan bidang
proteksi (Z4) dengan menggunakan metode Spearman diperoleh semua hasil
hubungan tidak nyata.
Pelatihan bersifat spesifik yang pernah diikuti PNS bidang proteksi (Z35) diperoleh hasil tidak nyata karena sangat sedikit pelatihan spesifik yang diikuti oleh PNS bidang perbenihan, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persentase PNS bidang proteksi yang mengikuti pelatihan spesifik (%)
Tahun Persentase PNS bidang proteksi yang mengikuti
pelatihan spesifik (%) 2008 23 2009 43 2010 41 2011 40 2012 67 Sumber : Lampiran 42 – 46
Dari Tabel 9, dapat dilihat peningkatan persentase PNS bidang proteksi yang mengikuti pelatihan spesifik dari hanya 23% di tahun 2008; 43% di tahun 2009 menjadi 67 % di tahun 2012. Tetapi mengalami penurunan persentase PNS bidang proteksi yang mengikuti pelatihan spesifik dari 41% di tahun 2010 menjadi 40 % di tahun 2011. Sehingga jumlah tersebut masih belum memadai untuk meningkatkan kinerja bidang proteksi. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan jumlah pelatihan spesifik untuk seluruh pegawai bidang proteksi.
Tetapi ada yang mempunyai hubungan sangat nyata (sangat signifikan) yaitu pada hubungan jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah PNS bidang proteksi menurut jurusan pertanian (Z33) diperoleh hasil hubungan sebesar -0,973 merupakan hubungan negatif dan sangat kuat. Hal ini dengan literatur dari Sarwono (2006) bahwa artinya hubungan diatas 0,75-0,99
merupakan hubungan sangat kuat. Jadi jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah PNS bidang proteksi menurut jurusan pertanian (Z33) sudah sesuai dengan komposisi PNS jurusan pertanian di bidang proteksi. Hubungan antara dua variabel ini memiliki hubungan tanda negatif artinya jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2) dengan jumlah PNS bidang proteksi menurut jurusan pertanian (Z33) memiliki hubungan tidak searah. Hubungan tidak searah artinya jika semakin banyak jumlah PNS bidang proteksi menurut jurusan pertanian (Z33) maka semakin sedikit jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2), dan sebaliknya semakin sedikit jumlah PNS bidang proteksi menurut jurusan pertanian (Z33) maka semakin tinggi jumlah teknologi yang digunakan dan disediakan (Y2).
Data jumlah PNS bidang proteksi berdasarkan jurusan tamatan pertanian dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah PNS Bidang Proteksi Berdasarkan Jurusan Tamatan Pertanian
Tahun
Program Studi di Pertanian Agronomi Hama dan Penyakit
Tumbuhan
Teknologi Hasil
Pertanian Ilmu Pertanian Penyuluhan (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%)
2008 2 13,33 9 60,00 3 20,00 0 0,00 1 6,67 2009 2 11,76 9 52,94 3 11,76 2 11,76 1 5,88 2010 4 14,81 14 51,85 3 11,11 5 18,52 1 3,70 2011 4 14,81 14 51,85 3 11,11 5 18,52 1 3,70 2012 4 14,81 14 51,85 3 11,11 5 18,52 1 3,70 Rata- rata 3,20 13,91 12,00 53,70 3,00 13,02 3,40 13,46 1,00 4,73 Sumber : Data Kepegawaian BBPPTP Medan 2008-2012
Dari Tabel 10, dapat dilihat pada tahun 2008 - 2012 bahwa program studi pertanian PNS bidang proteksi yang terbanyak terdapat pada hama dan penyakit tumbuhan dengan rata-rata 12 orang dengan persentase 53,70 %. Seharusnya di bidang proteksi haruslah terfokus pada program studi hama dan penyakit
tumbuhan dan program studi yang lain tidaklah dibutuhkan karena di dalam pekerjaan di bidang proteksi sesuai dengan kajian ilmu pengetahuan yang diteliti di bagian proteksi dan tamatan dari program studi hama dan penyakit tumbuhan, hanya menerapkan kajian ilmu yang sudah dipelajari di perkuliahan.
Secara ringkas hubungan kinerja di bidang perbenihan dan proteksi BBPPTP Medan dengan sarana, manajemen, SDM dan keuangan disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11. Ringkasan Hubungan Kinerja di Bidang Perbenihan dan Proteksi BBPPTP Medan dengan Sarana, Manajemen, SDM dan Keuangan
No. Variabel Hubungan
1. Kinerja perbenihan dengan sarana Tidak signifikan
2. Kinerja perbenihan dengan manajemen Hanya signifikan dalam
hubungan jumlah
pengujian benih dengan
actuating
3. Kinerja perbenihan dengan SDM Hanya signifikan dalam
hubungan jumlah bibit
yang tersertifikasi
dengan PNS yang
berlatar belakang
pendidikan pertanian
4. Kinerja perbenihan dengan keuangan Tidak signifikan
5. Kinerja proteksi dengan sarana Tidak signifikan
6 Kinerja proteksi dengan manajemen Tidak signifikan
7. Kinerja proteksi dengan SDM Hanya signifikan dalam
hubungan teknologi yang
digunakan dan
disediakan dengan PNS yang berlatar belakang pendidikan pertanian
8. Kinerja proteksi dengan keuangan Tidak signifikan