• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden

4) Distribusi Responden Menurut Lapangan Pekerjaan, dan Penghasilan

5.2 Hasil Variabel-variabel Penelitian 1). Ketersediaan Air Untuk Irigasi

Berdasarkan data yang telah terkumpul, semua responden (100%) menyatakan memiliki kelompok/lembaga tradisional Subak yang bekerja secara aktif untuk pengairan sawah mereka. Jadi berkaitan dengan ketersediaan air sebenarnya tidaklah menjadi masalah untuk kelanjutan usaha pertanian sawah mereka. Seperti yang disampaikan oleh responden sawah yang mereka miliki memperoleh air yang memadai untuk pengairan sawah mereka. Dari total responden yang ada sebanyak 90 persen menyatakan bahwa sawah yang mereka miliki memperoleh air yang cukup atau memadai untuk pengairan sawah mereka, dan hanya sekitar 10 persen yang menyatakan tidak memperoleh air yang cukup untuk sawah mereka. Pertanyaannya juga dilanjutkan apakah sepanjang tahun tersedia air untuk pengairan sawah mereka, jawabannya sama yaitu sebanyak 90 persen responden menyatakan bahwa tersedia air sepanjang tahun untuk pengairan sawah mereka dan hanya 10 persen yang menyatakan sebaliknya. Mareka juga menyatakan tidak pernah berebut untuk mencari air baik dengan sesama petani maupun dengan sektor lainnya, yang dinyatakan oleh sekitar 96 persen responden, dan hanya 4 persen yang menyatakan sebaliknya. Semua pertanyaan ini dan jawaban responden mencerminkan bahwa tidak ada persoalan berkaitan dengan ketersediaan air untuk irigasi persawahan mereka, sehingga alasan untuk mengkonversi lahan pertanian yang sudah mereka lakukan dapat dikatakan

bukanlah bersumber dari kekurangan persediaan air untuk irigasi sawah dari responden. Dengan demikian barangkali ada faktor penting lainnya yang menjadi pendorong atau alasan mereka mengkonversikan lahan sawah mereka untuk kegiatan non pertanian lainnya.

2). Persepsi terhadap Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sering juga menjadi isu yang menyebabkan para petani mengkonversikan lahan pertanian mereka untuk kegiatan di luar sektor pertanian. Ketiadaan hasil pertanian yang memadai mengakibatkan para petani dapat merasa bahwa PBB yang harus dibayar merupakan beban atau memberatkan para petani. Dengan pandangan ini seringkali biaya untuk PBB ini menjadi factor yang ikut menentukan para petani untuk menjual ataupun mengkonversi lahan pertaniannya. Hal ini dapat terjadi jika mereka harus membayar pajak yang cukup banyak di satu sisi, sedangkan hasil dari sektor pertanian tidak mencukupi ataupun kalau mencukupi, beban terasa berat. Mengingat biaya PBB sangat tergantung dari lokasi dimana tanah tersebut berada, sehingga tetap ada kemungkinan biaya PBB mahal karena berada di lokasi tertentu, namun hasil dari lahan tersebut tidak memadai. Namun kondisi sebaliknya juga dapat terjadi, hasil lahan pertanian cukup bagus, namun biaya PBBnya tidak begitu mahal, sehingga petani mampu membayarnya.

Dalam penelitian ini ditanyakan persepsi responden tentang kemampuannya membayar pajak bumi dan bangunan yang dikenakan untuk lahan pertanian mereka. Berdasarkan jawaban responden dapat diketahui bagaimana persepsi responden, yaitu sebanyak 98 persen responden menyatakan mereka mampu membayar PBB untuk lahan pertanian mereka, dan hanya 2 persen yang menjawab sebaliknya. Kemampuan untuk membayar biaya PBB ini, aka nada hubungannya dengan persepsi responden tentang apakah PBB akan menjadi beban bagi mereka. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 92 persen responden menyatakan bahwa biaya PBB yang mereka bayar bagi lahan pertaniannya tidaklah menjadi beban, namun ada sekitar 8 persen yang menyatakan sebaliknya, dimana biaya PBB yang harus dibayar dirasakan menjadi beban bagi mereka. Walaupun hanya sedikit yaitu kurang dari 10 persen yang menyatakan biaya PBB menjadi beban, namun tetap harus diperhatikan sebagai variabel yang mungkin berkaitan dengan konversi lahan pertanian yang terjadi.

Kemampuan responden dalam membayar pajak PBB, akan berhubungan dengan keterlambatan dalam membayar pajak yang dapat diartikan responden menunggak dalam

membayar pajak PBB mereka. Hasil penelitian juga menunjukkan jawaban responden konsisten dengan jawaban-jawaban sebelumnya. Temuan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 96 persen responden menyatakan tidak pernah menunggak untuk membayar pajak, sedangkan sisanya hanya 4 persen responden yang menyatakan pernah menunggak dalam membayar pajak. Walaupun mereka yang tidak menunggak membayar pajak tidak selalu mencerminkan kemampuan membayar, namun berdasarkan konsistensi jawaban responden dari berbagai pertanyaan sebelumnya, dapat disimpulkan dengan kemampuan membayar yang dimiliki responden, menyebabkan mereka tidak pernah menunggak untuk membayar PBB. Apakah responden merasa terpaksa dalam membayar pajak PBB juga ditanyakan dalam penelitian ini. Hasil temuan menunjukkan jawaban responden seperti berikut yaitu sebanyak 96 persen responden menyatakan mereka tidak terpaksa membayar biaya PBB untuk lahan pertanian mereka. Hanya 4 persen responden yang merasa terpaksa membayar biaya PBB untuk lahan sawah mereka. Semua jawaban responden memang konsisten satu dengan yang lainnya. Dapat disimpulkan bahwa terdapat persepsi yang positif dari responden tentang biaya PBB yang harus mereka bayar untuk lahan pertanian mereka. Distribusi Biaya PBB yang dibayar oleh responden terlihat dalam Tabel 5.8 berikut.

Tabel 5.8: Distribusi Responden Menurut Biaya PBB yang Dibayar No Biaya PBB yang Dibayar

(Rp)

Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 < 100.000 19 38,0 2 100.000 - < 200.000 12 24,0 3 200.000 - < 300.000 8 16,0 4 300.000 - < 500.000 4 8,0 5 500.000 ke atas 7 14,0 6 Total 50 100,0

Sumber: Data Primer, 2013

Data Tabel 4.8 menunjukkan sebagian besar responden membayar PBB di bawah Rp. 200.000 per tahun yaitu sekitar 62 persen, sisanya yang membayar Rp.200.000,- ke atas sekitar 38 persen. Biaya PBB yang dibayar oleh responden ini tentu saja dapat dikatakan sangat relatif besar atau kecilnya, karena semuanya sangat tergantung dari nilai atau harga lahan pertanian

yang dimiliki serta luas lahan tersebut. Informasi yang lebih penting berkaitan dengan biaya PBB ini barangkali berkaitan dengan bagaimana persepsi responden tentang biaya PBB yang dibayar oleh mereka, seperti yang telah disampaikan sebelumnya.

3). Harga Produk Pertanian

Harga produk pertanian yang biasanya jauh lebih murah dibandingkan dengan harga-harga barang di luar/ non pertanian seringkali menjadi alasan petani untuk mengkonversikan lahan pertanian yang dimilikinya. Dalam penelitian ini juga ditanyakan mengenai pandangan responden tentang harga produk pertanian dibandingkan dengan harga produk yang dihasilkan oleh sektor lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden (100 persen) sependapat atau setuju bahwa harga produk pertanian yang mereka hasilkan relatif lebih murah jika dibandingkan dengan produk-produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor lainnya. Dengan pandangan seperti ini memang dapat menjadi alasan untuk menjual atau mengkonversikan lahan pertanian mereka. Selain itu berkaitan dengan hasil dari sektor pertanian juga diperoleh informasi dari hasil penelitian ini semua responden (100 persen) menyatakan bahwa hasil yang mereka dapatkan dari sektor pertanian tidak mencukupi guna membiayai seluruh kebutuhan sehari-hari. Dengan kondisi ini karena hasil dari sektor pertanian tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari, maka mendorong responden untuk mencari tambahan penghasilan di luar sektor pertanian. Dalam penelitian ini juga dikonfirmasikan mengenai kondisi tersebut. Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden mencari tambahan penghasilan di luar sektor pertanian untuk mencukupi kebutuhan hidup. Kondisi ini secara jelas memberikan informasi bahwa responden tidak dapat mengandalkan hasil dari lahan pertanian mereka, sehingga harus mencari tambahan atau bahkan mencari seluruh penghasilannya di luar sektor pertanian.

Hal lain yang juga berkaitan dengan hal-hal yang dapat mendorong masyarakat mengkonversikan lahan pertaniannya adalah berkaitan dengan kenaikan harga-harga di sektor pertanian jika dibandingkan dengan kenaikan harga-harga di luar sektor pertanian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden (100 persen) menyatakan bahwa kenaikan harga-harga hasil sektor pertanian tidak sebanding dengan kenaikan harga sektor lainnya. Kenaikan harga-harga produk sektor lainnya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan harga-harga produk pertanian yang mereka miliki. Kondisi ini dirasakan oleh responden juga sebagai salah satu factor yang dapat mendorong mereka untuk menjual ataupun

mengkonversikan lahan mereka untuk kegiatan lainnya di luar sektor pertanian. Walaupun akhir-akhir ini hasil dari produk pertanian seperti bawang merah maupun bawang putih, serta cabai relative mahal dipasaran, namun mereka tidak merasakan hal tersebut. Mereka memberikan persepsinya tentang perbandingan kenaikan harga di luar sektor pertanian dengan di sektor pertanian sesuai dengan kenyataan yang mereka rasakan. Secara umum di wilayah ini mereka adalah petani padi, sehingga kenaikan harga hasil produk pertanian di luar padi tidak akan memberikan dampak kepada mereka.