• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hatta di asah

Dalam dokumen T2 752011042 BAB III (Halaman 44-51)

B.1 Pembentukkan Pemikiran Hatta

B.1.2 Hatta di asah

Nenek Hatta dikabarkan memainkan peranan yang penting dalam mengasuhnya. Ia merupakan seorang ibu rumah tangga yang khas tradisional Minangkabau, yang tidak hanya mengendalikan persoalan rumah tangga saja, melainkan juga mengurus bisnis keluarga. Dalam ukuran apapun, ia seorang wanita yang memiliki kemauan luar biasa. Semasa muda, ia mendukung gerakan Padri, memakai baju hitam dan kerudung putih yang dikenakan sebagai baju muslimat yang taat. Keberanian dan ketegasannya merupakan legenda, termasuk cerita tentang bagaimana ia mengelus-elus sepucuk pistol di depan seorang pejabat Belanda di kantornya, menuntut ganti rugi atas hilangnya 30 ekor kuda yang ditembak serdadu Belanda. Selain itu, di kalangan keluarganya, Hatta diakui paling dekat memenuhi model kesempurnaan ibunya. Karena sang ibu mungkin di dalam diri Hatta merupakan cerminan dari kekuatan dan ketegasannya

sendiri.97

Dari keluarga ayahnya, Hatta banyak berkomunikasi dengan ayah gaeknya, yaitu Syekh Arsjad. Pada pertemuan pertamanya dengan Syekh Arsjad, Hatta menggambarkan ayah gaeknya itu, berumur sekitar 50 tahun. Badannya tegap berisi, selalu memakai jubah dan serban. Banyak teman-teman Syekh Arsjad yang datang kerumah, meminta petunjuk kepadanya perihal soal agama dan hal-hal yang lain. Dari sinilah Hatta sangat terkagum-kagum dengan sikap ayah gaeknya yang sangat memahami persoalan agama dan hal-hal yang lain. Dari sini juga Hatta

96 Adhe Firmansyah, Hatta, Si Bung yang Jujur & Sederhana, 20-22. 97 Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 7.

Gerald J. Tampi 752011042 | 74 mulai belajar banyak tentang bagaimana mesti hidup dan bergaul secara islam, selain itu Hatta juga sangat terkagum-kagum dengan perbendaharaan buku ayah gaeknya yang begitu banyak, yang tertulis dalam bahasa Arab. Menurut Hatta, Syekh Arsjad merupakan seorang ahli tarekat yang tahu bahwa otak anak kecil tidak boleh dibebani dengan ajaran agama yang sulit-sulit. Hal tersebut sangat dirasakan oleh Hatta, melalui penanaman paham Islam yang diuraikan dengan mudah oleh Syekh Arsjad. Hatta menguraikan, terdapat tiga ajaran pokok yang ditanamkan kepadanya, yaitu Allah Tuhan Yang Maha Esa dan Mahakuasa, Allah yang menjadikan segala

Yang ada di alam dan langit dan Allah memberikan kita sumber rezeki.98 Melalui pengajaran

Syekh Arsjad inilah, Hatta mulai sadar bahwa kesadaran sosial dan pengelolaan kebutuhan rakyat sendiri dengan penekanan bahwa Tuhan yang mencintai kita, otomatis harus dibarengi dengan penekanan saling mencintai antara sesama manusia. Dari kesadaran Hatta ini, ia medeskripsikan Syekh Arsjad merupakan seorang pemimpin Islam yang puritan dan asketik, tetapi sekaligus baik budi, seimbang dan manusiawi, seorang yang lebih menyukai perdamaian ketimbang fanatik agama yang memimpin jihad. Adapun unsur-unsur lain yang menarik menurut Hatta tentang Syekh Arsjad ialah bahwa Syekh Arsjad tidak mendukung konsep suatu Negara Islam, dengan mengutip Kekaiasaran Ottoman sebagai contoh mengenai keruntuhan politik yang

memburukkan nama Islam.99

Menurut Mavis Rose, sekalipun Hatta menghormati dan jelas memberikan perhatian terhadap Syekh Arsyad dan komunitas Batu Hampar, Hatta terlalu kuat terpengaruh oleh lingkungan kota modern serta oleh satu keluarga yang bergerak menjauh dari cara-cara tradisional untuk dipuaskan dengan jenis pendidikan lebih sempit yang ditawarkan oleh surau.

98Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi;Sebuah otobiografi

Mohammad Hatta, ( Jakarta: P.T. Kompas Media Nusantara 2011), 25-26. 99Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta, 10.

Gerald J. Tampi 752011042 | 75

Sekalipu demikian, masuknya Hatta kedalam sekolah dasar Belanda memang

memperhadapkannya dengan konflik rasial. Dalam memoranya, ia mencatat sebuah insiden yang mengganggu, ketika para pelajar Minangkabau diserang oleh anak-anak Eropa dan Indo karena

mendukug Turki dalam perang Balkan tahun 1912.100

Setelah lulus dari Europe Lagee School (ELS), Hatta melanjutkan pendidikannya ke

Meer Uitgerbreid Lagere School (MULO) pada tahun 1919 di Padang. Di MULO, Hatta memiliki guru agama yang bernama Haji Abdullah Ahmad yang membawa semangat modernism ala Muhammad Abdulah dai Mesir. “mereka setuju sekali”, tulis Hatta tentang kaum modernis yang dikaguminya itu, “apabila orang Islam memiliki selekas-lekasnya ilmu dan pengetahuan

yang disebarkan orang Barat…”. Ketika berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis

organisasi, sebagai bendahara Jong Sumateran Bond (JSB) cabang Padang. Di kota ini, Hatta

mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran tertibat Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah

Hatta mengenal pemikiran H.O.S Tjokroaminoto dalan surat kabar Utusan Hindia dan Agus

Salim dalam Neratja. Kesadaran politik Hatta semakin berkembang karena kebiasaannya

menghadiri ceramah-ceramah atas pertemuan-pertemuan politik. Salah satu tokoh politik yang

menjadi idola Hatta ketika itu adalah Abdul Muis.101

Aku kagum melihat cara Abdul Muis berpidato, aku asik mendengarnya suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayunan katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat

menarik perhatian dan membakar semangat.102

100Ibid.

101Abdul Muis merupakan pengarang roma n Salah Asuh, aktivis Sarekat Islam, anggota Volksraad dan penggiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Muda, Neratja, Hindia Baroe, Utusan Melayu dan

Peroebahan. Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 17. 102Ibid.

Gerald J. Tampi 752011042 | 76 Bulan Mei 1919 Hatta lulus ujian akhir MULO. Ia berusia hampir 17 tahun, suatu usia ketika secara tradisional seorang pemuda Minangkabau akan meninggalkan kenyamanan

rumahnya untuk pergi ke rantau. Hatta memutuskan untuk melamar masuk ke Prins

Hendrikschool, sebuah SMA dengan penekanan khusus pada mata pelajaran dagang. Dalam memoarnya, Hatta menyatakan bahwa pilihan ini tidak dilakukan demi kepentinhan dagang pribadi, tetapi untuk menambah sentimen kebangsaan. Menurut Hatta, pada saat ia semakin menyadari kerugian ekonomi yang diderita oleh rakyat karena masuk penjajahan ke alam

Minangkabau.103

Pertengahan Juni 1919,Hatta berangkat ke Betawi. Di sanalah untuk pertama kalinya diabertemu dengan Mak Etek Ayub, pamannya. Pria ini memainkanperanan penting dalam kehidupan sang keponakan. Ayub adalahperantau dari Bukit Tinggi. Ayahnya, Rais, seorang saudagar baranghutan di Payakumbuh, sahabat Ilyas Baginda Marah, kakek Bung Hatta.Di Betawi, Ayub mula-mula bekerja sebagai juru tulis seorang pedagangbangsa Jerman. Karena rajin, dia diangkat anak oleh sang majikan,bahkan diajari cara berdagang. Dan di kemudian hari, Ayub tumbuhmenjadi seorang saudagar besar tapi hidup sederhana. Ia memimpinMalaya Import Maatschappij dan Firma Djohan Djohor-yang menjadibuah bibir pribumi-toko-toko ternama karena aksi jual murahnya yangmemaksa toko-toko Cina di Pasar Senen, Pasar Baru, dan Kramat menurunkanharga barang. Suatu sore di akhir Agustus 1919, Hattamendatangi kantor Ayub di kawasan Patekoan. Saat itulah Ayubmenyatakan akan membiayai Hatta selama di Jakarta. "Uang sekolahdan belanja Hatta di sini Mak Etek yang tanggung. Jangan menyusahkanbagi orang di rumah," kata Ayub. Sejak saat itu, Mak Etek Ayubmemberikan uang belanja kepada Hatta sebesar 75 gulden sebulan.Jumlah ini jauh melebihi yang diperlukan anak muda itu sehingga

Gerald J. Tampi 752011042 | 77 uangkiriman dari kampung disimpannya di Bank Tabungan Pos. Mak EtekAyub pula yang memperkenalkan Hatta pada buku. Suatu sore di akhirAgustus, Ayub membawa Hatta ke toko buku di kawasan Harmonie. Iamembeli tiga buku tentang sosial dan ekonomi: Staathuishoudkunde karangan N.G. Pierson, De Socialisten yang disusun H.P. Quack, dan Het Jaar 2000 yang ditulis Belamy. "Inilah buku-buku yang bermulakumiliki yang menjadi dasar

perpustakaanku," tulis Bung Hatta.104

Oleh teman-temannya, Hatta diakui memiliki bakat alami dalam bidang keuangan. Oleh karena itu, ketika tiba di Jawa, Hatta sekali lagi diminta untuk bertugas menjadi bendahara, kali

ini pada cabang Jong Sumtranen Bond di Batavia. Satu keuntungan dengan menjadi pengurus

Jong Sumtranen Bond di Batavia ialah Hatta memiliki akses langsung kepada para pemimpin Sarekat Islam. Hatta sudah lama menjadi pengagum Haji Agus Salim, yang dikalangan gerakan nasionalis disebut sebagai “orang tua besar” meskipun kemudian dalam banyak hal Hatta tidak setuju dengannya. Dalam Memoarnya, Hatta menulis pertemuan pertama mereka berlangsung pada bulan Februari tahun 1920 di rumah Haji Agus Salim, di mana ia sering membuka pintu

rumahnya bagi diskusi tentang persoalan-persoalan bangsanya dan tujuan-tujuan politiknya.105

Cara berpikir Hatta semakin tajam karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman

sebagai bendahara Jong Sumtranen Bond pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan

asal Minangkabau yang bermukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota Jong Sumtranen Bond seperti Bhader Djohan106. Setiap hari sabtu sore, Hatta dan Bahder Djohan berkeliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Seperti, pemikiran tentang bagaimana mempersatukan pergerakan-pergerakan pemuda

104 Tim Tempo, Hatta: jejak yang melampaui zaman, ( Jakarta: KPG, 2010), 14-15. 105Mavis Rose, Indonesia Merdeka Biografi Politik Mohammad Hatta , 17.

Gerald J. Tampi 752011042 | 78

seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa dan Jong Ambon menjelma menjadi

Jong Indie? Pemikiran seperti ini juga, mendapat perhatian khusus oleh Amir dan Basuki dari Jong Java. Mereka berdua dalam suatu pertemuan, membentangkan ide Jong Indie tersebut. Mereka mendapat inspirasi dari Ir. Fournier, ketua Gerakan Theosofie di Hindia Belanda. Ir Fournier mengemukakan pendapat itu dengan mencontoh pergerakan pemuda di India. Namun cita-cita untuk menyatukan pergerakan-pergerakan pemuda di Hindia-Belanda belum mendapat tanggapan yang baik dari para pemuda, hal ini dikarenakan para pemuda-pemuda tersebut masih

berpegang kepada suku bangsa masing-masing.107Pokok persoalan lain yang kerap mereka

perbincangkan adalah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan, perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itu pun sudah ia beri nama Malaya. Mereka berdua sempat membagi pekerjaan. Bahder akan mengutamakan perhatian pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada persoalan organisasi dan pembiayaan

penerbitan. Namun karena berbagai hal, cita-cita tersebut tidak dapat diteruskan.108

Hatta mulai menetap di Belanda sekitar bulan September 1921. Kenang-kenangan Hatta selama minggu-minggu pertama di Belanda menunjukkan bahwa ia cepat bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Orientasi Belanda di dalam pendidikan yang ditempuhnya di Hindia Belanda mungkin bisa meghindari kejutan kebudayaan dan secara sosial ia tidak terasing. Untuk daerah perantauannya, Hatta tidak pernah menyesali fakta bahwa ia lebih memilih Eropa ketimbang Timur Tengah. Dalam sepucuk surat kepada seorang teman Minangkabau, Hatta mengakui bahwa “baik bagi orang Indonesia …. untuk bergaul dengan orang kulit putih yang

mereka hadapi di tanah air”.109 Hatta kemudian bergabung dengan Perhimpunan Hindia

107Mulyawan Karim (ed), Untuk Negeriku: Bukittinggi-Rotterdam lewat Betawi, 97. 108Salman Alfarizi, Hatta, Biografi Singkat 1902-1980, 18.

Gerald J. Tampi 752011042 | 79 (Indische Vereeniging). Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak

tibanya tiga tokoh Indische Partij yaitu Suwardi Suryanigrat, Douwes Dekker dan Tjipto

Mangunkusumo di Belanda pada tahun 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat

tulisan pada koran De Expres. Di Indische Vereeniging, pergerakan Hatta tak lagi tersekat oleh

ikatan kedaerahan, karena Indische Vereeniging berisi aktivis dari berbagai latar belakang

daerah. Hatta mengawali karier pergerakan di Indische Vereeniging pada tahun 1922 sebagai

bendahara. Waktu itu, terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging, ketua lama dr. Soetomo

diganti oelh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka

dimasa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan mengganti nama Indische

Vereeniging menjadi IndonesischeVereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum

itu pula, salah seorang anggota Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang mereka akan

membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.110

Kekritisan Hatta dalam menganalisis kenyataan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang terjajah merupakan hasil dari kehidupannya sebagai pemuda Minangkabau yang dibalut oleh pandangan Islam Modern serta diasah oleh berbagai ragam bacaan dan diskusi-diskusi dengan beberapa tokoh nasional seperti H. Agus Salim dll. Selain itu pengalaman Hatta menjadi pengurus dalam beberapa organisasi kepemudaan, mempengaruhi cakrawala pemikiran Hatta akan gerakan kebangsaan.

Gerald J. Tampi 752011042 | 80

Dalam dokumen T2 752011042 BAB III (Halaman 44-51)

Dokumen terkait