• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem yang mengidentifikasikan bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut dengan tujuan menjamin keamanan pangan. HACCP merupakan suatu alat untuk mengidentifikasi bahaya dan menetapkan sistem pengendaliannya yang diarahkan pada tindakan pencegahan dan tidak bergantung pada pengujian produk akhir (Fardiaz, 1996). Dalam rangkaian produksi harus ditetapkan titik-titik proses yang kemungkinan menimbulkan bahaya. Pengawasan dan usaha pencegahan akan terjadinya bahaya perlu ditetapkan pada titik-titik kritis tersebut. Hal ini akan menjamin kestabilan kualitas produk, meringankan pekerjaan dalam hal inspeksi dan pengujian produk akhir (Mortimore dan Wallace, 1995). Ketika HACCP diterapkan dengan baik maka dapat digunakan untuk mengendalikan setiap area atau titik dalam sistem pangan yang dapat menimbulkan kondisi bahaya, baik itu kontaminan, mikroba patogen, bahaya fisik, kimia, bahan baku, proses, penggunaan di tangan konsumen atau kondisi penyimpanan (Pierson dan Corlett, 1992).

Tujuan penerapan HACCP dalam industri pangan adalah mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan

guna memenuhi tuntutan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi massal dan didistribusikan. Sebagai salah satu industri pangan yang sedang melakukan kapasitas produksi dan penjualan, PT Pangan Rahmat Buana perlu menerapkan sistem HACCP.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif, dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste. Keuntungan lainnya, kepercayaan dan loyalitas pelanggan (customer) dapat meningkat karena mendapat jaminan terhadap keamanan produk yang dibeli, serta meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab karyawan industri pangan itu sendiri untuk melakukan proses pengolahan dengan baik.

Penerapan HACCP dalam industri pangan sangat memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan, atau yang lebih dikenal sebagai komitmen manajemen. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sistem HACCP dapat membutuhkan biaya yang besar, perhatian penuh dari seluruh karyawan, dan kerjasama yang baik antara manajemen dengan karyawan. Di samping itu, agar penerapan HACCP ini sukses, maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu, telah diterapkannya SSOP dan GMP.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana HACCP adalah bahwa rencana HACCP secara prinsip harus selalu memenuhi kaidah SMART, yaitu simple, measurable, achievable, real, dan time bound, atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa penyusunan rencana HACCP adalah write what you do and do what you write (Thaheer, 2005). Rencana HACCP harus dibuat secara sederhana agar dapat dipahami hingga tingkat karyawan, dapat dicapai sehingga bukan berupa suatu

rencana muluk, dan keberhasilan pengendalian titik kritis harus jelas batas waktunya.

Sejak Codex Guidelines for the Application of the HACCP System diadopsi oleh FAO/WHO Codex Alimentarius Commission pada tahun 1993, termasuk the Codex Code on General Principles direvisi untuk mencakup sistem HACCP, beberapa negara di dunia mulai mengubah sistem keamanan pangan dari end product testing menuju aplikasi HACCP. Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 tahap yang terdiri dari 5 langkah dan 7 prinsip HACCP, yaitu: (a) pembentukan tim HACCP, (b) deskripsi produk, (c) identifikasi konsumen, (d) penyusunan diagram alir proses produksi, (e) verifikasi diagram alir proses produksi, (f) identifikasi bahaya pada setiap tahapan proses produksi dan tindakan pencegahan, (g) penetapan Critical Control Point (CCP), (h) penetapan batas kritis, (i) pemantauan pada setiap CCP, (j) tindakan koreksi terhadap penyimpangan, (k) pencatatan dan dokumentasi, dan (l) penetapan prosedur verifikasi.

a. Pembentukan tim HACCP

Pembentukan tim HACCP merupakan kesempatan baik untuk memotivasi dan menginformasikan tentang HACCP kepada karyawan. Seleksi tim sebaiknya dibentuk oleh ketua tim (atau koordinator tim, yang diangkat lebih dahulu), atau oleh seorang ahli HACCP (bisa dari luar atau dalam pabrik). Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP secara efektif. Pembentukan tim dari berbagai divisi unit usaha atau disiplin yang mempunyai kekhususan ilmu pengetahuan dan keahlian yang tepat untuk produk.

Hal yang terpenting adalah mendapatkan tim dengan komposisi keahlian yang besar (multidisiplin) sehingga dapat mengumpulkan dan mengevaluasi data-data teknis, serta mampu mengidentifikasi bahaya dan mengidentifikasi titik-titik kendali kritis. Orang-orang yang dilibatkan dalam tim yang ideal adalah meliputi beberapa departemen

berbeda yang terdapat di dalam suatu industri pangan. Tim harus mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan pangan. Jika masalah yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu meminta saran dari ahli atau konsultan HACCP.

Di PT Pangan Rahmat Buana, tim HACCP bertanggung jawab dalam menyusun, menerapkan, memutakhirkan, dan mendistribusikan HACCP Plan di lingkungan pabrik PT Pangan Rahmat Buana. Tim HACCP dibentuk dari beberapa personil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disesuaikan dengan unit-unit kerja proses produksi di PT Pangan Rahmat Buana. Setiap anggota dari berbagai disiplin ilmu tersebut bertanggung jawab dalam memantau setiap aspek-aspek yang telah ditetapkan sebagai titik-titik kritis. Hampir seluruh anggota tim HACCP telah diikutsertakan dalam pelatihan HACCP sehingga telah mempunyai sertifikat kompetensi HACCP dan cukup memahami konsep HACCP. Susunan tim HACCP PT Pangan Rahmat Buana dapat dilihat pada Tabel 6.

Pada saat kegiatan magang, di dalam rencana HACCP yang disusun juga diuraikan kualifikasi setiap personil yang tergabung dalam tim HACCP, tugas dan tanggung jawab setiap anggota tim. Hal ini bertujuan memberikan gambaran kerja (job description) yang jelas bagi setiap anggota tim sehingga penerapan HACCP diharapkan dapat berjalan dengan baik. Tugas, tanggung jawab, dan gambaran kerja bagi setiap anggota tim pada intinya adalah berupa rangkuman dari

gambaran kerja (job description) setiap personil pada jabatannya dalam perusahaan, ditambah dengan tugas-tugas utama yang

berhubungan dengan jaminan keamanan pangan. Kualifikasi, tugas dan tanggung jawab, serta pekerjaan tim HACCP dapat dilihat pada

Lampiran 11.

Tabel 6. Susunan tim HACCP PT Pangan Rahmat Buana

Jabatan dalam Perusahaan Jabatan dalam Tim HACCP

Production Manager Ketua Tim HACCP

Sales&Marketing Manager Ketua Tim ISO

QC Officer Ketua Tim Validasi HACCP

Secretary Sekretaris

Production Supervisor Anggota

PPIC Officer Anggota

R&D Officer Anggota

Raw Material Warehouse

Coordinator Anggota

Finish Good Warehouse

Coordinator Anggota

Warehouse&Maintenance

Assistant Manager Anggota

Maintenance Anggota

Sales&Marketing Admin Anggota

Purchasing Supervisor Anggota

HRD&GA Supervisor Anggota

Finance&Accounting Manager Anggota Sumber: PT Pangan Rahmat Buana (2007)

b. Deskripsi Produk

Deskripsi produk adalah perincian informasi lengkap mengenai produk (Thaheer, 2005). Deskripsi produk harus dibuat karena akan menjadi sangat bermanfaat pada saat memasuki tahap pembuatan rencana HACCP selanjutnya. Pembuatan diagram alir akan mengacu pada deskripsi produk yang telah dibuat. Deskripsi produk harus digambarkan termasuk informasi mengenai komposisi, struktur kimia/fisika, perlakuan-perlakuan (pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengeringan, pengasapan), pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, persyaratan standar, metode pendistribusian, dan lain-lain (Winarno dan Surono, 2002). Produk yang akan dibuatkan rencana HACCP di PT Pangan Rahmat Buana dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok besar produk roti, yaitu kelompok roti tawar, kelompok roti manis, kelompok roti sobek, kelompok buns (burger dan hotdog), dan kelompok bread crumb. Pengelompokkan ini dilakukan karena setiap kelompok produk tersebut berbeda dari segi jenis bahan yang digunakan, proses pengolahan dan perlakuan penyimpanan produk jadi. Pada saat magang, pembuatan deskripsi produk juga dipilah menjadi 5 kelompok besar tersebut. Deskripsi produk yang diuraikan adalah merek produk, komposisi produk, uraian singkat mengenai produk, struktur kimia dan fisik, microcidal/static treatment, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemas, masa simpan dan storage condition, sasaran konsumen, metode distribusi, label instruksi, metode penjualan, label kemasan, standar SNI yang diacu, dan persyaratan pelanggan. Deskripsi produk PT Pangan Rahmat Buana yang telah dibuat selama magang secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12-18, sedangkan uraian standar SNI produk yang diacu dapat dilihat pada Lampiran 19.

Setiap produk yang akan dikendalikan melalui penerapan sistem HACCP terlebih dahulu harus ditentukan rencana penggunaannya atau dengan kata lain harus diidentifikasi terlebih dahulu sasaran konsumennya (Thaheer, 2005). Peruntukan penggunaan harus didasarkan kepada kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen. Tujuan penggunaan ini harus didasarkan pada manfaat yang diharapkan dari produk oleh pengguna atau konsumen. Pengelompokan konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk. Tujuan penggunaan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua populasi atau tidak. Ada lima kelompok populasi konsumen yang sensitif atau peka terhadap bahan pangan tertentu, yaitu manula, bayi, wanita hamil, orang sakit, dan orang dengan daya tahan terbatas (immunocompromised). Produk roti yang dihasilkan PT Pangan Rahmat Buana ditujukan bagi masyarakat umum.

d. Penyusunan diagram alir

Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-produk yang mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi, maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting. Kasus seperti itu terjadi pula pada beberapa jenis produk PT Pangan Rahmat Buana, karena ada produk yang mengalami penanganan suhu (conditioning) -20oC selama proses distribusi, yaitu produk frozen buns (burger dan hotdog) dan bread crumb.

Diagram alir proses disusun dengan tujuan menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat

juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya. Diagram alir harus meliputi tahap-tahap dalam proses secara jelas mengenai rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi, penyimpanan, dan penundaan dalam proses, bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam proses seperti bahan baku, pengemasan, air, dan bahan kimia, keluaran dan proses seperti limbah, pengemasan, bahan baku, product in progress, product rework, dan produk-produk yang dibuang (ditolak).

Teknik membuat diagram alir sangat beragam atau belum ditetapkan standar baku, namun pada umumnya perusahaan membuat simbolisasi dalam diagram alir dengan penjelasan yang memadai (Thaheer, 2005). Simbolisasi juga diterapkan dalam pembuatan diagram alir proses produksi di PT Pangan Rahmat Buana. Simbolisasi juga memudahkan pengguna rencana HACCP untuk memahami diagram alir apabila proses produksi yang dilakukan tergolong rumit. Simbolisasi yang digunakan pada diagram alir proses produksi di PT Pangan Rahmat Buana dapat dilihat pada Tabel 7. Diagram alir yang telah dibuat selama magang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20 sampai Lampiran 31. Beberapa jenis kegiatan diberikan keterangan singkat untuk menjelaskan lebih rinci kegiatan tersebut dan memudahkan verifikasi.

Tabel 7. Simbolisasi pada diagram alir proses produksi

Simbol Arti

Bahan masukan (input) Kegiatan yang mengambil keputusan

Penyimpanan Langkah atau proses Proses yang melibatkan inspeksi

Distribusi Arus kegiatan dan bahan

e. Verifikasi Diagram Alir

Diagram alir yang telah dibuat seringkali masih belum sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Proses verifikasi diagram alir harus dilakukan secara hati-hati dan teliti terhadap keseluruhan lini proses (Thaheer, 2005). Rangkaian kegiatan verifikasi diagram alir biasanya berupa pengamatan aliran proses, kegiatan pengambilan sampel, wawancara, dan operasi rutin maupun non rutin. Bila ternyata diagram alir tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, harus dilakukan modifikasi. Pada saat kegiatan magang berlangsung dilakukan verifikasi terhadap diagram alir yang sudah dibuat, dengan cara mengamati kembali lini proses yang terjadi serta mewawancarai karyawan pada setiap bagian. Diagram alir yang sudah dibuat dan diverifikasi kemudian didokumentasikan.

f. Identifikasi (analisis) bahaya

Bahaya adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen secara negatif yang meliputi bahan biologis, kimia, atau fisik di dalam, atau kondisi dari, makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan (Pierson dan Corlett, 1992). Analisis bahaya yang merupakan prinsip pertama dari HACCP ini mencakup identifikasi semua potensi bahaya, analisis bahaya, dan pengembangan tindakan pencegahan. Analisis bahaya merupakan evaluasi secara sistematik pada makanan spesifik dan bahan baku atau ingridien untuk menentukan risiko (Thaheer, 2005).

Identifikasi bahaya dilakukan dengan mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap dan sedapat mungkin mengidentifikasi tindakan pencegahannya. Terdapat beberapa jenis bahaya dalam bisnis pangan yang dapat mempengaruhi secara negatif atau membahayakan konsumen, yaitu bahaya biologis, bahaya kimia, dan bahaya fisik. Analisis ini dapat menuntun mengidentifikasi daerah

sensitif di aliran proses produksi yang memungkinkan menimbulkan bahaya. Analisis bahaya seharusnya mencakup: (a) kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat pengaruhnya terhadap kesehatan, (b) evaluasi kualitatif dan kuantitatif dari bahaya, (c) ketahanan hidup atau perkembangan bahaya potensial mikroorganisme, (d) produksi atau keberadaan toksin, bahan kimia atau fisik dalam makanan, (e) kondisi yang mempunyai kecenderungan menuju terjadinya bahaya. Menurut Thaheer (2005), ruang lingkup bahaya pada saat analisa bahaya terdiri atas bahan baku (materials), proses pengolahan (methods), peralatan pabrik (machines), karyawan (manpower), infrastruktur dan lingkungan pabrik (infrastructure and environment).

Tindakan pencegahan untuk setiap potensi bahaya adalah semua kegiatan dan aktivitas yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya atau memperkecil pengaruhnya atau keberadaan sampai pada tingkat yang dapat diterima (Pierson dan Corlett, 1992). Lebih dari satu tindakan pencegahan yang mungkin dibutuhkan untuk pengendalian bahaya-bahaya yang spesifik dan lebih dari satu bahaya yang mungkin dikendalikan oleh tindakan bahaya spesifik. Karena konsep HACCP adalah mempunyai sifat pencegahan, maka dalam mendesain HACCP, tindakan pencegahan harus selalu diperhatikan.

Dalam menentukan tingkat signifikansi bahaya, tahap yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah penentuan tingkat risiko terjadinya bahaya (risk) dan tingkat keparahan bahaya tersebut (severity). Penentuan tingkat risiko terjadinya bahaya dapat dilihat dari peluang terjadinya bahaya pada setiap bahan baku dan tahapan proses. Pada saat kegiatan magang berlangsung dilakukan penentuan tingkat risiko dan tingkat keparahan bahaya. Peluang terjadinya bahaya didasarkan pada data kasus bahaya di PT Pangan Rahmat Buana. Risiko bahaya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

1. Low risk, yaitu jika kasus dapat terjadi kurang dari 3 kali dalam kurun waktu setahun.

2. Medium risk, yaitu jika bahaya dapat terjadi 3 – 5 kali dalam kurun waktu setahun,

3. High risk, yaitu jika bahaya dapat terjadi lebih dari 5 kali dalam kurun waktu setahun atau kemungkinan terjadinya setiap bulan.

Tingkat keparahan (severity) juga dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tingkatan berdasarkan pengaruh bahaya yang terjadi terhadap kesehatan konsumen, yaitu:

1. Low severity, yaitu jika bahaya mengakibatkan gangguan kesehatan yang ringan atau dapat ditangani sendiri hingga pulih.

2. Medium severity, yaitu jika bahaya mengakibatkan gangguan kesehatan yang cukup berat sehingga membutuhkan penanganan khusus (rawat inap) di rumah sakit.

3. High severity, yaitu jika bahaya mengancam jiwa manusia atau mengakibatkan kematian setelah mengkonsumsi produk. Justifikasi tingkat resiko dan keparahan tentunya akan berbeda-beda pada setiap industri, sehingga masing-masing industri seharusnya dapat mengumpulkan data secara lengkap agar proses justifikasi bahaya menjadi lebih mudah. Pertimbangan terhadap pengelompokan tingkat resiko dan keparahan dapat dilakukan bersama-sama dalam pertemuan tim HACCP. Setelah memperoleh tingkat risiko dan keparahan bahaya untuk masing-masing bahan baku dan tahapan proses, selanjutnya dapat ditentukan tingkat signifikansi bahayanya, melalui Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Penentuan tingkat signifikansi bahaya Keparahan (Severity)

Low (L) Medium (M) High (H) Risiko

(Risk)

High (H) Signifikan (S) Signifikan (S) Signifikan (S) Medium (M) Tidak Signifikan (TS) Signifikan (S) Signifikan (S)

Low (L)

Tidak Signifikan (TS) Tidak Signifikan

Thaheer (2005) menyebutkan tiga perangkat yang dapat dipergunakan sebagai evaluasi signifikansi bahaya adalah ketaatan terhadap regulasi formal, ketersediaan prerequisites, serta evaluasi keparahan dan peluang. Dalam menentukan signifikansi bahaya selama kegiatan magang berlangsung, hal-hal yang dilakukan adalah:

• melakukan tinjauan lapang di gudang bahan baku, ruang produksi, hingga gudang barang jadi, termasuk peninjauan proses distribusi yang dilakukan,

• melakukan evaluasi ketaatan pemasok bahan baku terhadap regulasi, yaitu dengan memeriksa rekap berita acara pemusnahan bahan baku yang pernah dilakukan di gudang bahan baku dan sertifikat yang dimiliki oleh pemasok (certificate of analysis, certificate of conformity, maupun certificate of quality),

• melakukan evaluasi kepatuhan karyawan terhadap prerequisite program; hal ini mencakup pelaksanaan sanitasi dan higiene, dan pengendalian hama,

• meninjau regulasi teknis yang tersedia terhadap bahan baku; dalam hal ini PT Pangan Rahmat Buana mengacu pada SNI setiap bahan baku yang digunakan, jika tidak tersedia standar atau regulasi maka perusahaan menetapkan sendiri mutu yang diharapkan terhadap bahan baku yang akan diterima,

• melakukan evaluasi kesesuaian kualitas produk akhir terhadap regulasi; dalam hal ini PT Pangan Rahmat Buana mengacu pada SNI Roti (SNI-01-3840-1995, dapat dilihat pada lampiran),

• melakukan evaluasi terhadap keluhan produk dari konsumen, • meninjau referensi lainnya seperti informasi terbaru

mengenai bahaya pada suatu bahan makanan, kasus keracunan maupun buku-buku mengenai bahaya keamanan pangan dan teknologi pengolahan.

Bahaya yang telah teridentifikasi pada tahap analisis bahaya sebagai bahaya signifikan selanjutnya dibuat suatu tindakan pencegahan agar bahaya tersebut tidak dapat mencemari bahan baku maupun proses. Untuk itu, GMP dan SSOP sebagai prerequisite program sangat penting untuk dilaksanakan dengan baik karena merupakan salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan. Pada Lampiran 32 sampai Lampiran 37 dapat dilihat analisis bahaya terhadap bahan baku yang digunakan dan analisis bahaya terhadap proses produksi lima kelompok besar produk beserta tindakan pencegahannya.

g. Penentuan Critical Control Point (CCP)

Tahap kunci dari proses penyusunan dan penerapan HACCP adalah penetapan Critical Control Point (CCP). CCP adalah setiap tahap atau setiap titik dalam rantai produksi pangan dari bahan baku sampai produk jadi, dimana kehilangan kendali dapat mengakibatkan risiko keamanan pangan yang tidak dapat diterima (Pierson dan Corlett, 1992). Menurut Humber di dalam Kusuma (2002), Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik atau prosedur di dalam sistem pengadaan pangan yang jika tidak dikendalikan dengan baik, kemungkinan besar dapat mengakibatkan resiko bahaya kesehatan yang tinggi. CCP ditentukan setelah mengidentifikasi semua potensi bahaya pada setiap tahapan proses produksi beserta tindakan pencegahannya. CCP dapat diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi, potensi bahaya, signifikansi bahaya, dan tindakan pencegahan yang sudah ditetapkan. Menurut Thaheer (2005), penentuan CCP dapat meliputi beberapa bagian, yaitu bahan mentah, lokasi/kondisi/lingkungan, praktik kerja, dan prosedur atau tahap proses. Keempat bagian tersebut dapat dikendalikan untuk menghilangkan/mencegah bahaya, atau mengurangi bahaya.

Untuk membantu menemukan dan menetapkan CCP dengan benar, Codex Alimentarius Commission GL/32 1998,telah memberikan pedoman berupa Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision

Tree). Contoh Diagram Pohon Keputusan CCP tersebut juga dimuat dalam SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point – HACCP) serta Pedoman Penerapannya. Diagram Pohon Keputusan adalah seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan memfasilitasi dan membawa tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan. Penggunaan diagram ini membawa pola pikir analisis yang terstruktur dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten pada setiap tahap dan setiap bahaya yang teridentifikasi. Pada Gambar 3 dapat dilihat contoh CCP Decision Tree.

Hasil penetapan titik kendali kritis (CCP) terhadap bahan baku dan proses produksi secara lengkap disajikan pada Lampiran 38 sampai dengan Lampiran 43.

Adakah tindakan pencegahan?

P1

Ya Tidak

Apakah pencegah pada tahap ini perlu untuk keamanan pangan?

Tidak Bukan CCP Berhenti

Ya

Lakukan modifikasi tahapan pada proses/produk

Apakah tahapan ini ditujukan untuk menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?

P2 Ya

Tidak

P3 Apakah bahaya dapat terjadi atau meningkat sampai melebihi batas?

Ya Tidak Bukan CCP Berhenti

P4 Apakah tahap selanjutnya dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?

Ya Tidak

Bukan CCP Berhenti

Gambar 3. CCP Decision Tree h. Penentuan Batas Kritis dari Setiap CCP

Penetapan batas kritis merupakan batas-batas kritis pada CCP yang ditetapkan berdasarkan referensi dan standar teknis serta observasi unit produksi. Batas kritis ini tidak boleh terlampaui, karena batas kritis ini sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol. Beberapa contoh parameter batas kritis yang umumnya digunakan adalah suhu, waktu, kadar air, jumlah bahan tambahan, berat bersih, dan lain-lain.

Batas kritis harus ditentukan untuk setiap CCP, dan dalam kasus tertentu, parameter batas kritis pada setiap CCP dapat berjumlah lebih dari satu. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam

Dokumen terkait