• Tidak ada hasil yang ditemukan

G. Hikmah Upah (Ujrah)

Bentuk sewa menyewa ini dibutuhkan dalam kehidupan manusia, oleh karena Syari’at Islam membenarkannya. Seseorang terkadang dapat memenuhi salah satu kebutuhan hidupnya tanpa melakukan pembelian barang karena jumlah uangnya yang terbatas, misalnya menyewa rumah, sementara yang lainnya memiliki kelebihan rumah dan dapat menyewakan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan lainnya.

Tidak semua dapat membeli kendaraan karena harganya yang tidak terjangkau. Namun demikian setiap orang dapat menikmati kendaraan dengan cara menyewa. Demikian juga banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sendiri, karena terbatasnya tenaga dan keterampilan. Misalnya mendirikan bangunan, dalam keadaan dimana kita mesti menyewa tenaga buruh yang memiliki kesanggupan dalam pekerjaan tersebut.26

26

suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia atau pengerah tenaga kerja. Ini berarti ada dua perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang terlibat menyeleksi, melatih dan mempekerjakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainnya. Dengan demikian perusahaan yang kedua tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan tenaga kerja yang bekerja padanya. Hubungan ini hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerja.3

2. Sejarah Perkembangan Outsourcing

Pada tahun 1970 dan 1980, perusahaan-perusahaan berusaha dalam persaingan global, tetapi mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, risiko usaha dalam segala hal, termasuk risiko ketenagakerjaan pun meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing pada dunia usaha. Untuk meningkatkan keluwesan dan kreativitasnya, banyak perusahan besar yang membuat strategi baru dengan konsentrasi pada bisnis inti, mengidentifikasikan proses kritikal, dan memutuskan hal-hal yang harus di-

outsource.4

3

Wang Muba, “Tenaga Kerja Outsourcing”, Artikel di akses pada 16 oktober 2009 dari http://wangmuba.com

4

Awal timbulnya outsourcing pada perusahaan adalah untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan. Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut:

a. Perubahan paradigma di Negara Barat dari pekerja adalah asset terbesar perusahaan menjadi pekerja adalah kewajiban terbesar perusahaan

b. Perbahan paradigma dari pandangan kerja tradisional bahwa pekerja melayani sistem menjadi pandangan kerja modern bahwa sistem harus melayani pekerja.

c. Sistem pengembangan karir pada sistem organisasi yang ada saat ini cenderung menghasilkan sebagian orang terbuang.

d. Keterbatasan teknologi otomatisasi.5

Namum dengan perkembangan zaman, tujuan dari outsourcing tidak hanya untuk membagi risiko ketenagakerjaan, tetapi menjadi lebih kompleks. Outsourcing telah menjadi alat manajemen, serta bukan hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi untuk mendukung dan sasaran bisnis. Berdasarkan hasil survey outsourcinginstitute ada beberapa alasan mengapa perusahaan-perusahaan melakukan outsourcing. Alasan-alasan tersebut antara lain untuk:

5

a. Meningkatkan fokus perusahaan

b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia

c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering. d. Membagi resiko

e. Sumber daya sendiri dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain

f. Memungkinkan tersedianya dana kapital g. Menciptakan dana segar

h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi. i. Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri

j. Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola.6

Alasan-alasan nomor 1 sampai dengan nomor 5 di atas merupakan target jangka panjang dan bersifat strategis sedangkan alasan nomor 6 sampai dengan 10 lebih bersifat taktis atau yang mempengaruhi operasi dan bisnis perusahaan sehari-hari.7 Alasan lainnya adalah alasan transformasional

(perubahan), yaitu:

a. Membawa solusi baru kepada nasabah lebih cepat b. Reaksi untuk mempersingkat daur hidup produk

6

Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, Proses Bisnis Outsourcing (Jakarta: PT Grasindo, 2003), cet 1., h. 4

7

c. Mendefinisikan ulang hubungan dengan penyedia jasa dan rekan bisnis

d. Mengungguli pesaing

e. Masuk ke pasar-pasar yang baru dengan resiko kecil.8 3. Landasan hukum outsourcing

Dalam undang-undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, praktik alih daya dikenal dalam dua bentuk, yaitu pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja, yang diatur dalam pasal 64, 65, dan 66 sebagai berikut:

Pasal 64

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Pasal 65

(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

8

b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan

c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.

(3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

(4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh

dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66

(1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.9

Sementara itu, pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang tata cara perizinan perusahaan penyedia jasa pekerja dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia

9

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, Pasal 64,65, & 66 Tentang Ketenagakerjaan, File UU ini di akses pada tanggal 16 Juli 2010 dari http://pkbl.bumn.go.id/file/UU-13-2003-ketenagakerjaan.pdf

No.Kep.220/Men/X/2004 Tahun 2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.10

Untuk menentukan suatu kegiatan apakah termasuk kegiatan pokok (kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi) atau kegiatan penunjang (yang tidak berhunbungan langsung dengan proses produksi), yaitu dengan melihat akibat dari keberadaan kegiatan (satu pekerjaan). Apabiala tanpa kegiatan tersebut perusahaan tetap dapat berjalan dengan baik, maka kegiatan itu termasuk kegiatan penunjang. Akan tetapi sebaliknya, apabila tanpa kegiatan yang dimaksud, proses kegiatan perusahaan menjadi terganggu dan tidak dapat berjalan, maka kegiatan itu termasuk kegiatan pokok.11

4. Perjanjian outsourcing

Perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata pasal 1313 yang berbunyi, ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Dengan adanya pengertian tentang perjanjian, maka bisa diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan

10

Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiri Abadi, 2009), cet. Ke-1., h. 1

11

seimbang. Hal ini akan berlainan jika pengertian perjanjian tersebut dibandingkan dengan kedudukan perjanjian kerja.12

Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak atau

freedom of contract. Maksud asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan macam apapun, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.13 Suatu perjanjian agar keberadaannya diakui oleh undang-undang (legally concluded contract) harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.14

Apabila dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 syarat, maka dalam hukum ketenagakerjaan secara khusus diatur dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 pasal 52, sebagai berikut:

Pasal 52

Dokumen terkait