• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam kehidupan ini, banyak kita jumpai perbedaan tingkat upah. Pebedaan upah bisa kita lihat antara pekerja intelektual dan pekerja kasar, antara pekerja-pekerja terampil dan pekerja-pekerja tidak terampil. Adakalanya perbedaan upah itu sangat mencolok sekali. Ada upahnya hanya cukup untuk hidup, ada yang memungkinkan suatu kahidupan yang menyenangkan dan ada pula yang memungkinkan suatu kehidupan yang mewah. Ada beberapa faktor penting yang menjadi sumber dari perbedaan upah, yaitu:

1. Perbedaan jenis pekerjaan

2. Perbedaan kemampuan, keahlian, dan pendidikan

3. Pertimbangan bukan keuangan dalam memilih pekerjaan.14

4. Ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja.15

Dalam beberapa hal, hukum Islam mengakui adanya perbedaan upah diantara tingkat pekerja. Karena adanya perbedaan kemampuan serta bakat yang

13

AH. Azharudin Lathif, Fikh muamalah., h. 127-128 14

Payaman P. Simajuntak, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta :LPFE UI, 1998), cet ke-2., h. 38

15

mengakibatkan perbedaan penghasilan dan hasil material. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nissa:

)

ءﺎ ا

( ٢ : /

Artinya :

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S An-Nissa ayat / 4 : 32)

Berdasarkan ayat di atas bahwa penentuan upah pekerja didasarkan atas

kemampuan atau profesionalisme16 dan Pendekatan Al-Quran dalam hal

penentuan upah berdasarkan pertimbangan dan bakat ini merupakan salah satu sumbangan terpenting bagi kemajuan peradaban manusia. 17

16

Abdul Hamid Mursi, SDM Produktif: Pendekatan dan Sains, (Jakarta: Gema Insani Press, 1987), h. 156

17

Islam menawarkan suatu penyelesaian yang sangat baik atas masalah upah dan menyelamatkan kepentingan kedua belah pihak, kelas pekerja dan para majikan tanpa melanggar hak-hak yang sah dari majikan. Seorang majikan tidak dibenarkan bertindak kejam terhadap kelompok pekerja dengan menghilangkan hak sepenuhnya dari bagian mereka. Upah ditetapkan dengan cara yang paling tepat tanpa harus menindas pihak manapun. Setiap pihak memperoleh bagian yang sah dari hasil kerja sama mereka tanpa adanya ketidakadilan terhadap pihak lain. Prinsip pemerataan terhadap semua makhluk tercantum dalam surat Al-Baqarah :

)

ةﺮ ا

( ٢٧٩ : ٢ /

Artinya :

Kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.(Q.S Al-Baqarah/ 2 : 279)

Dalam perjanjian (tentang upah) kedua belah pihak diperingatkan untuk bersikap jujur dan adil dalam semua urusan mereka, sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan kepentingannya sendiri. Penganiayaan terhadap para pekerja berarti bahwa mereka tidak dibayar secara adil dan bagian yang sah dari hasil kerja sama sebagai jatah dari hasil kerja mereka tidak mereka peroleh, sedangkan yang dimaksud dengan penganiayaan terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan industri untuk membayar upah para pekerja melebihi dari kemampuan mereka. Oleh karena itu, Al-Quran memerintahkan kepada majikan untuk membayar para

pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai kerja mereka, dan pada saat yang sama dia telah menyelamatkan kepentingannya sendiri. Demikian pula para pekerja akan dianggap penindas jika dengan memaksa

majikan untuk membayar melebihi kemampuannya. 18 Perinsip keadilan yang

sama tercantum dalam surat Al-Jaatsiyah :

)

ﺔ ﺛﺎ ا

( ٢٢ : /

Artinya:

”Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan”. (Q.S Al-Jaatsiyah/ 45 : 22)

Setiap manusia akan mendapat imbalan dari apa yang telah dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan. Jadi ayat ini menjamin tentang upah yang layak kepada setiap pekerja sesuai dengan apa yang telah disumbangkannya dalam proses produksi, jika ada pengurangan dalam upah mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya sumbangsih mereka hal itu dianggap ketidakadilan dan penganiayaan. Ayat ini memperjelas bahwa upah setiap orang harus ditentukan berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam kerjasama

18

produksi dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga tidak lebih dari apa yang telah dikerjakannya.

Tentang prinsip ini disebut lagi dalam surat A-Ahqaf:

)

فﺎ ﺣﻷا

( ٩ : /

Artinya:

Dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.” (Q.S Al-Ahqaf/ 46 : 19)

Dan dalam surat Ali-Imran:

)

ناﺮ ﻋ لﺁ

( :

/

Artinya:

“Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (Q.S Ali-Imran/ 3 :161)

Meskipun dalam ayat ini terdapat keterangan tentang balasan terhadap manusia di akhirat kelak terhadap pekerjaan mereka di dunia, akan tetapi prinsip keadilan yang disebutkan disini dapat pula diterapkan di dunia ini. Oleh karena itu, setiap orang harus diberi imbalan penuh sesuai hasil kerjanya dan tidak seorang pun yang harus diperlakukan secara tidak adil. Pekerja harus

memperoleh upahnya sesuai sumbangsihnya terhadap produksi.19

Dalam Islam di kenal beberapa tingkatan upah, yaitu :

19

1. Tingkat upah minimum

Pekerja dalam hubungannya dengan majikan berada dalam posisi yang sangat lemah yang selalu ada kemungkinan kepentingannya tidak akan terlindungi dan terjaga dengan sebaik-baiknya. Mengingat posisinya yang lemah Islam memberikan perhatian besar untuk melindungi hak-haknya dari pelanggaran yang dilakukan oleh majikan. Sudah menjadi kewajiban para majikan untuk menentukan upah minimum yang dapat menutupi kebutuhan pokok hidup termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lainnya, sehingga pekerja akan memperoleh suatu tingkat kehidupan yang layak.20

Selain itu anak-anak mereka berkesempatan memperoleh pendidikan dan tersedianya fasilitas pengobatan bagi keluarga mereka. Apabila kebutuhan-kebutuhan pokok tidak tertutupi dengan upah tersebut maka akibatnya akan timbul rasa ketidakpuasan di kalangan kelompok pekerja sehingga melahirkan kebencian dan konflik antara kelompok didalam masyarakat yang betul-betul akan merusak persatuan dan kesatuan dan akibatnya terjadi kehancuran dalam ekonomi dan masyarakat. Tingkat minimum ini sewaktu-waktu harus ditinjau kembali untuk melakukan penyesuaian berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya hidup.

Pemerintah sebagai wakil Allah SWT dimuka bumi ini diharapkan dapat melakukan pemerataan rezeki terhadap anggota masyarakatnya. Karena tugas utamanya memperhatikan agar setiap pekerja dalam Negara

20

memperoleh upah yang cukup untuk mempertahankan suatu tingkat kehidupan yang wajar serta sangat bertanggung jawab baik secara langsung atau tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan makan masyarakatnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Huud:

)

دﻮﻬ ا

( : /

Artinya:

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (Q.S Al-huud/ 11 : 6)

Pemerintah juga tidak akan pernah membolehkan pemberian upah di bawah tingkat batas minimum, hal ini dimaksudkan agar pekerja dapat

memenuhi kebutuhan pokoknya.21

2. Upah tertinggi

Benarlah bahwasanya Islam tidak membiarkan upah berada di bawah tingkat minimum yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok kelompok kerja dan juga benar tidak membiarkan adanya kenaikan upah melebihi tingkat tertentu yang ditentukan berdasarkan sumbangsihnya terhadap produksi.22

Prinsip upah maksimum digambarkan dalam firman Allah SWT :

21

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. h. 367

22

)

ا

( ٩ : /

Artinya :

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Q.S An-Najm/ 53 :39).

Dan firman Allah:

)

( :

/

Artinya :

Dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S Yaasiin/ 36 : 54)

Ayat-ayat tersebut menetapkan tentang apa yang dapat dituntut para pekerja dari para majikan. Upah maksimum yang mereka tuntut dari para majikan harus sesuai dengan apa yang telah mereka sumbangkan dalam keberhasilan bersama faktor-faktor produksi lainnya.23

3. Tingkat upah sesungguhnya

Islam telah menyediakan usaha-usaha pengamanan untuk melindungi hak-hak para majikan dan pekerja. Jatuhnya upah di bawah tingkat terendah tidak seharusnya terjadi untuk melindungi hak-hak pekerja, sebaliknya naiknya upah yang melebihi batas tertinggi tidak seharusnya terjadi demi menyelamatkan kepentingan majikan. Upah yang sesungguhnya tanpa harus

23

selalu berpegang pada batas minimum dan upah maksimum karena upah yang sesungguhnya akan berubah di antara kedua batas-batas ini. Karena dimanapun upah yang akan ditetapkan antara tingkat minimum dan maksimum penentuannya berdasarkan standar hidup sehari-hari dari para pekerja secara terus menerus.24

Menjadi suatu kewajiban bagi setiap orang-orang yang beriman berusaha untuk berperan serta membantu mengadakan perubahan terhadap keberadaan sistem upah yang tidak Islami dan tidak adil serta menggantinya dengan suatu sistem upah yang lebih tepat dan adil. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun suatu sistem upah antara lain:

a. Upah minimum haruslah cukup untuk memenuhi

keperluan-keperluan pokok

b. Tanggung jawab ekonomi pekerja termasuk jumlah anggota

keluarganya harus menjadi bahan pertimbangan

c. Perbedaan-perbedaan dalam upah harus dalam batas-batas yang

ditetapkan sesuai perbedaan-perbedaan yang mendasar antara lain dalam jenis pekerjaan, lama pengabdian, pendidikan dan pelatihan serta kebutuhan ekonomi tiap pekerja.25

24

Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2. hlm. 374 25

Dokumen terkait