ANALISIS PRAKTEK PENGUPAHAN OUTSOURCING PT. PERMATA INDONESIA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Kontrak Tenaga Kerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam, problem perburuhan diatur oleh hukum-hukum “kontrak kerja” (Ijarah). Secara definisi Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak must’jir oleh seorang ajir. Atau dengan kata lain Ijaroh merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi atau upah.1
Dalam alih daya (outsourcing) bentuk perjanjian kerja yang lazim
digunakan adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).2 Begitu juga
bentuk perjanjian yang diterapkan oleh PT. Permata Indonesia terhadap para
tenaga kerja outsourcing adalah perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.3
1
Nurul Huda, dkk, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2008). Ed. 1. cet. 1., h. 229
2
Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, (Dicetak oleh PT. Ikrar Mandiriabadi, 2009), cet. Ke-1., h. 13
3
Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h. 45 71
Syarat tercapainya transaksi Ijaroh tersebut adalah kelayakan dari
orang-orang yang melakukan aqad, yaitu, si penyewa tenaga atau majikan (disebut
dengan Musta'jir) dengan orang yang dikontrak atau pemberi jasa/tenaga
(disebut dengan Ajiir). Kelayakan tersebut meliputi :4
1. Kerelaan (keridhaan) dua orang yang bertransaksi
Hukum yang berlaku dalam masalah upah atau gaji, sebenarnya kembali kepada keridhaan kedua belah pihak. Prinsipnya adalah ‘an taradhin, yaitu
kedua belah pihak saling ridha yang disepakati di awal perjanjian.5
Sebagaimana bentuk perjanjian kerja antara PT. Permata Indonesia dengan tenaga kerja outsourcing harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Untuk membuktikan kesepakatan maka dalam perjanjian tersebut harus ditandatangani oleh kedua belah pihak.
2. Berakal dan Mumayyis (mampu membedakan dan memilih)
Pada tahap ini seseorang telah mencapai aqil-baligh dan dalam keadaan
normal ia dianggap telah menjadi mukallaf. Kapan seseorang dianggap telah
baligh ini terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Mayoritas ulama
menyebutkan usia 15 tahun, sedangkan sebagian kecil ulama mazhab Maliki
menyebutkan 18 tahun. Namun, ada yang memudahkan perkiraan baligh ini
dengan melihat tanda-tanda fisik, yaitu ketika seorang perempuan telah
4
http://www.angelfire.com 5
Ahmad Sarwat, Sistem Memberi Upah dalam Islam, Artikel di akses pada 21 Juli 2010 dari http://assunnah.or.id
datang bulan (haid) dan laki-laki telah mengalami perubahan-perubahan
suara dan fisiknya.6 Sebagaimana tahapan perekrutan calon tenaga kerja
outsourcing di PT. Permata Indonesia mensyaratkan kartu tanda pengenal
(KTP). Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2006 pasal 63 ayat 1 disebutkan bahwa “Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP”. Syarat seseorang untuk membuat kartu tanda penduduk yaitu minimal 17 tahun dan ini membuktikan bahwa seseorang sudah dikatakan baligh menurut Islam. 3. Jelas upah dan manfaat yang akan di dapat.7
Masalah akad pekerjaan penting dipahami dalam satu persepsi yang sama oleh pihak perusahaan dan tenaga kerja. Akad pekerjaan akan menjadi syarat
dan pedoman dalam bekerja karena ia mengikat kedua belah pihak.8 Hal-hal
yang terkait dengan kesepakatan kerja dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Ketentuan kerja
Ijarah adalah memanfaatkan jasa seseorang yang dikontrak untuk dimanfaatkan tenaganya. Oleh karena itu, dalam kontrak kerjanya harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya. dan waktunya
6
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Dalam Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Ed. 1, cet. 3, h. 53
7
http://www.angelfire.com 8
M.I. Yusanto dan M.K. Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002). Cet. 1., h.192
harus ditentukan, misalnya harian, bulanan atau tahunan. Selain itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan.
a. Bentuk kerja
Tiap pekerjaan yang halal maka hukum mengontraknya juga halal. Di dalam ijarah tersebut harus tertulis jenis atau bentuk pekerjaan yang harus dilakukan seorang ajir. Jenis pekerjaan harus dijelaskan, sehingga tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah fasid (rusak)9
Dalam melaksanakan perjanjian kerja, PT. Permata Indonesia menjelaskan bentuk dan jenis pekerjaan yang akan diberikan kepada tenaga kerja outsourcing, hal tersebut termuat dalam klausul perjanjian
kerja waktu tertentu. Adapun bentuk dan jenis pekerjaan yang tenaga kerja terima merupakan sondingan dari perusahaan pengguna jasa.
b. Waktu kerja
Dalam praktek outsourcing masalah waktu sangat diperhatikan juga,
sebagaimana telah di atur dalam Keputusan mentri tenaga kerja dan transmigrasi RI Kep. 100/MEN/VI/2004, pasal 3 ayat 2 Tentang pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu, disebutkan bahwa jangka waktu dalam perjanjian kerja waktu tertentu paling lama tiga tahun. Sebagaimana transaksi ijarah harus disebutkan jangka waktu pekerjaan
9
itu yang dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau selesainya pekerjaan tertentu. Selain itu, harus ada juga perjanjian waktu bekerja bagi ajir. Adapun waktu yang diterapkan oleh PT. Permata Indonesia yaitu selama 7 bulan.
Dalam Islam apabila pekerjaan yang memang harus disebutkan waktunya tetapi tidak terpenuhi maka pekerjaan tersebut menjadi tidak jelas dan tentu saja hukumnya menjadi tidak sah. Apabila waktu kontrak sudah ditentukan misalnya dalam jangka waktu 1 tahun atau 1 bulan, maka tidak boleh salah seorang diantara kedua belah pihak membubarkannya, kecuali apabila waktunya telah habis. Begitu pula tidak boleh seseorang bekerja untuk selamanya (tampa waktu yang jelas) dengan perkiraan gaji yang juga tidak jelas.10
c. Upah kerja (Dibahas di sub bab tersendiri).
2. Hubungan Kerja
Hubungan kerja dalam outsourcing terjadi terhadap tiga objek yaitu
pihak perusahaan outsourcing sebagai vendor atau pensuplai dan penyedia
tenaga kerja. Dalam penyediaan jasa pekerja alih daya (outsourcing), ada
dua tahapan perjanjian yang dilakukan harus dilakukan, yaitu:
a. Perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan
penyedia pekerja
10
b. Perjanjian perusahaan penyedia pekerja dengan karyawan
Dengan adanya dua perjanjian kerja tersebut, maka hubungan hubungan kerja yang terjadi adalah adalah walaupun karyawan sehari-hari bekerja di perusahaan pemberi pekerjaan, ia tetap berstatus sebagai karyawan perusahaan penyedia pekerja. Sedangkan pemenuhan hak-hak karyawan seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul tetap merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.11
Islam menempatkan majikan dan pekerja dalam kedudukan yang setara, keduanya saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Karena itu, konsep Islam tentang hubungan kerja majikan-pekerja adalah konsep
penyewaan (ijarah). Konsep penyewaan meniscayakan keseimbangan
antara kedua belah pihak, sebagai musta’jir (penyewa) dan mu’jir (pemberi
sewa). Penyewa adalah pihak yang menyerahkan upah dan mendapatkan
manfaat, sedangkan mu’jir adalah pihak yang memberikan manfaat dan
mendapatkan upah.12
Antara musta’jir dan mu’jir terikat perjanjian selama waktu tertentu
sesuai kesepakatan. Selama waktu itu pula, kedua belah pihak menjalankan
kewajiban dan menerima hak masing-masing. Dalam akad Ijarah ini,
11
Iftida Yasar, Merancang Perjanjian Kerja Outsourcing, h. 13 12
Safari Ar Rizki, Tenaga kerja dan Upah Dalam Islam ,Artikel di akses pada 30 Juli 2010 pada http://ekisonline.com/index.php?option=com
musta’jir tidak dapat menguasai mu’jir, karena status mu’jir adalah mandiri,
dan hanya diambil manfaatnya saja. Berbeda dengan jual beli, ketika akad selesai maka pembeli dapat menguasai sepenuhnya barang yang dibelinya. Dalam outsourcing terdapat dua kali bentuk ijarah, yaitu:
Pertama, Ijarah dalam arti sewa-menyewa yang terjadi pada perusahaan
otsourcing dengan perusahaan penggunanya dimana perusahaan penyewa
ataupun mengambil manfaat dari barang baik berupa computer atau barang modern dan tenaga kerja yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan pengguna untuk meningkatkan produktifitas perusahaan.
Kedua, Ijarah dalam arti upah mengupah yang terjadi antara karyawan
dengan perusahaan outsourcing, yakni perusahaan outsourcing
memanfaatkan keahlian dari karyawan untuk pekerjaannya. Maka karyawan juga berhak untuk mendapat upah dari kerja yang telah dilaksanakan. Dan kerja yang dilakukan oleh karyawan adalah mempunyai waktu yang telah ditentukan oleh perusahaan outsourcing.13
Kontak kerja antara pengusaha dan pekerja adalah kontrak kerja sama yang harusnya saling menguntungkan. Pengusaha diuntungkan karena memeroleh jasa dari pekerja untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan pengusaha. Sebaliknya, pekerja diuntungkan karena memperoleh penghasilan dari imbalan yang diberikan pengusaha karena
13
M. Syafi’I, Outsourcing Tenaga Kerja Perspektif Ijarah, (skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h. 70
memberikan jasa kepada pengusaha. Karena itulah, hubungan ketenagakerjaan di dalam pandangan Islam adalah hubungan kemitraaan yang harusnya saling menguntungkan tidak boleh satu pihak menzalimi dan merasa dizalimi oleh pihak lainnya.
3. Penyelesaian Perselisihan
Dalam pelaksanaan kegiatan alih daya, berbagai potensi perselisihan mungkin timbul, misalnya berupa pelanggaran peraturan perusahaan oleh
karyawan maupun adanya perselisihan antara karyawan outsourcing dengan
karyawan lainnya. Menurut pasal 66 ayat (2) hurup c UU No.13 Tahun 2003, penyelesaian yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja. Jadi, walaupun yang dilanggar oleh karyawan alih daya adalah peraturan perusahaan pemberi pekerjaan, yang berwenang menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa pekerja.14
Pada dasarnya peraturan pemerintah, baik UUK maupun Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No PER-02/MEN/1993 Tentang kesepakatan kerja waktu tertentu, tidak mengatur secara terperinci mengenai penyelesaian perburuhan untuk tenaga kerja waktu tertentu. Mekipun demikian jika ditinjau lebih jauh, suatu tenga kerja waktu tertentu dengan kata lain tenaga kerja kontrak melakukan suatu pekerjaan di suatu perusahaan berdasarkan
14
kontrak kerja yang telah dibuat dan ditandatangani oleh tenaga kerja kontrak tersebut serta pihak perusahaan yang mempekerjakannya. Sementara itu, jika terjadi suatu perselisihan, penyelesaian perselisihan yang dapat dilakukan/diambil oleh tenaga kerja kontrak tersebut adalah penyelesaian perselisihan perburuhan sebagaimana yang tercantum dalam kontrak tersebut.15
Penyelesaian perselisihan yang diterapkan oleh PT. Permata Indonesia, sebagaimana yang termuat dalam klausul perjanjian, yaitu perselisihan yang timbul sebagai akibat perjanjian akan diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, sedangkan apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah maka masing-masing pihak sepakat untuk menyelesaikannya di pengadilan negeri setempat dan masing-masing pihak memilih kediaman hukum yang tetap di kepaniteraan Pengadilan Negeri.
Sebagaimana dalam Islam, penyelesaian perselisihan pada prinsipnya boleh dilaksanakan melalui tiga jalan, yaitu
a. Jalan perdamaian (shulhu)
Jalan pertama yang dilakukan apabila terjadi perselisihan dalam suatu akad adalah dengan menggunakan jalan perdamaian (shulhu) antara kedua belah pihak. Dalam fiqih pengertian shulhu adalah suatu
15
Hukumonline.com, 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (untuk karyawan dan
jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang saling berlawanan, atau untuk mengakhiri sengketa.
b. Jalan arbitrase (tahkim)
Istilah tahkim secara literal berarti mengangkat sebagai wasit atau
juru damai. Sedangkan secara terminologis tahkim berarti pengangkatan
seorang atau lebih, sebagai wasit atau juru damai oleh dua orang atau lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan perkara yang mereka perselisihkan secara damai yang ditunjuk langsung oleh dua orang yang bersengketa.
c. Jalan peradilan (al-Qadha)
Al-qadha secara harfiah berarti antara lain memutuskan atau
menetapkan. Menurut istilah fiqih kata ini berarti menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau sengketa untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat. Orang yang berwenang menyelesaikan perkara pada pengadilan semacam ini dikenal dengan qadhi (hakim).
4. Berakhirnya Akad
PKWT berakhir pada saat berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam klausul perjanjian kerja.16 Menurut UUK pasal 61 ayat (1) perjanjian kerja berakhir sebagai berikut:
a. Pekerja meninggal dunia
16
Hukumonline.com, 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (untuk karyawan dan
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena hal-hal yang di atas, maka pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar uah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (pasal 62 UUK).17
Sebab-sebab berakhirnya perjanjian kerja sebagaimana yang tertuang dalam UUK pasal 61 ayat (1) diterapkan juga dalam perjanjian kerja waktu tertentu di PT Permata Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa masalah perburuhan dalam ekonomi Islam diatur oleh hukum-hukum “kontrak kerja” (Ijaroh).
Pada prinsipnya Ijarah merupakan akad yang mengikat (lazim) kedua
belah pihak yang melakukannya. Artinya ketika akad terjadi, masing-masing
17
Hukumonline.com, 53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja (untuk karyawan dan
pihak harus menunaikan kewajiban dan menerima hak masing-masing serta
tidak boleh membatalkannya (fasakh) kecuali ada hal-hal yang menurut
ketentuan hokum (syara’) dapat dijadikan alasan pembatalan.18 Adapun
hal-hal yang bisa menyebabkan batalnya akad ijarah yaitu:
a. Salah satu pihak meninggal dunia
Mengenai kematian ini, terdapat perbedaan pendapat diantara para fukoha mengenai masalah apakah kematian pihak-pihak yang melakukan akad mengakibatkan berakhirnya akad. Dalam akad sewa menyewa yang merupakan akad yang mengikat secara pasti dua belah pihak, penyewa atau yang menyewakan, menurut pendapat ulama-ulama madzhab hanafi mengakibatkan berakhirnya akad. Dengan alasan bahwa objek sewa menyewa adalah manfaat barang sewa yang terjadinya sedikit-sedikit sejalan dengan waktu yang dilalui. Manfaat barang yang ada setelah meninggalnya pemilik bukan lagi menjadi haknya sehingga akad tidak berlaku lagi terhadapnya. Berbeda dengan ulama syafi’iyah memandang manfaat barang sewa semuanya telah ada ketika akad diadakan, tidak terjadi sedikit-sedikit, sehingga kematian salah satu
pihak tidak membatalkan akad.19 Karena dalam outsourcing yang
menjadi objek adalah pekerja maka apabila si pekerja meninggal dunia
18
AH. Azharudin Lathif, Fikh muamalah., h. 127 19
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Dalam Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Ed. 1, cet. 3, h. 93
maka putus akadnya karena yang disewa adalah jasa si pekerja dan hal itu tidak bisa di gantikan.
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad Ijarah telah berakhir.
c. Berakhir dengan iqalah yaitu pembatalan akad atas dasar kesepakatan
antara kedua belah pihak.
d. Terjadinya kerusakan pada barang sewaan, seperti rumah terbakar atau
mobil hilang.
e. Menurut ulama Hanafiyah apabila ada udzur dari salah satu pihak.
Udzur-udzur yang dapat membatalkan akad Ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak mengalami kepailitan dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya seseorang digaji untuk menggali sumur di suatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa itu pindah ke desa lain. Akan tetapi menurut jumhur ulama, udzur yang boleh membatalkan
akad Ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung cacat atau
manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan
dilanda banjir.20 Sebagaimana yang diterapkan oleh PT. Permata
Indonesia dalam hal pemutusan perjanjian kerja yaitu apabila si pekerja melakukan hal-hal yang dapat merugikan perusahaan atau melanggar apa-apa yang telah dibuat dalam perjanjian kerja tersebut.
20
B. Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Praktek Pengupahan Outsourcing PT.