• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

2.1 Himpunan dan Fungsi

BAB II

LANDASAN TEORI

Konsep dasar dalam geometri adalah gagasan mengenai titik dan gagasan mengenai garis yang kemudian dihubungkan satu sama lain dengan berbagai macam aksioma. Sedangkan di sisi lain ada yang disebut sebagai model geometri.

Model geometri merupakan kesatuan matematis yang memenuhi semua aksioma untuk geometri yang bersangkutan.

2.1 HIMPUNAN DAN FUNGSI

Konsep dasar yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum kita memulai pembahasan mengani geometri adalah konsep tentang himpunan.

Arti dari himpunan sendiri diberikan oleh definisi himpunan berikut.

Definisi 2.1.1 (Devlin,2003:57)

Sebuah himpunan S adalah suatu kumpulan objek yang dapat

didefinisikan secara benar. ]

Jika A merupakan sebuah himpunan, maka objek-objek pada A disebut sebagai anggota himpunan A atau elemen A. Misalkan x adalah anggota A, maka bisa kita tuliskan .

Berikut ini merupakan contoh dari himpunan dan anggota himpunan.

Contoh 2.1.1

himpunan semua bilangan real

, menyatakan bahwa x merupakan bilangan real. • Di antara himpunan-himpunan sendiri terdapat relasi. Berikut diberikan definisi dari relasi dua himpunan.

Definisi 2.1.2 (Millman & Parker,1991:4)

Himpunan T adalah himpunan bagian dari S (ditulis ) jika setiap elemen T juga merupakan elemen S.

Himpunan T sama dengan himpunan S (ditulis ) jika setiap elemen T di dalam S dan setiap elemen S di dalam T. (Atau jika dan hanya

jika dan ). ]

Definisi 2.1.3 (Millman & Parker,1991:4)

Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota, dan

dinotasikan dengan . Catatan: ⊂ S untuk setiap himpunan S. ]

Definisi 2.1.2 dan definisi 2.1.3 menyatakan jika terdapat dua himpunan maka:

a) Himpunan bagian, berarti setiap anggota himpunan pertama merupakan anggota himpunan yang kedua, tetapi tidak sebaliknya.

b) Sama dengan, artinya untuk setiap anggota himpunan pertama merupakan anggota himpunan himpunan yang pertama dan setiap anggota himpunan kedua merupakan anggota himpunan yang pertama.

c) Himpunan kosong, artinya himpunan yang tidak memiliki anggota.

Sebagai contoh himpunan kosong misalnya himpunan bilangan prima yang kurang dari dua.

Dari definisi 2.1.2 di atas diketahui juga bahwa jika T himpunan bagian dari S dan T serta S merupakan himpunan berhingga, maka elemen T jumlahnya kurang dari atau sama dengan elemen S.

Untuk lebih memahami definisi 2.1.2, perhatikan contoh berikut.

Contoh 2.1.2

C = himpunan semua bilangan cacah antara 0 dan 5 A = himpunan semua bilangan asli yang kurang dari 5 B = himpunan semua bilangan bulat

Jika ditulis dengan cara mendaftar anggota himpunan, dapat ditulis sebagai:

C = {1,2,3,4}

A = {1,2,3,4}

B = {…,-4,-3,-2,-1,0,1,2,3,…}

Dapat diketahui bahwa:

dan serta .

Artinya, C adalah himpunan bagian dari B, karena anggota dari C, yaitu 1,2,3,4 juga merupakan anggota dari B, atau 1,2,3,4∈B.

Himpunan A merupakan himpunan bagian dari B karena anggota A yaitu 1,2,3,4 juga merupakan anggota B, atau 1,2,3,4∈B.

Himpunan C sama dengan A karena 1,2,3,4∈C dan 1,2,3,4∈A. • Selanjutnya akan diberikan definisi operasi dua himpunan.

Definisi 2.1.4 (Millman & Parker,1991:4)

Gabungan dari dua himpunan A dan B adalah himpunan

| .

Irisan dari dua himpunan A dan B adalah himpunan

| .

Selisih dua himpunan A dan B dalah himpunan

| . ]

Definisi 2.1.4 mengatakan bahwa jika diketahui dua himpunan maka:

a) Gabungan dua himpunan, merupakan himpunan hasil dari penggabungan elemen-elemen kedua himpunan.

b) Irisan dua himpunan adalah, himpunan dari elemen kedua himpunan yang merupakan anggota himpunan pertama sekaligus anggota himpunan kedua.

c) Selisih dua himpunan, dalam hal ini selisih himpunan pertama dan himpunan kedua, yaitu himpunan dari elemen-elemen himpunan pertama yang tidak merupakan elemen himpunan kedua.

Untuk lebih memahami definisi 2.1.4, perhatikan contoh 2.1.3 beikut.

Contoh 2.1.3

Diketahui A = {3,5,7} dan B = {1,2,3}

1,2,3,5,7 ; 3 ; 5,7

Gabungan himpunan A dan B adalah 1,2,3,5,7 karena 1,2,3,5,7 merupakan anggota A atau anggota B.

Irisan himpunan A dan B adalah 3 karena 3 dan 3 .

Selisih himpunan A dan B adalah 5 dan 7 karena 5,7 dan 5,7 • Setelah pembahasan mengenai himpunan, selanjutnya akan dibahas mengenai fungsi.

Antara dua himpunan terdapat suatu relasi khusus yang memasangkan tiap-tiap elemen himpunan pertama tepat satu ke elemen-elemen himpunan yang kedua. Relasi khusus itulah yang kemudian dikenal sebagai fungsi.

Definisi 2.1.5 (Giaquinta&Modica,2003:30)

Misalkan A, B adalah dua himpunan. Fungsi atau peta atau transformasi : adalah relasi atau aturan yang memasangkan masing-masing

ke tepat satu titik pada B. ]

Diberikan : , untuk setiap kita memiliki cara untuk memasangkan . Kita katakan bahwa adalah variabel terikat dan adalah variabel bebas, dan kita tulis sebagai .

Untuk mendefinisikan suatu fungsi, terdapat tiga hal pokok, yaitu domain A, codomain B, dan aturan yang memasangkan titik-titik pada A ke titik-titik pada B.

Berikut diberikan definisi mengenai bayangan fungsi.

Definisi 2.1.6 (Millman & Parker,1991:10)

Jika : adalah fungsi, maka bayangan f adalah

| ]

Fungsi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu fungsi surjektif, injektif, dan bijektif. Pengertian masing-masing fungsi tersebut dapat dilihat dari definisi berikut.

Definisi 2.1.7 (Millman & Parker,1991:10)

Fungsi : disebut surjektif jika untuk setiap ada

dengan . ]

Definisi 2.1.7 mengatakan bahwa suatu fungsi dikatakan surjektif bila setiap anggota codomain dari fungsi f pastilah memiliki kawan pada anggota domain f.

Untuk lebih memahami definisi 2.1.7, perhatikan contoh 2.1.4 berikut.

Contoh 2.1.4

Terdapat fungsi : yang dinyatakan oleh merupakan fungsi surjektif.

Bukti: Untuk menunjukkan bahwa f surjektif harus ditunjukkan bahwa untuk setiap Range ada sebuah Domain dengan

. Oleh karena itu, kita harus menunjukkan bahwa persamaan 2‐1 memiliki penyelesaian untuk setiap nilai t . Karena untuk setiap bilangan real memiliki akar kuadrat, kita dapatkan persamaan √ . Karena kodomainnya merupakan bidlangan real positif, maka hanya digunakan

√ . Maka, √ .

Karena terdapat satu nilai Domain untuk setiap ,

maka akibatnya, f surjektif.

Berikut diberikan definisi fungsi injektif.

Definisi 2.1.8 (Devlin,2003:32)

Fungsi : disebut injektif jika , , , sehingga kita juga mendapatkan . Pernyataan tersebut ekuivalen dengan, fungsi : injektif jika untuk setiap dua titik yang berbeda , ,

kita peroleh . ]

Definisi 2.1.7 menyatakan bahwa fungsi dikatakan injektif:

a) Jika dua anggota range fungsi bernilai sama, maka keduanya berasal dari domain yang sama, atau

b) Jika dua anggota domain berbeda maka akan ada dua anggota range yang berbeda yang merupakan hasil dari domain tersebut.

Untuk lebih memahami definisi 2.1.8, perhatikan contoh 2.1.5 berikut.

Contoh 2.1.5

Fungsi : 0 oleh 3 merupakan fungsi injektif.

Bukti:

Kita asumsikan sehingga 3 3 .

Kita selesaikan persamaan 3 3 1 2

1 2

2 2

Karena diketahui dan diperoleh , akibatnya f

injektif. •

Suatu fungsi dapat bersifat injektif atau surjektif. Namun, dapat pula memiliki sifat keduanya, atau injektif dan surjektif sekaligus. Fungsi yang seperti itu disebut bijektif. Berikut diberikan definisi fungsi bijektif.

Definisi 2.1.9 (Millman & Parker,1991:12)

Fungsi : disebut bijektif jika adalah injektif dan surjektif

sekaligus. ]

Definisi 2.1.9 menyatakan bahwa suatu fungsi dikatakan bijektif apabila fungsi tersebut injektif dan juga surjektif. Untuk lebih memahami definisi 2.1.9, perhatikan contoh 2.1.6 berikut ini.

Contoh 2.1.6

Suatu fungsi : oleh 7 12 merupakan fungsi bijektif.

Bukti:

Untuk menunjukkan bahwa h bijektif, kita harus menunjukkan bahwa h injektif dan h surjektif.

• Untuk menunjukkan bahwa h surjektif kita harus menunjukkan bahwa untuk setiap Range ada sebuah Domain dengan

. Oleh karena itu, kita harus menunjukkan bahwa persamaan 7 12 memiliki penyelesaian untuk setiap harga t.

7 12 . Untuk setiap bilangan real t , pastilah ada s yang memenuhi persamaan itu, sehingga.

7 12 7 12

7 12

Karena setiap Range berkawan dengan tepat satu Domain , jadi dapat disimpulkan bahwa h surjektif.

• Kita asumsikan sehingga 7 12 7 12.

Kemudian kita selesaikan persamaan tersebut.

7 12 7 12

7 12 12

7

Dari kita peroleh , akibatnya h injektif.

• Karena h surjektif dan h injektif sekaligus, maka h bijektif. • Selanjutnya akan dibahas mengenai komposisi fungsi.

Definisi 2.1.10 (Millman & Parker,1991:12)

Jika : , : , dan , maka komposisi dan

adalah fungsi : yang diberikan oleh . ]

Untuk memahami tentang komposisi fungsi, perhatikan contoh 2.1.7 berikut.

Contoh 2.1.7

Suatu fungsi : dan : oleh 5 dan .

Maka 5 5 25 .

Sehingga komposisi fungsi dan adalah 25 . • Setelah memahami tentang komposisi fungsi, berikut diberikan definisi mengenai invers fungsi.

Definisi 2.1.11 (Millman & Parker,1991:13)

Jika : adalah fungsi bijektif, maka invers f adalah fungsi :

yang didefinisikan oleh , di mana s adalah anggota tertentu

dalam S dengan . ]

Fungsi g dalam definisi 2.1.11 biasanya dinotasikan dengan f -1(notasi invers fungsi f).

Untuk lebih memahami mengenai invers fungsi, perhatikan contoh 2.1.8 berikut ini.

Contoh 2.1.8

Diketahui fungsi : oleh 2 5. Invers dari adalah .

Misalkan diambil 1 1 3 . 3 3 6 5

1 . Secara umum . . •

Definisi 2.1.11, juga mengartikan bahwa jika suatu fungsi memiliki invers maka fungsi tersebut merupakan fungsi bijektif. Fungsi pada contoh 2.1.8 merupakan fungsi bijektif, karena memiliki invers.

2.2 BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCARE

Bidang Euclid atau yang biasa dikenal dengan bidang kartesius merupakan bidang dengan koordinat x-aksis dan y-aksis. Bidang kartesius dapat digambarkan sebagai berikut. (Byer,2010:159).

Gambar 2.1 Koordinat Kartesius

Gambar 2.1 menggambarkan mengenai koordinat kartesius.

Koordinat kartesius ini terdiri salib sumbu yaitu sumbu-x dan sumbu-y yang berpotongan di titik O(0,0).

Terdapat empat kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III, dan kuadran IV. Kuadran I merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x positif dan y positif sehingga koordinat di kuadran I ditulis sebagai A(x,y).

x y

(x,y) (-x,y)

(-x,-y) (x,-y)

O

kuadran II merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x negatif dan y positif. kuadran III merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x negatif dan sumbu y negatif. Di kuaran IV yang dibatasi oleh sumbu y negatif dan sumbu x positif.

Misalkan S = = , | , . Didefiniskan himpunan garis-garis lurus sebagai berikut:

• La = , | , dengan a adalah bilangan real tertentu.

• Lm,b = , | , dengan m dan b adalah bilangan real tertentu.

Himpunan semua garis pada bidang Euclid dinotasikan dengan LE.

Berikut diberikan ilustrasi garis-garis pada bidang Euclid.

Gambar 2.2 Garis vertikal Gambar 2.3 Garis non-vertikal

Model C = { , LE} disebut Bidang Kartesius. Notasi La dan Lm,b

menunjukkan garis pada bidang Kartesius.

Untuk lebih memahami tentang garis-garis pada bidang Euclid, perhatikan contoh berikut ini.

b

y = mx + b

Lm,b

 L a x = a

Contoh 2.2.1

Titik A(2,5), B(2,-3), dan C(-2,-1) merupakan titik-titik pada bidang Euclid. Persamaan garis yang melalui A dan B adalah 2. Garis yang melalui A dan B ini ditunjukkan oleh gambar 2.3.

Persamaan garis yang melalui B dan C adalah 2 (gambar 2.4).

Gambar 2.4 Garis 2 Gambar 2.5 Garis 2

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa 2 melalui A(2,5) dan B(2,-3).

Gambar 2.5 menunjukkan 2 melalui B(2,-3), C(-2,-1). • Selain bidang kartesius, ada pula model lain yang juga digunakan disini, yaitu bidang Poincaré. Bidang Poincaré merupakan bidang yang dibatasi oleh sumbu x dan sumbu y positif. Bidang Poincaré ini digambarkan oleh gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6 Koordinat untuk bidang Poincaré

Gambar 2.6 menunjukkan koordinat Poincaré yang dibatasi oleh sumbu x dan sumbu y positif. terlihat bahwa sumbu x merupakan garis putus-putus, yang menandakan bahwa koordinat dengan 0 tidak digunakan.

Misalkan S = = , | 0 . Ada dua tipe garis pada bidang Poincaré, yaitu:

9 Garis tipe I : aL = , |

9 Garis tipe II: cLr = , | , dimana c dan r adalah bilangan real tertentu dengan 0. Dengan,

2 dan

Himpunan semua garis pada bidang Poincaré dinotasikan dengan LH. y

x

Berikut merupakan ilustrasi dari garis-garis pada bidang Poincaré.

Gambar 2.7 Garis tipe I Gambar 2.8 Garis tipe II

Gambar 2.7 merupakan gambar garis tegak pada bidang Poincaré dengan persamaan . Sedangkan gambar 2.8 merupakan gambar garis

melengkung dengan persamaan . Dalam bidang

Poincaré hanya memiliki dua jenis garis tersebut.

Selanjutnya model H = { , L H} disebut Bidang Poincaré. Notasi aL dan

cLr menunjukkan garis-garis pada H .

Untuk lebih memahami mengenai garis-garis pada bidang Poincaré, perhatikan contoh 2.2.2 berikut ini.

Contoh 2.2.2

Misalkan titik A(2,4), B(2,1), dan C(4,3) merupakan titik-titik pada bidang Poincaré. Terdapat garis yang melalui A dan B serta melalui B dan C.

Persamaan garis yang melalui A dan B adalah 2. Atau bisa ditulis 2L (gambar 2.8 (a)).

aL

c

cLr

a

Persamaan garis yang melalui B dan C adalah:

Sehingga persamaan garisnya menjadi 5 10, atau 5L√10.

(a) (b)

Gambar 2.9 Garis

Gambar 2.9 (a) menunjukkan ilustrasi garis 2L yang melalui titik A(2,4) dan B(2,1) sedangkan (b) mengilustrasikan garis 5L√10 yang melalui titik B(2,1), dan C(4,3) pada bidang Poincare.

Bidang Euclid dan bidang Poincaré ini yang akan dipakai dalam pembahasan di dalam skripsi ini.

2.3 GEOMETRI ABSTRAK DAN GEOMETRI INSIDENSI

Geometri abstrak merupakan dasar dari model-model geometri lain yang akan dibahas. Definisi dari geometri abstrak didasarkan pada titik dan garis. Berikut diberikan definisi geometri abstrak.

y

Definisi 2.3.1 (Millman & Parker,1991:17)

Geometri abstrak A terdiri dari himpunan S, yang anggota-anggotanya disebut titik, himpunan L yang anggota-anggotanya berasal dari himpunan bagian tak kosong dari S, yang disebut garis, sehingga:

i. Untuk setiap dua titik A, B S terdapat sebuah garis l ∈ L dengan A l dan B l.

ii. Setiap garis mempunyai sekurang-kurangnya dua titik. ]

Selanjutnya, Geometri Abstrak dinotasikan dengan {S , L }.

Dari Definisi 2.2.1 dapat diketahui bahwa aksioma pertama dari geometri abstrak mengatakan bahwa setiap sepasang titik terletak pada sebuah garis. Tetapi harus diingat bahwa kata garis yang dimaksud disini bukan hanya garis lurus. Garis disini adalah anggota dari himpunan L . Sedangkan aksioma kedua merupakan kebalikan dari aksioma kedua.

Aksioma kedua ini mengatakan bahwa sebuah garis terbentuk oleh miniman dua titik.

Setelah kita membahas mengenai Geometri Abstrak, selanjutnya kita akan membahas mengenai Geometri Insidensi.

Definisi 2.3.2 (Millman & Parker,1991:22)

Sebuah Geometri Abstrak {S , L } adalah Geometri Insidensi jika:

(i) Setiap dua titik yang berbeda dalam S , terletak pada sebuah garis yang sama.

(ii) Terdapat tiga titik A, B, C S yang tidak semuanya terletak pada

sebuah garis yang sama. ]

Selanjutnya Geometri Insidensi dinotasikan dengan {S , L }.

Aksioma pertama pada Definisi 2.3.2 merupakan aksioma yang sama yang membentuk Definisi 2.3.1. Aksioma kedua dari geometri insidensi mengatakan tentang jika terdapat tiga titik maka ketiga titik tersebut tidak segaris.

2.4 GEOMETRI METRIK

Di dalam geometri metrik, konsep jarak merupakan konsep yang natural. Secara intuitif, jarak merupakan sebuah fungsi yang dapat dinotasikan sebagai , .

Secara formal, definisi fungsi jarak disajikan sebagai berikut.

Definisi 2.4.1 (Millman & Parker,1991:28)

Fungsi jarak pada sebuah himpunan S adalah fungsi d : S × S untuk semua P, Q ∈ S berlaku:

(i) , 0

(ii) , 0 jika dan hanya jika

(iii) , , ]

Fungsi jarak ini yang kemudian akan menjadi dasar untuk mendefinisikan Geometri metrik. Sebelum kita membahas mengenai definisi geometri metrik, sebaiknya kita ketahui lebih dahulu mengenai jarak pada bidang Euclid dan jarak pada bidang Poincaré.

Definisi 2.4.2 (Fitting,1996:139)

Jarak antara titik , dan , diberikan oleh:

atau

`]

Selanjutnya, jarak pada bidang Euclid (Jarak Euclid) dilambangkan dengan sehingga , ,

Selanjutnya juga akan didefinisikan jarak pada bidang Poincaré.

Definisi 2.4.3 (Millman & Parker,1991:28)

Jika , dan , adalah titik-titik pada bidang Poincaré H , maka jarak Poincaré (dH) diberikan oleh

,

, jika

, jika P dan Q berada pada

]

Dari definisi 2.4.2 dan definisi 2.4.3 diketahui bahwa baik bidang Euclid maupun bidang Poincaré pastilah memiliki fungsi jarak, artinya setiap sepasang titik pastilah memiliki jarak.

Untuk lebih memahami definisi 2.4.2, perhatikan contoh berikut ini.

Contoh 2.4.1

Misalkan titik P(2,5) dan Q(3,7) merupakan titik-titik pada bidang Kartesius. Jarak kartesius antara P dan Q yaitu:

,

, 2 3 5 7

, √5

Jadi, jarak titik P dan Q pada bidang Euclid adalah , √5 satuan

jarak. •

Contoh 2.4.2 berikut merupakan contoh jarak Poincaré pada definisi 2.4.3

Contoh 2.4.2

Misalkan titik-titik P(2,1) dan Q(4,3) merupakan titik-titik pada bidang Poincaré. P dan Q berada pada cLr , dengan c = 5 dan r = √10 . Maka jarak titik P dan titik Q adalah ,

,

2 5 √10 4 4 5 √10

3

9 3√10 4 4√10

9 3√10 4 4√10

Jadi, jarak titik P dengan titik Q pada bidang Poincaré adalah , 9 3 10

4 4 10 satuan jarak. •

Selanjutnya diberikan definisi mengenai sistem koordinat yang akan berkaitan dengan pendefinisian mengenai geometri metrik.

Definisi 2.4.4 (Millman & Parker,1991:30)

Misalkan l adalah sebuah garis pada Geometri Insidensi {S , L }.

Asumsikan bahwa ada fungsi jarak d pada S . Fungsi : adalah ruler/sistem koordinat untuk l,jika memenuhi:

i) f adalah fungsi bijektif

ii) untuk setiap pasangan titik P dan Q pada l berlaku

| | , (4-1)

Persamaan (4-1) disebut Persamaan Sistem Koordinat dan disebut

koordinat P dengan fungsi koordinat f. ]

Definisi 2.4.4 mengatakan bahwa suatu fungsi f merupakan ruler apabila f bijektif dan terdapat fungsi jarak | | , .

Dari definisi 2.3.2 , definisi 2.4.1, dan definisi 2.4.4, dapat diperoleh sistem geometri yang baru, yaitu geometri metrik. Berikut diberikan definisi mengenai definisi geometri metrik.

Definisi 2.4.5 (Millman & Parker,1991:30)

Geometri Insidensi {S , L } bersama dengan fungsi jarak d memenuhi Postulat Sistem Koordinat jika setiap garis l S memiliki sistem koordinat. Dalam kasus ini kita katakan M = {S , L , d} adalah

Geometri Metrik. ]

Dari definisi 2.4.5, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu sistem geometri disebut geometri metrik jika memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Merupakan geometri insidensi;

2) Terdapat fungsi jarak d; dan

3) Memenuhi postulat sistem koordinat/ruler 2.5 KEANTARAAN

Konsep tentang sebuah titik yang berada di antara dua titik lainnya merupakan konsep yang sangatlah penting. Tanpa mengetahui definisi tentang keantaraan akan tidak mungkin untuk menghasilkan bukti. Disini konsep mengenai fungsi jarak diperlukan untuk mendefinisikan keantaraan.

Selanjutnya keantaraan akan membantu kita untuk mendefinisikan bentuk-bentuk dasar seperti segmen, sinar, sudut, dan segitiga.

Definisi 2.5.1 (Millman & Parker,1991:47)

Titik B berada di antara A dan C jika A, B, C adalah jarak titik-titik yang segaris pada geometri metrik {S , L , d} dan jika

, , , (5-1)

]

Definisi 2.5.1 mengatakan bahwa jika ada tiga titik, yaitu A, B, dan C maka titik B dikatakan berada di antara A dan C bila memenuhi syarat:

1) Titik A, B, dan C terletak pada haris yang sama/segaris, dan

2) Jumlahan antara jarak A dan B dengan jarak B dan C sama dengan jarak A dan C atau bisa ditulis , , , .

Notasi: Dalam geometri metrik {S , L , d}

(i) A – B – C berarti B berada di antara A dan C (ii) AB menyatakan jarak ,

Sehingga berdasarkan notasi di atas, persamaan (5-1) menjadi , sehingga untuk setiap titik-titik segaris berlaku:

jika dan hanya jika

Untuk memahami tentang keantaraan, contoh 2.5.1 akan memperjelas tentang keantaraan.

Contoh 2.5.1

Misalkan titik-titik A(1,0) , B(1,4) , C(1,8) merupakan titik-titik pada bidang Euclid dengan .

Jarak Euclid ditentukan oleh , .

, 1 1 0 4 √16 4

, 1 1 0 8 √64 8

, 1 1 4 8 √16 4

4 4 8. Dari perhitungan diketahui bahwa 8.

Karena 8 8, maka . Sehingga dapat disimpulkan bahwa

A – B – C. •

Berikut diberikan teorema tentang keantaraan. Bahwa jika terdapat 3 titik, misalnya titik A, B, dan C dan jika B terletak diantara A dan C maka B juga terletak antara C dan A.

Teorema 2.5.1 (Millman & Parker,1991:51)

Titik-titik A, B, C adalah titik-titik yang segaris pada geometri metrik {S ,

L , d}. Jika maka .

Bukti:

Misalkan A, B, C adalah titik-titik tertentu dan segaris. Karena , maka berarti . Berdasarkan definisi 2.4.1 maka PQ = QP untuk semua P dan Q. Sehingga kita dapatkan: . Karena sifat komutatif dalam penjumlahan maka , sehingga

. Berdasarkan definisi 2.5.1 kita

peroleh .

Teorema 2.5.1 menyatakan bahwa bila B berada di antara A dan C berarti juga bahwa B juga berada di antara C dan A. Artinya letak tidak mempengaruhi, yang terpenting adalah jaraknya tetap.

(a) (b)

Gambar 2.10 Ilustrasi Pembuktian teorema 2.5.1

Gambar 2.10 (a) merupakan ilustrasi sedangkan gambar 2.10 (b) merupakan ilustrasi . Dari gambar 2.10 (a) dan (b) terlihat bahwa B tetap terletak di antara A dan C meskipun letak A dan C berubah, tapi jarak A dan C ke B tetap sama.

A C B

B C A

2.6 SEGMEN GARIS DAN SINAR GARIS

Notasi garis merupakan bagian penting dalam geometri. Pada bagian ini kita akan membahas mengenai bagian dari garis, yaitu segmen garis dan sinar garis. Bagian ini penting untuk pembahasan selanjutnya mengenai sudut dan segitiga.

Definisi 2.6.1 (Millman & Parker,1991:52)

Jika A dan B adalah titik-titik tertentu dalam geometri metrik {S , L , d}, maka segmen garis dari A ke B adalah himpunan

| ]

Definisi 2.6.1 berbicara tentang segmen garis. segmen garis merupakan ruas garis yang ditarik dari satu titik ke titik tertentu yang lain.

Sebuah segmen garis pastilah mempunya titik-titik ujung darimana segmen itu terbentuk. Selain itu, karena segmen terbentuk dari dua titik yang berbeda, pastilah ia memiliki jarak. Jarak inilah yang kemudian akan disebut sebagai panjang segmen.

Berikut diberikan definisi titik ujung dan panjang segmen.

Definisi 2.6.2 (Millman & Parker,1991:54)

Titik ujung dari segmen garis adalah A dan B. Panjang segmen garis

adalah , . ]

Dari definisi 2.6.1 dan 2.6.2 dapat disimpulkan bahwa memiliki titik A dan titik B sebagai titik-titik ujung dan memiliki panjang.

Gambar 2.11 Segmen garis A

B

Gambar 2.11 menunjukkan dengan titik-titik ujungnya adalah titik A dan titik B dengan panjang segmen , .

Selain segmen garis, bagian dari garis yang lain adalah sinar garis.

Berikut diberikan definisi tentang sinar garis.

Definisi 2.6.3 (Millman & Parker,1991:54)

Jika A dan B adalah titik-titik tertentu dalam geometri metrik {S , L , d}, maka sinar dari A menuju B adalah himpunan

| ]

Sinar garis hanya memiliki satu titik ujung, dan ujung yang lain adalah di jauh tak hingga. Sehingga dikatakan bahwa sinar garis memiliki ujung tapi tidak memiliki pangkal.

Berikut diberikan ilustrasi sinar garis pada bidang Euclid dan bidang Poincaré, untuk lebih memudahkan dalam memahami tentang sinar garis.

(a) (b)

Gambar 2.12 Sinar Garis

Gambar 2.12 (a) merupakan ilustrasi dari sinar garis dan pada bidang Euclid. Gambar 2.12 (b) merupakan ilustrasi dari sinar garis

A

D B C D

C B

A

dan pada bidang Poincare. memiliki ujung di A tetapi tidak memiliki pangkal.

Salah satu topik dalam geometri adalah kongruensi. Pembahasan mengenai kongruensi sering dikaitkan dalam pembahasan mengenai segitiga. Berikut diberikan definisi mengenai kongruensi.

Definisi 2.6.4 (Millman & Parker,1991:56)

Dua segmen garis dan dalam geometri metrik dikatakan kongruen (ditulis ) jika panjang keduanya sama; atau dapat ditulis:

jika ]

Definisi 2.6.4 mengatakan bahwa jika dua segmen garis memiliki panjang yang sama, maka kedua segmen garis tersebut kongruen. Untuk lebih memahami definisi 2.6.4, perhatikan contoh berikut.

Contoh 2.6.1

Misalkan A(0,2), B(0,1) , P(0,4), Q(7,3), dapat ditentukan satu nilai sehingga .

Bukti:

¾ Dalam bidang Kartesius

jika (2-1)

0 7 4 3 √49 1 √50

Karena maka kita misalkan 0,

Sehingga, 2

Berdasarkan persamaan (2-1), maka:

2 √50

2 50

2 √50

Sehingga koordinat titik C adalah (0, 2 √50)

¾ Dalam bidang Poincaré jika

Pertama-tama harus dicari jarak P ke Q pada bidang Poincaré.

Titik P dan Q terletak pada 3L5 sehingga,

, ln 6.

Karena C = (0,y) dan A = (0,2), maka C berada pada garis tipe I sehingga , ln .

Karena maka sehingga ln ln 6.

Akibatnya, 6 atau . Menghasilkan 12 atau .

Karena maka kita ambil nilai sehingga 0, . • 2.7 SUDUT DAN SEGITIGA

Pada bagian ini kita akan membahas sudut dan segitiga dalam ranah geometri metrik. Definisi mengenai sudut dan segitiga menggunakan konsep keantaraan. Sudut memuat dua sinar garis yang tidak segaris tetapi memiliki satu titik yang sama.

Berikut ini diberikan definisi tentang sudut.

Definisi 2.7.1 (Millman & Parker,1991:59)

Jika A, B, dan C adalah titik-titik yang tidak segaris dalam geometri metrik maka sudut merupakan himpunan

]

Definisi 2.7.1 mengatakan bahwa sudut dibentuk dari tiga titik yang tidak segaris, dimana setiap dua titik akan membentuk satu sinar garis, sehingga terdapat satu titik yang sama yang membentuk kedua sinar garis itu.

Sudut pada bidang Euclid dan bidang Poincaré diilustrasikan oleh gambar 2.1.2 berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2.13 Sudut

Gambar 2.13 (a) merupakan ilustrasi sudut pada bidang Euclid, sedangkan (b) merupakan ilustrasi sudut pada bidang Poincaré. Dapat dilihat bahwa baik itu pada bidang Euclid maupun bidang Poincaré,

dibentuk oleh sinar garis dan sinar garis dimana tidak segaris dengan dan memiliki satu titik yang sama yaitu titik B.

B

A

C

B

A

C

Setelah pembahasan mengenai sudut, selanjutnya kita akan membahas mengenai segitiga. Berikut diberikan definisi segitiga. Definisi tentang segitiga berikut menggunakan konsep tentang segmen garis.

Definisi 2.7.2 (Millman & Parker,1991:61)

Jika , , adalah titik-titik yang tidak segaris dalam geometri metrik maka segitiga ABC adalah himpunan

]

Definisi 2.7.2 mengatakan bahwa segitiga dibentuk dari tiga sinar

Definisi 2.7.2 mengatakan bahwa segitiga dibentuk dari tiga sinar

Dokumen terkait