• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

2.6 Segmen Garis dan Sinar Garis

Notasi garis merupakan bagian penting dalam geometri. Pada bagian ini kita akan membahas mengenai bagian dari garis, yaitu segmen garis dan sinar garis. Bagian ini penting untuk pembahasan selanjutnya mengenai sudut dan segitiga.

Definisi 2.6.1 (Millman & Parker,1991:52)

Jika A dan B adalah titik-titik tertentu dalam geometri metrik {S , L , d}, maka segmen garis dari A ke B adalah himpunan

| ]

Definisi 2.6.1 berbicara tentang segmen garis. segmen garis merupakan ruas garis yang ditarik dari satu titik ke titik tertentu yang lain.

Sebuah segmen garis pastilah mempunya titik-titik ujung darimana segmen itu terbentuk. Selain itu, karena segmen terbentuk dari dua titik yang berbeda, pastilah ia memiliki jarak. Jarak inilah yang kemudian akan disebut sebagai panjang segmen.

Berikut diberikan definisi titik ujung dan panjang segmen.

Definisi 2.6.2 (Millman & Parker,1991:54)

Titik ujung dari segmen garis adalah A dan B. Panjang segmen garis

adalah , . ]

Dari definisi 2.6.1 dan 2.6.2 dapat disimpulkan bahwa memiliki titik A dan titik B sebagai titik-titik ujung dan memiliki panjang.

Gambar 2.11 Segmen garis A

B

Gambar 2.11 menunjukkan dengan titik-titik ujungnya adalah titik A dan titik B dengan panjang segmen , .

Selain segmen garis, bagian dari garis yang lain adalah sinar garis.

Berikut diberikan definisi tentang sinar garis.

Definisi 2.6.3 (Millman & Parker,1991:54)

Jika A dan B adalah titik-titik tertentu dalam geometri metrik {S , L , d}, maka sinar dari A menuju B adalah himpunan

| ]

Sinar garis hanya memiliki satu titik ujung, dan ujung yang lain adalah di jauh tak hingga. Sehingga dikatakan bahwa sinar garis memiliki ujung tapi tidak memiliki pangkal.

Berikut diberikan ilustrasi sinar garis pada bidang Euclid dan bidang Poincaré, untuk lebih memudahkan dalam memahami tentang sinar garis.

(a) (b)

Gambar 2.12 Sinar Garis

Gambar 2.12 (a) merupakan ilustrasi dari sinar garis dan pada bidang Euclid. Gambar 2.12 (b) merupakan ilustrasi dari sinar garis

A

D B C D

C B

A

dan pada bidang Poincare. memiliki ujung di A tetapi tidak memiliki pangkal.

Salah satu topik dalam geometri adalah kongruensi. Pembahasan mengenai kongruensi sering dikaitkan dalam pembahasan mengenai segitiga. Berikut diberikan definisi mengenai kongruensi.

Definisi 2.6.4 (Millman & Parker,1991:56)

Dua segmen garis dan dalam geometri metrik dikatakan kongruen (ditulis ) jika panjang keduanya sama; atau dapat ditulis:

jika ]

Definisi 2.6.4 mengatakan bahwa jika dua segmen garis memiliki panjang yang sama, maka kedua segmen garis tersebut kongruen. Untuk lebih memahami definisi 2.6.4, perhatikan contoh berikut.

Contoh 2.6.1

Misalkan A(0,2), B(0,1) , P(0,4), Q(7,3), dapat ditentukan satu nilai sehingga .

Bukti:

¾ Dalam bidang Kartesius

jika (2-1)

0 7 4 3 √49 1 √50

Karena maka kita misalkan 0,

Sehingga, 2

Berdasarkan persamaan (2-1), maka:

2 √50

2 50

2 √50

Sehingga koordinat titik C adalah (0, 2 √50)

¾ Dalam bidang Poincaré jika

Pertama-tama harus dicari jarak P ke Q pada bidang Poincaré.

Titik P dan Q terletak pada 3L5 sehingga,

, ln 6.

Karena C = (0,y) dan A = (0,2), maka C berada pada garis tipe I sehingga , ln .

Karena maka sehingga ln ln 6.

Akibatnya, 6 atau . Menghasilkan 12 atau .

Karena maka kita ambil nilai sehingga 0, . • 2.7 SUDUT DAN SEGITIGA

Pada bagian ini kita akan membahas sudut dan segitiga dalam ranah geometri metrik. Definisi mengenai sudut dan segitiga menggunakan konsep keantaraan. Sudut memuat dua sinar garis yang tidak segaris tetapi memiliki satu titik yang sama.

Berikut ini diberikan definisi tentang sudut.

Definisi 2.7.1 (Millman & Parker,1991:59)

Jika A, B, dan C adalah titik-titik yang tidak segaris dalam geometri metrik maka sudut merupakan himpunan

]

Definisi 2.7.1 mengatakan bahwa sudut dibentuk dari tiga titik yang tidak segaris, dimana setiap dua titik akan membentuk satu sinar garis, sehingga terdapat satu titik yang sama yang membentuk kedua sinar garis itu.

Sudut pada bidang Euclid dan bidang Poincaré diilustrasikan oleh gambar 2.1.2 berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2.13 Sudut

Gambar 2.13 (a) merupakan ilustrasi sudut pada bidang Euclid, sedangkan (b) merupakan ilustrasi sudut pada bidang Poincaré. Dapat dilihat bahwa baik itu pada bidang Euclid maupun bidang Poincaré,

dibentuk oleh sinar garis dan sinar garis dimana tidak segaris dengan dan memiliki satu titik yang sama yaitu titik B.

B

A

C

B

A

C

Setelah pembahasan mengenai sudut, selanjutnya kita akan membahas mengenai segitiga. Berikut diberikan definisi segitiga. Definisi tentang segitiga berikut menggunakan konsep tentang segmen garis.

Definisi 2.7.2 (Millman & Parker,1991:61)

Jika , , adalah titik-titik yang tidak segaris dalam geometri metrik maka segitiga ABC adalah himpunan

]

Definisi 2.7.2 mengatakan bahwa segitiga dibentuk dari tiga sinar garis dimana setiap dua sinar garis memiliki satu titik yang sama sedemikian hingga ketiga titik tidak segaris. Segitiga pada bidang Euclid dan bidang Poincaré ditunjukkan pada gambar 2.13 berikut.

(a) (b)

Gambar 2.14 Segitiga

Gambar 2.14 (a) menunjukkan segitiga pada bidang Euclid dan gambar 2.14 (b) menunjukkan ilustrasi segitiga pada bidang Poincaré.

Perhatikan kedua gambar. dibentuk oleh tiga segmen garis yaitu, , , dan . dan memiliki satu titik yang sama, yaitu titik B.

dan memiliki satu titik yang sama, yaitu titik C. dan A

C

B A

B A

B

C C

memiliki satu titik yang sama, yaitu titik B. Sehingga didapat tiga titik yang berbeda, yaitu titik A, B, dan C yang tidak segaris.

2.8 AKSIOMA PEMBAGIAN BIDANG

Aksioma Pembagian Bidang (Plane Separation Axiom/PAS) merupakan ide yang sangat intuitif dimana setiap garis memiliki dua sisi yang dibatasi oleh sebuah garis. Berikut ini akan dibahas mengenai PAS.

Definisi 2.8.1 (Millman & Parker,1991:63)

Misalkan {S , L , d} adalah geometri metrik dan misalkan S 1S . S 1

disebut konveks jika untuk setiap dua titik P, Q ∈ S 1, segmen garis

adalah himpunan bagian dari S 1. ]

Definisi tersebut mengungkapkan bahwa segmen garis di antara setiap dua titik dalam S 1 juga pada S 1, tidak hanya sebagian. Untuk menunjukkan bahwa sebuah himpunan merupakan konveks kita harus menunjukkan bahwa untuk setiap bagian titik-titik dalam himpunan S , segmen yang mengikutinya juga dalam himpunan S . Untuk menunjukkan sebuah himpunan bukan konveks, kita cukup membuktikan bahawa bagian titik-titik bersama dengan segmen yang dihasilkan tidak seluruhnya termuat dalam himpunan S .

Berikut ini diberikan definisi PSA yang memenuhi definisi konveks.

Definisi 2.8.2 (Millman & Parker,1991:64)

Geometri metrik {S , L , d} memenuhi aksioma pembagian bidang (plane separation axiom/PSA) jika untuk setiap l ∈ L terdapat dua himpunan bagian H1 dan H2 dari S sehingga:

(i) S – l = H1 ∪ H2

(ii) H1 dan H2 berbeda dan masing-masing merupakan konveks

(iii) Jika A ∈ H1 dan B ∈ H2 maka ]

Definisi 2.8.2 mengartikan bahwa garis l memiliki dua sisi (H1 dan H2) dimana keduanya merupakan konveks.

Definisi 2.8.3 (Millman & Parker,1991:66)

Misalkan {S , L , d} merupakan geometri metrik yang memenuhi PSA, misalkan l ∈ L , dan misalkan H1 dan H2 adalah setengah bidang yang ditentukan oleh l. Dua titik A dan B berada pada sisi yang sama dari l jika keduanya termasuk dalam H1 atau keduanya termasuk dalam H2. A dan B berada pada sisi yang berlawanan terhadap l jika salah satunya termasuk

dalam H1 dan sisi yang lain termasuk dalam H2. Jika A ∈ H1, kita katakan

bahwa H1 adalah sisi l yang memuat A. ]

(a) (b)

Gambar 2.15 Ilustrasi definisi 2.8.3 A

B

A B

l

l

Gambar 2.15 (a) menunjukkan dua titik pada sisi yang sama dari garis tipe II pada bidang Poincaré , sedangkan gambar 2.15 (b) menunjukkan dua titik pada sisi berlawanan pada garis pada bidang Euclid.

2.9 GEOMETRI PASCH

Geometri Pasch dikemukakan oleh Morris Pash. Geometri Pasch merupakan geometri metrik yang memenuhi postulat Pasch dan aksioma pembagian bidang.

Definisi 2.9.1 (Millman & Parker,1991:75)

Geometri Metrik memenuhi Postulat Pasch (PP) jika untuk sembarang garis l, sembarang , dan sembarang titik D ∈ l sedemikian hingga

, maka atau . ]

Untuk lebih memudahkan memahami definisi 2.9.1, perhatikan gambar berikut yang merupakan ilustrasi definisi 2.9.1.

Gambar 2.16 Ilustrasi definisi 2.9.1

Gambar 2.1.6 merupakan dimana terdapat titik D yang terletak diantara A dan B. D merupakan titik potong garis l dengan segmen . Jika garis l diperpanjang sampai tak hingga, maka l akan memotong di satu titik tertentu.

C

l

B A D

Berikut ini diberikan definisi geometri Pasch. Geometri metrik yang memenuhi aksioma pembagian bidang merupakan geometri Pasch.

Definisi 2.9.2 (Millman & Parker,1991:76)

Geometri Pasch adalah geometri metrik yang memenuhi PSA. ]

Berikut akan disajikan definisi mengenai interior dari sinar dan segmen garis.

Definisi 2.9.3 (Millman & Parker,1991:82)

Interior dari sinar garis dalam geometri metrik adalah himpunan

Interior dari segmen garis dalam geometri metrik adalah himpunan

, ]

Untuk lebih memahami definisi 2.9.3, perhatikan gambar berikut.

(a) (b)

Gambar 2.1.7 Ilustrasi Definisi 2.9.3

Gambar 2.1.7 merupakan ilustrasi dari definisi 2.9.3. Gambar 2.1.7 (a) merupakan ilustrasi interior sinar . Interior dari adalah tanpa titik A. gambar 2.1.7 (b) merupakan ilustrasi segmen . Interior adalah tanpa titik-titik A dan B. Artinya titik-titik ujung dari segmen garis bukan merupakan anggota interior segmen garis.

A A

B B

Setelah pembahasan mengenai interior sinar garis dan segmen garis, berikut ini akan dibahas mengenai interior sudut. Untuk memahami definisi interior sudut, ingat kembali definisi mengenai aksioma pembagian bidang. Berikut definisi interior sudut.

Definisi 2.9.4 (Millman & Parker,1991:83)

Dalam geometri Pasch, interior dari (ditulis int( )), adalah perpotongan sisi yang memuat C dengan sisi yang memuat A. ]

Definisi 2.9.4 akan mengatakan tentang interior sebuah sudut. Interior sudut merupakan sudatu daerah yang dibatasi oleh dua sinar garis yang membentuk sudut tersebut. Untuk memahami definisi 2.9.4, perlu diingat kembali tentang aksioma pembagian bidang/PSA. Misalkan terdapat

, maka akan terdapat dua garis yang terkait, yaitu dan . Misalkan D terdapat pada interior maka D, C terletak pada sisi yang terhadap dan D, A terlatak pada sisi yang sama terhadap .

Untuk lebih memahami definisi 2.9.4, perhatikan gambar 2.1.7 berikut.

Gambar 2.18 Ilustrasi definisi 2.9.4 pada bidang E

Gambar 2.1.8 menunjukkan interior . Interior merupakan daerah yang dibatasi oleh dan .

A

B

C

Berikut ini diberikan teorema tentang interior sudut.

Teorema 2.9.1 (Teorema Crossbar) (Millman & Parker,1991:84)

Dalam geometri Pasch, jika P ∈ int( ) maka berpotongan

dengan di titik F dengan A – F – C.

Bukti:

Misalkan E merupakan sebuah titik sedemikian hingga E – B – C (lihat gambar 2.16). P dan C berada pada sisi yang sama dari . C dan E pada sisi yang berlawanan dari . . Misalkan Q adalah sebuah titik sedemikian hingga P – B – Q. maka Q dan A berada pada sisi yang

berlawanan dari sehingga . Mengakibatkan

. Menggunakan Postulat Pasch terhadap ∆ kita lihat

bahwa . Karena A, B, C tidak segaris, untuk F tertentu. dan . Sehingga F ∈ int( ). Akhirnya, P, A, dan F semuanya pada sisi yang sama dari sehingga memenuhi

. Akibatnya memotong pada titik tertentu F dengan

A – F – P.  

Untuk lebih memahami teorema 2.1.8, perhatikan ilustrasi berikut.

Gambar 2.19 Ilustrasi Teorema 2.1.8 A

B

C P

F

Gambar 2.1.9 merupakan ilustrasi teorema 2.1.8. P ∈ int( ). BP berpotongan dengan AC di titik F sedemikian hingga A – F – C.

2.10 GEOMETRI PROTRAKTOR

Geometri protraktor merupakan sistem geometri yang merupakan geometri Pasch dengan menambahkan satu bagian, yaitu ukuran sudut.

Sebelum dibahas mengenai definisi geometri protraktor, akan diberikan dulu mengenai ukuran sudut, yang merupakan salah satu bagian penting untuk dapat mendefinisikan geometri protraktor. Berikut ini diberikan definisi ukuran sudut.

Definisi 2.10.1 (Millman & Parker,1991:90)

Misalkan ro adalah bilangan real positif. Dalam geometri Pasch, ukuran sudut (protractor) didasarkan pada ro adalah fungsi m dari himpunan sudut-sudut dalam A kepada himpunan bilangan real sedemikian hingga:

i) Jika ∈ A maka 0

ii) Jika terletak pada sisi dari setengah bidang H1 dan jika θ adalah bilangan real dengan 0 , maka ada sinar garis tunggal dengan dan

iii) Jika maka ]

Aksioma pertama dari definisi 2.10.1 mengatakan bahwa ukuran sudut dari suatu sudut terukur. Karena batas bawahnya nol, dan batas atasnya adalah bilangan real positif, maka ukuran sudut adalah bilangan real yang positif. sehingga tidak dimungkinkan adanya ukuran sudut yang negatif.

Ilustrasi untuk aksioma ii) dan iii) dapat dilihat pada gambar 2.20 berikut.

(a) (b)

Gambar 2.20 Ilustrasi aksioma ii) dan iii) dari Definisi 2.10.1 Jika 180, m disebut ukuran derajat. Jika , m disebut ukuran radian.

Selanjutnya akan dibahas mengenai geometri protraktor yang didefinisikan berdasarkan geometri Pasch dengan melibatkan ukuran sudut.

Definisi 2.10.2 (Millman & Parker,1991:91)

Geometri Protraktor {S , L , d , m} merupakan geometri Pasch dengan

sebuah ukuran sudut m. ]

Selanjutnya geometri protraktor disebut dengan:

a) Pada bidang Euclid (E ) = { , L E , dE , mE} b) Pada bidang Poincaré (H ) = { , L H , dH , mH}

2.11 GEOMETRI NETRAL

Di dalam metematika, terdapat gagasan mengenai ekuivalensi. Dalam geometri, gagasan yang sesuai dengan ekuivalensi adalah kongruensi.

Berikut diberikan definisi mengenai kongruensi dalam segitiga.

C A D

β  χ + β 

θ  χ 

B A

B C

Definisi 2.11.1 (Millman & Parker,1991:125)

Misalkan dan ∆ adalah dua segitiga pada Geometri Protraktor dan misalkan : , , , , adalah fungsi bijektif di antara titik-titik sudut segitiga tersebut. f kongruen jika:

, ,

dan

, , ]

Dua segitiga ∆ dan ∆ dikatakan kongruen jika ketiga sisi yang bersesuaian dari kedua segitiga tersebut sama dan ketiga sudut yang saling bersesuaian juga sama.

Untuk lebih memahami definisi 2.11.1, perhatikan ilustrasi berikut.

Pada gambar 2.21, , , dan .

Selanjutnya, dalam geometri protraktor terdapat tiga aksioma mengenai dua segitiga yang kongruen. berikut diberikan definisi mengenai ketiga aksioma tersebut.

Definisi 2.11.2 (Millman & Parker,1991:127)

Geometri protraktor memenuhi Aksioma Sisi-Sudut-Sisi (Side-Angle-side/SAS) jika ∆ dan ∆ adalah dua segitiga dengan ,

, , maka ∆ ∆ . ]

Berikut ini diberikan ilustrasi tentang aksioma SAS.

Gambar 2.22 ∆

Dari gambar 2.22, ∆ dan adalah dua segitiga dengan

, , . Sehingga ∆ ∆ .

Berikut ini diberikan definisi geometri netral dimana geometri netral merupakan geometri protraktor dengan satu syarat tertentu.

Definisi 2.11.3 (Millman & Parker,1991:127)

Geometri netral adalah geometri protraktor yang memenuhi SAS. ]

Definisi 2.11.3 menyatakan bahwa geometri netral merupakan geometri protraktor dengan syarat memenuhi definisi 2.11.2.

Aksioma SAS menyatakan bahwa sebuah segitiga dikatakan kongruen bila tiga bagian yang saling berkorespondensi antara kedua segitiga tersebut kongruen. Padahal sebuah segitiga memiliki enam bagian yang

α 

terukur, tiga sudut dan tiga sisi, sehingga ada kemungkinan lain yang mungkin perbandingan yang lain.

Definisi 2.11.4 (Millman & Parker,1991:131)

Geometri protraktor memenuhi aksioma Sudut-Sisi-Sudut (Angle-Side-Angle/ASA) jika ada ∆ dan ∆ adalah dua segitiga dengan

, , , maka ∆. ]

Definisi 2.11.4 biasa diingat sebagai: Jika dua sudut dan sisi yang diapitnya dalam sebuah segitiga itu kongruen dengan dua sudut dan satu sudut dari segitiga yang lain, maka dua segitiga itu kongruen.

Gambar 2.23 ∆

Dari gambar 2.23, ada dan adalah dua segitiga dengan

, , . Sehingga ∆.

Selain aksioma SAS dan ASA terdapat aksioma lain yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa dua segitiga kongruen. aksioma tersebut adalah aksioma sisi-sisi-sisi/SSS. Berikut diberikan definisi mengenai aksioma SSS.

Definisi 2.11.5 (Millman & Parker,1991:132)

Geometri protraktor memenuhi aksioma Sisi-Sisi-Sisi (Side-Side-Side/SSS) jika ada ∆ dan ∆ adalah dua segitiga dengan

Definisi 2.11.5 menyatakan bahwa: Jika tiga sisi dari sebuah segitiga kongruen dengan ketiga sisi dari segitiga yang lain, maka kedua segitiga itu kongruen.

Gambar 2.24 ∆

Dari gambar 2.24, dan adalah dua segitiga dengan , , . Sehingga ∆.

2.12 EUCLIDEAN PARALLEL PROPERTY

Euclidean Parallel Property (EPP) merupakan postulat tentang kesejajaran yang dikemukakan oleh Euclides. Postulat ini menyatakan bahawa melalui satu titik terdapat satu garis yang sejajar terhadap suatu garis tertentu.

Definisi 2.12.1 (Millman & Parker,1991:176)

Geometri insidensi memenuhi Euclidean Parallel Property (EPP) jika untuk setiap garis l dan untuk setiap titik P, ada garis tertentu yang

melalui P yang sejajar l. ]

Gambar 2.25 Ilustrasi definisi 2.11.6 A

B

C

D

E

F

P

l l’

2.13 KERANGKA BERPIKIR

Selama ini sudah mempelajari tentang isometri terkait dengan geometri transformasi pada Geometri Euclides. Berdasarkan teori pada bagian 2.1 sampai 2.12, akan ditemukan bahwa sifat isometri pada geometri Euclides juga berlaku untuk geometri lainnya terutama pada geometri netral, karena geometri Euclides sendiri adalah geometri netral.

 

48  

BAB III

TEORI ISOMETRI

3.1 KOLINEASI DAN ISOMETRI

Ada dua konsep dasar dalam geometri metrik, yaitu garis dan jarak.

Selain itu ada pula dua jenis fungsi yang penting. Satu fungsi (kolineasi) yang memasangkan garis ke garis, dan fungsi yang lain (isometri) mempertahankan jarak.

Pertama-tama akan dibahas mengenai kolineasi. Kolineasi adalah fungsi yang mempertahankan garis. Berikut diberikan definisi mengenai kolineasi.

Definisi 3.1.1 (Millman & Parker,1991:285)

Jika I = {S , L } dan I ‘ = {S ‘ , L ‘} merupakan geometri insidensi, maka ϕ: S → S ’ mempertahankan garis jika untuk setiap garis l anggota S , ϕ(l) adalah sebuah garis S ‘ ; dengan kata lain φ L ‘ jika L .

ϕ adalah sebuah kolineasi jika ϕ adalah fungsi bijektif yang

mempertahankan garis. ]

Dari definisi 3.1.1, diketahui bahwa:

a. Fungsi ϕ dalam geometri insidensi dikatakan mempertahankan garis jika l adalah garis dalam geometri insidensi dipetakan oleh ϕ akan didapatkan ϕ( l ) yang juga merupakan garis dalam geometri insidensi.

b. Syarat fungsi ϕ dapat disebut kolineasi yaitu:

(i) ϕ adalah fungsi bijektif , dan

(ii) ϕ adalah fungsi yang mempertahankan garis.

Untuk lebih memahami definisi 3.1.1, perhatikan dua contoh berikut..

Contoh 3.1.1

Misalkan I = I ‘ = { ,L E}. Fungsi : dimana , 2 , 5 adalah sebuah kolineasi.

Bukti:

Diketahui: , 2 , 5 (3-1)

Pertama-tama harus ditunjukkan bahwa ϕ bijektif. Untuk membuktikan bahwa ϕ bijektif, maka harus dibuktikan bahwa ϕ memiliki invers.

Invers diberikan oleh

, ,

.

Karena ϕ memiliki invers, maka dapat dikatakan bahwa ϕ bijektif.

Selanjutnya harus dibuktikan bahwa ϕ mempertahankan garis.

i) Jika , berarti , sehingga persamaan (3-1) menjadi:

2 , 5 | (3-2)

Misalkan 2 (3-3)

5 (3-4)

Dari persamaan (3-3) didapatkan 2 (3-5)

Substitusikan persamaan (3-5) ke persamaan (3-4) sehingga persamaan (3-2) menjadi:

, | 3 5 (3-6)

Persamaan (3-6) merupakan persamaan garis dengan m = 1 dan 3 5. Sehingga dapat ditulis sebagai:

,

ii) Jika , berarti ( )

Maka persamaan (3-1) menjadi:

2 , 5 |

2 , 1 5 |

9 Jika 2, maka .

9 Jika 2, maka , dimana dan 5 .

Dari i) dan ii) terlihat bahwa garis yang dikenai fungsi ϕ tetaplah sebuah garis  mengakibatkan ϕ mempertahankan garis.

Karena ϕ bijektif dan ϕ mempertahankan garis, maka ϕ adalah kolineasi. •

Contoh 3.1.2

Misalkan I = I ‘ ={ ,L E}. Fungsi : dimana , , adalah sebuah kolineasi.

Bukti:

Diketahui: fungsi , , (3-7)

Berdasarkan definisi 3.1.1, maka pertama-tama harus dibuktikan bahwa ϕ bijektif.

Untuk membuktikan ϕ bijektif, berdasarkan definisi 2.1.9, harus dibuktikan bahwa ϕ memiliki invers. Invers ϕ diberikan oleh.

, 2 ,

2

Karena ϕ memiliki invers, maka berarti ϕ bijektif.

Selanjutnya harus dibuktikan bahwa ϕ mempertahankan garis.

i) Jika , berarti , maka persamaan (3-7) menjadi:

, |

, | 2

,

ii) Jika , , berarti , maka persamaan (3-7) menjadi:

, |

1 , 1 |

™ Untuk 1, maka

™ Untuk 1, maka , dimana dan .

Karena ϕ bijektif dan ϕ mempertahankan garis, maka ϕ kolineasi. •

Berikut diberikan lemma-lemma tentang kolineasi. Lemma 3.1.1 berikut mengatakan bahwa ϕ dengan syarat tertentu dalam geometri insidensi merupakan kolineasi.

Lemma 3.1.1 (Millman & Parker,1991:286)

Misalkan I = {S ,L } dan I ’ = {S ’ ,L ’} merupakan Geometri Insidensi.

Misalkan ϕ : S → S ’ adalah fungsi bijektif dimana jika l ∈ L maka untuk suatu l’ ∈ L ’ dan jika t’ L ’ maka φ untuk suatu t ∈ L . Maka ϕ adalah sebuah kolineasi.

Bukti:

Harus ditunjukkan bahwa adalah sebuah garis, bukan hanya himpunan bagian dari sebuah garis.

Misalkan . Maka dan adalah dua titik yang

berbeda. Karena diketahui untuk suatu l’ L ’ dan , , akan diperoleh .

Di sisi lain, untuk suatu t ∈ L , dan ,

mengakibatkan . Jika maka dan

.

Akibatnya dan mempertahankan garis.

Karena ϕ bijektif (diketahui) dan ϕ mempertahankan garis, maka ϕ kolineasi.

Untuk lebih memahami Lemma 3.1.1, perhatikan contoh 3.1.3 berikut.

Contoh 3.1.3

Misalkan I = I ’ = { , L H} dan misalkan : oleh , , mengakibatkan merupakan kolineasi.

Bukti:

Pertama-tama harus didefinisikan secara geometris apa itu dalam . Jika adalah radius koordinat (dalam koordinat polar), maka persamaan , , dapat ditulis menjadi:

, ,

Jika dihimpun , dan , , , maka . Fungsi

disebut pembalikan pada lingkaran satuan(gambar 3.1 (a)).

adalah (bidang Euclid) pencerminan terhadap sumbu y (gambar 3.1 (b)).

adalah pembalikan pada lingkaran satuan, diikuti dengan pencerminan pada sumbu y.

Sekarang akan ditunjukkan bahwa adalah kolineasi. Sekarang kita akan

menunjukkan bahwa untuk semua . Hal ini

mengakibatkan adalah invers dari dirinya sendiri dan bijektif. Karena , boleh menggunakan Lemma 3.1.2 untuk menunjukkan bahwa mempertahankan garis. Berdasarkan Lemma 3.1.2, untuk masing-masing

l ∈ L H , untuk suatu l’ ∈ L H . Ada empat kasus yang mengikuti:

l = 0L , l = aL dengan 0, l = cLr dengan , dan l = cLr dengan .

♣ Jika l = 0L dan maka 0, untuk suatu 0. Sehingga 0, 1⁄ 0L maka dari itu .

♣ Jika l = aL dengan 0 maka untuk , kita dapat

, ,

1 2

1 2

2 2

2

2 2

2 4

4 2 4

4 1 4

Sehingga dLs dengan dan .

♣ Jika l = cLr dengan maka

dLs dengan dan .

♣ Jika l = cLr dengan maka

±aL dengan .

Sehingga untuk semua kasus, untuk suatu l’ ∈ L H . •

(a) (b)

Gambar 3.1 Ilustrasi pembuktian contoh 3.1.3

Gambar 3.1 (a) merupakan ilustrasi pembalikan pada lingkaran satuan, sedangkan gambar 3.1 (b) merupakan ilustrasi pencerminan terhadap sumbu-y.

Dimulai dari geometri insidensi {S , L }, dan fungsi bijektif ϕ : S →S ’ , akan diperoleh geometri insidensi yang baru {S ’ , L ’} dimana ϕ adalah sebuah kolineasi. Lemma 3.1.2 akan membuktikan hal tersebut.

Lemma 3.1.2 (Millman & Parker,1991:288)

Misalkan I = {S , L } adalah geometri insidensi dan misalkan ϕ : S →S ’ adalah fungsi bijektif. Jika L ’ didefinisikan oleh L ‘ = {ϕ(l) | l ∈ L } maka

P

Q j(P)

j(Q)

P

Q ρ (Q)

ρ (P) y y

ϕ(I ) ={S ’ , L ’ } adalah Geometri Insidensi (disebut Geometri Insidensi diinduksi oleh ϕ) dan ϕ kolineasi.

Bukti:

Diketahui bahwa I = {S , L } adalah geometri insidensi dan ϕ : S →S ’ adalah fungsi bijektif. Untuk membuktikan geometri insidensi, ingat kembali definisi geometri insidensi (definisi 2.3.2).

Untuk membuktikan Lemma 3.1.2, pertama-tama harus dibuktikan bahwa jika L ’ didefinisikan oleh L ‘ = {ϕ(l) | l ∈ L } maka ϕ(I ) ={S ’ , L ’}

adalah Geometri Insidensi.

Akan ditunjukkan bahwa dua titik yang berbeda terletak pada satu garis.

Misalkan . Karena l ∈ L maka terdapat titik , . Akibat dari ϕ,

maka , . , dimana . Sehingga, jika

terdapat dua titik pada S ‘ maka terletak pada satu garis pada L ‘.

Selanjutnya dibuktikan terdapat tiga titik yang tidak segaris pada S ‘ yang tidak segaris. Misalkan titik A, B, C merupakan tiga titik yang tidak segaris pada S . Karena setiap dua titik terletak segaris, maka misalkan A, B dan

B, C , dimana . Akibatnya, dimana ,

L ‘ . Akibatnya ϕ(I ) ={S ’ , L ’} adalah Geometri Insidensi.

Selanjutnya harus dibuktikan bahwa ϕ kolineasi. Dari pembuktian di atas, garis L dikenai fungsi ϕ menjadi garis L ‘ . Karena ϕ bijektif dan ϕ mempertahankan garis, maka ϕ kolineasi.

Lemma 3.1.2 mengatakan tentang geometri insidensi yang dikenai fungsi ϕ hasilnya tetaplah geometri insidensi. Hal ini disebut sebagai geometri insidensi yang diinduksi oleh ϕ dan ϕ kolineasi. Untuk lebih memahami Lemma 3.1.2 perhatikan contoh berikut.

Contoh 3.1.4

Jika : dengan , , maka ϕ menyebabkan kolineasi dari E = { ,L E} menjadi model baru ϕ(E ) = { ,L ’}.

Beberapa garis ϕ(E) ditunjukkan gambar 3.2 berikut.

Gambar 3.2 Beberapa garis pada ϕ(E )

Gambar 3.2 menunjukkan garis-garis pada bidang Euclides. :

dengan , , .

♦ Garis 1 1. ini merupakan garis

. 8

3  

,  

,

, 1

1 2

x y

-1

♦ Garis . ini merupakan garis

, .

♦ Garis 2 2. ini merupakan

garis , .

♦ Garis 2 2. ini merupakan garis

, .

Notasi: Jika ϕ : S → S ’ adalah sebuah fungsi dan A ∈ S maka .

Setelah pembahasan mengenai kolineasi, selanjutkan akan dibahas pokok bahasan yang kedua, yaitu isometri.

Isometri merupakan suatu fungsi yang mempertahankan jarak. Berikut diberikan definisi isometri.

Definisi 3.1.2 (Millman & Parker,1991:288)

Misalkan G = {I , L , d} dan G ’ = {I ’ , L ’ , d’} adalah Geometri Metrik.

Isometri dari G ke G ’ adalah fungsi ϕ: S → S ’ dimana untuk semua A, B ∈ S berlaku:

, , (3-8)

Fungsi ϕ pada persamaan (3-8) menyatakan mempertahankan jarak. ]

Definisi 3.1.2 menjelaskan bahwa isometri dalam geometri metrik mempertahankan jarak. Mempertahankan jarak artinya jika jarak dua titik

adalah d satuan jarak, maka jarak dua titik bayangannya adalah juga d satuan jarak. Untuk lebih memahami definisi 3.1.2, perhatikan tiga contoh berikut ini.

Contoh 3.1.5

Fungsi : yang ditunjukkan oleh , 2, 3 adalah isometri dalam { , L E}.

Bukti:

Misalkan titik A (a,b) dan B (c,d) dengan a,b,c,d ∈ .

Maka ,

, 2, 3

, 2, 3

Maka , 2 2 3 3

2 2 3 3

Sebelumnya dibuktikan bahwa , dimana

, . Sehingga, , , .

Karena , , , maka isometri. •

Contoh 3.1.5 merupakan contoh fungsi isometri. Berikut ini diberikan contoh fungsi yang bukan isometri.

Contoh 3.1.6

Fungsi : oleh , , adalah kolineasi (contoh

3.1.2) dalam { , L E , dE} tetapi bukan isometri.

Bukti:

Berdasarkan pembuktian contoh 3.1.2 diketahui bahwa ϕ kolineasi.

Selanjutnya akan dibuktikan bahwa bukan isometri. Persamaan (3-8) pada definisi 3.1.2 berlaku untuk semua A, B ∈ . Sehingga untuk membuktikan bahwa bukan isometri, cukup dibuktikan ada A, B ∈ yang menyebabkan

, , .

Ambil dua titik koordinat dalam . Misalkan kita ambil titik 0,5 dan titik

1, 3 . Maka, , 1 8 √65.

0,5 0 5,1 3 5,4

1, 3 1 3,1 3 2,4

Maka, , 7 0 √49 7

Padahal diketahui , √65 7. Sehingga , , .

Karena ada ada A, B ∈ yang menyebabkan , , maka

dapat disimpulkan bahwa, ϕ tidak isometri. •

Selanjutnya, contoh 3.1.7 merupakan contoh isometri pada bidang

Selanjutnya, contoh 3.1.7 merupakan contoh isometri pada bidang

Dokumen terkait