• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRI. Skripsi. Pendidikann Matematika. Program Studi. Oleh: NIM: YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TRI. Skripsi. Pendidikann Matematika. Program Studi. Oleh: NIM: YOGYAKARTA"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

JU

PADA

URUSAN PE

KO BIDANG

Diaju M Pr

PROGRA ENDIDIKA FAKULTA

UN

LINEAS G EUCLI

ukan untuk M Memperoleh G rogram Studi

Erlin NIM

AM STUDI P AN MATEM

AS KEGURU NIVERSITA YO

SI DAN I ID DAN

Skripsi Memenuhi Sa

Gelar Sarjan i Pendidikan

Oleh:

na Dwi Prase M: 07141405

PENDIDIKA ATIKA DA UAN DAN I AS SANATA OGYAKART

2012

ISOMET BIDANG

alah Satu Sy a Pendidikan n Matematik

ekti 52

AN MATEM AN ILMU PE

ILMU PEND A DHARMA TA

TRI

G POINC

yarat n a

MATIKA ENGETAHU

DIDIKAN A

CARÉ

UAN ALAMM

(2)

JU

PADA

URUSAN PE

KO BIDANG

Diaju M Pr

PROGRA ENDIDIKA FAKULTA

UN

LINEAS G EUCLI

ukan untuk M Memperoleh G rogram Studi

Erlin NIM

AM STUDI P AN MATEM

AS KEGURU NIVERSITA YO

i

SI DAN I ID DAN

Skripsi Memenuhi Sa

Gelar Sarjan i Pendidikan

Oleh:

na Dwi Prase M: 07141405

PENDIDIKA ATIKA DA UAN DAN I AS SANATA OGYAKART

2012

i

ISOMET BIDANG

alah Satu Sy a Pendidikan n Matematik

ekti 52

AN MATEM AN ILMU PE

ILMU PEND A DHARMA TA

TRI

G POINC

yarat n a

MATIKA ENGETAHU

DIDIKAN A

CARÉ

UAN ALAMM

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Do the best. Be the best. But don’t think the best.

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Kedua orang tuaku dan adikku terkasih,

Masku dan sahabat-sahabatku tersayang,

Serta almamaterku Universitas Sanata Dharma.

(6)

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Januari 2012 Penulis

Erlina Dwi Prasekti

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

Januari 2012

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama NIM

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul:

PADA BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCARÉ

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan

Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari sa

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 12 Januari 2012 Yang menyatakan,

Erlina Dwi Prasekti

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

: Erlina Dwi Prasekti : 071414052

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul:

KOLINEASI DAN ISOMETRI

PADA BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCARÉ

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

12 Januari 2012

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

PADA BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCARÉ

Universitas Sanata

Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya

dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikan di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa

ya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap

(8)

vii

ABSTRAK

Erlina Dwi Prasekti, 2012. Kolineasi dan Isometri pada Bidang Euclid dan Bidang Poincaré. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini membahas mengenai kolineasi dan isometri dengan pendekatan metrik.

Setelah membaca penelitian ini diharapkan pembaca akan memperoleh wawasan mengenai isometri dan kolineasi.

Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan buku acuan utama adalah

“Geometry: A Metric Approach with Models” karangan Millman & Parker. Kolineasi dan isometri ditulis dengan menambahkan pembuktian lemma dan teorema serta penambahan penjelasan dan contoh.

Hasil dari penelitian ini adalah: (i) Kolineasi merupakan fungsi bijektif yang mempertahankan garis (ii) Isometri adalah fungsi bijektif yang mempertahankan jarak (iii) Dalam geometri netral jika diketahui suatu fungsi merupakan isometri, maka fungsi tersebut pastilah kolineasi (iv) Dalam geometri netral, jika diketahui fungsi isometri maka akan memenuhi sifat mempertahankan keantaraan, dan mempertahankan ukuran sudut.

Kata kunci: Kolineasi, Isometri, Pendekatan Metrik, Bidang Euclid, Bidang Poincaré, geometri netral.

(9)

viii

ABSTRACT

Erlina Dwi Prasekti, 2012. Collineation and Isometry in Euclidean Plane and Poincaré Plane. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research will be talking about collineation and isometry with metric approach.

After you read this research, hoping that the reader will get a new knowledge about isometry and collineation.

This research use study methods with “Geometry: A Metric Approach with Models”

of Millman & Parker as a mother book. Collineation and isometry written by added the proof of lemmas and theorems with an explanation and an example.

The product of this research are: (i) Collineation is bijective that preserves lines, (ii) Isometry is bijective that preserves distance, (iii) In a neutral geometry, if a function is an isometry, the function must be collineation, (iv) In a neutral geometry, if a function is an isometry then imply preserves betweenness, and preserves angle measure.

Keywords: Collineation, Isometry, Metric Approach, Euclidean Plane, Poincaré Plane, Neutral Geometry.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul

“Kolineasi dan Isometri pada Bidang Euclid dan Bidang Poincaré” ini dapat penulis selesaikan.

Segala macam hambatan dan rintangan telah banyak penulis alami selama menyelesaikan skripsi ini. Akan tetapi semua itu telah penulis lalui dengan adanya dukungan dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak, di antaranya:

1. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si.,M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan tekun, memberikan bimbingan dan dorongan selama proses penyusunan skripsi.

2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito selaku kaprodi pendidikan matematika, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Th. Sugiarto, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan akademik selama penulis melaksanakan studi di Universitas Sanata Dharma.

4. Semua dosen pendidikan matematika yang telah memberikan ilmu selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma.

5. Semua staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu memberikan pelayanan

kesekretariatan selama ini.

(11)

6. Kedua orang tuaku, mas Anto, dan dek Wahyu yang selalu mendukung dan memberi semangat.

7. Teman-teman pendidikan matematika angkata Dhita, Puji, Anggun yang selalu member 8. Teman-teman kos

dukungan.

9. Semua pihak yang telah membantu.

Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk melengkapi tulisan ini.

x

Kedua orang tuaku, mas Anto, dan dek Wahyu yang selalu mendukung dan memberi semangat.

teman pendidikan matematika angkatan 2007, Dhea, Ocha ta, Puji, Anggun yang selalu memberi semangat.

teman kos, Kiki, Agnes, Ayu, Ane, Nency, Rini yang selalu member

Semua pihak yang telah membantu.

Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk melengkapi tulisan

Yogyakarta Penulis

Erlina Dwi

Kedua orang tuaku, mas Anto, dan dek Wahyu yang selalu mendukung dan

n 2007, Dhea, Ocha, Wenny,

yang selalu memberi

Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan untuk melengkapi tulisan

Yogyakarta, 12 januari 2012 Penulis

Erlina Dwi Prasekti

(12)

xi  

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SIMBOL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penulisan ... 4

1.5 Manfaat Penulisan ... 4

1.6 Metode Penulisan ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

(13)

xii  

BAB II: LANDASAN TEORI

2.1 Himpunan dan Fungsi ... 6

2.2 Bidang Euclid dan Bidang Poncaré ... 15

2.3 Geometri Abstrak dan Geometri Insidensi ... 20

2.4 Geometri Metrik ... 22

2.5 Keantaraan ... 26

2.6 Segmen Garis dan Sinar Garis ... 29

2.7 Sudut dan Segitiga ... 32

2.8 Aksioma Pembagian Bidang ... 35

2.9 Geometri Pasch ... 37

2.10 Geometri Protraktor ... 41

2.11 Geometri Netral ... 42

2.12 Euclidean Parallel Property ... 46

2.13 Kerangka Berpikir ... 47

BAB III: KOLINEASI DAN ISOMETRI 3.1 Kolineasi dan Isometri ... 48

3.2 Pengaruh Isometri terhadap Ukuran Sudut ... 72

BAB IV: PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 97

4.2 Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiii  

DAFTAR SIMBOL

P, Q, R titik-titik

k, l, m garis-garis

S himpunan titik-titik

L himpunan garis-garis

d(P,Q) jarak antara titik P dan titik Q

dE jarak Euclid

dH jarak Poincaré

int interior

La garis vertikal pada koordinat Kartesius

Lm,b garis nonvertikal pada koordinat kartesius

aL garis tipe I pada bidang Poincaré

cLr garis tipe II pada bidang Poincaré

garis AB

sinar garis AB

segmen garis AB

A – B – C titik B terletak antara titik A dan titik C

(15)

xiv  

∠ABC sudut ABC

ΔABC segitiga ABC

ABCD segiempat ABCD

sejajar

A Geometri Abstrak

E Bidang Euclid

I Geometri Insidensi

C Bidang Kartesius

H Bidang Poincaré

L E Garis-garis pada bidang Euclid

L H Garis-garis pada bidang Poincaré

] akhir definisi

akhir pembuktian

• akhir contoh

(16)

xv  

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Koordinat Kartesius 15

Gambar 2.2 Garis Vertikal pada Bidang Euclid 16 Gambar 2.3 Garis Nonvertikal pada Bidang Euclid 16

Gambar 2.4 Garis 2 17

Gambar 2.5 Garis 2 17

Gambar 2.6 Koordinat untuk Bidang Poincaré 18

Gambar 2.7 Garis Tipe I pada Bidang Poincaré 19 Gambar 2.8 Garis Tipe II pada Bidang Poincaré 19 Gambar 2.9 (a)

Gambar 2.9 (b)

Garis 2L Garis 5L√10

20 20 Gambar 2.10 (a)

Gambar 2.10 (b)

Ilustrasi Ilustrasi

28 28

Gambar 2.11 Segmen Garis 29

Gambar 2.12 (a) Gambar 2.12 (b)

Ilustrasi sinar garis dan pada bidang Euclid Ilustrasi sinar garis dan pada bidang Poincaré

30 30

Gambar 2.13 (a) Gambar 2.13 (b)

Sudut pada Bidang Euclid Sudut pada Bidang Poincaré

33 33 Gambar 2.14 (a)

Gambar 2.14 (b)

Segitiga pada Bidang Euclid Segitiga pada Bidang Poincaré

34 34 Gambar 2.15 (a) Titik pada sisi sama dari garis tipe II bidang Poincaré 36

(17)

xvi  

Gambar 2.15 (b) Titik pada sisi berlawanan dari garis bidang Euclid 36

Gambar 2.16 Ilustrasi definisi 2.9.1 37

Gambar 2.17 (a) Gambar 2.17 (b)

Interior Interior

38 38

Gambar 2.18 Interior 38

Gambar 2.19 Ilustrasi teorema 2.1.8 40

Gambar 2.20 (a) Gambar 2.20 (b)

Ilustrasi aksioma ii) dari definisi 2.10.1 Ilustrasi aksioma iii) dari definisi 2.10.1

42 42 Gambar 2.21 Ilustrasi ∆ ∆ berdasarkan definisi 2.11.1 43 Gambar 2.22 Ilustrasi ∆ ∆ berdasarkan aksioma SAS 44 Gambar 2.23 Ilustrasi ∆ ∆ berdasarkan aksioma ASA 45 Gambar 2.24 Ilustrasi ∆ ∆ berdasarkan aksioma SSS 46

Gambar 2.25 Ilustrasi definisi 2.11.6 46

Gambar 3.1 (a) Gambar 3.1 (b)

Inversi/pembalikan pada lingkaran satuan Pencerminan terhadap sumbu-y

55 55

Gambar 3.2 Garis-garis pada ϕ (E ) 57

Gambar 3.3 (a) Gambar 3.3 (b)

Titik A, B, dan C yang tidak segaris Titik A, B, dan C yang segaris

70 70 Gambar 3.4 (a)

Gambar 3.4 (b)

Titik A, B, C pada contoh 3.1.9 pada koordinat kartesius Titik , , pada koordinat kartesius

72 72 Gambar 3.5 Ilustrasi pembuktian lemma 3.2.1 74 Gambar 3.6 (a) ∆ dengan 1,5 , 1,2 dan 5,2 76

(18)

xvii  

Gambar 3.6 (b) ∆ akibat , , terhadap A, B, C 76 Gambar 3.7 (a)

Gambar 3.7 (b)

Ilustrasi pembuktian lemma 3.2.2 Ilustrasi pembuktian lemma 3.2.2

77 77 Gambar 3.8 (a)

Gambar 3.8 (b)

∆ dengan

∆ dengan

78 78

Gambar 3.9 (a) Gambar 3.9 (b)

dengan merupakan garis bagi dengan garis bagi

80 80

Gambar 3.10 (a) Gambar 3.10 (b)

dengan merupakan garis bagi dengan garis bagi

81 81

Gambar 3.11 (a) Gambar 3.11 (b) Gambar 3.11 (c) Gambar 3.11 (d)

dengan merupakan garis bagi dengan garis bagi dengan 3 garis bagi

dengan 3 garis bagi

82 82 82 82

Gambar 3.12 (a) Gambar 3.12 (b)

pada contoh 3.2.4 pada contoh 3.2.4

85 85 Gambar 3.13 Ilustrasi pembuktian teorema 3.2.5 86 Gambar 3.14 Ilustrasi pembuktian teorema 3.2.6 87 Gambar 3.15 (a)

Gambar 3.15 (b)

∆ dengan 1,5 , 1,2 dan 5,2

∆ oleh , 1, 1

88 88

Gambar 3.16 Ilustrasi lemma 3.2.8 89

Gambar 3.17 (a) Gambar 3.17 (b)

Ilustrasi pembuktian teorema 3.2.11 Ilustrasi pembuktian teorema 3.2.11

93 93

(19)

xviii  

Gambar 3.18 Ilustrasi teorema 3.2.12 94

Gambar 3.19 Ilustrasi teorema 3.2.12 95

(20)

1   

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Geometri merupakan konsep yang mulai dikenal orang sejak tahun 3000 SM. Kata Geometri sendiri berasal dari bahasa Yunani, Geometrein , yaitu geo: bumi, dan metrein: mengukur (Byer,2010:1).

Studi tentang geometri diawali dengan dua konsep dasar, yaitu pengertian tentang titik dan garis. pengertian tersebut kemudian dihubungkan dengan kumpulan aksioma. Aksioma adalah pernyataan dari sifat yang sangat diperlukan untuk dipelajari tetapi tidak dibuktikan. Selanjutnya ada yang disebut sebagai model geometri. Model geometri ditentukan dengan himpunan elemen-elemen yang disebut titik dan kumpulan himpunan bagian dari himpunan ini yang disebut garis (Millman & Parker, 1991).

Sejak dimulainya era geometri non-Euclides, yang telah dimulai oleh Girolomo Saccheri (1667-1733), para matematikawan semakin tertarik untuk membuktikan kecacatan dalam geometri Euclides. Di antaranya adalah matematikawan Rusia Nicolai Lobachevsky (1792-1856) dan matematikawan Hungaria Janos Bolyai (1802-1860) yang menemukan geometri hiperbolik.

Kemudian pada pada tahun 1868, Beltrami membuktikan konsistensi geometri hiperbolik tersebut. (Byer, 2010).

Seorang matematikawan Jerman, David Hilbert (1862-1943) merupakan salah satu matematikawan yang terkini yang tertarik dalam bidang

(21)

geometri. Tujuan Hilbert adalah memperluas sistem aksioma Euclides kepada sesuatu yang telah lengkap dan menunjukkan logika formal yang digunakan Euclides. Sistem geometri Hilbert merupakan geometri Euclides yang dibangun berdasarkan kerja Moritz Pasch. Kemudian pada tahun 1932, seorang matematikawan Amerika, George D. Birkhoff (1884-1944) mempublikasikan aksioma Euclides dengan suatu perbedaan yang penting dengan Euclides dan Hilbert. Aksioma Birkhoff sendiri hanya terdiri dari 4 pernyataan dan dapat membuktikan postulat kesejajaran Euclides sebagai teorema dan dapat dibuktikan. Definisi pada sistem Birkhoff ini yaitu titik, garis, jarak, dan sudut, dengan konsep keantaraan dibuktikan berdasarkan konsep dasar jarak. Konsep jarak yang digunakan Birkhoff ini yang kemudian dikenal sebagai pendekatan metrik. (Byer,2010).

Penelitian yang sudah pernah dilakukan di bidang geometri di Universitas Sanata Dharma antara lain Geometri Hingga (berisi tentang berbagai geometri hingga), Geometri Metrik (berisi tentang konsep geometri metrik yang merupakan penggabungan dari bidang Euclid, bidang Poincare, bidang Taxicab, dengan dengan fungsi jarak), Model-model Geometri Non Euclides (berisi tentang model-model geometri non Euclides pada bidang Euclides. Model geometri non Euclides itu adalah geometri hiperbolik dan geometri eliptik), Geometri Euclides secara Deduktif Aksiomatis (berisi tentang geometri Euclides sesuai dengan aksioma Hilbert), Geometri Kabur (berisi tentang geometri kabur yang berisi titik kabur, jarak kabur, garis kabur, luas dan keliling himpunan kabur, segitiga dan segiempat kabur), Grup

(22)

Transformasi Pada Geometri Euclides (berisi tentang grup transformasi yang terdiri dari grup dilatasi, grup isometri), dan Konsistensi pada Geometri Hiperbolik (berisi tentang geometri hiperbolik dan konsistensinya yang ditunjukkan dengan model konformal dari Poincare). Karena sedikitnya penelitian di bidang geometri itu, maka penulis tertarik untuk meneliti di bidang geometri melalui skripsi yang berjudul “KOLINEASI DAN ISOMETRI PADA BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCARÉ”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan kolineasi dan isometri?

2. Bagaimana pengaruh isometri terhadap besar sudut?

1.3 BATASAN MASALAH

Pembahasan mengenai kolineasi dan isometri dibatasi pada:

a) Bidang yang digunakan adalah bidang Euclid dan bidang Poincaré.

b) Menggunakan pendekatan metrik. Pendekatan metrik merupakan pendekatan yang menggunakan konsep jarak yang ditambahkan pada geometri insidensi.

c) Menggunakan fungsi titik.

d) Garis yang digunakan pada bidang Euclid hanya terbatas pada garis- garis lurus.

(23)

1.4 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui tentang kolineasi dan isometri.

2. Untuk mengetahui pengaruh isometri terhadap besar sudut.

1.5 MANFAAT PENULISAN a) Bagi Pembaca

Dapat menambah wawasan pembaca mengenai isometri pada bidang Euclid dan bidang Poincaré dengan pendekatan metrik.

b) Bagi Penulis

Penulis dapat menambah pengetahuan mengenai isometri pada bidang Euclid dan bidang Poincaré dengan pendekatan metrik.

c) Bagi Universitas

Dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang geometri.

1.6 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Pembahasan tulisan ini secara keseluruhan diambil dari buku Geometry: A Metric Approach with Models karangan Richard Millman and Parker.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:

1) Membaca buku Geometry: A Metric Approach with Models karangan Richard Millman and Parker.

(24)

2) Menyajikan kembali definisi-definisi pada bab Teori Isometri, subbab Isometri dan Kolineasi.

3) Memberi contoh dari definisi-definisi.

4) Menyajikan kembali teorema-teorema, lemma-lemma, dan akibat- akibat.

5) Melengkapi bukti teorema-teorema, lemma-lemma, dan akibat-akibat.

6) Memberi contoh dan penjelasan dari teorema-teorema, lemma-lemma, serta akibat-akibat.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Pada bab pertama berupa pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat serta metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab dua berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam mendefinisikan isometri dan kolineasi, serta definisi-definisi yang digunakan dalam membuktikan teorema yang dibahas di bab ketiga.

Bab ketiga membahas tentang kolineasi dan isometri. Terdapat definisi- definisi dan teorema, serta lemma dan akibat terkait dengan kolineasi dan isometri. Diberikan juga contoh-contoh terkait dengan teorema atau definisi menggunakan bidang Euclid maupun bidang Poncaré.

Bab keempat atau bab terakhir berisi tentang kesimpulan dari pembahasan pada bab tiga serta saran yang diberikan penulis kepada pembaca yang ingin mengembangkan tulisan ini lebih lanjut.

(25)

6  

BAB II

LANDASAN TEORI

Konsep dasar dalam geometri adalah gagasan mengenai titik dan gagasan mengenai garis yang kemudian dihubungkan satu sama lain dengan berbagai macam aksioma. Sedangkan di sisi lain ada yang disebut sebagai model geometri.

Model geometri merupakan kesatuan matematis yang memenuhi semua aksioma untuk geometri yang bersangkutan.

2.1 HIMPUNAN DAN FUNGSI

Konsep dasar yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum kita memulai pembahasan mengani geometri adalah konsep tentang himpunan.

Arti dari himpunan sendiri diberikan oleh definisi himpunan berikut.

Definisi 2.1.1 (Devlin,2003:57)

Sebuah himpunan S adalah suatu kumpulan objek yang dapat

didefinisikan secara benar. ]

Jika A merupakan sebuah himpunan, maka objek-objek pada A disebut sebagai anggota himpunan A atau elemen A. Misalkan x adalah anggota A, maka bisa kita tuliskan .

Berikut ini merupakan contoh dari himpunan dan anggota himpunan.

Contoh 2.1.1

himpunan semua bilangan real

, menyatakan bahwa x merupakan bilangan real. • Di antara himpunan-himpunan sendiri terdapat relasi. Berikut diberikan definisi dari relasi dua himpunan.

(26)

Definisi 2.1.2 (Millman & Parker,1991:4)

Himpunan T adalah himpunan bagian dari S (ditulis ) jika setiap elemen T juga merupakan elemen S.

Himpunan T sama dengan himpunan S (ditulis ) jika setiap elemen T di dalam S dan setiap elemen S di dalam T. (Atau jika dan hanya

jika dan ). ]

Definisi 2.1.3 (Millman & Parker,1991:4)

Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota, dan

dinotasikan dengan . Catatan: ⊂ S untuk setiap himpunan S. ]

Definisi 2.1.2 dan definisi 2.1.3 menyatakan jika terdapat dua himpunan maka:

a) Himpunan bagian, berarti setiap anggota himpunan pertama merupakan anggota himpunan yang kedua, tetapi tidak sebaliknya.

b) Sama dengan, artinya untuk setiap anggota himpunan pertama merupakan anggota himpunan himpunan yang pertama dan setiap anggota himpunan kedua merupakan anggota himpunan yang pertama.

c) Himpunan kosong, artinya himpunan yang tidak memiliki anggota.

Sebagai contoh himpunan kosong misalnya himpunan bilangan prima yang kurang dari dua.

Dari definisi 2.1.2 di atas diketahui juga bahwa jika T himpunan bagian dari S dan T serta S merupakan himpunan berhingga, maka elemen T jumlahnya kurang dari atau sama dengan elemen S.

Untuk lebih memahami definisi 2.1.2, perhatikan contoh berikut.

(27)

Contoh 2.1.2

C = himpunan semua bilangan cacah antara 0 dan 5 A = himpunan semua bilangan asli yang kurang dari 5 B = himpunan semua bilangan bulat

Jika ditulis dengan cara mendaftar anggota himpunan, dapat ditulis sebagai:

C = {1,2,3,4}

A = {1,2,3,4}

B = {…,-4,-3,-2,-1,0,1,2,3,…}

Dapat diketahui bahwa:

dan serta .

Artinya, C adalah himpunan bagian dari B, karena anggota dari C, yaitu 1,2,3,4 juga merupakan anggota dari B, atau 1,2,3,4∈B.

Himpunan A merupakan himpunan bagian dari B karena anggota A yaitu 1,2,3,4 juga merupakan anggota B, atau 1,2,3,4∈B.

Himpunan C sama dengan A karena 1,2,3,4∈C dan 1,2,3,4∈A. • Selanjutnya akan diberikan definisi operasi dua himpunan.

Definisi 2.1.4 (Millman & Parker,1991:4)

Gabungan dari dua himpunan A dan B adalah himpunan

| .

Irisan dari dua himpunan A dan B adalah himpunan

| .

(28)

Selisih dua himpunan A dan B dalah himpunan

| . ]

Definisi 2.1.4 mengatakan bahwa jika diketahui dua himpunan maka:

a) Gabungan dua himpunan, merupakan himpunan hasil dari penggabungan elemen-elemen kedua himpunan.

b) Irisan dua himpunan adalah, himpunan dari elemen kedua himpunan yang merupakan anggota himpunan pertama sekaligus anggota himpunan kedua.

c) Selisih dua himpunan, dalam hal ini selisih himpunan pertama dan himpunan kedua, yaitu himpunan dari elemen-elemen himpunan pertama yang tidak merupakan elemen himpunan kedua.

Untuk lebih memahami definisi 2.1.4, perhatikan contoh 2.1.3 beikut.

Contoh 2.1.3

Diketahui A = {3,5,7} dan B = {1,2,3}

1,2,3,5,7 ; 3 ; 5,7

Gabungan himpunan A dan B adalah 1,2,3,5,7 karena 1,2,3,5,7 merupakan anggota A atau anggota B.

Irisan himpunan A dan B adalah 3 karena 3 dan 3 .

Selisih himpunan A dan B adalah 5 dan 7 karena 5,7 dan 5,7 • Setelah pembahasan mengenai himpunan, selanjutnya akan dibahas mengenai fungsi.

Antara dua himpunan terdapat suatu relasi khusus yang memasangkan tiap-tiap elemen himpunan pertama tepat satu ke elemen-elemen himpunan yang kedua. Relasi khusus itulah yang kemudian dikenal sebagai fungsi.

(29)

Definisi 2.1.5 (Giaquinta&Modica,2003:30)

Misalkan A, B adalah dua himpunan. Fungsi atau peta atau transformasi : adalah relasi atau aturan yang memasangkan masing-masing

ke tepat satu titik pada B. ]

Diberikan : , untuk setiap kita memiliki cara untuk memasangkan . Kita katakan bahwa adalah variabel terikat dan adalah variabel bebas, dan kita tulis sebagai .

Untuk mendefinisikan suatu fungsi, terdapat tiga hal pokok, yaitu domain A, codomain B, dan aturan yang memasangkan titik-titik pada A ke titik-titik pada B.

Berikut diberikan definisi mengenai bayangan fungsi.

Definisi 2.1.6 (Millman & Parker,1991:10)

Jika : adalah fungsi, maka bayangan f adalah

| ]

Fungsi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu fungsi surjektif, injektif, dan bijektif. Pengertian masing-masing fungsi tersebut dapat dilihat dari definisi berikut.

Definisi 2.1.7 (Millman & Parker,1991:10)

Fungsi : disebut surjektif jika untuk setiap ada

dengan . ]

Definisi 2.1.7 mengatakan bahwa suatu fungsi dikatakan surjektif bila setiap anggota codomain dari fungsi f pastilah memiliki kawan pada anggota domain f.

(30)

Untuk lebih memahami definisi 2.1.7, perhatikan contoh 2.1.4 berikut.

Contoh 2.1.4

Terdapat fungsi : yang dinyatakan oleh merupakan fungsi surjektif.

Bukti: Untuk menunjukkan bahwa f surjektif harus ditunjukkan bahwa untuk setiap Range ada sebuah Domain dengan

. Oleh karena itu, kita harus menunjukkan bahwa persamaan 2‐1 memiliki penyelesaian untuk setiap nilai t . Karena untuk setiap bilangan real memiliki akar kuadrat, kita dapatkan persamaan √ . Karena kodomainnya merupakan bidlangan real positif, maka hanya digunakan

√ . Maka, √ .

Karena terdapat satu nilai Domain untuk setiap ,

maka akibatnya, f surjektif.

Berikut diberikan definisi fungsi injektif.

Definisi 2.1.8 (Devlin,2003:32)

Fungsi : disebut injektif jika , , , sehingga kita juga mendapatkan . Pernyataan tersebut ekuivalen dengan, fungsi : injektif jika untuk setiap dua titik yang berbeda , ,

kita peroleh . ]

Definisi 2.1.7 menyatakan bahwa fungsi dikatakan injektif:

a) Jika dua anggota range fungsi bernilai sama, maka keduanya berasal dari domain yang sama, atau

(31)

b) Jika dua anggota domain berbeda maka akan ada dua anggota range yang berbeda yang merupakan hasil dari domain tersebut.

Untuk lebih memahami definisi 2.1.8, perhatikan contoh 2.1.5 berikut.

Contoh 2.1.5

Fungsi : 0 oleh 3 merupakan fungsi injektif.

Bukti:

Kita asumsikan sehingga 3 3 .

Kita selesaikan persamaan 3 3 1 2

1 2

2 2

Karena diketahui dan diperoleh , akibatnya f

injektif. •

Suatu fungsi dapat bersifat injektif atau surjektif. Namun, dapat pula memiliki sifat keduanya, atau injektif dan surjektif sekaligus. Fungsi yang seperti itu disebut bijektif. Berikut diberikan definisi fungsi bijektif.

Definisi 2.1.9 (Millman & Parker,1991:12)

Fungsi : disebut bijektif jika adalah injektif dan surjektif

sekaligus. ]

Definisi 2.1.9 menyatakan bahwa suatu fungsi dikatakan bijektif apabila fungsi tersebut injektif dan juga surjektif. Untuk lebih memahami definisi 2.1.9, perhatikan contoh 2.1.6 berikut ini.

(32)

Contoh 2.1.6

Suatu fungsi : oleh 7 12 merupakan fungsi bijektif.

Bukti:

Untuk menunjukkan bahwa h bijektif, kita harus menunjukkan bahwa h injektif dan h surjektif.

• Untuk menunjukkan bahwa h surjektif kita harus menunjukkan bahwa untuk setiap Range ada sebuah Domain dengan

. Oleh karena itu, kita harus menunjukkan bahwa persamaan 7 12 memiliki penyelesaian untuk setiap harga t.

7 12 . Untuk setiap bilangan real t , pastilah ada s yang memenuhi persamaan itu, sehingga.

7 12 7 12

7 12

Karena setiap Range berkawan dengan tepat satu Domain , jadi dapat disimpulkan bahwa h surjektif.

• Kita asumsikan sehingga 7 12 7 12.

Kemudian kita selesaikan persamaan tersebut.

7 12 7 12

7 12 12

7

Dari kita peroleh , akibatnya h injektif.

• Karena h surjektif dan h injektif sekaligus, maka h bijektif. • Selanjutnya akan dibahas mengenai komposisi fungsi.

(33)

Definisi 2.1.10 (Millman & Parker,1991:12)

Jika : , : , dan , maka komposisi dan

adalah fungsi : yang diberikan oleh . ]

Untuk memahami tentang komposisi fungsi, perhatikan contoh 2.1.7 berikut.

Contoh 2.1.7

Suatu fungsi : dan : oleh 5 dan .

Maka 5 5 25 .

Sehingga komposisi fungsi dan adalah 25 . • Setelah memahami tentang komposisi fungsi, berikut diberikan definisi mengenai invers fungsi.

Definisi 2.1.11 (Millman & Parker,1991:13)

Jika : adalah fungsi bijektif, maka invers f adalah fungsi :

yang didefinisikan oleh , di mana s adalah anggota tertentu

dalam S dengan . ]

Fungsi g dalam definisi 2.1.11 biasanya dinotasikan dengan f -1(notasi invers fungsi f).

Untuk lebih memahami mengenai invers fungsi, perhatikan contoh 2.1.8 berikut ini.

Contoh 2.1.8

Diketahui fungsi : oleh 2 5. Invers dari adalah .

(34)

Misalkan diambil 1 1 3 . 3 3 6 5

1 . Secara umum . . •

Definisi 2.1.11, juga mengartikan bahwa jika suatu fungsi memiliki invers maka fungsi tersebut merupakan fungsi bijektif. Fungsi pada contoh 2.1.8 merupakan fungsi bijektif, karena memiliki invers.

2.2 BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCARE

Bidang Euclid atau yang biasa dikenal dengan bidang kartesius merupakan bidang dengan koordinat x-aksis dan y-aksis. Bidang kartesius dapat digambarkan sebagai berikut. (Byer,2010:159).

Gambar 2.1 Koordinat Kartesius

Gambar 2.1 menggambarkan mengenai koordinat kartesius.

Koordinat kartesius ini terdiri salib sumbu yaitu sumbu-x dan sumbu-y yang berpotongan di titik O(0,0).

Terdapat empat kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III, dan kuadran IV. Kuadran I merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x positif dan y positif sehingga koordinat di kuadran I ditulis sebagai A(x,y).

x y

(x,y) (-x,y)

(-x,-y) (x,-y)

O

(35)

kuadran II merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x negatif dan y positif. kuadran III merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x negatif dan sumbu y negatif. Di kuaran IV yang dibatasi oleh sumbu y negatif dan sumbu x positif.

Misalkan S = = , | , . Didefiniskan himpunan garis-garis lurus sebagai berikut:

• La = , | , dengan a adalah bilangan real tertentu.

• Lm,b = , | , dengan m dan b adalah bilangan real tertentu.

Himpunan semua garis pada bidang Euclid dinotasikan dengan LE.

Berikut diberikan ilustrasi garis-garis pada bidang Euclid.

Gambar 2.2 Garis vertikal Gambar 2.3 Garis non-vertikal

Model C = { , LE} disebut Bidang Kartesius. Notasi La dan Lm,b

menunjukkan garis pada bidang Kartesius.

Untuk lebih memahami tentang garis-garis pada bidang Euclid, perhatikan contoh berikut ini.

b

y = mx + b

Lm,b

 L a x = a

(36)

Contoh 2.2.1

Titik A(2,5), B(2,-3), dan C(-2,-1) merupakan titik-titik pada bidang Euclid. Persamaan garis yang melalui A dan B adalah 2. Garis yang melalui A dan B ini ditunjukkan oleh gambar 2.3.

Persamaan garis yang melalui B dan C adalah 2 (gambar 2.4).

Gambar 2.4 Garis 2 Gambar 2.5 Garis 2

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa 2 melalui A(2,5) dan B(2,-3).

Gambar 2.5 menunjukkan 2 melalui B(2,-3), C(-2,-1). • Selain bidang kartesius, ada pula model lain yang juga digunakan disini, yaitu bidang Poincaré. Bidang Poincaré merupakan bidang yang dibatasi oleh sumbu x dan sumbu y positif. Bidang Poincaré ini digambarkan oleh gambar 2.6 berikut.

y

x

y

x

‐3 

B(2,‐3)  A(2,5)

X=2

B(2,‐3)  C(‐2,‐1) 

‐3 

‐2  2 

1

2 2 

(37)

Gambar 2.6 Koordinat untuk bidang Poincaré

Gambar 2.6 menunjukkan koordinat Poincaré yang dibatasi oleh sumbu x dan sumbu y positif. terlihat bahwa sumbu x merupakan garis putus-putus, yang menandakan bahwa koordinat dengan 0 tidak digunakan.

Misalkan S = = , | 0 . Ada dua tipe garis pada bidang Poincaré, yaitu:

9 Garis tipe I : aL = , |

9 Garis tipe II: cLr = , | , dimana c dan r adalah bilangan real tertentu dengan 0. Dengan,

2 dan

Himpunan semua garis pada bidang Poincaré dinotasikan dengan LH. y

x

(38)

Berikut merupakan ilustrasi dari garis-garis pada bidang Poincaré.

Gambar 2.7 Garis tipe I Gambar 2.8 Garis tipe II

Gambar 2.7 merupakan gambar garis tegak pada bidang Poincaré dengan persamaan . Sedangkan gambar 2.8 merupakan gambar garis

melengkung dengan persamaan . Dalam bidang

Poincaré hanya memiliki dua jenis garis tersebut.

Selanjutnya model H = { , L H} disebut Bidang Poincaré. Notasi aL dan

cLr menunjukkan garis-garis pada H .

Untuk lebih memahami mengenai garis-garis pada bidang Poincaré, perhatikan contoh 2.2.2 berikut ini.

Contoh 2.2.2

Misalkan titik A(2,4), B(2,1), dan C(4,3) merupakan titik-titik pada bidang Poincaré. Terdapat garis yang melalui A dan B serta melalui B dan C.

Persamaan garis yang melalui A dan B adalah 2. Atau bisa ditulis 2L (gambar 2.8 (a)).

aL

c

cLr

a

(39)

Persamaan garis yang melalui B dan C adalah:

2

3 1 4 2

2 4 2

20 4 5

2 5 1 √10

Sehingga persamaan garisnya menjadi 5 10, atau 5L√10.

(a) (b)

Gambar 2.9 Garis

Gambar 2.9 (a) menunjukkan ilustrasi garis 2L yang melalui titik A(2,4) dan B(2,1) sedangkan (b) mengilustrasikan garis 5L√10 yang melalui titik B(2,1), dan C(4,3) pada bidang Poincare.

Bidang Euclid dan bidang Poincaré ini yang akan dipakai dalam pembahasan di dalam skripsi ini.

2.3 GEOMETRI ABSTRAK DAN GEOMETRI INSIDENSI

Geometri abstrak merupakan dasar dari model-model geometri lain yang akan dibahas. Definisi dari geometri abstrak didasarkan pada titik dan garis. Berikut diberikan definisi geometri abstrak.

y

x y

x 4

1

2 A(2,4)

B(2,1)

2L

5

√10

5L√10

(40)

Definisi 2.3.1 (Millman & Parker,1991:17)

Geometri abstrak A terdiri dari himpunan S, yang anggota-anggotanya disebut titik, himpunan L yang anggota-anggotanya berasal dari himpunan bagian tak kosong dari S, yang disebut garis, sehingga:

i. Untuk setiap dua titik A, B S terdapat sebuah garis l ∈ L dengan A l dan B l.

ii. Setiap garis mempunyai sekurang-kurangnya dua titik. ]

Selanjutnya, Geometri Abstrak dinotasikan dengan {S , L }.

Dari Definisi 2.2.1 dapat diketahui bahwa aksioma pertama dari geometri abstrak mengatakan bahwa setiap sepasang titik terletak pada sebuah garis. Tetapi harus diingat bahwa kata garis yang dimaksud disini bukan hanya garis lurus. Garis disini adalah anggota dari himpunan L . Sedangkan aksioma kedua merupakan kebalikan dari aksioma kedua.

Aksioma kedua ini mengatakan bahwa sebuah garis terbentuk oleh miniman dua titik.

Setelah kita membahas mengenai Geometri Abstrak, selanjutnya kita akan membahas mengenai Geometri Insidensi.

Definisi 2.3.2 (Millman & Parker,1991:22)

Sebuah Geometri Abstrak {S , L } adalah Geometri Insidensi jika:

(i) Setiap dua titik yang berbeda dalam S , terletak pada sebuah garis yang sama.

(41)

(ii) Terdapat tiga titik A, B, C S yang tidak semuanya terletak pada

sebuah garis yang sama. ]

Selanjutnya Geometri Insidensi dinotasikan dengan {S , L }.

Aksioma pertama pada Definisi 2.3.2 merupakan aksioma yang sama yang membentuk Definisi 2.3.1. Aksioma kedua dari geometri insidensi mengatakan tentang jika terdapat tiga titik maka ketiga titik tersebut tidak segaris.

2.4 GEOMETRI METRIK

Di dalam geometri metrik, konsep jarak merupakan konsep yang natural. Secara intuitif, jarak merupakan sebuah fungsi yang dapat dinotasikan sebagai , .

Secara formal, definisi fungsi jarak disajikan sebagai berikut.

Definisi 2.4.1 (Millman & Parker,1991:28)

Fungsi jarak pada sebuah himpunan S adalah fungsi d : S × S untuk semua P, Q ∈ S berlaku:

(i) , 0

(ii) , 0 jika dan hanya jika

(iii) , , ]

Fungsi jarak ini yang kemudian akan menjadi dasar untuk mendefinisikan Geometri metrik. Sebelum kita membahas mengenai definisi geometri metrik, sebaiknya kita ketahui lebih dahulu mengenai jarak pada bidang Euclid dan jarak pada bidang Poincaré.

(42)

Definisi 2.4.2 (Fitting,1996:139)

Jarak antara titik , dan , diberikan oleh:

atau

`]

Selanjutnya, jarak pada bidang Euclid (Jarak Euclid) dilambangkan dengan sehingga , ,

Selanjutnya juga akan didefinisikan jarak pada bidang Poincaré.

Definisi 2.4.3 (Millman & Parker,1991:28)

Jika , dan , adalah titik-titik pada bidang Poincaré H , maka jarak Poincaré (dH) diberikan oleh

,

, jika

, jika P dan Q berada pada

]

Dari definisi 2.4.2 dan definisi 2.4.3 diketahui bahwa baik bidang Euclid maupun bidang Poincaré pastilah memiliki fungsi jarak, artinya setiap sepasang titik pastilah memiliki jarak.

Untuk lebih memahami definisi 2.4.2, perhatikan contoh berikut ini.

(43)

Contoh 2.4.1

Misalkan titik P(2,5) dan Q(3,7) merupakan titik-titik pada bidang Kartesius. Jarak kartesius antara P dan Q yaitu:

,

, 2 3 5 7

, √5

Jadi, jarak titik P dan Q pada bidang Euclid adalah , √5 satuan

jarak. •

Contoh 2.4.2 berikut merupakan contoh jarak Poincaré pada definisi 2.4.3

Contoh 2.4.2

Misalkan titik-titik P(2,1) dan Q(4,3) merupakan titik-titik pada bidang Poincaré. P dan Q berada pada cLr , dengan c = 5 dan r = √10 . Maka jarak titik P dan titik Q adalah ,

,

2 5 √10 4 4 5 √10

3

9 3√10 4 4√10

9 3√10 4 4√10

Jadi, jarak titik P dengan titik Q pada bidang Poincaré adalah , 9 3 10

4 4 10 satuan jarak. •

(44)

Selanjutnya diberikan definisi mengenai sistem koordinat yang akan berkaitan dengan pendefinisian mengenai geometri metrik.

Definisi 2.4.4 (Millman & Parker,1991:30)

Misalkan l adalah sebuah garis pada Geometri Insidensi {S , L }.

Asumsikan bahwa ada fungsi jarak d pada S . Fungsi : adalah ruler/sistem koordinat untuk l,jika memenuhi:

i) f adalah fungsi bijektif

ii) untuk setiap pasangan titik P dan Q pada l berlaku

| | , (4-1)

Persamaan (4-1) disebut Persamaan Sistem Koordinat dan disebut

koordinat P dengan fungsi koordinat f. ]

Definisi 2.4.4 mengatakan bahwa suatu fungsi f merupakan ruler apabila f bijektif dan terdapat fungsi jarak | | , .

Dari definisi 2.3.2 , definisi 2.4.1, dan definisi 2.4.4, dapat diperoleh sistem geometri yang baru, yaitu geometri metrik. Berikut diberikan definisi mengenai definisi geometri metrik.

Definisi 2.4.5 (Millman & Parker,1991:30)

Geometri Insidensi {S , L } bersama dengan fungsi jarak d memenuhi Postulat Sistem Koordinat jika setiap garis l S memiliki sistem koordinat. Dalam kasus ini kita katakan M = {S , L , d} adalah

Geometri Metrik. ]

(45)

Dari definisi 2.4.5, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu sistem geometri disebut geometri metrik jika memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Merupakan geometri insidensi;

2) Terdapat fungsi jarak d; dan

3) Memenuhi postulat sistem koordinat/ruler 2.5 KEANTARAAN

Konsep tentang sebuah titik yang berada di antara dua titik lainnya merupakan konsep yang sangatlah penting. Tanpa mengetahui definisi tentang keantaraan akan tidak mungkin untuk menghasilkan bukti. Disini konsep mengenai fungsi jarak diperlukan untuk mendefinisikan keantaraan.

Selanjutnya keantaraan akan membantu kita untuk mendefinisikan bentuk-bentuk dasar seperti segmen, sinar, sudut, dan segitiga.

Definisi 2.5.1 (Millman & Parker,1991:47)

Titik B berada di antara A dan C jika A, B, C adalah jarak titik-titik yang segaris pada geometri metrik {S , L , d} dan jika

, , , (5-1)

]

Definisi 2.5.1 mengatakan bahwa jika ada tiga titik, yaitu A, B, dan C maka titik B dikatakan berada di antara A dan C bila memenuhi syarat:

1) Titik A, B, dan C terletak pada haris yang sama/segaris, dan

2) Jumlahan antara jarak A dan B dengan jarak B dan C sama dengan jarak A dan C atau bisa ditulis , , , .

Notasi: Dalam geometri metrik {S , L , d}

(46)

(i) A – B – C berarti B berada di antara A dan C (ii) AB menyatakan jarak ,

Sehingga berdasarkan notasi di atas, persamaan (5-1) menjadi , sehingga untuk setiap titik-titik segaris berlaku:

jika dan hanya jika

Untuk memahami tentang keantaraan, contoh 2.5.1 akan memperjelas tentang keantaraan.

Contoh 2.5.1

Misalkan titik-titik A(1,0) , B(1,4) , C(1,8) merupakan titik-titik pada bidang Euclid dengan .

Jarak Euclid ditentukan oleh , .

, 1 1 0 4 √16 4

, 1 1 0 8 √64 8

, 1 1 4 8 √16 4

4 4 8. Dari perhitungan diketahui bahwa 8.

Karena 8 8, maka . Sehingga dapat disimpulkan bahwa

A – B – C. •

Berikut diberikan teorema tentang keantaraan. Bahwa jika terdapat 3 titik, misalnya titik A, B, dan C dan jika B terletak diantara A dan C maka B juga terletak antara C dan A.

(47)

Teorema 2.5.1 (Millman & Parker,1991:51)

Titik-titik A, B, C adalah titik-titik yang segaris pada geometri metrik {S ,

L , d}. Jika maka .

Bukti:

Misalkan A, B, C adalah titik-titik tertentu dan segaris. Karena , maka berarti . Berdasarkan definisi 2.4.1 maka PQ = QP untuk semua P dan Q. Sehingga kita dapatkan: . Karena sifat komutatif dalam penjumlahan maka , sehingga

. Berdasarkan definisi 2.5.1 kita

peroleh .

Teorema 2.5.1 menyatakan bahwa bila B berada di antara A dan C berarti juga bahwa B juga berada di antara C dan A. Artinya letak tidak mempengaruhi, yang terpenting adalah jaraknya tetap.

(a) (b)

Gambar 2.10 Ilustrasi Pembuktian teorema 2.5.1

Gambar 2.10 (a) merupakan ilustrasi sedangkan gambar 2.10 (b) merupakan ilustrasi . Dari gambar 2.10 (a) dan (b) terlihat bahwa B tetap terletak di antara A dan C meskipun letak A dan C berubah, tapi jarak A dan C ke B tetap sama.

A C B

B C A

(48)

2.6 SEGMEN GARIS DAN SINAR GARIS

Notasi garis merupakan bagian penting dalam geometri. Pada bagian ini kita akan membahas mengenai bagian dari garis, yaitu segmen garis dan sinar garis. Bagian ini penting untuk pembahasan selanjutnya mengenai sudut dan segitiga.

Definisi 2.6.1 (Millman & Parker,1991:52)

Jika A dan B adalah titik-titik tertentu dalam geometri metrik {S , L , d}, maka segmen garis dari A ke B adalah himpunan

| ]

Definisi 2.6.1 berbicara tentang segmen garis. segmen garis merupakan ruas garis yang ditarik dari satu titik ke titik tertentu yang lain.

Sebuah segmen garis pastilah mempunya titik-titik ujung darimana segmen itu terbentuk. Selain itu, karena segmen terbentuk dari dua titik yang berbeda, pastilah ia memiliki jarak. Jarak inilah yang kemudian akan disebut sebagai panjang segmen.

Berikut diberikan definisi titik ujung dan panjang segmen.

Definisi 2.6.2 (Millman & Parker,1991:54)

Titik ujung dari segmen garis adalah A dan B. Panjang segmen garis

adalah , . ]

Dari definisi 2.6.1 dan 2.6.2 dapat disimpulkan bahwa memiliki titik A dan titik B sebagai titik-titik ujung dan memiliki panjang.

Gambar 2.11 Segmen garis A

B

(49)

Gambar 2.11 menunjukkan dengan titik-titik ujungnya adalah titik A dan titik B dengan panjang segmen , .

Selain segmen garis, bagian dari garis yang lain adalah sinar garis.

Berikut diberikan definisi tentang sinar garis.

Definisi 2.6.3 (Millman & Parker,1991:54)

Jika A dan B adalah titik-titik tertentu dalam geometri metrik {S , L , d}, maka sinar dari A menuju B adalah himpunan

| ]

Sinar garis hanya memiliki satu titik ujung, dan ujung yang lain adalah di jauh tak hingga. Sehingga dikatakan bahwa sinar garis memiliki ujung tapi tidak memiliki pangkal.

Berikut diberikan ilustrasi sinar garis pada bidang Euclid dan bidang Poincaré, untuk lebih memudahkan dalam memahami tentang sinar garis.

(a) (b)

Gambar 2.12 Sinar Garis

Gambar 2.12 (a) merupakan ilustrasi dari sinar garis dan pada bidang Euclid. Gambar 2.12 (b) merupakan ilustrasi dari sinar garis

A

D B C D

C B

A

(50)

dan pada bidang Poincare. memiliki ujung di A tetapi tidak memiliki pangkal.

Salah satu topik dalam geometri adalah kongruensi. Pembahasan mengenai kongruensi sering dikaitkan dalam pembahasan mengenai segitiga. Berikut diberikan definisi mengenai kongruensi.

Definisi 2.6.4 (Millman & Parker,1991:56)

Dua segmen garis dan dalam geometri metrik dikatakan kongruen (ditulis ) jika panjang keduanya sama; atau dapat ditulis:

jika ]

Definisi 2.6.4 mengatakan bahwa jika dua segmen garis memiliki panjang yang sama, maka kedua segmen garis tersebut kongruen. Untuk lebih memahami definisi 2.6.4, perhatikan contoh berikut.

Contoh 2.6.1

Misalkan A(0,2), B(0,1) , P(0,4), Q(7,3), dapat ditentukan satu nilai sehingga .

Bukti:

¾ Dalam bidang Kartesius

jika (2-1)

0 7 4 3 √49 1 √50

Karena maka kita misalkan 0,

Sehingga, 2

Berdasarkan persamaan (2-1), maka:

(51)

2 √50

2 50

2 √50

Sehingga koordinat titik C adalah (0, 2 √50)

¾ Dalam bidang Poincaré jika

Pertama-tama harus dicari jarak P ke Q pada bidang Poincaré.

Titik P dan Q terletak pada 3L5 sehingga,

, ln 6.

Karena C = (0,y) dan A = (0,2), maka C berada pada garis tipe I sehingga , ln .

Karena maka sehingga ln ln 6.

Akibatnya, 6 atau . Menghasilkan 12 atau .

Karena maka kita ambil nilai sehingga 0, . • 2.7 SUDUT DAN SEGITIGA

Pada bagian ini kita akan membahas sudut dan segitiga dalam ranah geometri metrik. Definisi mengenai sudut dan segitiga menggunakan konsep keantaraan. Sudut memuat dua sinar garis yang tidak segaris tetapi memiliki satu titik yang sama.

Berikut ini diberikan definisi tentang sudut.

(52)

Definisi 2.7.1 (Millman & Parker,1991:59)

Jika A, B, dan C adalah titik-titik yang tidak segaris dalam geometri metrik maka sudut merupakan himpunan

]

Definisi 2.7.1 mengatakan bahwa sudut dibentuk dari tiga titik yang tidak segaris, dimana setiap dua titik akan membentuk satu sinar garis, sehingga terdapat satu titik yang sama yang membentuk kedua sinar garis itu.

Sudut pada bidang Euclid dan bidang Poincaré diilustrasikan oleh gambar 2.1.2 berikut ini.

(a) (b)

Gambar 2.13 Sudut

Gambar 2.13 (a) merupakan ilustrasi sudut pada bidang Euclid, sedangkan (b) merupakan ilustrasi sudut pada bidang Poincaré. Dapat dilihat bahwa baik itu pada bidang Euclid maupun bidang Poincaré,

dibentuk oleh sinar garis dan sinar garis dimana tidak segaris dengan dan memiliki satu titik yang sama yaitu titik B.

B

A

C

B

A

C

(53)

Setelah pembahasan mengenai sudut, selanjutnya kita akan membahas mengenai segitiga. Berikut diberikan definisi segitiga. Definisi tentang segitiga berikut menggunakan konsep tentang segmen garis.

Definisi 2.7.2 (Millman & Parker,1991:61)

Jika , , adalah titik-titik yang tidak segaris dalam geometri metrik maka segitiga ABC adalah himpunan

]

Definisi 2.7.2 mengatakan bahwa segitiga dibentuk dari tiga sinar garis dimana setiap dua sinar garis memiliki satu titik yang sama sedemikian hingga ketiga titik tidak segaris. Segitiga pada bidang Euclid dan bidang Poincaré ditunjukkan pada gambar 2.13 berikut.

(a) (b)

Gambar 2.14 Segitiga

Gambar 2.14 (a) menunjukkan segitiga pada bidang Euclid dan gambar 2.14 (b) menunjukkan ilustrasi segitiga pada bidang Poincaré.

Perhatikan kedua gambar. dibentuk oleh tiga segmen garis yaitu, , , dan . dan memiliki satu titik yang sama, yaitu titik B.

dan memiliki satu titik yang sama, yaitu titik C. dan A

C

B A

B A

B

C C

(54)

memiliki satu titik yang sama, yaitu titik B. Sehingga didapat tiga titik yang berbeda, yaitu titik A, B, dan C yang tidak segaris.

2.8 AKSIOMA PEMBAGIAN BIDANG

Aksioma Pembagian Bidang (Plane Separation Axiom/PAS) merupakan ide yang sangat intuitif dimana setiap garis memiliki dua sisi yang dibatasi oleh sebuah garis. Berikut ini akan dibahas mengenai PAS.

Definisi 2.8.1 (Millman & Parker,1991:63)

Misalkan {S , L , d} adalah geometri metrik dan misalkan S 1S . S 1

disebut konveks jika untuk setiap dua titik P, Q ∈ S 1, segmen garis

adalah himpunan bagian dari S 1. ]

Definisi tersebut mengungkapkan bahwa segmen garis di antara setiap dua titik dalam S 1 juga pada S 1, tidak hanya sebagian. Untuk menunjukkan bahwa sebuah himpunan merupakan konveks kita harus menunjukkan bahwa untuk setiap bagian titik-titik dalam himpunan S , segmen yang mengikutinya juga dalam himpunan S . Untuk menunjukkan sebuah himpunan bukan konveks, kita cukup membuktikan bahawa bagian titik-titik bersama dengan segmen yang dihasilkan tidak seluruhnya termuat dalam himpunan S .

Berikut ini diberikan definisi PSA yang memenuhi definisi konveks.

Definisi 2.8.2 (Millman & Parker,1991:64)

Geometri metrik {S , L , d} memenuhi aksioma pembagian bidang (plane separation axiom/PSA) jika untuk setiap l ∈ L terdapat dua himpunan bagian H1 dan H2 dari S sehingga:

(55)

(i) S – l = H1 ∪ H2

(ii) H1 dan H2 berbeda dan masing-masing merupakan konveks

(iii) Jika A ∈ H1 dan B ∈ H2 maka ]

Definisi 2.8.2 mengartikan bahwa garis l memiliki dua sisi (H1 dan H2) dimana keduanya merupakan konveks.

Definisi 2.8.3 (Millman & Parker,1991:66)

Misalkan {S , L , d} merupakan geometri metrik yang memenuhi PSA, misalkan l ∈ L , dan misalkan H1 dan H2 adalah setengah bidang yang ditentukan oleh l. Dua titik A dan B berada pada sisi yang sama dari l jika keduanya termasuk dalam H1 atau keduanya termasuk dalam H2. A dan B berada pada sisi yang berlawanan terhadap l jika salah satunya termasuk

dalam H1 dan sisi yang lain termasuk dalam H2. Jika A ∈ H1, kita katakan

bahwa H1 adalah sisi l yang memuat A. ]

(a) (b)

Gambar 2.15 Ilustrasi definisi 2.8.3 A

B

A B

l

l

(56)

Gambar 2.15 (a) menunjukkan dua titik pada sisi yang sama dari garis tipe II pada bidang Poincaré , sedangkan gambar 2.15 (b) menunjukkan dua titik pada sisi berlawanan pada garis pada bidang Euclid.

2.9 GEOMETRI PASCH

Geometri Pasch dikemukakan oleh Morris Pash. Geometri Pasch merupakan geometri metrik yang memenuhi postulat Pasch dan aksioma pembagian bidang.

Definisi 2.9.1 (Millman & Parker,1991:75)

Geometri Metrik memenuhi Postulat Pasch (PP) jika untuk sembarang garis l, sembarang , dan sembarang titik D ∈ l sedemikian hingga

, maka atau . ]

Untuk lebih memudahkan memahami definisi 2.9.1, perhatikan gambar berikut yang merupakan ilustrasi definisi 2.9.1.

Gambar 2.16 Ilustrasi definisi 2.9.1

Gambar 2.1.6 merupakan dimana terdapat titik D yang terletak diantara A dan B. D merupakan titik potong garis l dengan segmen . Jika garis l diperpanjang sampai tak hingga, maka l akan memotong di satu titik tertentu.

C

l

B A D

(57)

Berikut ini diberikan definisi geometri Pasch. Geometri metrik yang memenuhi aksioma pembagian bidang merupakan geometri Pasch.

Definisi 2.9.2 (Millman & Parker,1991:76)

Geometri Pasch adalah geometri metrik yang memenuhi PSA. ]

Berikut akan disajikan definisi mengenai interior dari sinar dan segmen garis.

Definisi 2.9.3 (Millman & Parker,1991:82)

Interior dari sinar garis dalam geometri metrik adalah himpunan

Interior dari segmen garis dalam geometri metrik adalah himpunan

, ]

Untuk lebih memahami definisi 2.9.3, perhatikan gambar berikut.

(a) (b)

Gambar 2.1.7 Ilustrasi Definisi 2.9.3

Gambar 2.1.7 merupakan ilustrasi dari definisi 2.9.3. Gambar 2.1.7 (a) merupakan ilustrasi interior sinar . Interior dari adalah tanpa titik A. gambar 2.1.7 (b) merupakan ilustrasi segmen . Interior adalah tanpa titik-titik A dan B. Artinya titik-titik ujung dari segmen garis bukan merupakan anggota interior segmen garis.

A A

B B

(58)

Setelah pembahasan mengenai interior sinar garis dan segmen garis, berikut ini akan dibahas mengenai interior sudut. Untuk memahami definisi interior sudut, ingat kembali definisi mengenai aksioma pembagian bidang. Berikut definisi interior sudut.

Definisi 2.9.4 (Millman & Parker,1991:83)

Dalam geometri Pasch, interior dari (ditulis int( )), adalah perpotongan sisi yang memuat C dengan sisi yang memuat A. ]

Definisi 2.9.4 akan mengatakan tentang interior sebuah sudut. Interior sudut merupakan sudatu daerah yang dibatasi oleh dua sinar garis yang membentuk sudut tersebut. Untuk memahami definisi 2.9.4, perlu diingat kembali tentang aksioma pembagian bidang/PSA. Misalkan terdapat

, maka akan terdapat dua garis yang terkait, yaitu dan . Misalkan D terdapat pada interior maka D, C terletak pada sisi yang terhadap dan D, A terlatak pada sisi yang sama terhadap .

Untuk lebih memahami definisi 2.9.4, perhatikan gambar 2.1.7 berikut.

Gambar 2.18 Ilustrasi definisi 2.9.4 pada bidang E

Gambar 2.1.8 menunjukkan interior . Interior merupakan daerah yang dibatasi oleh dan .

A

B

C

(59)

Berikut ini diberikan teorema tentang interior sudut.

Teorema 2.9.1 (Teorema Crossbar) (Millman & Parker,1991:84)

Dalam geometri Pasch, jika P ∈ int( ) maka berpotongan

dengan di titik F dengan A – F – C.

Bukti:

Misalkan E merupakan sebuah titik sedemikian hingga E – B – C (lihat gambar 2.16). P dan C berada pada sisi yang sama dari . C dan E pada sisi yang berlawanan dari . . Misalkan Q adalah sebuah titik sedemikian hingga P – B – Q. maka Q dan A berada pada sisi yang

berlawanan dari sehingga . Mengakibatkan

. Menggunakan Postulat Pasch terhadap ∆ kita lihat

bahwa . Karena A, B, C tidak segaris, untuk F tertentu. dan . Sehingga F ∈ int( ). Akhirnya, P, A, dan F semuanya pada sisi yang sama dari sehingga memenuhi

. Akibatnya memotong pada titik tertentu F dengan

A – F – P.  

Untuk lebih memahami teorema 2.1.8, perhatikan ilustrasi berikut.

Gambar 2.19 Ilustrasi Teorema 2.1.8 A

B

C P

F

(60)

Gambar 2.1.9 merupakan ilustrasi teorema 2.1.8. P ∈ int( ). BP berpotongan dengan AC di titik F sedemikian hingga A – F – C.

2.10 GEOMETRI PROTRAKTOR

Geometri protraktor merupakan sistem geometri yang merupakan geometri Pasch dengan menambahkan satu bagian, yaitu ukuran sudut.

Sebelum dibahas mengenai definisi geometri protraktor, akan diberikan dulu mengenai ukuran sudut, yang merupakan salah satu bagian penting untuk dapat mendefinisikan geometri protraktor. Berikut ini diberikan definisi ukuran sudut.

Definisi 2.10.1 (Millman & Parker,1991:90)

Misalkan ro adalah bilangan real positif. Dalam geometri Pasch, ukuran sudut (protractor) didasarkan pada ro adalah fungsi m dari himpunan sudut-sudut dalam A kepada himpunan bilangan real sedemikian hingga:

i) Jika ∈ A maka 0

ii) Jika terletak pada sisi dari setengah bidang H1 dan jika θ adalah bilangan real dengan 0 , maka ada sinar garis tunggal dengan dan

iii) Jika maka ]

Aksioma pertama dari definisi 2.10.1 mengatakan bahwa ukuran sudut dari suatu sudut terukur. Karena batas bawahnya nol, dan batas atasnya adalah bilangan real positif, maka ukuran sudut adalah bilangan real yang positif. sehingga tidak dimungkinkan adanya ukuran sudut yang negatif.

(61)

Ilustrasi untuk aksioma ii) dan iii) dapat dilihat pada gambar 2.20 berikut.

(a) (b)

Gambar 2.20 Ilustrasi aksioma ii) dan iii) dari Definisi 2.10.1 Jika 180, m disebut ukuran derajat. Jika , m disebut ukuran radian.

Selanjutnya akan dibahas mengenai geometri protraktor yang didefinisikan berdasarkan geometri Pasch dengan melibatkan ukuran sudut.

Definisi 2.10.2 (Millman & Parker,1991:91)

Geometri Protraktor {S , L , d , m} merupakan geometri Pasch dengan

sebuah ukuran sudut m. ]

Selanjutnya geometri protraktor disebut dengan:

a) Pada bidang Euclid (E ) = { , L E , dE , mE} b) Pada bidang Poincaré (H ) = { , L H , dH , mH}

2.11 GEOMETRI NETRAL

Di dalam metematika, terdapat gagasan mengenai ekuivalensi. Dalam geometri, gagasan yang sesuai dengan ekuivalensi adalah kongruensi.

Berikut diberikan definisi mengenai kongruensi dalam segitiga.

C A D

β  χ + β 

θ  χ 

B A

B C

(62)

Definisi 2.11.1 (Millman & Parker,1991:125)

Misalkan dan ∆ adalah dua segitiga pada Geometri Protraktor dan misalkan : , , , , adalah fungsi bijektif di antara titik-titik sudut segitiga tersebut. f kongruen jika:

, ,

dan

, , ]

Dua segitiga ∆ dan ∆ dikatakan kongruen jika ketiga sisi yang bersesuaian dari kedua segitiga tersebut sama dan ketiga sudut yang saling bersesuaian juga sama.

Untuk lebih memahami definisi 2.11.1, perhatikan ilustrasi berikut.

Pada gambar 2.21, , , dan .

Sehingga ∆ ∆ atau bisa juga ditulis ∆ ∆ .

Gambar 2.21 ∆

F β 

γ 

α  E

D C

A

γ 

B α  β 

Gambar

Gambar 2.1 Koordinat Kartesius
Gambar 2.4 Garis 2  Gambar 2.5 Garis  2
Gambar 2.6 Koordinat untuk bidang Poincaré
Gambar 2.7 Garis tipe I                                    Gambar 2.8 Garis tipe II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan intake manifold dengan bahan dasar komposit (serat nanas) terhadap torsi dan daya pada sepeda motor

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa dari variasi water heater tunggal laju aliran kalor tertinggi yang didapatkan yaitu sebesar 7,17 kW pada debit aliran air

Oleh karena itu, diperlukan penentuan alternatif strategi dalam pengembangan usaha dengan menggunakan analisis SWOT, dimana didalam analisis SWOT tersebut dapat

Nampan yang berisi partikel-partikel kering diambil dari oven lalu ditimbang dengan turut menimbang berat nampan kosong sehingga diperoleh berat partikel- partikel kering pada

Untuk itu, layanan kesehatan primer sebagai titik kontak pertama sebagian besar penduduk dengan sistem kese- hatan secara umum harus diperkuat, ditransfor- masi – tidak

[r]

Kesimpulan dalam penelitian ini motif para pengguna tv berlangganan Aora Tv Satelit di Surabaya adalah motif kebutuhan individu ( Individu’s need) yang berdasar

Oleh sebab itu kurkumin dapat digunakan sebagai terapi sehingga dapat menurunkan aktivitas radikal bebas di dalam tubuh yang ditandai dengan penurunan