• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hiperurisemia

Dalam dokumen UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA (Halaman 29-34)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Hiperurisemia

Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit gout merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi karena penumpukan kristal asam urat pada sekitar jaringan sendi akibat kadar asam urat serum yang melebihi kelarutannya. Kristalisasi natrium urat dalam jaringan lunak dan persendian akan membentuk endapan yang dinamakan tofus. Proses ini menyebabkan suatu reaksi inflamasi akut, yaitu artritis akut gout, yang dapat berlanjut menjadi artritis kronis gout. Hiperurisemia didefinisikan sebagai konsentrasi asam urat dalam serum yang melebihi 7 mg/dl. Konsentrasi ini adalah batas kelarutan monososdium urat dalam plasma. Pada konsentrasi 8 mg/dL atau lebih, monosodium urat lebih cenderung mengendap di jaringan (Dipiro et al. 2009).

Ekskresi keseluruhan asam urat pada manusia yang normal berkisar rata-rata 400-600 mg dalam 24 jam. Dua pertiga asam urat yang terbentuk dieliminasi melalui ginjal, sedangkan sepertiganya melalui saluran cerna (Dipiro et al., 2005).

2.3.2 Patofisiologi

Pada kondisi normal kadar asam urat pada laki-laki 3,4-7,0 mg/dl sedangkan pada perempuan antara 2,4-5,7 mg/dl. Jika kelebihan produksi ataupun penurunan ekskresi asam urat dalam tubuh akan meningkat yang disebut hiperurisemia.

Keadaan hiperurisemia tersebut dapat menimbulkan penyakit gout sebagai akibat adanya penimbunan kristal natrium urat pada persendian yang disertai rasa nyeri (Howkin et al., 1997).

14

Patofisiologi Asam Urat

Gambar 2.2 Patofisiologi Gout Sumber: Buku Patofisiologi, 2006

2.3.3 Manifestasi Klinik

Serangan akut artristis gout ditandai dengan onset rasa nyeri yang menyiksa, pembengkakan, dan inflamasi. Serangan ini pada awalnya khas monoartikular, lebih sering mempengaruhi sendi metatarsofalangeal (podagra) dan kemudian mempengaruhi bagian dorsal kaki, pergelangan kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan, jari dan siku. Serangan biasanya dimulai pada malam hari, dengan pasien terbangun dari tidurnya dengan rasa nyeri yang menyiksa. Demam dan leukositosis umum terjadi. Serangan yang tidak diobati dapat berlangsung

Serangan akut artritis gout dapat ditimbulkan oleh stres, trauma, konsumsi alkohol, infeksi, operasi, penurunan kadar asam urat serum yang cepat akibat mengkonsumsi obat penurun asam urat, dan mengkonsumsi obat-obat tertentu yang diketahui dapat meningkatkan konsentrasi asam urat (Dipiro et al., 2009).

2.3.4 Diagnosis

Diagnosis definitif dilakukan dengan mengambil cairan sinovial dari sendi yang terkena dan identifikasi kristal intraselular monosodium urat monohidrat pada cairan leukosit sinovial. Bila diagnosis definitif tidak dapat dilakukan, diagnosis preskriptis artritis gout akut dapat dilakukan berdasarkan adanya tanda dan gejala karakteristik serta respons terhadap pengobatan (Dipiro et al., 2009).

2.3.5 Penatalaksanaan Terapi Non Farmakologi

Pasien dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan yang tinggi mengandung purin, menghindari alkohol, dan menurunkan berat badan jika obesitas (Dipiro et al., 2009).

Terapi Farmakologi

a) Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)

Mekanisme kerja: dalam dosis tunggal AINS mempunyai aktivitas analgesik yang setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol lebih disukai terutama untuk pasien usia lanjut. Dalam dosis penuh yang lazim AINS sekaligus memperlihatkan efek analgesik yang bertahan lama yang membuatnya sangat berguna pada pengobatan nyeri yang berlanjut atau nyeri berulang akibat radang.

Oleh karena itu, walaupun parasetamol sering mengatasi nyeri dengan baik pada osteoartritis, AINS lebih tepat daripada parasetamol atau analgesik opioid dalam artritis meradang (yaitu artritis rematoid) dan pada beberapa kasus osteoartritis lanjut.

Efek samping: kadang-kadang timbul rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual, diare, kadang-kadang pendarahan dan tukak; dispepsia bisa ditekan dengan meminum obat ini bersama makanan atau susu. Efek samping lain termasuk hipersensitivitas (terutama ruam kulit, angiodema), sakit kepala, pusing,

16

vertigo, gangguan pendengaran. Juga terjadi gangguan pada darah (Dipiro et al., 2009).

b) Kortikosteroid

Mekanisme kerja: kortikosteroid memiliki aktifitas glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang mempunyai efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid; efek terhadap kesetimbangan air dan elektrolit; dan efek terhadap pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Kerja obat ini sangat rumit dan bergantung pada kondisi hormonal seseorang. Namun, secara umum efeknya dibedakan atas retensi Na, efek terhadap metabolisme karbohidrat (glukoneogenesis) dan efek antiinflamasi.

Kortikosteroid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor yang spesifik di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi genetik yang selanjutnya akan menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain. Protein terakhir inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ target sehingga diperoleh efek antiinflamasi, meningkatnya reabsorbsi Na, meningkatnya asam lemak dan meningkatkan reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif.

Efek samping: penggunaan jangka lama akan menimbulkan efek samping glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis yang terutama berbahaya bagi usia lanjut. Pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis avaskular dan sindrom Cushing yang sifatnya berpulih (reversibel). Dan juga dapat terjadi gangguan mental, euphoria, dan miopati (Dipiro et al, 2009).

c) Obat-obat untuk mengatasi gout

Obat yang digunakan untuk mengatasi gout dibedakan menjadi obat untuk penanganan serangan akut gout dan obat yang digunakan untuk penanganan jangka panjang penyakit gout. Obat jangka panjang akan menimbulkan kambuhan dan memperpanjang manifestasi akut bila dimulai saat serangan.

Serangan gout akut biasanya diobati dengan AINS dosis tinggi. Kolkisin bisa dijadikan sebagai alternatif. Untuk pengendalian gout jangka panjang (interval), pembentukan asam urat dan purin bisa dikurangi dengan penghambat xantin oksidase allopurinol atau urikosurik seperti probenesid untuk meningkatkan ekskresi asam urat dalam urin.

- Kolkisin

Mekanisme kerja: mekanisme pasti kerja kolkisin masih belum diketahui.

Kolkisin menunjukkan efeknya dengan mengurangi respon inflamasi terhadap kristal yang terdeposit dan juga dengan mengurangi fagositosis. Kolkisin mengurangi produksi asam laktat oleh leukosit secara langsung dan dengan mengurangi fagositosis sehingga mengganggu siklus deposisi kristal urat dan respon inflamasi.

Efek samping: mual, muntah, dan nyeri pada perut; dosis yang berlebihan juga dapat menyebabkan diare berat, pendarahan saluran cerna, ruam, kerusakan pada ginjal dan hati (Dipiro et al., 2009).

- Allopurinol

Mekanisme kerja: allopurinol dan metabolit utamanya, oksipurinol, merupakan inhibitor xantin oksidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Allopurinol juga menurunkan konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena waktu paruh metabolitnya yang panjang, allopurinol dapat diberikan sekali sehari. Dosis oral harian sebesar 300 mg biasanya mencukupi.

Efek samping: ruam, demam, limfadenopati, artalgia, dan eosinofilia, sindrom mirip Stevens-Johnson atau Lyell, jarang terjadi. Gangguan saluran cerna; jarang malaise, sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan pengecapan, hipertensi, dan neuropati (Dipiro et al., 2009).

- Probenesid

Mekanisme kerja: secara kompetitif menghambat reabsorpsi asam urat pada tubulus proksimal sehingga meningkatkan ekskresi asam urat dan mengurangi konsentrasi urat serum.

Data farmakokinetik: probenesid diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dan menghasilkan konsentrasi plasma puncak dalam 2 sampai 4 jam. Sebesar 85-95% obat ini terikat pada protein. Probenesid diekskresikan dalam urin terutama sebagai metabolitnya.

18

Efek samping: kadang mual dan muntah, sering buang air kecil, sakit kepala, muka merah, pusing, jarang hipersensitivitas, nekrosis hati dan anemia aplastik (Dipiro et al., 2009).

Tatalaksana Pengobatan untuk Artritis Gout Akut

Gambar 2.3 Penatalaksanaan Pengobatan untuk Artritis Gout Akut Sumber: Iso Farmakoterapi, 2008

Dalam dokumen UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA (Halaman 29-34)

Dokumen terkait