• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat

3. Hipotesis Penelitian

• Pinang yaki ( Areca vestiaria ) menghasilkan senyawa metabolit sekunder ( alkaloid, flavanoid, triterpenoid, steroid dan tanin ) yang memiliki aktivitas biologis .

TINJAUAN PUSTAKA

Etnobotani

Etnobotani merupakan suatu studi yang mempelajari tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh masyarakat primitif atau penduduk asli yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat. Heiser (1985) mendefinisikan etnobotani sebagai suatu studi tentang tumbuh-tumbuhan yang berkaitan dengan masyarakat yang memanfaatkannya. Selanjutnya Plotkin (1991) mendefinisikan bahwa etnobotani adalah hubungan secara total antara masyarakat dengan tumbuhan, kemudian etnobotani menjadi subjek dari ilmu ekonomi tumbuhan yang menekankan pada kegunaan tumbuhan dan potensialnya bagi kehidupan masyarakat. Dengan demikian etnobotani saat ini mencakup pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh masyarakat primitif dan masyarakat yang telah maju. Sedangkan Schultes (1992), etnobotani diartikan sebagai pencatatan secara menyeluruh tentang pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh penduduk asli. Umumnya penduduk yang memanfaatkan tumbuhan tersebut telah mengenal tumbuhan yang dimanfaatkan. Selain itu telah mengetahui bentuk-bentuk pengolahan secara tradisional.

Harshberger (1896) diacu dalam Wickens ( 1989), mengemukakan bahwa etnobotani dapat menjelaskan beberapa hal antara lain :

• Keadaan kebudayaan suatu bangsa yang memanfaatkan tumbuh- tumbuhan

• Membuktikan penyebaran tumbuh-tumbuhan pada masa lalu

• Membuktikan jalur perdagangan

• Berguna dalam menerangkan nilai yang didapat dari pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar yang diambil dari alam.

Alikodra (1987), mengemukakan bahwa sejak awal peradaban manusia, antara hutan dan manusia telah terjadi hubungan saling ketergantungan, karena hutan merupakan sumber bahan kehidupan dasar yang diperlukan oleh manusia seperti: air, energi, makanan, protein, udara bersih dan perlindungan. Selanjutnya hubungan ketergantungan secara tradisional ini berlangsung di berbagai taman nasional, sesuai peningkatan laju pertumbuhan penduduk di sekitar taman nasional.

Menurut Hidalgo (1992), pemanfaatan tumbuh-tumbuhan oleh kelompok masyarakat yang berada di sekitar hutan hujan tropika dapat memberikan keseimbangan hubungan antara manusia dan alam. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pembuatan pekarangan pribadi dan hutan rakyat. Pekarangan pribadi terletak di sekitar hutan dan berupa perpaduan antara usaha pertanian, hutan dan pemeliharaan jenis-jenis yang sangat bermanfaat, khususnya tanaman pertanian. Sedangkan hutan rakyat pada prinsipnya adalah penanaman jenis-jenis tumbuhan yang ada di hutan dan pemanfaatannya. Pemanfaatan yang dilakukan adalah pengambilan produk jenis komersil seperti kayu, karet, minyak dan perburuan satwa liar secara terbatas.

Pengetahuan tradisional (Indigenous knowledge) asli masyarakat lokal merupakan sesuatu yang unik dalam suatu kultur yang bisanya disebut pengetahuan asli, pengetahuan lokal, nilai-nilai tradisional atau ilmu tradisional. Masyarakat lokal telah memiliki berbagai pengetahuan yang luas tentang ekosistem tempat mereka hidup dan beraktivitas. Pengetahuan bagaimana cara mereka memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan yang ada di lingkungan mereka dengan karakteristik kehidupan sosial masyarakatnya (Anonim 1997).

Menurut Nababan (2001) prinsip-prinsip kearifan tradisional antara lain : (1) ketergantungan manusia dengan alam mensyaratkan keselarasan hubungan dan keseimbangan yang harus dijaga; (2) penguasaan atas wilayah adat tertentu bersifat eksklusif sebagai hak penguasaan kepemilikan komunitas (communal property resources), selanjutnya dikenal sebagai wilayah adat yang mengikat semua warga untuk menjaga dan mengelolanya bagi keadilan dan kesejahteraan bersama sekaligus mengamankan dari eksploitasi pihak luar; (3) sistem pengetahuan dan struktur pengaturan adat memberikan kemampuan memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam pemanfaatan sumberdaya hutan; (d) sistem alokasi dan penegakan hukum adat, mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan baik oleh masyarakat sendiri maupun pihak luar; (e) mekanisme penerapan distribusi hasil panen sumberdaya alam milik bersama, dapat meredam kecemburuan sosial ditengah- tengah masyarakat.

Purwanto (2003) mengemukakan bahwa, pengelolaan lingkungan suatu kawasan tidak mungkin berhasil tanpa melibatkan keberadaan masyarakat

setempat. Peran masyarakat lokal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan, terutama melalui aktivitasnya.

Pengetahuan tradisional masyarakat atau kearifan lokal berbeda satu sama lain tergantung budaya dan tipe ekosistem setempat. Pada umumnya berupa sistem pengetahuan dan pengelolaan sumberdaya lokal yang diwariskan turun temurun. Misalnya: masyarakat adat ekosistem rawa bagian selatan pulau Kimaam Kabupaten Merauke, Papua yang berhasil mengembangkan 144 kultivar ubi (Nababan 2001).

BIOPROSPEKSI

Sumberdaya alam hayati menjadi semakin menarik ketika mendapat pengakuan masyarakat dan dunia sebagai bahan baku obat-obat tradisional. Melalui lompatan kemajuan dalam bidang ilmu biologi modern (bioteknologi), telah dibuktikan bahwa tumbuhan sebagai sumberdaya hayati merupakan sumber pustaka kimia yang sangat potensial dalam upaya pencarian obat baru (bioprospecting). Sumberdaya alam ini juga identik dengan pustaka gen yang amat dibutuhkan untuk pengembangan industri dan pembaharuan di bidang kesehatan (Kusuma, 2002).

Bioprospeksi pada prinsipnya adalah upaya pencarian, penelitian, pengumpulan, ekstraksi, dan pemilihan sumberdaya hayati dan pengetahuan tradisional untuk mendapatkan materi genetik dan sumber biokimia yang bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan ini penting untuk mendokumentasi sumberdaya genetik keanekaragaman hayati sebelum ada pihak lain yang tidak bertanggung jawab mengeksploitasi habis kekayaan tersebut, sekaligus mencari sumber bagi keuntungan ekonomi di masa depan. Oleh karena itu keanekaragaman, struktur dan komposisi vegetasi sebagai komponen utama habitat perlu dikaji dan dianalisa. Demikian pula pemanfaatan keanekaragaman flora oleh masyarakat sekitar taman nasional terutama pemanfaatannya sebagai bahan obat-obatan tradisional (Kehati, 2001).

Menurut Dennin (2000), berbagai spesies keanekaragaman hayati mempunyai potensi yang sangat berharga, khususnya sebagai sumber gen (plasma nutfah) dan sebagai sumber bahan kimia. Pengertian dan pemahaman baru bahwa setiap helai daun tumbuhan, dan setiap bagian tumbuhan lainnya (ranting,akar, daun, buah, dan lain sebagainya) adalah pustaka kimia dan sumber gen yang luar bisa kayanya. Oleh karena itu ekstrak yang diperoleh dari

sumberdaya hayati ini sangat mahal sekalipun dalam jumlah yang amat sedikit(mikro-liter) nilainya dapat mencapai puluhan ribu dollar. Ekstrak ini digunakan sebagai bahan baku industri gen dan industri obat modern. Selanjutnya Kusuma (2002 ), mengemukakan bahwa melalui pemberian nilai tambah keanekaragaman hayati tersebut akan diperoleh keuntungan secara ekonomis. Hal tersebut merupakan insentif yang dapat memotifasi eksploitasi sumberdaya hayati secara berkelanjutan.

Kartodihardjo(1999) dan Endang (2002) sependapat bahwa persiapan- persiapan ke arah pemanfaatan sumberdaya alam hayati bagi negara Indonesia sangat beralasan karena negara kita adalah pemilik keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Berbagai pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan dasar bahan tumbuhan asli Indonesia diakui ampuh. Pembuktian ini telah membuka mata dunia untuk mempelajari sumber daya alam hayati Indonesia. Hal ini harus diantisipasi, karena dengan menggunakan teknologi supra modern yang saat ini pihak barat telah mampu mengembangkan metoda penapisan dalam upaya menciptakan obat-obat baru yang amat dibutuhkan dunia. Pemanfaatan sumberdaya alam oleh pihak barat melalui akses kepada sumberdaya alam lokal yang harus menjamin adanya kompensasi dan keuntungan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia serta adanya jaminan kelestariannya sebagai wujud pertanggungjawaban kepada generasi mendatang.

Sebenarnya, bangsa Indonesia memiliki aset abadi berupa sinar matahari dan laut. Bangsa Indonesia memiliki hutan tropis dengan keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang luar bisa. Dengan modal tersebut di atas, sebetulnya Indonesia layak menjadi gudang pangan dan obat-obatan dunia, tujuan wisata dan paru-paru dunia. Dengan VISI ini, Indonesia sebenarnya mempunyai peluang untuk segera keluar dari himpitan krisis sekaligus mengembalikan hakikat martabat dan harga diri bangsa dalam pergaulan dunia (Ranareksa, 2000).

Menurut Sidik (1994), berkembangnya ilmu kedokteran dan farmasi maupun ilmu lainnya yang terkait maka bahan-bahan yang dipakai dalam ilmu kedokteran saat ini pada dasarnya merupakan perkembangan dari bahan-bahan alam tersebut.

Didalam perkembangan teknologi akhir-akhir ini, banyak obat-obat dibuat secara sintesis, namun penghasil obat seperti antibiotika misalnya penisilin, streptomisin, khloromisetin dan lain-lain, semuanya dihasilkan dari tumbuhan (Dzulkarnain, et al, 1996). Para ahli meyakini bahwa masih banyak jenis tumbuhan yang sampai sekarang belum dikenal berkhasiat sebagai obat.

Menurut Achmad SA (2002), ditinjau dari banyaknya tumbuhan yang bahannya dipakai dalam obat tradisional oleh masyarakat, dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mengadakan penyelidikan secara ilmiah tentang zat yang berkhasiat sebagai tumbuhan obat, dengan demikian menunjang perkembangan farmakologi dan pengobatan modern. Dilain pihak untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengantisipasi laju perkembangan penyakit yang sering melampaui laju perkembangan bidang teknologi pengobatan modern maka pemanfaatan tumbuhan obat merupakan suatu alternatif yang dapat ditempuh (Hargono dan Djoko 1997).

Selanjutnya dikemukakan bahwa perkembangan dalam penelitian tumbuh-tumbuhan obat mengalami kemajuan yang semakin cepat dengan ditemukannya tehnik-tehnik pemisahan kromatografi dan penentuan struktur molekul secara spektroskopi pada pertengahan abad ke 20. Dalam hal ini perlu dicatat beberapa temuan senyawa bioaktif farmakologis yang sangat berarti, seperti alkaloid bis-indol vinblastin dan vinbastin dari tanaman Catharanthus roseus G.Don (Apocynaceae), yang kemudian dikembangkan menjadi komersil untuk mengobati penyakit kanker. Selanjutnya Endang, 2002, penemuan diterpenoid taksol dari tumbuhan Taxus brevifolia Nutt.(Taxaceae) yang kemudian diperdagangkan sebagai obat kanker payudara dan kanker kandungan Segera, perusahaan-perusahaan farmasi yang besar menaruh perhatian yang sangat antusias terhadap tumbuh-tumbuhan sebagai sumber yang sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku obat modern.

Pada hakekatnya tumbuh-tumbuhan obat juga dapat digunakan menurut dua cara yang berbeda, pertama, sebagai campuran yang kompleks yang mengandung berbagai senyawa kimia, misalnya seduhan dan minyak atsiri. Ramuan fitofarmaka ini sangat populer di negara-negara yang mempunyai tradisi yang kuat dalam obat herbal. Cara kedua, ialah dalam bentuk senyawa kimia murni bioaktif yang terdefinisi secara kimia dengan jelas (Syamsul dkk., 2002),. Selanjutnya dikemukakan bahwa proses untuk menghasilkan senyawa kimia murni diawali dengan pemilihan tumbuhan.Untuk menghasilkan senyawa kimia

murni yang aktif farmakologis memerlukan kerjasama multidisiplin antara ahli-ahli biologi, kimia, farmakologi, dan toksikologi. Pemilihan jenis tumbuhan tertentu merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan penelitian. Kecuali pemilihan yang bersifat acak, terdapat pula pemilihan yang bersifat lebih terarah, berlandaskan pengetahuan kemotaksonomi yang dikombinasikan dengan informasi etnobotani. Tumbuh-tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional merupakan petunjuk bagi ditemukannya senyawa-senyawa aktif farmakologis.