• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PENELITIAN

4.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan adanya aliran sumberdaya sebagaimana yang telah disebutkan pada Bab III, hipotesis penelitian ini diduga pendapatan usahatani mitra lebih tinggi daripada no-mitra. Hal ini disebabkan oleh adanya pinjaman modal sehingga pengerjaan usahatani tepat waktu dan optimal, pinjaman pupuk sehingga pemupukan optimal, dan pinjaman bibit unggul sehingga produksinya tinggi. Risiko yang ditanggung petani mitra diduga lebih rendah karena adanya bimbingan teknis sehingga pengelolaaan usahataninya terarah.

menggambarkan hubungan variabel respon keikutsertaan petani dalam program kemitraan dengan variabel-variabel penjelasnya, hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Variabel bebas yang berhubungan positif dengan variabel tak bebas

a. Variabel usia, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman responden. Peningkatan usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pengalaman akan meningkatkan pengetahuan sehingga peningkatan nilai ketiga faktor tersebut akan meningkatkan pendapatan.

b. Variabel kemitraan. Dengan bermitra input produksi menjadi lebih baik sehingga produksi meningkat dan pendapatan meningkat.

c. Variabel frekuensi penyuluhan. Semakin sering petani mengikuti penyuluhan pertanian akan menambah pengetahuan sehingga meningkatkan pendapatan.

d. Variabel penguasaan lahan. Penguasaan lahan sewa atau campuran membuat petani lebih cermat mengelola usahatani karena telah memperhitungkan biaya sewa, sehingga pendapatan makin tingi.

e. Variabel pekerjaan utama. Petani tebu sebagai pekerjaan utama diduga memperbesa pendapatan usahatani karena lebih fokus dalam pengelolaannya.

2. Variabel bebas yang berhubungan negatif dengan variabel tak bebas

a. Variabel biaya. Biaya total yang lebih rendah dari penerimaan total akan meningkatkan pendapatan.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan data monografi Kecamatan Trangkil, letak kecamatan ini 11 km ke arah utara Kotamadya Pati. Jarak Kecamatan Trangkil dengan Ibukota Propinsi Jawa Tengah, yaitu Semarang, sejauh 86 km. Curah hujan di kecamatan ini 315,8 mm per tahun. Bentuk wilayah datar sampai berombak. Luas wilayah Kecamatan Trangkil sebesar 4.180,4 ha yang tediri dari 22,4 persen lahan sawah dan 77,6 persen lahan kering.

Prasarana jalan terdiri dari jalan aspal, jalan diperkeras, jalan tanah. Masing-masing dikelompokkan ke dalam kategori baik, sedang, dan rusak. Sebagian besar jalan dalam kondisi baik dengan persentase sebesar 94,4 persen. Perincian panjang jalan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Prasarana Jalan di Kecamatan Trangkil

No Kategori Jalan Panjang (km) Persentase (persen)

Persentase (persen)

1 Jalan aspal baik 68,05 62,3

65,1

2 Jalan aspal sedang 2 1,8

3 Jalan aspal rusak 1,05 1

4 Jalan diperkeras baik 20,05 18,4

21,2

5 Jalan diperkeras sedang 2 1,8

6 Jalan diperkeras rusak 1 1

7 Jalan tanah baik 15 13,7

13,7

8 Jalan tanah sedang 0 0

9 Jalan tanah rusak 0 0

Jumlah 109,15 100 100

Sumber: Kecamatan Trangkil (2009)

Kondisi jalan sangat penting untuk menunjang pengangkutan bibit, pupuk, dan hasil panen tebu. Dengan kemudahan pengangkutan tersebut maka luas lahan dapat ditingkatkan, serta produktivitas dapat terjaga karena perawatan menjadi lebih mudah. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, jalan menuju kebun-kebun petani dalam kondisi baik. Jalan di lingkungan desa pun sudah diaspal dan kondisinya baik.

5.2.1. Usia

Mengacu pada pendapat Hurlock (2004), petani responden dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok usia dewasa yaitu usia dewasa awal (usia 18-40 tahun), usia dewasa madya (usia 18-40-60 tahun), dan usia dewasa lanjut (diatas 60 tahun). Jika usia tepat 40 tahun maka tergolong dewasa madya berdasarkan pendapat Siegler et al. (2003), demikian pula usia tepat 60 tahun dimasukkan dalam kelompok dewasa lanjut. Pengelompokan usia petani responden berdasarkan pendapat Hurlock tersebut disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran Responden Berdasarkan Usia

No Kelompok usia Mitra

(orang)

Non-Mitra (orang)

Total (orang)

1 Dewasa Awal (18-40 tahun) 9 4 13

2 Dewasa Madya (40-60 tahun) 9 3 12

3 Dewasa Lanjut (diatas 60 tahun) 4 5 9

Jumlah 22 12 34

Komposisi usia petani responden terdiri dari 38,2 persen dewasa awal, 35,3 persen dewasa madya, dan 37,5 persen dewasa lanjut. Petani mitra responden terdiri dari dewasa awal 40,9 persen, dewasa madya 40,9 persen, dewasa lanjut 18,2 persen. Petani non-mitra terdiri dari dewasa awal 33,4 persen, dewasa madya 25 persen, dewasa lanjut 41,6 persen.

5.2.2. Pendidikan

Petani responden rata-rata mengikuti pendidikan formal selama 10,7 tahun dengan rentang nilai 1 hingga 19. Nilai 1 artinya pernah mengenyam pendidikan hingga kelas 1 SD. Nilai 19 artinya lulusan pasca-sarjana. Nilai 10,7 artinya rata-rata pendidikan petani responden sampai dengan kelas 2 SMA/Sederajat. Sebaran petani responden berdasarkan pendidikan formal disajikan dalam Tabel 3.

34

Tabel 3. Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan Formal

Rata-rata pendidikan petani mitra responden 10,2 tahun sedangkan petani non-mitra responden 11,7 tahun. Pendidikan terbanyak SMA, masing-masing 36,4 persen untuk petani mitra responden dan 66,7 persen untuk petani non-mitra responden. Rentang nilai pendidikan petani mitra responden 1 hingga 19, sedangkan petani non-mitra responden 6 hingga 16 tahun.

5.2.3. Luas Lahan

Petani responden menguasai lahan tebu rata-rata 17,943 ha dengan rentang nilai 0,260 hingga 130,249 ha. Petani mitra responden menguasai rata-rata 25,343 ha dengan rentang nilai 1,5 hingga 130,249 ha. Rata-rata penguasaan lahan petani non- mitra 2,903 ha dengan rentang nilai 0,260 hingga 12 ha. Sebaran responden berdasarkan luas penguasaan lahan tebu disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan yang Dikuasai. No Luah Lahan (ha) Mitra (Orang) Non-Mitra

(Orang) Total (orang)

1 0,26 - 0,9 0 5 5 2 1 - 9,9 7 6 13 3 10 - 29,9 9 1 10 5 Diatas 30 6 0 6 Jumlah 22 12 34 No Pendidikan Mitra (Orang) Non-Mitra (Orang) Total (orang)

1 Tidak Lulus SD (< 6 tahun) 4 0 4

2 SD (6 tahun) 3 2 5

3 Tidak Lulus SMP 0 0 0

4 SMP (9 Tahun) 1 0 1

5 Tidak Lulus SMA 1 0 1

6 SMA atau sederajat (12 tahun) 8 8 16

7 Tidak Lulus Sarjana 1 0 1

8 Sarjana (16 tahun) 3 2 5

9 Pasca-sarjana (19 tahun) 1 0 1

hingga 20 ha, sehingga dapat dipastikan bahwa petani responden yang menguasai lebih dari 20 ha pasti menyewa lahan. Berikut sebaran responden berdasarkan jenis penguasaan lahan tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Penguasaan Lahan No Luah Lahan (ha) Mitra (Orang) Non-Mitra

(Orang) Total (orang)

1 Milik Saja 4 6 12

2 Sewa Saja 2 3 5

3 Milik dan Sewa 16 3 19

Jumlah 22 12 34

5.2.4. Pengalaman

Pengalaman petani tebu responden rata-rata 12,9 tahun dengan rentang nilai 2 hingga 34 tahun. Pengalaman responden petani mitra rata-rata 16,2 tahun dengan rentang nilai 4 hingga 34 tahun. Pengalaman responden petani non-mitra 6,8 tahun dengan rentang nilai 2 hingga 22 tahun.

Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman

No Pengalaman (tahun) Mitra (orang) Non-Mitra

(orang) Total (orang)

1 0-8 5 9 14

2 9-17 7 2 9

3 18-26 6 1 7

4 27-35 4 0 4

Jumlah 22 12 34

5.2.5 Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga responden petani berkisar antara satu hingga enam orang. Proporsi terbesar yaitu tiga orang sebesar 35,3 persen kemudian empat orang

36

32,4 persen. Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga No Jumlah Anggota

Keluarga Mitra (Orang)

Non-Mitra

(Orang) Total (orang)

1 Satu orang 0 2 2 2 Dua orang 3 1 4 3 Tiga orang 8 4 12 4 Empat orang 6 5 11 5 Lima orang 3 0 3 6 Enam orang 2 0 2 Jumlah 22 12 34 5.2.6 Kelembagaan Petani

Kelembagaan petani tebu di wilayah penelitian yaitu APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia), kelompok tani, dan KUD (Koperasi Unit Desa). APTRI berperan penting dalam meningkatkan posisi tawar petani pada lelang gula. APTRI juga berperan sebagai penyalur pupuk bersubsidi bagi petani tebu.

Setiap PG didampingi satu APTRI. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen PG, setiap petani yang menggilingkan tebu di PG Trangkil otomatis menjadi anggota APTRI, namun pada prakteknya tidak semua petani responden yang menggilingkan tebu di PG Trangkil merasa menjadi anggota APTRI. Petani responden yang tidak merasa sebagai anggota APTRI tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang APTRI dan pertemuan-pertemuan APTRI, sedangkan petani responden yang merasa sebagai anggota APTRI mendapatkan informasi tentang pertemuan-pertemuan APTRI baik dari undangan pengurus maupun keterangan petani lain. Meskipun demikian, petani yang mengetahui pertemuan tersebut belum tentu menghadiri pertemuan tersebut karena sebab kesibukan maupun merasa sudah cukup diwakili oleh teman petani lain.Persepsi petani responden tentang keanggotaan APTRI disajikan pada Tabel 8.

No Persepsi Keanggotaan APTRI

(Orang) (Orang) (orang)

1 Merasa sebagai anggota 14 2 16

2 Tidak merasa sebagai anggota 8 4 12

Jumlah 22 6 28

Proporsi responden petani mitra yang merasa sebagai anggota APTRI 63,6 persen, sedangkan responden non-mitra 33,4 persen. Perbandingan tersebut menggambarkan arus informasi dan komunikasi antara APTRI dengan responden petani mitra lebih besar daripada responden petani non-mitra. Pada Tabel hanya terdapat 6 orang responden petani non mitra karena sisanya tidak menggilingkan tebu melalui PG melainkan langsung menjual dalam bentuk tebu atau menjual tebu dengan sistem tebas sehingga tidak menjadi anggota APTRI.

Sebagian petani responden juga tergabung dalam kelompok-kelompok tani agar memudahkan manajemen tebang angkut. Untuk menyetorkan tebu ke PG petani harus mendapatkan Surat Perintah Tebang Angkut (SPTA). Dengan bergabung dalam kelompok tani petani bisa memenuhi kuota jumlah minimal tebu yang harus ditebang per hari sesuai SPTA dengan mudah. Kelompok tani juga menjadi wadah bagi petani responden untuk bersosialisasi dan saling bertukar informasi antar anggota. Sebaran petani berdasarkan keanggotaan kelompok tani disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Keanggotaan Kelompok Tani

No Keanggotaan Mitra (orang) Non-Mitra (orang) Total (orang) 1 Kelompok tani 9 3 13

2 Bukan kelompok tani 13 9 21

Jumlah 22 12 32

Tabel 9 menunjukkan bahwa 40,6 persen responden menjadi anggota kelompok tani. Responden petani mitra yang menjadi anggota kelompok tani 40,9 persen. Responden petani non-mitra yang ikut keanggotaan kelompok tani 25 persen. Proporsi petani responden petani mitra yang ikut kelompok tani lebih besar karena

38

harus memenuhi kuota SPTA, sedangkan 50 persen responden petani non-mitra menjual tebu dengan tebasan sehingga tidak memikirkan untuk memenuhi kuota SPTA.

Dari 22 orang responden petani mitra, sebanyak 20 orang atau 90,9 persen terdaftar sebagai anggota KUD. Akan tetapi berdasarkan keterangan responden, KUD sama sekali tidak memiliki kegiatan. Mereka terdaftar sebagai anggota KUD hanya formalitas sebagai syarat mengajukan kredit.

5.2.7 Sumber Informasi

Sumber informasi yang digumnakan oleh petani tebu responden untuk mengakses informasi tentang tebu yaitu pihak PG, petani lain, APTRI, lembaga penelitian, serta dengan melakukan percobaan sendiri. Informasi dari PG dapat diakses melalui petugas penyuluh lapang tebu rakyat atau langsung bertanya ke kantor PG. Lembaga penelitian yang menjadi sumber informasi responden yaitu Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). Percobaan sendiri yaitu petani membuat demplot sendiri untuk mencoba perlakuan tertentu misalnya mencoba varietas baru. Sebaran responden berdasarkan sumber informasi utama dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Informasi No Sumber Informasi Mitra (orang) Non-Mitra

(orang) Total (orang)

1 PG 9 0 9 2 Petani lain 11 11 22 3 APTRI 1 0 1 4 Lembaga Penelitian 0 0 0 5 Percobaan Sendiri 1 1 2 6 Buku 0 0 0 Jumlah 22 12 34

Tabel 10 memperlihatkan bahwa akses informasi petani responden masih terpusat pada pertukaran pengalaman dan informasi antar petani yaitu 64,7 persen. Pada responden petani mitra meskipun sudah ada PG sebagai salah satu pilihan

hubungan antar petani sebagai sumber informasi utama sebesar 91,7 persen. Petani responden tidak hanya mengandalkan satu sumber informasi utama namun juga mengakses lebih dari satu sumber informasi.

Dokumen terkait