• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Praktik Penggunaan Boraks dengan Pencemaran

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

6.3.3 Hubungan Antara Praktik Penggunaan Boraks dengan Pencemaran

Praktik dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2, yaitu

baik dan tidak baik. Variabel praktik ini didapatkan berdasarkan

wawancara. Menurut Notoatmodjo (2003), pengukuran praktik atau

tindakan dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran perilaku

secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran perilaku secara

langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan

responden, sedangkan pengukuran secara tidak langsung adalah

dengan mewawancarai kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

responden dalam beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu. Situasi

yang terjadi saat wawancara ini berlangsung adalah pengelola bakso

hanya diwawancara seorang diri tanpa ada pihak lain serta jauh dari

kerumunan konsumen yang sedang membeli bakso. Sehingga

percakapan yang terjadi antara peneliti dengan pengelola bakso tidak

dapat terdengar oleh konsumen atau orang lain.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square diperoleh nilai p value = 0,009 (α = 0,05). Hal ini

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara praktik

pengelola dengan pencemaran bahan toksik boraks pada bakso. Dari

10 bakso yang positif mengandung cemaran boraks, hanya 7

responden yang mengaku melakukan praktik penggunaan bahan

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, variabel praktik ini

diukur melalui wawancara, sehingga terdapat kemungkinan

responden tidak mengakui bahwa mereka melakukan penggunaan

boraks pada bakso karena kekhawatirannya jika diketahui orang lain

maka baksonya tidak akan laku terjual. Selain itu diduga bahwa

sebenarnya responden telah mengetahui bahwa boraks adalah bahan

yang berbahaya, oleh karena itu responden lebih memilih untuk tidak

mengaku menggunakan boraks.

Adanya boraks pada bakso merupakan salah satu contoh

pencemaran pada makanan. Pencemaran pada makanan adalah

pencemaran yang disebabkan oleh masuknya suatu bahan baik

secara sengaja maupun tidak sengaja yang akan mempengaruhi

kualitas makanan itu sendiri (Nurmaini, 2001). Salah satu penyebab

pencemaran pada makanan adalah adanya praktik penambahan zat

atau bahan toksik dengan tujuan ingin meningkatkan kualitas

makanan. Bahan toksik adalah bahan beracun dan dapat

menimbulkan efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap organisme hidup (New York Health, 2013). Dari teori tersebut dapat

dikatakan bahwa tindakan pedagang untuk menggunakan boraks

dapat menimbulkan dampak nyata. Boraks merupakan salah satu

contoh bahan toksik yang berbahaya bagi kesehatan. Pencemaran

bahan toksik pada makanan dapat terjadi dengan cara sengaja atau

pengolahan bakso merupakan salah satu contoh pencemaran bahan

toksik yang terjadi secara sengaja karena boraks ditambahkan secara

sengaja ke makanan sebagai bahan tambahan.

Adanya pencemaran ini memiliki dampak negatif pada

kesehatan tubuh. Senyawa boraks ini dapat diserap di berbagai organ

dalam tubuh. Menurut penelitian Forbes (1954) boraks dapat

tersimpan di tulang, otot, jantung, paru-paru, usus, ginjal, hati, kulit,

sistem syaraf dan darah. Kadar boraks tertinggi pada tubuh akan

tercapai saat ekskresi yaitu sebesar 0,25 ppm. Oleh karena itu ginjal

merupakan salah satu organ yang paling terpengaruh dibandingkan

dengan organ yang lain.

Pada dasarnya terdapat jumlah dosis yang tidak akan

menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan manusia yang

mengkonsumsi suatu makanan yang mengandung boraks atau No Observed Adverse Effect Level (NOAEL) yaitu sebesar 8,8 ppm per-hari (EPA, 2006). Namun, dengan terserapnya boraks pada organ –

organ tersebut, maka lama kelamaan akan mengakibatkan dampak

buruk pada tubuh.

Dampak yang dihasilkan dari mengkonsumsi boraks bersifat

kronis. Efek kronis dapat disebabkan oleh absorbsi dalam waktu

lama sehingga gejalanya tidak akan terasa langsung sesaat setelah

(2006) akibat yang timbul diantaranya anoreksia, berat badan turun,

muntah, diare, ruam kulit, alposia, anemia dan konvulsi. Selain itu,

terdapat beberapa kasus keracunan fatal yang terjadi pada anak –

anak yang disebabkan oleh mengkonsumsi boraks dalam jumlah

banyak yaitu 6 anak meninggal dunia karena mengkonsumsi 60 –

160 ml air yang mengandung 3-6 g boraks yang berada pada air yang

didestilasi. Konsumsi boraks yang tinggi dan diserap dalam tubuh

akan disimpan secara akumulatif dalam hati otak dan testis serta

akan menyebabkan timbulnya gejala pusing, muntah, mencret dan

kram perut. Boraks dapat mempengaruhi alat reproduksi, selain itu

juga dapat mempengaruhi metabolisme enzim (BPOM,2004).

Berdasarkan hasil penelitian, dari 7 responden yang

mengakui melakukan praktek boraks, didapatkan sebanyak 5

responden menyatakan bahwa sebagian besar praktik penggunaan

boraks pada bakso biasanya dilakukan setelah bakso dibentuk.

Boraks akan dilarutkan ke dalam air kemudian bakso yang telah

dibentuk akan direndam ke dalam air tersebut. Selain direndam, ada

juga responden yang menggunakan boraks dengan cara

mencampurnya dengan adonan bakso sebanyak 1 sendok. Bubuk

boraks akan dibubuhkan ke adonan dan di aduk hingga merata.

Tujuannya adalah agar bakso menjadi lebih kenyal dan tidak cepat

Sebanyak 7 responden menyatakan bahwa terdapat

perbedaan yang terlihat antara bakso yang dibuat dengan boraks dan

yang tidak. Perbedaan yang sering terlihat adalah tidak munculnya

lendir pada bakso setelah disimpan dalam beberapa hari, selain itu

bakso yang menggunakan boraks biasanya terlihat lebih cerah

warnanya dibandingkan dengan yang tidak.

Terjadinya praktik atau perilaku penggunaan boraks pada

bakso ini tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor pendukungnya.

Salah satunya adalah sikap pada diri pelaku. Suatu sikap belum tentu

secara otomatis dapat terwujud menjadi suatu tindakan. Untuk

mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau situasi yang memungkinkan seperti sarana dan

prasarana dan juga dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2003).

Terbentuknya sikap ini juga didorong dengan adanya faktor lain

seperti faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini yang mendorong

pengelola untuk menggunakan boraks pada baksonya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Walgito (2002) yang menuliskan adanya teori

dorongan dalam pembentukan perilaku dimana dorongan-dorongan

tersebut berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang

mendorong berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan

dan organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi

ketegangan dalam diri organisme itu. Hal ini mencerminkan

menggunakan boraks. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,

boraks dapat membuat bakso memiliki daya tahan yang lebih lama,

sehingga pengelola bakso tidak harus membuang bakso yang tersisa

dan dapat dijual kembali, dengan begitu pengelola bakso tidak perlu

mengeluarkan uang untuk memproduksi baksonya kembali. Selain

itu, harga boraks yang relatif murah juga merupakan salah satu

faktor pendukung dari perilaku penggunaan bahan toksik boraks.

Pada dasarnya, terdapat bahan alami pengganti boraks yang

dapat ditambahkan pada makanan dan tidak menimbulkan dampak

negatif. Salah satunya adalah karagenan. Karagenan adalah salah

satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai pengganti boraks

yang berasal dari rumput laut. Fungsinya yang mengenyalkan inilah

yang membuat karagenan bisa digunakan dalam makanan dan tidak

menimbulkan efek samping pada mulanya karagenan bukan

digunakan untuk pengenyal makanan seperti bakso, tapi untuk saus,

susu kental manis, dan es krim. Setelah dicobakan untuk

mengenyalkan bakso, ternyata hasilnya cukup memuaskan dengan

sangat efektif dan murah. Di samping itu karagenan mempunyai

banyak kandungan mineral dan serat karena berasal dari rumput laut

sehingga lebih sehat digunakan bagi kesehatan manusia (Soeid &

Jika dibandingkan antara harga boraks dengan harga

karagenan, memang harga boraks lebih murah dibandingkan dengan

karagenan. Satu kilogram adonan bakso membutuhkan 0,5 – 1,5 gram karagenan yang dijual dengan harga Rp 750 sampai Rp 1000,

sedangkan untuk 0,5 – 1,5 gram boraks dijual dengan harga Rp 500. Walaupun demikian tetap saja pedagang bakso tidak boleh

Dokumen terkait