• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

6.2.2 Sikap Pengelola Bakso Mengenai Boraks

Sikap menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan atau

kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu

baik terhadap rangsangan positif atau negatif dari suatu objek

rangsangan.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat 27

responden (79,4%) yang memiliki sikap negatif terhadap

penggunaan bahan toksik boraks dan terdapat 7 responden (20,6%)

banyak responden yang menunjukkan ketidaksetujuannya atas

penggunaan bahan toksik boraks daripada yang setuju terhadap

penggunaan bahan toksik boraks atau dengan kata lain responden

telah menunjukkan sikap yang kontra terhadap penggunaan bahan

toksik boraks.

Sikap ini diukur dengan menggunakan kuesioner dengan

pernyataan negatif dengan skala setuju dan tidak setuju. Pernyataan

pada kategori sikap ini diantaranya adalah persetujuan atas

diperbolehkannya penggunaan bahan toksik boraks pada bakso,

boraks yang terasa lebih enak dan kenyal, boraks yang dapat

menimbulkan masalah pada kesehatan, boraks yang digunakan untuk

mengawetkan dan mengenyalkan bakso, serta penggunaan bahan

toksik boraks pada makanan.

Pada penelitian ini, sikap dikategorikan menjadi 2 yaitu sikap

positif dan sikap negatif. Menurut Zuriah (2003), sikap negatif

adalah kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan

tidak menyukai objek tertentu, sedangkan sikap positif adalah

kecenderungan untuk mendekati, menyenangi dan menghadapkan

objek tertentu. Berkaitan dengan teori tersebut, dalam penelitian ini

yang dimaksud sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi

atau ketidaksetujuan atas penggunaan bahan toksik boraks,

sedangkan sikap positif adalah kecenderungan untuk mendekati atau

Menurut Gerungan (2004), sikap merupakan suatu

pandangan tetapi dapat berbeda dengan suatu pengetahuan yang

dimiliki seseorang. Sikap negatif yang dominan dari hasil

pengukuran sikap ini merupakan cerminan dari pandangan yang

dimiliki oleh para pengelola bakso. Sikap ini sangat tergambar pada

poin pernyataan mengenai penggunaan boraks sebagai pengenyal

dan pengawet bakso. Terdapat 23 responden (67,6%) menyatakan

tidak setuju atas pernyataan tersebut. Selain itu terlihat pada

pernyataan sikap mengenai diperbolehkannya menggunakan boraks

pada bakso. Dari 34 responden, 30 responden (88,2%) menyatakan

tidak setuju atas penggunaan boraks pada bakso. Dari hasil

pengukuran sikap ini dapat terlihat bahwa sikap yang tertanam dalam

diri responden sudah cukup baik. Melihat hasil penelitian yang telah

didapatkan bahwa sebenarnya sikap yang dimiliki oleh pengelola

bakso sudah cukup baik. Sikap yang baik ini dapat terbentuk dari

adanya pengetahuan pengelola bakso yang cukup memadai

mengenai boraks. Sikap yang tertanam pada diri pengelola

merupakan cerminan dari hal yang telah diketahui dan diyakininya,

sehingga dapat menghasilkan sikap demikian.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, boraks merupakan

bahan berbahaya yang dilarang digunakan pada makanan. Sikap

yang seharusnya dimiliki seseorang terhadap boraks adalah tidak

makanan, sehingga dapat diasumsikan dalam penelitian ini sikap

negatif adalah sikap yang harus ditanamkan dalam diri masyarakat

terhadap penggunaan bahan toksik boraks. Dengan adanya sikap

negatif pada diri seseorang akan membuat dirinya menjauhi atau

tidak menggunakan boraks yang dampaknya dapat merugikan orang

lain. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) yang mengatakan

sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Hal ini

menunjukkan semakin baik sikap seseorang maka akan semakin baik

juga tindakannya. Tindakan yang diharapkan adalah tidak

menambahkan boraks pada makanan agar terhindar dari dampak

negatif yang akan dihasilkan dari tindakan tersebut.

Menurut PERMENKES RI No. 33 Tahun 2012 boraks

merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang

dilarang digunakan dalam produk makanan. Oleh karena itu, sikap

yang dimiliki oleh sebagian besar responden dianggap baik karena

telah menghindari atau menjauhi penggunaan bahan toksik boraks

pada makanan.

6.2.3 Praktik Pengelolaan Bakso Terhadap Penggunaan Bahan Toksik Boraks

Tindakan atau praktik adalah respon atau reaksi konkret

seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah dalam

seseorang telah mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapi

(Notoatmodjo, 1993).

Pengukuran praktik pengelolaan bakso ini dilakukan dengan

menggunakan pengukuran perilaku secara tidak langsung. Menurut Notoatmodjo (2003), pengukuran perilaku secara tidak langsung adalah dengan mewawancarai terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu. Wawancara dilakukan dengan

menggunakan kuesioner, sehingga hasil yang didapatkan dari

variabel praktik berasal dari pengakuan responden.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah terdapat 27

responden (79,6%) yang melakukan praktik yang baik, sedangkan

terdapat 7 responden (20,6%) melakukan praktik yang tidak baik.

Hal ini berarti sebagian besar responden dalam melakukan praktik

pengelolaan bakso tidak menggunakan boraks. Praktik yang mereka

lakukan merupakan kebiasaan yang mereka lakukan setiap harinya.

Praktik dapat terjadi karena adanya sebuah sikap yang

didukung oleh adanya faktor lain, yaitu fasilitas atau sarana dan

prasarana (Notoatmodjo, 2005). Sikap pada sebagian besar

responden pada penelitian ini menunjukkan 7 responden memiliki

sikap positif terhadap penggunaan bahan toksik boraks, yaitu sikap

kecenderungan untuk mendekati, menyenangi dan menghadapkan

objek tertentu. Hal ini sejalan dengan fakta yang ditemukan di

menggunakan boraks pada bakso. Hal ini terjadi dikarenakan adanya

fasilitas yang mempermudah pengelola bakso untuk mendapatkan

boraks. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 7 responden yang

menyatakan bahwa boraks dapat dengan mudah ditemukan di pasar

terdekat. Selain itu, harganya yang terjangkau juga merupakan salah

satu faktor pendukung responden menggunakan boraks sebagai

bahan tambahan pada pengelolaan baksonya. Harga boraks menurut

responden adalah berkisar antara Rp1000 – 5000 per bungkusnya. Murahnya harga boraks dapat semakin menarik para pengelola bakso

untuk menggunakan bahan bahaya tersebut dikarenakan harganya

yang terjangkau. Karena hanya dengan bermodalkan uang sebesar itu,

mereka dapat mengawetkan makanan yang dijualnya serta dapat

menarik pembeli.

Dokumen terkait