• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.2 Saran

7.2.3 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

a. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat besarnya

keterpaparan boraks pada individu yang mengkonsumsi boraks

tersebut

b. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat pencemaran

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, MS. 2009. Bahan-Bahan Berbahaya dalam Kehidupan. Bandung: Salamadani.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Laporan Tahunan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Ciri Bakso Mengandung Boraks.

Diakses dari

http://www.pom.go.id/index.php/subsite/balai/palangkaraya/18/tips/17 pada

tanggal 28 Mei 2014

Badan Standardisasi Nasional. 1992. Syarat Mutu Bakso. SNI 01-2987-1992. Jakarta.

Bambang. 2008. Dampak Penggunaan Formalin dan Borax. Diakses dari http://smk.putraindonesiamalang.or.id/dampak-penggunaan-formalin-dan-borax, pada tanggal 10 Desember 2013

Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Ilmu Teknologi Pangan. 2005. Apa itu HACCP?. Bogor: Institut Pertanian Bogor

David Keith., 1985. Perilaku dalam Organisasi, Jakarta : Penerbit Erlangga.

European Food Safety Authority. 2013. EFSA Journal 11(10):3407, 52. Scientific Opinion on the re-evaluation of boric acid (E 284) and sodium tetraborate (borax) (E 285) as food additives. Diakses pada 25 Juni 2014 dari http://www.efsa.europa.eu/en/efsajournal/pub/3407.htm#

Eka, Reysa. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta:Titik Media Publisher

Endrinaldi. 2006. Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks pada Bakso yang Beredar di Beberapa Pasar di Kota Padang. Lembaga Penelitian. Padang: Universitas Andalas

Environmental Protection Agency. 2006. Report of the Food Quality Protection Act (FQPA) Tolerance Reassessment Eligibility Decision (TRED) for Boric Acid/Sodium Borate Salts. Environmental Protection Agency, Prevention, Pesticides and Toxic Substances. United States.

Fardiaz, S. 2007. Bahan Tambahan Makanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Forbes RM, Cooper AR, Mitchell HH. 1954. On The Occurrence Of

Beryllium,Boron, Cobalt, And Mercury In Human Tissues. The Journal of

Biological Chemistry. No. 209 (857 – 865)diakses dari

http://www.jbc.org/content/209/2/857.full.pdf+html?sid=1ecabde8-add0-4f15-8121-faadfaf7cb05

Gerungan, W.A. 2004. PsikologiSosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Green, Lawrence. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach.

Baltimore. The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co.

Habsah. 2012. Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah terhadap Perilaku Penambahan Boraks dan Formalin pada Mi Basah di Kantin-Kantin Universitas X Depok Tahun 2012. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia Hardinsyah et al. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Jakarta:

Koswara

Handoko et al. 2010. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol 2 No. 4 (128-138). Aspek Lingkungan Sosial dan Potensi Munculnya Perilaku Penambahan Boraks Dalam Proses Produksi Bakso Daging Sapi Di Kota Pekanbaru. Riau: Universitas Riau.

Hidayat, A. 2007. Metode Penelititan Kebidanan dan Tehnik Analisa Data.

Hughes, Christopher C. 1987. The Additive Guide. Photographics. Honiton, De Great Britain.

Lin, Lau Wei. 2011. Karakteristik Pengetahuan Sikap dan Tindakan Penjual Gorengan tentang Penggunaan Minyak Goreng di Kawasan Kampus Universitas Sumatera Utara Medan pada Tahun 2011. Skripsi. Sumatera Utara: USU

Menristek. 2006. Bakso Daging, Warung Informasi Teknologi. Diakses dari http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Bakso%20 daging.pdf pada 27 Januari 2013 pukul 20.35.

Mujiyanto et al. 2005. Jurnal Penelitian Kesehatan. Vol 33, No. 4, (152-161).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan bahan toksik boraks pada Bakso di Kecamatan Pondok Gede-Bekasi. Depkes RI.

Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Graha Ilmu.

Moseman R.F. 1994. Environmental Health Perspective 102. Vol 7 (113 – 117)

Chemical Disposistion of Boron in Animals and Humans.

Oktavia, Lambok. 2012. Pengaruh Pengetahuan dan Motif Ekonomi Terhadap Penggunaan Formalin dan Boraks Oleh Pedagang dalam Pangan Siap Saji (Bakso) di Kecamatan Medan Denai dan Medan Tuntungan Tahun 2014.

Skripsi. Sumatera Utara: USU.

New York State Health Department. 2013. An Introduction to Toxic Substances

diakses dari http://www.health.ny.gov/environmental/chemicals/toxic_substa pada 27 Januari 2014

Notoadmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurmaini. 2001. Pencemaran Makanan Secara Kimia dan Biologis. Lecture Papers. Sumatera: Universitas Sumatera Utara

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Bakso Sehat. Vol. 31. No. 6. Diakses dari http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr316098.pdf pada 16 Januari 2014

PERMENKES No.722/PER/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, Jakarta PERMENKES RI No. 33 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan, Jakarta Pratomo, Ardian. 2009. Identifikasi Boraks pada Bakso yang Dijual di Pasar

Pucang Gading Kabupaten Demak. Tesis. Semarang: Universitas

Muhammadiyah Semarang.

Reysa, Eka. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta: Titik Media Publisher

Riandini, N. 2008. Bahan Kimia dalam Makanan dan Minuman. Bandung: Shakti Adiluhung

Riwidikdo, H. 2012. Statistik Kesehatan. Yogyakarta. Mitra Cendikia Press. Robert F. Moseman. 1994. Chemical Disposition of Boron in Animals and

Humans. Environmental Health Perspective. No. 7 (113-117) diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1566637/pdf/envhper00403-0110.pdf

Rohman, A. Dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Rusli, R. 2009. Penetapan Kadar Boraks pada Mie Basah yang Beredar di Pasar Ciputat dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS Menggunakan Pereaksi Kurkumin. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Saparinto, C. Dan Hidayati, D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Sarwono, Sarlito W (2004). Psikologi Sosial, Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Refika Aditama.

Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi : Ilmu Teknoligi, Industri dan Perdagangan Internasional. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Penerbit Pustaka LP3S.

Sumantri, Arif. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenada

Sockett, P.N., 2001. Foodborne disease. New York. Available from: http://www.answers.com/topic/food-borne-disease. [Accessed 18 March 2010].

Streetfood Project. 1990. Quality and Safety of Streetfoods, An Assessment Study in Bogor. Streetfood Project Working Report No.2, Bogor.

Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal

Kesehatan Lingkungan, Vol. 1. No 2. Diakses dari

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-09.pdf pada 22 Januari 2014.

Sugiyatmi, Sri. 2006. Analisis Faktor-Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks dan Pewarna pada Makanan Jajanan Tradisional yang Dijual di Pasar-Pasar Kota Semarang Tahun 2006.Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Syah, D, dkk. 2005. Manfaat dan Bahaya Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor

The Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Estimates of Foodborne Illness in the United States. Diakses pada 8 April 2014 dari http://www.cdc.gov/foodborneburden/

Wartapedia. 2011. Keracunan Makanan: 35 Orang Diduga Keracunan Boraks.

(15 Maret 2011)

Wijaya et al. 2013. Jurnal Magister Kedokteran Keluarga. Vol 1, No 1, (38 - 48). Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Motivasi Kader Kesehatan Dengan Aktivitasnya Dalam Pengendalian Kasus Tuberkulosis Di Kabupaten Buleleng. Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Widyaningsih, Tri D. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.

Trubus Agrisarana. Jakarta.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Winarno, F.G. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan

Windayani, Kustri. 2010. Kandungan Boraks dan Cemaran Mikroba pada Bakso Daging Sapi di Kabupaten Tangerang. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi

Yunarni, Ritin. 1999. Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Keberadaan Boraks Pada Bakso di Kecamatan Banyumanik Tahun 1999. Tesis. Semarang:Universitas Diponegoro

Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum. Wr. Wb

Perkenalkan nama Saya Misyka Nadziratul Haq mahasiswi peminatan kesehatan lingkungan program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya bermaksud melakukan penelitian mengenai

Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Pada Bakso Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014”. Penelitian ini dilakukan sebagai tahap

akhir dalam penyelesaian studi saya.

Saya berharap Bapak/Ibu bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dimana akan dilakukan pengisian kuesioner yang terkait dengan penelitian. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan terjamin kerahasiaannya. Jika Bapak/Ibu bersedia, maka saya mohon untuk menandatangani lembar persetujuan ini.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : ………

Umur : ___ tahun

Jenis kelamin : Laki – laki Perempuan

Alamat : ……….

No Hp : ...

Dengan ini saya menyatakan setuju untuk diikutsertakan sebagai responden dalam penelitian ini.

Peneliti

(...)

Responden

KUESIONER PENELITIAN

Analisis Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Pada Bakso

Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

I. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : 1. Laki – laki 2. Perempuan

Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 2. SD

3. SMP 4. SMA

5. Perguruan Tinggi

II.PENGETAHUAN

BERILAH TANDA SILANG (X) YANG MENURUT BAPAK/IBU PALING BENAR

1. Menurut Bapak/ Ibu, apakah boraks itu? a. Bahan sejenis garam dapur

b. Bahan pembunuh kuman

c. Bahan tambahan makanan yang berbahaya d. Tidak tahu

2. Apakah boraks bisa larut dalam air? a. Bisa

b. Tidak bisa c. Tidak tahu

3. Menurut Bapak/ Ibu, apakah boraks perlu ditambahkan dalam pembuatan bakso?

b. Tidak perlu

4. Menurut Bapak/ Ibu, apa kegunaan boraks dalam pembuatan bakso? a. Sebagai bahan pengawet

b. Sebagai bahan pengenyal c. Keduanya benar

5. Apakah boraks berbahaya? a. Ya

b. Tidak (Jika jawaban Anda “tidak” lanjut ke nomor 7)

6. Mengapa boraks berbahaya?

a. Dapat menyebabkan kanker serta gangguan pada pencernaan b. Dapat menyebabkan diare

c. Dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit d. Tidak tahu

7. Menurut peraturan, boraks adalah termasuk golongan? a. Golongan bahan pengawet

b. Golongan bahan pengenyal

c. Golongan bahan tambahan pangan yang dilarang d. A dan B benar

e. Tidak tahu

8. Menurut Bapak/ Ibu, bolehkah menambahkan boraks pada bakso? a. Boleh

b. Tidak boleh

9. Bagaimana pengaruh boraks pada kesehatan tubuh? a. Dapat meningkatkan kesehatan

b. Tidak ada pengaruhnya bagi kesehatan c. Berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit d. Tidak tahu

10.Apakah akibat yang akan terjadi sesaat setelah seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks?

a. Kejang b. Muntah c. Gatal-gatal d. Sakit kepala

e. Tidak terjadi apa-apa f. Tidak tahu

11.Apakah akibat yang akan terjadi jika mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks dalam jangka waktu yang lama?

a. Gangguan pada pencernaan, otak dan alat reproduksi b. Kejang, muntah dan sakit kepala

c. Demam disertai batuk dan pilek d. Tidak terjadi apa-apa

12.Bagaimana tanda atau gejala dari keracunan boraks pada tubuh?

Jawaban boleh lebih dari satu

a. Sakit kepala b. Sakit perut c. Pucat d. Sesak nafas e. Diare/ mencret f. Kejang

g. Tidak nafsu makan h. Tidak keluar air kencing i. Batuk

j. Pilek k. Tidak tahu

13.Menurut Bapak/Ibu makanan apa saja yang biasanya menggunakan boraks sebagai bahan tambahan?

Jawaban boleh lebih dari satu

a. Bakso b. Mie c. Kerupuk d. Lontong

e. Gorengan (tempe, tahu, risol dll) f. Kecap

g. Gendar

h. Lainnya (sebutkan:...)

14.Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar peraturan di Indonesia mengenai boraks yang tidak diizinkan untuk digunakan pada makanan?

a. Pernah b. Tidak pernah

15.Sebutkan bahan alami pengganti boraks yang Bapak/Ibu ketahui. a. Karagenan

b. Lainnya ________ c. Tidak tahu

III. SIKAP

Apakah Bapak/Ibu setuju dengan pernyataan – pernyataan berikut? 1.

Dalam pembuatan bakso diperbolehkan menggunakan boraks 1.Setuju

2.Tidak Setuju 2.

Bakso yang ditambahkan boraks terasa lebih enak dan kenyal dibandingkan dengan yang tidak ditambahkan boraks

1.Setuju 2.Tidak Setuju 3.

Bakso yang mengandung boraks tidak masalah jika dijual di pasaran 1.Setuju

2.Tidak setuju 4.

Boraks harus selalu digunakan dalam pengolahan makakan agar makanan lebih enak

1.Setuju 2.Tidak setuju 5.

Boraks digunakan untuk mengenyalkan bakso 1.Setuju

2.Tidak setuju 6.

Boraks digunakan untuk mengawetkan bakso 1.Setuju

IV. PRAKTEK

BERILAH TANDA SILANG (X) YANG MENURUT BAPAK/IBU PALING BENAR

1. Bahan tambahan apa yang Bapak/Ibu gunakan untuk mengenyalkan dan mengawetkan bakso?

a. Bleng/ Gendar/ Boraks b. Keragenan

c. Garam dapur

d. Lainnya:...

2. Bagaimana teknik pencampuran yang Bapak/Ibu lakukan dengan bakso dan bahan tambahan lain?

a.Memasukkan bahan tambahan ke adonan b. Merendam bakso di larutan bahan tambahan 7. Boraks tidak berbahaya bagi kesehatan

1. Setuju 2. Tidak setuju

8. Penggunaan boraks dalam pembuatan bakso tidak perlu dilarang 1. Setuju

2. Tidak setuju

9. Boraks merupakan bahan yang berguna bagi kesehatan 1. Setuju

2. Tidak setuju

10. Boraks hanya boleh digunakan dalam pembuatan makanan 1. Setuju

c.Lainnya:...

3. Dari mana Bapak/Ibu memperoleh bahan tambahan tersebut (bleng)?

1. Membeli di pasar

2. Membeli di apotek/ toko bahan kimia

4. Apakah sulit untuk mendapatkannya? 1. Sulit

2. Tidak Sulit

5. Berapakah harga bleng yang biasa anda beli 1. < Rp. 1000/ bungkus

2. Rp. 1000 – Rp. 5000/ bungkus 3. > Rp. 5.000/ bungkus

6. Menurut Bapak/bu pakah harga tersebut termasuk mahal? 1. Ya

2. Tidak

7. Saat mengolah bakso, berapa takaran bleng yang biasa dicampurkan /kg?

1. 1 sendok 2. >1 sendok

8. Apakah ada perbedaan antara bakso yang menggunakan boraks dengan yang tidak menggunakan boraks?

1. Ada (Sebutkan:...) 2. Tidak

Lampiran 3

FORM HASIL UJI KUALITATIF BORAKS PADA BAKSO DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014

Kode Sampel Perubahan Warna Hasil Uji

PL 1 Merah Bata Positif (+)

PL 2 Merah Bata Positif (+)

PL 3 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 4 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 5 Tidak berubah Negatif (-)

PL 6 Tidak berubah Negatif (-)

PL 7 Tidak berubah Negatif (-)

PL 8 Tidak berubah Negatif (-)

PL 9 Tidak berubah Negatif (-)

PL 10 Tidak berubah Negatif (-)

PL 12 Merah Bata Positif (+)

PL 13 Tidak berubah Negatif (-)

PL 14 Tidak berubah Negatif (-)

PL 15 Tidak berubah Negatif (-)

PL 16 Tidak berubah Negatif (-)

PL 17 Tidak berubah Negatif (-)

PL 18 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 19 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 20 Tidak berubah Negatif (-)

PL 21 Tidak berubah Negatif (-)

PL 22 Tidak berubah Negatif (-)

PL 23 Merah Bata (samar) Positif (+)

PL 24 Tidak berubah Negatif (-)

PL 26 Merah Bata Positif (+)

PL 27 Tidak berubah Negatif (-)

PL 28 Tidak berubah Negatif (-)

PL 29 Tidak berubah Negatif (-)

PL 30 Tidak berubah Negatif (-)

PL 31 Tidak berubah Negatif (-)

PL 32 Tidak berubah Negatif (-)

PL 33 Merah Bata (samar) Positif (+)

117

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 10 100.0

Excludeda 0 .0

Total 10 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 s10 TOTAL_SIKAP s1 Pearson Correlation 1 .764* .764* .375 .612 .102 .667* .764* .764* 1.000** .897** Sig. (2-tailed) .010 .010 .286 .060 .779 .035 .010 .010 .000 .000 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 s2 Pearson Correlation .764* 1 .524 .218 .356 .356 .509 .524 .524 .764* .712* Sig. (2-tailed) .010 .120 .545 .312 .312 .133 .120 .120 .010 .021 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 s3 Pearson Correlation .764* .524 1 .218 .356 .356 .509 .524 .524 .764* .712* Sig. (2-tailed) .010 .120 .545 .312 .312 .133 .120 .120 .010 .021 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 s4 Pearson Correlation .375 .218 .218 1 .612 .102 .667* .218 .764* .375 .571 Sig. (2-tailed) .286 .545 .545 .060 .779 .035 .545 .010 .286 .085 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s5 Pearson Correlation .612 .356 .356 .612 1 .167 .408 .802 .802 .612 .732 Sig. (2-tailed) .060 .312 .312 .060 .645 .242 .005 .005 .060 .016 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 s6 Pearson Correlation .102 .356 .356 .102 .167 1 .408 .356 -.089 .102 .333 Sig. (2-tailed) .779 .312 .312 .779 .645 .242 .312 .807 .779 .347 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 s7 Pearson Correlation .667* .509 .509 .667* .408 .408 1 .509 .509 .667* .761* Sig. (2-tailed) .035 .133 .133 .035 .242 .242 .133 .133 .035 .011 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 s8 Pearson Correlation .764* .524 .524 .218 .802** .356 .509 1 .524 .764* .783** Sig. (2-tailed) .010 .120 .120 .545 .005 .312 .133 .120 .010 .007 N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 s9 Pearson Correlation .764* .524 .524 .764* .802** -.089 .509 .524 1 .764* .783**

Sig. (2-tailed) .010 .120 .120 .010 .005 .807 .133 .120 .010 .007

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

s10 Pearson Correlation 1.000** .764* .764* .375 .612 .102 .667* .764* .764* 1 .897**

Sig. (2-tailed) .000 .010 .010 .286 .060 .779 .035 .010 .010 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

TOTAL_SIKAP Pearson Correlation .897** .712* .712* .571 .732* .333 .761* .783** .783** .897** 1

Sig. (2-tailed) .000 .021 .021 .085 .016 .347 .011 .007 .007 .000

N 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

123

LAMPIRAN 5

hasil pengukuran sikap * hasil uji dengan boraks kit Crosstabulation

hasil uji dengan boraks kit

Total

positif boraks negatif boraks

hasil pengukuran sikap sikap positif Count 5 22 27

% within hasil pengukuran

sikap 18.5% 81.5% 100.0%

sikap negatif Count 5 2 7

% within hasil pengukuran

sikap 71.4% 28.6% 100.0%

Total Count 10 24 34

% within hasil pengukuran

sikap 29.4% 70.6% 100.0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 7.496a 1 .006 Continuity Correctionb 5.164 1 .023 Likelihood Ratio 6.944 1 .008

Fisher's Exact Test .014 .014

Linear-by-Linear Association 7.275 1 .007

N of Valid Casesb 34

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,06.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

hasil pengukuran sikap *

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 7.496a 1 .006 Continuity Correctionb 5.164 1 .023 Likelihood Ratio 6.944 1 .008

Fisher's Exact Test .014 .014

Linear-by-Linear Association 7.275 1 .007

N of Valid Casesb 34

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,06.

Lampiran 6

Prosedur Uji

Dokumen terkait