• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Bonus Demografi

2.4.2 Hubungan Bonus Demografi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pengertian bonus demografi menurut Adioetomo (2005) adalah : 1) keuntungan ekonomis yang disebabkan penurunan proporsi penduduk muda yang mengurangi besarnya biaya investasi untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga ; 2) keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang.

Bongaarts maupun Bloom dkk. dalam Adioetomo (2005) menyatakan bahwa ada empat faktor yang penting dalam menjelaskan hubungan bonus demografi dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu : penawaran tenaga kerja (labour supply), peranan perempuan, tabungan (savings) dan modal manusia (human capital).

1. Penawaran Tenaga Kerja

Ada dua hal yang bias mempengaruhi penawaran tenaga kerja (labour

supply). Secara umum, adalah generasi baby-boom yang diiringi dengan penurunan

kematian bayi, makin lama akan menjadi dewasa dan mencapai usia kerja. Jumlahnya meningkat dengan pesat. Penurunan fertilitas yang kemudian mengikuti penurunan jumlah kematian bayi ini akan menyebabkan proporsi penduduk usia kerja akan semakin besar dibandingkan dengan proporsi penduduk usia muda. Mereka ini akan bekerja, dan pada usia prima yaitu antara 20-54 tahun, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi terlihat paling besar (Bloom dkk. dalam Adioetomo, 2005). Apabila mereka ini terserap dalam pasar kerja dan mempunyai pekerjaan yang produktif, maka produksi per kapita akan meningkat.

2. Peranan Perempuan

Penurunan fertilitas dan besarnya keluarga ideal akan memotivasi perempuan untuk masuk ke pasar kerja. Dengan masa melahirkan dan merawat anak menjadi lebih pendek, maka perempuan akan mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan melahirkan dan merawat anak. Apabila perempuan ini dilahirkan dari generasi yang sudah menganut keluarga kecil, maka mereka cenderung memiliki keluarga kecil juga. Pada saat yang bersamaan terjadi peningkatan biaya kesempatan yang hilang (opportunitty cost) terhadap waktu yang diluangkan untuk merawat anak. Jadi perempuan juga cenderung memilih untuk

mempunyai anak lebih sedikit dan masuk ke pasar kerja serta menyumbang pada peningkatan produksi per kapita.

3. Tabungan

Bonus demografi memicu pertumbuhan tabungan (savings) dan pada gilirannya akan meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Model-model ekonomi tentang tabungan yang berhubungan langsung dengan penduduk adalah

age-depedency model, dengan landasan pemikiran bahwa terhindarnya kelahiran seorang

bayi (a birth averted) akan menyebabkan menurunnya sejumlah konsumsi yang meningkatkan tabungan, dan menyebabkan terjadinya pembentukan kapital (Ogawa dkk. dalam Adioetomo, 2005).

Sedangkan Higgins dalam Bloom dkk. dalam Adioetomo (2005) mengatakan ada accounting effects dan behavioral effects. Penduduk muda dan penduduk lansia mengkonsumsi barang melebihi apa yang mereka bisa produksi. Sedangkan penduduk usia kerja cenderung mempunyai tingkat output ekonomi yang lebih tinggi dan cenderung mempunyai tingkat tabungan yang lebih tinggi pula. Hal ini sesuai dengan hipotesis Coale dan Hoover dalam Adioetomo (2005) yang menemukan bahwa penduduk mulai menabung lebih banyak pada usia 40-65 tahun pada saat mereka sudah tidak terbebani oleh pembiayaan anak-anak. Pada usia ini mereka juga mulai mempersiapkan masa pensiun. Bongaarts dalam Adioetomo (2005) juga mengingatkan bahwa tabungan ini akan menjadi pertumbuhan ekonomi apabila

diinvestasikan secara produktif dan ini menyangkut kebijakan pemerintah dalam menyediakan iklim kondusif untuk investasi.

4. Modal Manusia

Peningkatan jumlah penduduk usia kerja akan meningkatkan tersedianya modal manusia (human capital) dalam jumlah yang banyak. Berlandaskan pada pemikiran Endogeneous Growth Theory yang berkembang tahun 1980-an, Williamson dalam Adioetomo (2005) mengemukakan bahwa initial factors of

endowment, yang diukur dengan capital-labor ratio akan menentukan arah perubahan

ekonomi. Dengan demikian jumlah penduduk dan pertumbuhannya merupakan faktor yang penting dalam menentukan proses perjalanan dan kecepatan pertumbuhan ekonomi. Transisi demografi juga menyebabkan terjadinya human capital deepening. Penurunan kematian dan meningkatnya harapan hidup manusia akan meningkatkan propensitas orangtua untuk menanamkan modal manusia dalam diri anak-anaknya. Perbaikan kesehatan dan penurunan kematian akan memicu akumulasi modal manusia (human capital accumulation). Peningkatan harapan hidup sampai usia 45 -55 tahun diperkirakan menjadi pemicu terkuat investasi modal manusia karena ini merupakan usia yang menentukan dimana investasi sumber daya manusia dapat terbayar kembali (pay-off).

Bloom dkk. dalam Adioetomo (2005) menambahkan bahwa peningkatan harapan hidup ini telah mengubah gaya hidup masyarakat pada segala aspek. Sikap dan perilaku masyarakat tentang pendidikan, keluarga, masa pensiun, peranan

perempuan dan pekerjaan semuanya mengalami pergeseran. Ini menyangkut perubahan sosial dan budaya, dimana akhirnya pandangan terhadap manusia lebih meningkat dan dihargai sebagai aset, bukan hanya faktor produksi. Dengan kemungkinan hidup yang lebih lama hasrat masyarakat terhadap investasi pendidikan anaknya tumbuh karena masyarakat meyakini akan hasilnya bagi hari tua anak-anaknya.

Akan tetapi keempat faktor yang menerangkan bonus demografi ini dan peranannya yang positif terhadap pertumbuhan penduduk, yakni penawaran tenaga kerja, peranan perempuan, tabungan/investasi, serta modal manusia hanya akan bisa terjadi jika kebijakan pemerintah memang kondusif untuk itu (Bongaarts dalam Adioetomo, 2005).

Menurut Bloom dkk. dalam Lilis (2007), untuk mewujudkan bonus demografi ada tiga mekanisme penting yaitu :

1) Pasokan tenaga kerja (labour supply)

Pengaruh transisi demografi pada pasokan tenaga kerja terjadi dengan dua cara, yaitu :

a) adanya pengaruh pertambahan usia dari generasi baby-boom yaitu ketika generasi tersebut berumur 15-64 tahun dan masuk ke pasar kerja maka rasio ketergantungan menjadi lebih rendah. Ketika generasi tersebut mencapai puncak usia kerja, yaitu usia 20-54 tahun maka pengaruh ini secara khusus menjadi sangat kuat;

b) adanya peningkatan penduduk perempuan masuk pasar kerja karena makin kecilnya ukuran keluarga. Kondisi ini diperkuat oleh kenyataan bahwa mereka dilahirkan dari generasi yang sudah menganut keluarga kecil, sehingga mereka lebih berpendidikan dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas saat masuk pasar kerja.

2) Tabungan (savings)

Bonus demografi memicu pertumbuhan tabungan (savings) dan pada gilirannya akan meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Penduduk muda dan penduduk tua mengkonsumsi lebih banyak dari yang bisa diproduksi. Sedangkan penduduk usia kerja cenderung mempunyai tingkat output ekonomi yang lebih tinggi dan cenderung mempunyai tingkat tabungan yang lebih tinggi pula. Kemampuan menabung yang lebih besar pada penduduk usia kerja terutama pada usia 40-an dimana support untuk anak sudah minimal. Pada akhirnya, kekuatan menabung secara kolektif dapat menjadi sumber daya untuk investasi yang dapat menggairahkan pertumbuhan ekonomi.

3) Sumber daya manusia (human capital)

Jumlah anak yang sedikit dapat mendorong kesehatan penduduk perempuan sehingga dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam pasar kerja yang pada gilirannya akan meningkatkan status sosial dan kemandirian mereka. Mereka cenderung memiliki waktu dan energi lebih untuk berkontribusi baik dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

United Nations Population Division dalam Adioetomo (2005) menyatakan bahwa periode 2020-2030 merupakan the window of opportunity untuk Indonesia. Pada saat itu rasio ketergantungan penduduk Indonesia telah menurun menjadi 54 pada tahun 2000 dan akan menurun terus mencapai angka terendah pada tahun 2020, 2025 dan 2030, dimana angkanya berkisar sekitar 40 per 100 (Gambar 1). Setelah tahun 2030 rasio ketergantungan akan meningkat lagi, yang gilirannya disumbangkan oleh penduduk lansia 65 tahun ke atas.

Gambar 1. Rasio Ketergantungan 0-14, 65+, total

Kondisi tersebut merupakan saat yang ideal untuk melakukan pembangunan manusia dimana pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan penduduk muda sangat minimal. Tetapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yakni kalau tenaga kerja yang ada mendapatkan kesempatan kerja yang produktif, mempunyai tabungan yang

diinvestasikan serta tersedianya modal manusia yang mampu memanfaatkan the

window of opportunity tersebut. Untuk Indonesia masih ada waktu 15-25 tahun lagi

untuk mempersiapkan modal manusianya agar bisa memanfaatkan peluang emas periode 2020-2030 yakni dengan menanamkan investasi modal manusia untuk menggantikan angkatan kerja yang berpendidikan rendah dengan angkatan kerja baru yang mempunyai pendidikan dan ketrampilan yang lebih tinggi (Adioetomo, 2005).

Kesempatan berharga berupa bonus demografi itu terjadi karena proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa tahun lalu dipercepat oleh keberhasilan rakyat Indonesia menurunkan tingkat fertilitas, mortalitas dan pertumbuhan penduduk berkat keberhasilan program KB, kesehatan dan pembangunan lainnya. Apabila diproyeksikan lebih lanjut ke tahun 2020 atau tahun 2030, Badan Pusat Statistik memperkirakan bahwa tidak kurang dari 44 – 45 persen penduduk Indonesia akan tetap bekerja dalam bidang pertanian di pedesaan. Umumnya, antara 43 – 45 persen penduduk bekerja dalam usaha sendiri atau usaha yang dibantu oleh anggota keluarganya. Penduduk Indonesia yang lebih dari 50 – 60 persen akan tinggal di daerah urban, nampaknya urban pada tahun 2020 – 2030 itu juga masih dominan di bidang pertanian.

Secara demografis dapat diproyeksikan bahwa apabila perhatian terhadap masalah kependudukan, program KB, kesehatan dan pembangunan yang memberi arti kepada kehidupan penduduk pedesaan mendapat perhatian, ada kemungkinan Indonesia akan memperoleh bonus demografi yang bermakna. Tetapi apabila

perhatian terhadap masalah kependudukan mengendor, program KB kurang mendapat perhatian, program kesehatan tidak berhasil meningkatkan usia harapan hidup, dan pendidikan serta pembelajaran bagi penduduk terabaikan, bonus itu tidak akan pernah muncul. Bahkan bonus yang muncul akan tetap menjadi kendala pembangunan ekonomi karena beban ketergantungan bukan pada usia anak-anak, bukan pada usia tua, tetapi juga pada usia dewasa yang sesungguhnya sangat potensial menghasilkan produk yang secara ekonomi bermakna.

Oleh para ahli demografi tidak pernah ada penyebutan beban kebergantungan pada penduduk usia dewasa yang menganggur, tetapi bonus demografi yang mulai muncul dewasa ini, karena tingkat pendidikannya yang rendah, dan karena tidak bersekolah dan tidak bekerja, dengan jumlahnya yang membengkak sangat besar, sebenarnya telah berubah menjadi penyebab beban ketergantungan menganggur yang sangat tinggi, yang menghilangkan dampak positif bonus demografi yang mulai muncul sebagai akibat dari proses transisi demografi yang berkembang dengan baik. Jumlah penduduk dewasa dengan jumlah yang sangat besar dengan kualitas yang rendah, disertai pengangguran yang sangat besar menghilangkan dampak positif dari bonus demografi pada tingkat awal, bahkan juga bonus demografi pada kondisi yang sangat ideal di masa depan sekalipun.

Bonus demografi, atau juga the window of opportunity, hanya akan bermanfaat kalau mutu penduduk mendapat pemberdayaan yang memadai dan penyediaan lapangan kerja yang mencukupi. Perhatian terhadap masyarakat pedesaan

dengan dukungan pada upaya bidang pertanian tetap merupakan pilihan sampai tahun 2020 -2040 atau tahun-tahun sesudah itu (Suyono, 2005).

Upaya-upaya mandiri atau upaya yang dikerjakan dengan keluarga sendiri, dibanding dengan upaya manufaktur dengan padat modal dan padat teknologi masih merupakan kegiatan yang menyerap bonus demografi yang mungkin muncul di tahun-tahun sulit diawal abad ke 21 ini. Bonus demografi yang akan menghasilkan perubahan ekonomi secara drastis dalam bidang industri besar dan luar biasa nampaknya belum akan sanggup memberikan kesempatan kerja kepada munculnya bonus berupa banyak ledakan penduduk dewasa berupa angkatan kerja bermutu rendah di masa depan. Bonus demografi bahkan akan menjadi malapetaka yang mengerikan kalau ledakan penduduk usia dewasa yang diikuti dengan ledakan penduduk usia tua yang muncul sebagai akibat transisi demografi yang lebih cepat dan tidak bisa dibendung berubah menjadi kesengsaraan yang berkepanjangan (Suyono, 2005).