BAB 5. PEMBAHASAN
5.1.3 Hubungan Disposisi terhadap Kejadian DBD di Kelurahan
Hasil penelitian disposisi menunjukkan jumlah yang hampir sama dimana
bahwa apabila pelaksana kebijakan memiliki disposisi yang baik maka kebijakan
dapat berjalan dengan baik sesuai yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Disposisi
yang dimaksudkan disini telah dijelaskan pada bab 3 sebelumnya yaitu bagaimana
komitmen, kejujuran, sifat demokratis yang dimiliki setiap pelaksana kebijakan dalam
menjalankan programnya.
Van Metter dan Van Horn menyatakan bahwa sikap penerimaan atau
penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena
kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang
mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan
publik biasanya bersifat top down
Pada pertanyaan pertama hanya 2 responden (2%) yang menyatakan bahwa
intensitas petugas datang 1 bulan sekali untuk memeriksa jentik dirumah atau
lingkungan mereka. Dalam hal ini peneliti menemukan bahwa petugas hanya
memeriksa jentik pada lingkungan responden yang pernah didiagnosa menderita
penyakit DBD. Saat ini di Tebing Tinggi terdapat 356 kader jumantik (2 orang kader
per lingkungan) yang bertugas memeriksa jentik dilingkungan masing-masing, namun
untuk pelaksanaanya memang tidak dievaluasi oleh petugas kesehatan sehingga tidak
seluruh lingkungan yang diperiksa. Pemeriksaan jentik oleh jumantik telah diatur di
Kepmenkes no.581 tahun 1992, dan mulai tahun 2011 telah ditetapkan 356 kader yang sangat mungkin para pengambil keputusan
tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau
Jumantik di kota Tebing Tinggi sesuai dengan SK Dinkes Kota Tebing Tinggi
No.44.04/722/SK/V/2011. Namun hasil penelitian menunjukkan sangat sedikit
responden yang menyatakan bahwa petugas Jumantik datang memeriksa jentik
dirumah atau dilingkungan. Sudiadnyana (2009) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa sebelum melaksanakan tugas maka jumantik seharusnya mendapat pelatihan
dari petugas kesehatan. Selain itu diperlukan juga evaluasi peran jumantik dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat pada program PSN Demam Berdarah. Siahaan
(2006) membuktikan hal tersebut didalam penelitiannya bahwa pelatihan petugas
dapat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan DBD.
Pada pertanyaan kedua 17 responden (17%) menyatakan bahwa pernah
diberitahukan petugas kesehatan maupun kepala lingkungan bahwa kelurahan mereka
merupakan kelurahan dengan kasus tertinggi penyakit Demam Berdarah di kota
Tebing Tinggi. Peneliti bermaksud menanyakan hal ini dengan tujuan bahwa bila
petugas menyatakan bahwa daerah tersebut merupakan kasus tertinggi DBD maka
seluruh masyarakat akan lebih mudah dihimbau untuk bersama-sama berupaya
melakukan kegiatan 3M secara terus menerus dan kegiatan gotong royong setiap 1x
1minggu yang telah diprogramkan kota Tebing Tinggi akan berjalan dengan lancar.
Pada pertanyaan ketiga peneliti menanyakan bagaimana penilaian responden
atas kinerja petugas kesehatan selama ini dalam rangka pemberantasan DBD,
sebanyak 86 responden (86%) menyatakan bahwa petugas kesehatan belum
memberikan solusi agar kasus DBD dikelurahan mereka menurun. Hal ini sesuai
endemis DBD dari tahun 2006 sebagai kecamatan yang paling tinggi angka kejadian
DBD sampai tahun 2011 sekarang ini. Hal ini tentu saja memerlukan disposisi yang
kuat agar petugas kesehatan lebih sabar dan lebih berkomitmen lagi dalam
menurunkan angka kejadian DBD tersebut.
Gotong royong sering dilaksanakan dikelurahan ini, hal ini tampak pada
pertanyaan keempat dimana 54 responden (54%) menjawab bahwa petugas kesehatan
ataupun kepala lingkungan menghimbau agar lingkungan responden melakukan
kegiatan gotong royong dengan rutin. Gotong royong diutamakan dilakukan karena
kelurahan tersebut sering terjadi banjir oleh karena dekat dengan aliran sungai.
Himbauan gotong royong lebih sering dilakukan oleh mesjid-mesjid disekitar
lingkungan penduduk tersebut, disinilah tampak bahwa pemberantasan sarang
nyamuk memang memerlukan kerjasama dari berbagai sektoral. Namun dalam
pelaksanaannya gotong royong tidak dilaksanakan dalam 1 minggu sekali, hal ini
dilakukan dalam waktu yang tidak ditentukan, bila ada himbauan dari mesjid maka
masyarakat pun bersama-sama melakukan gotong royong.
Dalam kondisi ini dapat dilihat bagaimana disposisi dibutuhkan yaitu
komitmen pelaksana kebijakan dalam melakukan pemberantasan sarang nyamuk,
sebaiknya bila masyarakat belum melakukan kegiatan-kegiatan yang telah
diprogramkan maka petugas kesehatan harusnya melakukan himbauan kembali. Hal
ini terlihat dalam pertanyaan kelima dimana hanya 2 responden (2%) yang
menyatakan petugas kesehatan atau kepala lingkungan yang akan datang kembali bila
Pada pertanyaan keenam sebanyak 41 responden (41%) menyatakan bila ada
tetangga yang menderita DBD maka petugas kesehatan atau kepala lingkungan akan
menginformasikannya kepada lingkungan sekitar masyarakat. Responden lainnya
mengatakan bahwa mengetahui tetangga menderita DBD melalui tetangga lainnya.
Pada pertanyaan ketujuh terdapat 11 responden (11%) yang menyatakan bahwa
petugas kesehatan memberitahukan 3M lebih baik daripada fogging dalam mencegah
dan memberantas Demam Berdarah. Sebagian besar responden sudah mengetahui
bahwa 3M lebih baik daripada fogging seperti dalam pertanyaan sebelumnya
divariabel sumber daya kuisoner no 9. Responden lainnya menyatakan bahwa fogging
lebih baik dan harus sering dilakukan agar terhindar dari penyakit Demam Berdarah.
Disinilah perlu adanya peranan petugas kesehatan untuk menjelaskan pentingnya
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dilakukan daripada fogging.
Pada pertanyaan kedelapan terdapat 35 responden (35%) yang menyatakan
akan menghubungi petugas kesehatan bila ada masalah dalam melakukan kegiatan
pencegahan Demam Berdarah. Sebagian besar memilih untuk menyelesaikan sendiri
dan memiliki anggapan bahwa kegiatan pemberantasan sarang nyamuk ini belum
menjadi kegiatan yang prioritas. Pada pertanyaan kesembilan hanya 1 responden
(1%) yang menyatakan bahwa petugas kesehatan selalu menghimbau dan
mengingatkan tentang pentingnya melakukan kegiatan 3M. Maksud dari pertanyaan
ini adalah petugas kesehatan diharapkan selalu menghimbau penduduk agar
melakukan 3M secara terus menerus dan akan melakukan himbauan kembali bila
responden (8%) menyatakan selalu dihimbau/diingatkan agar gotong royong
dilakukan 1 minggu sekali, dalam hal ini petugas kesehatan melakukan himbauan
secara terus menerus agar penduduk terbiasa melakukan gotong royong tersebut.
Hasil penelitian Fatmah dkk (2012) menyatakan bahwa komitmen Pemerintah
Kota Palu yang konsen melaksanakan program penanggulangan DBD dengan
berbagai strategi terlihat memang membawa hasil, dimana beberapa bulan terakhir ini
kasus Demam Berdarah Dengue-DBD di Kota Palu mulai menunjukan penurunan
yang cukup signifikan dibanding awal tahun 2012. Dinas Kesehatan terus
menghimbau kepada masyarakat agar membudayakan pola hidup bersih san sehat dan
tetap melakukan Gerakan 3 M Plus untuk memutus mata rantai berkembangnya
nyamuk Aides aigepti.
Saat ini Tebing Tinggi belum memiliki Perda yang mengatur tentang
Pengendalian Penyakit DBD seperti hal nya DKI Jakarta yang telah mengeluarkan
Perda No.6 tahun 2007, dimana perda tersebut disertai sanksi atas setiap
pelanggarannya.
Komunikasi, sumber daya, disposisi saling terkait satu sama lain, dimana
komunikasi memerlukan sumber daya dan disposisi, demikian halnya dengan
sumberdaya tidak akan berguna apabila tidak adanya komunikasi dan disposisi yang
baik. Komunikasi dan sumber daya akan berperan lebih baik bila disertai dengan
5.2. Analisis Multivariat
Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik
berganda metode Enter diperoleh dua variabel yang berhubungan dengan kejadian
DBD di kelurahan Bandar Sakti kota Tebing Tinggi yaitu sumber daya dan disposisi.
Namun variabel yang mempunyai nilai Exp (B) yang paling besar adalah sumber
daya sehingga variabel inilah yang paling berpengaruh terhadap kejadian DBD.
Probablitas responden untuk mengalami kejadian DBD dengan karateristik
yang sama dapat diprediksi dengan menggunakan model persamaan regresi logistik
berganda yang diperoleh dari analisi mutivariat ini, dimana peluangnya adalah ?? %.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang bila dilihat dari variabel sumber daya
sebagian besar masuk dalam kategori buruk. Dari penelitian ini dapat diperoleh
bahwa komunikasi, sumber daya dan disposisi saling sinergi mempengaruhi berhasil
atau tidaknya suatu implementasi kebijakan. Agar implementasi kebijakan tidak gagal