• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Pengikatan

78

Ibid.

79

Hasil Wawancara dengan para Pengembang PT. Prima Sarana Mandiri, PT. Argoria, Adya Satya Prakarsa, Inti seraya Mandiri, antara Tanggal 19 Maret 2009 s/d 25 Mei 2009.

Dalam perjanjian pengikatan jual beli selain dikenal pihak-pihak yang terkait langsung dengan perjanjian yaitu pihak pengembang dan konsumen, dikenal juga pihak-pihak yang tidak langsung terkait dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut pihak pemborong/kontraktor, dan pengawas. Pihak-pihak yang tidak terkait langsung dengan perjanjian pengikatan jual beli ini sangat berperan dalam pekerjaan pembangunan perumahan tersebut. Pihak-pihak inilah yang melaksanakan pekerjaan bangunan tersebut, sehingga apabila pekerjaan bangunan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi bangunan yang ditawarkan oleh pengembang, maka sebenarnya ini merupakan kesalahan dari pihak pemborong, akan tetapi konsumen tidak bisa langsung menyampaikan keluhan tersebut kepada pemborong, harus melalui pihak pengembang, dan pihak pengembanglah yang nantinya akan menegur pihak pemborong sosal bangunan tersebut dan pemboronglah yang harus memperbaikinya sesuai dengan keluhan dari konsumen tersebut. Di samping itu ada juga pengawas pemborong yang melaksanakan pekerjaan bangunan tersebut, yaitu dari pihak pengembang sendiri untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan bangunan perumahan tersebut di lapangan sehingga pemborong pun dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan antara pengembang dengan konsumen. Hubungan hukum dan kedudukan para pihak tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Hubungan antara pengembang dengan konsumen

Perjanjian pengikatan jual beli seperti pada perjanjian pada umumnya adalah merupakan hubungan timbal balik yaitu hubungan memberi prestasi dan menerima prestasi. Dalam perjanjian pengikatan jual beli, seharusnya konsumen mempunyai kedudukan yang seimbang dengan pengembang, hal ini karena semua hak dan kewajiban konsumen telah ditetapkan oleh pengembang dan konsumen secara bersama-sama sesuai dengan kesepakatan di dalam dokumen kontrak dan hal ini sesuai dengan asas kesepakatan yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata. Dengan kesepakatan dimaksud bahwa kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu harus melakukan kesepakatan mengenai hal-hal pokok yang mereka perjanjikan.

Dalam kaitan dengan kedudukan antar pengembang dengan konsumen sebagian besar responden menyatakan bahwa kedudukan para pihak tidak seimbang, pengembang berada dalam kedudukannya yang lebih tinggi dari konsumen. Pada dasarnya konsumen menyatakan kedudukan antara pengembang dengan konsumen tidak seimbang disebabkan dalam perjanjian pengikatan jual beli terdapat klausula yang hanya berlaku terhadap konsumen saja, sedangkan terhadap pengembang tidak ada pasal yang mengaturnya. Hal ini dapat dilihat dalam pasal mengenai sanksi yang dikenakan kepada konsumen apabila terlambat membayar angsuran dari waktu yang diperjanjikan akan dikenakan denda, sedangkan keterlambatan pengembang menyerahkan bangunan tidak ada diatur dalam perjanjian pemborongan. Ini menunjukkan ketidakseimbangan.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dijelaskan bahwa dalam perjanjian pengikatan jual beli asas keseimbangan yang terdapat dalam hukum perjanjian KUH Perdata tidak diperhatikan. Para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam perjanjian pengikatan jual beli. Kedudukan pengembang diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan konsumen dengan itikad baik, sehingga kedudukan pengembang dengan konsumen seimbang, tetapi dalam perjanjian pengikatan jual beli terdapat klausul yang hanya berlaku terhadap konsumen saja, sedangkan terhadap pengembang tidak ada klausul tersebut, yaitu mengenai keterlambatan pengembang apabila terlambat menyelesaikan bangunan rumah tersebut kepada konsumen. Dalam perjanjian pengikatan jual beli, kewajiban pengembang adalah menyerahkan hasil pekerjaan bangunan rumah kepada konsumen, dan memnperbaiki bangunan rumah tersebut apabila dalam jangka waktu pemeliharaan bangunan rumah tersebut apabila dalam jangka waktu pemeliharaan bangunan rumah tersebut mengalami kerusakan seperti dinding retak, atap bocor, keramik rusak, dan lain-lainnya yang menyangkut rumah tersebut sedangkan kewajiban konsumena adalah membayar angsuran rumah tersebut sesuai dengan waktu yang diperjanjikan dan membayar segala biaya-biaya yang diperlukan untuk bangunan rumah tersebut, seperti biaya PBB, BPHTB, pungutan lainnya dan lain sebagainya.

Apabila dilihat dari kewajiban pengembang dengan konsumen ketidakseimbangannya hanyalah masalah keterlamnbatan penyerahan bangunan kepada konsumen dan keterlambatan pembayaran angsuran kepada pengembang.

Pada dasarnya sasaran yang ingin dicapai dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut adalah saling menguntungkan kedua belah pihak. Pihak konsumen wajib membayar angsuran tepat waktu, di pihak lain juga pengembang sebagai pengusaha swasta mempunyai kepentingan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya serta mempertahankan reputasi sebagai pengusaha yang benar-benar mampu melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang dapat

dipertanggungjawabkan. Pengembang juga tidak ingin rugi demi kelangsungan dari perusahaannya, sehingga akan tercapai pembangunan perumahan yang bermutu baik, biaya sesuai, selesai tepat waktu, dan administrasi yang lancar dapat terwujud.

b. Hubungan antara pengembang dengan pemborong

Dalam hubungan antara pengembang dengan pemborong, kewajiban pengembang adalah memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborong, menerima hasil pekerjaan pemborong dan melakukan pembayaran terhadap pemborong, sedangkan kewajiban pemborong melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bestek dan menyerahkan pekerjaan sesuai dengan waktu yang diperjanjikan.

”Apabila pemborong telah menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perjanjiannya dengan pengembang, maka pemborong menyerahkan pekerjaannya dan pemborong menerima pembayaran. Namun bagi pihak pemborong masih ada kewajiban-kewajiban untuk memelihara hasil pekerjaannya selama jangka waktu tertentu, yang dinamakan masa

pemeliharaan.”80

c. Hubungan antara pengembang dengan REI

Yang dimaksud masa pemeliharaan yaitu pemborong selama jangka waktu tertentu harus memperbaiki kerusakan- kerusakan dari pekerjaannya itu atau kalau ada kekurangan-kekurangan pekerjaannya bisa ditambah.

Apabila pemborong dalam masa pemeliharaan tidak mau/tidak sanggup memperbaiki kerusakan atau menambah pekerjaan yang masih kurang, maka pihak pengembang akan menegur untuk melaksanakan kewajibannya. Kalau pemborong tidak mengindahkannya, maka pengembang akan memperbaiki sendiri atau menyerahkan pada pihak lain dengan biaya kepunyaan pemborong, karena bagi pemborong yang telah menyerahkan pekerjaannya (penyerahan pertama), sebagian uang pemborong masih ditahan oleh pengembang yaitu sebanyak 5% dari harga borongan.

Jadi jaminan pemeliharaan ini 5% dari harga borongan yang digunakan untuk menjamin kerusakan-kerusakan pada pekerjaan tersebut selama jangka waktu tertentu. Kalau masa pemeliharana sudah habis, uang yang besarnya 5% dari harga borongan dapat diambil oleh pemborong. Dengan demikian pemborong masih terikat untuk melaksanakan kewajiban- kewajibannya terhadapa hasil pekerjaannya meskipun telah diserahkan kepada pengembang sampai habis masa pemeliharaannya.

Pekerjaan bangunan adalah merupakan pekerjaan yang rumit, oleh karenanya pengembang harus dengan jelas

memberitahukan apa yang dikehendakinya mengenai bangunan itu kepada pemborong, agar kemudian si pemborong tahu dengan pasti untuk pekerjaan bangunan yang bagaimana ia mengikatkan diri. Pekerjaan bangunan tersebut dengan terperinci secara teknis diuraikan dalam bestek. Bestek tersebut disusun oleh seorang ahli yang kemudian dapat ditunjuk untuk bertindak sebagai direksi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan bestek yang telah disusun.

Jadi dalam pekerjaan pembangunan perumahan ini, konsumen sama sekali tidak berhubungan dengan pihak pemborong, akan tetapi pihak pengembanglah yang berhubungan dengan pemborong melalui perjanjian pemborongan yang telah mereka sepakati, sehingga apabila ada keluhan dari pihak konsumen mengenai rumah tersebut, konsumen

menyampaikannya kepada pengembang, dan pengembanglah yang menyampaikannya kepada pemborong.

Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia, yang disingkat dengan REI adalah organisasi asosiasi perusahaan-perusahaan atas dasar kesamaan usaha, kegiatan dan profesi, di bidang pembangunan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, seperti perkotaan, perkantoran, pertokoan, resor, serta jasa-jasa realestat lainnya, berbentuk kesatuan dengan ruang lingkup nasional.81

a. Wadah penghimpun potensi, penggerak, dan pengarah peran serta perusahaan realestat untuk menyatukan tekad,

sikap dan gerak dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui peningkatan dan pengembangan pembangunan dan pengelolaan perumahan dan permukiman, seperti perkotaan, perkantoran, pertokoan, resor, serta jasa-jasa realestat lainnya.

REI berfungsi sebagai :

b. Wadah pembinaan dan pengembangan perusahaan realestat dan perusahaan lainnya yang sejenis, seperti

pembangunan dan pengelolaan perkantoran/pergudangan, kawasan industri, kawasan wisata/rekreasi, penilai, keagenan, pialang, manajemen property, wisata/rekreasi, penilai, keagenan, pialang, manajemen property, pengembangan apromosi, penyuluhan realestat.

80

Pemborong masih terikat untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap hasil pekerjaannya meskipun telah diserahkan kepada pengembang sampai habis masa pemeliharaan. Dalam perjanjian pemborongan mengenai masa pemeliharaan ini dapat ditentukan dalam bestek dari perjanjiannya, F.X, Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 54.

81

Buku Saku Persatuan Perusahaan RealEstat Indonesia (REI), Sekretariat REI Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 14.

c. Wahana perjuangan, penyalur aspirasi dan komunikasi sosial sesama perusahaan realestat dan atau dengan organisasi kemasyarakatan lainnya, baik didalam maupun ke luar negeri, organisasi sosial politik, Badan

Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat dan Pemerintah serta instansi terkait lainnya.82

Setiap pengembang tidak diwajibkan untuk masuk anggota REI akan tetapi apabila pengembang terlibat dalam

keanggotaan REI maka pengembang tersebut akan mendapatkan berbagai pelayanan antara lain, pusat informasi REI, REI direktori, Publikasi/penerbitan REI, pelayanan dan bimbingan, rapat dan musyawarah, seminar, diskusi dan penataran, serta ikut dalam pameran realestat, karena REI ini adalah organisasi profesi yang memberikan pelayanan kepada para anggotanya di samping kepada masyarakat umum.

Misi dari REI adalah pembangunan yaitu REI memegang peranan penting dalam program-program penting dalam program-program pembangunan perumahan kota, para anggota REI juga memainkan peranan nyata dalam mendukung pengembangan sektor-sektor industri, pariwisata, dan perdagangan, dengan secara aktif membangun bangunan-bangunan industri, pusat pariwisata, gedung-gedung perkantoran dan rumah tinggal. Dengan demikian REI secara aktif terlibat pula dalam usaha-usaha pembangunan nasional dan secara terus-menerus mengadakan konsultasi dengan pihak pemerintah dan masyarakat umumnya untuk memajukan misinya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan REI, yang diwakili oleh Sekretaris REI Sumatera Utara Bapak M. Fajri, apabila ada pengembang yang nakal terhadap konsumen maka biasanya pihak REI akan memberikan teguran, peringatan, atau bahkan akan dikeluarkan dari keanggotaan REI karena sesuai dengan tujuan REI itu sendiri bahwa REI bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui peningkatan dan pengembangan pembangunan dan pengelolaan perumahan dan permukiman seperti perkotaan, perkantoran, pertokoan, resor, serta jasa-jasa realestat lainnya, secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan, sebagai bagian dari pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana termaksud dalam Pembukaan UUD 1945

dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia.83

1. Mengundang kedua belah pihak yang berselisih dalam satu pertemuan yang dilaksanakan di Sekretariat DPD

REI Sumut.

Apabila ada perselisihan antara konsumen dengan pengembang maka langkah yang dilakukan oleh REI dalam menyelesaikan perselisihan tersebut adalah :

2. Menerima masukan-maukan dari kedua belah pihak mengenai permasalahan dan kendala yang dihadapi.

3. Mencari jalan keluar yang terbaik, seperti misalnya menghimbau kepada pengembang untuk segera

merealisasikan perumahan yang bermasalah atau mengembalikan uang muka yang sudah diterima.

4. Bila permasalahan tersebut terkait dengan pihak instansi lain seperti misalnya Bank BTN, kantor BPN dan lain-

lain maka DPD REI Sumut yang akan menghubungi dan menyelesaikan masalah tersebut.

5. Mengambil alih proyek perumahan yang sudah tidak sanggup lagi diteruskan oleh pengembang dengan

membentuk konsorsium dan meneruskan pembangunan perumahan yang bermasalah.84

Dalam perjanjian pengikatan jual beli pembelian rumah oleh konsumen kepada pengembang sebagaimana dimaksud dalam penelitian ini pada umumnya sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui jalan musyawarah untuk mencapai mufakat. REI mengundang kedua belah pihak yang bersisih dan mempertemukannya dalam satu meja perundingan untuk

82

Ibid, hlm. 15.

83

Hasil Wawancara dengan realEstat Indonesia, Bapak M. Fajrullah Hasan, Sekretaris DPD REI Pada Hari Sabtu tanggal 23 Mei 2009 Pukul 09.30 Wib di Ruang Kerjanya.

84

mendengarkan permasalahan yang terjadi kemudian memberikan masukan-masukan yang bermuatan win-win solution. Pada akhirnya kedua belah pihak menerima masukan dari REI dan mencapai suatu kata sepakat untuk mengakhiri perselisihan diantara kedua belah pihak tersebut. Yang menjadi perselisihan diantara konsumen dan pengembang pada umumnya adalah mengenai kondisi bangunan rumah yang kualitasnya tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh pengembang menyangkut bahan material seperti genteng, asbes, lantai keramik. Hal ini berakibat rumah mengalami kebocoran pada saat musim hujan atau lantai keramik menjadi pecah/terangkat dari pondasi tanah karena kualitas yang kurang baik, akibatnya rumah menjadi tidak nyaman lagi untuk dihuni. Dengan adanya perdamaian yang telah dicapai antara konsumen dan pengembang maka pengembang berkewajiban memperbaiki kondisi rumah tersebut sebagaimana mestinya sehingga dapat mengakhiri sengketa diantara kedua belah pihak.

BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA SENGKETA KONSUMEN