• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap Konsumen dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah

Perjanjian pengikatan jual beli merupakan perjanjian antara pengembang dengan konsumen. Setelah rumah selesai dibangun oleh pemborong, diadakan serah terima dari pemborong kepada pengembang dan selanjutnya dijual kepada konsumen ataupun kadang-kadang rumah yang sedang dibangun oleh pemborong telah dibeli oleh konsumen. Pada umumnya pemasarn rumah menggunakan sarana iklan atau brosur sebagai sarana mengkomunikasikan produk-produk yang dibuat atau dipasarkan pengembang kepada konsumen.

Dalam proses pembelian rumah dari pengembang terdapat 4 tahap yang harus diwaspadai oleh konsumen yaitu :

2. Tahap penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli 3. Tahap akad KPR

4. Tahap serah terima rumah

Ad. 1. Tahap pemesanan

Dalam tahap ini konsumen mendapat berbagai penjelasan dari pengembang atau agen pemasarannya dan jika tertarik konsumen diminta untuk menandatangani surat pemesanan yang diikuti dengan pembayaran booking fee atau uang pesanan. Dalam praktek yang sering dibciarakan umumnya soal harga, diskon, lokasi, bentuk fisik bangunan, fasilitas- fasilitas. Tidak jarang yang dilakukan pengembang atau agen pemasarannya pada tahap ini adalah memberikan jaminan indah tentang perumahan yang dipasarkan.

Ad. 2. Tahap penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli

Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bahwa kedua belah pihak setuju akan melakukan jual beli pada suatu waktu yang ditentukan di kemudian hari. Kalau rumah yang dibeli oleh konsumen rumah yang siap huni, maka perjanjian pengikatan jual beli tidak diperlukan lagi, konsumen dapat langsung membuat akta jual beli di depan PPAT.

Ad. 3. Tahap Akad KPR

Proses KPR ada yang diuruskan pengembang dan ada yang diuruskan oleh konsumen sendiri.

Saat serah terima rumah, konsumen harus mencek terlebih dahulu spesifikasi, bahan, ukuran dan kualitas rumah. Semuanya tentu harus sesuai dengan isi perjanjian pengikatan jual beli. Jika ternyata tidak sesuai, konsumen berhak untuk tidak menandatangani berita cara serah terima rumah, sampai pengembang memperbaiki dan menyelesaikan sesuai dengan isi perjanjian.

Dalam acara serah terima rumah dari pengembang kepada konsumen, dinyatakan bahwa apabila terjadi klaim oleh konsumen mengenai rumah yang dipesan, maka konsumen tidak dapat menuntut kepada pemborong sebagai pihak yang membangun rumah tersebut, karena konsumen hanya mempunyai hubungan dengan pengembang. Pemborong sebagai pihak yang membangun perumahan tersebut hanya mempunyai hubungan dengan pengembang.88

Kontrak standar adalah perjanjian atau persetujuan yang dibuat para pihak mengenai sesuatu hal yang telah ditentukan secara baku (standar) serta dituangkan secara

Agar lebih praktis antara pengembang dengan konsumen, pengembang menciptakan formulir-formulir standar yang mengikat dalam praktek formulir-formulir itu disebut sebagai kontrak standar.

88

Pemborong wajib menyerahkan pekerjaan pada tanggal yang telah ditentukan dalam perjanjan maupun tercantum dalam bestek. Jika pekerjaan pemborongan terbagi-bagi atas bagian- bagian yang berbeda, pemborong juga wajib menyerahkan pekerjaan pada tiap-tiap tanggal yang tercantum dalam bestek atau yang telah diperjanjikan, Penyerahan pekerjaan atau bagian-bagian dari pekerjaan dilaksanakan berdasarkan pemeriksaan (penelitian) sesudah pemborong mengajukan secara tertulis, yang mencantumkan tanggal dan waktu dari penyerahan. Jikalau terdapat kelambatan dalam penyerahan oleh pemborong, diancam dengan pembayaran denda setinggi-tingginya tak boleh lebih dari 10% dari harga borongan, Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Bangunan, Penerbit Liberty Yogyakarta, 1992, hlm. 85.

tertulis. Oleh karena perjanjian pengikatan jual beli dibuat oleh pengembang, faktor subyektivitas pengembang sangat mempengaruhi di dalam memasukkan kepentingan- kepentingannya di dalam perjanjan pengikatan jual beli tersebut, sebaliknya sulit bagi konsumen untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingannya di dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.

Di era globalisasi dewasa ini hampir seluruh transaksi selalu dituangkan dalam suatu format tertentu dan tertulis. Dan biasanya yang menuangkan suatu perjanjian ini ke dalam suatu format tertulis adalah pihak yang lebih kuat kedudukan ekonomisnya yaitu pihak kreditur. Segala persyaratan dan ketentuan yang telah disediakan oleh kreditur ini harus dipenuhi pihak lain yang sangat membutuhkannya yaitu disebut dengan debitur. Sehingga perjanjian yang dibuat secara sepihak ini hanya melindungi pihak yang menyediakan tanpa mempertimbangkan kepentingan pihak lainnya.

Kecenderungan ini memperlihatkan bahwa perjanjian dalam transaksi banyak yang tidak seimbangdiantara para pihak, karena perjanjian itu terjadi dengan cara di pihak yang satu telah menyediakan syarat-syarat baku dalam suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak dan kemudian disodorkan kepada debitur untuk dibaca dan kalau mau ditandatangani. Dengan demikian tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainnya untuk melakukan negosiasi atas syarat-syarat perjanjian baku yang disodorkan. Padahal sesungguhnya suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak diantara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan melalui suatu proses negosiasi.

Tetapi kenyataannya pihak pengembang sama sekali tidak pernah mengadakan negosiasi dengan konsumen dalam membuat isi perjanjian.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999,memberikan posisi yang sama antara konsumen dan produsen, dan mewujudkan suatu suasana harmonis antara konsumen dan produsen.

Terhadap surat perjanjian pengikatan jual beli yang ditandatangani oleh konsumen dan pengembang ternyata pihak konsumen memang banyak menyepakati perjanjian tersebut. Sehingga dengan sendirinya konsumen telah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian pengikatan jual beli yang telah ditandatanganinya.

Dalam surat pengikatan jual beli antara pengembang dengan konsumen ada disebutkan : “Dengan ini para pihak telah sepakat satu sama lainnya untuk mengadakan pengikatan jual beli sesuai dengan syarat-syarat dan kondisi-kondisi yang ditentukan dalam pasal-pasal di bawah ini”.

Kalimat “sepakat satu sama lain” dalam hal ini seolah-olah konsumen dan pengembang secara bersama-sama membuat ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh konsumen. Padahal sesungguhnya konsumen hanya membaca dan menandatangani perjanjian tersebut. Pengikatan jual beli antara pengembang dengan konsumen dapat dilihat pada Pasal 2 (Perjanjian pengikatan jual beli PT. Ira Inti Seraya Mandiri) yang menegaskan :

“Pihak kedua harus membayar angsuran/cicilan daripada harga jual beli rumah berikut tanah tersebut, selambat-lambatnya pada tanggal tersebut di atas, dan apabila pihak kedua lalai membayar angsuran/cicilan pada tanggal yang ditetapkan, maka pihak kedua dikenakan denda 2% (dua persen) per bulan yang harus dibayar dengan seketika, dan sekaligus kepada dan di Kantor pihak pertama, dan denda tersebut hanya dapat diterima oleh Pihak Pertama selambat-lambanya dalam waktu 1 (satu) bulan dan setelah lewat waktu tersebut, maka perjanjian ini dengan sendirinya menjadi batal, dan untuk itu maka

pihak pertama akan mengembalikan jumlah uang yang telah disetorkan oleh pihak kedua kepada pihak pertama dipotong biaya adminisrasi sebesar 50% dari jumlah uang yang telah disetorkan oleh pihak kedua.89

C. Permasalahan-permasalahan yang Terjadi Pada Tahap Pra Transaksi, Transaksi dan