• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Kredit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Kredit

Pemberian kredit merupakan kegiatan yang sangat pokok dari suatu bank.

Beberapa pakar mengatakan bahwa fungsi tradisional bank adalah menghimpun dana-dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat26. Penyaluran dana kepada masyarakat yang dimaksudkan di atas pada umumnya dilakukan dalam bentuk pemberian kredit, baik itu berupa kredit modal kerja maupun kredit investasi.

26Neni Sri Iraaniyati, op.cit. h. 139.

38 Menurut Noan Webster 1972 yang dikutip Munir Fuady mengatakan bahwa kredit berasal dari kata "creditus" yang berarti kepercayaan, merupakan bentuk past principle dari kata credere yang berarti "to trust" (kepercayaan)27. Dalam bahasa latin kredit disebut "credere" yang artinya percaya. Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit, bahwa kredit yang akan disalurkanya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktu28. Jadi dapat disimpulkan bahwa unsur utama dari kredit adalah kepercayaan.

Kepercayaan mengandung arti bahwa pihak yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan29.

Pengertian kredit menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 angka (11):

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang menjanjikan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

27 Munir Fuady. op. cit. h. 5.

28Kasmir. op.cit . h. 2.

29Muhamad Djumhana. op.cit. h. 217.

39 Secara sederhana dapat pula dikemukakan, bahwa kredit adalah kepercayaan dari atau saling percaya antara kreditur dan debitur. Jadi apa yang telah disepakati wajib ditaati30.

Perjanjian kredit pada perbankan merupakan salah satu contoh bentuk perjanjian standard. Dalam pelaksanaan pemberian kredit, perjanjian kredit pada dasarnya melibatkan 2 pihak, yaitu pihak kreditur (bank), dan pihak peminjam dana (debitur). Mengenai para pihak, hubungan maupun kedudukan para pihak dapat dilihat melalui Gambar di bawah ini:

Penyaluran Kredit

30Sentosa Sembiring. Hukum Perbankan. CV. Mandala Maju, Bandung. 2008. h. 51.

Perbankan

(Kreditur) Debitur

Perjanjian Pengakuan Utang dan Akta Jaminan Fidusia

40 Adanya kesepakatan

Dari diagram di atas dapat dijelaskan mengenai hubungan para pihak dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia adalah sebagai berikut:

Hubungan pihak kreditur dengan debitur dalam perjanjian kredit

Hubungan antara pihak kreditur dengan debitur adalah hubungan kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan dalam bentuk kredit. Di mana pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya sebagai pihak debitur.

Pihak kreditur berkewajiban utama dalam memberi sejumlah uang untuk modal kerja dan/atau modal investasi (hal ini tergantung dari kesepakatan para pihak), sementara pihak debitur berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan atau angsuran kepada pihak kreditur. Jadi hubungan kontraktual antara pihak penyedia dana dengan pihak konsumen adalah perjanjian kredit. Sehingga ketentuan-ketentuan tentang perjanjian kredit (dalam KUHPerdata) dan ketentuan perkreditan yang diatur dalam peraturan perbankan secara yuridis formal berlaku karena pihak pemberi biaya adalah pihak bank sehingga selain tunduk pada ketentuan KUHPerdata juga tunduk pada peraturan perbankan yang berlaku.

Dengan demikian, sebagai konsekuensi yuridis dari perjanjian kredit tersebut, maka setelah seluruh perjanjian kredit ditandatangani dan dana sudah

Pengikatan Secara Notariil

Perjanjian Kredit di Bawah Tangan

41 dicairkan, maka dana tersebut dapat langsung digunakan oleh debitur sesuai dengan kebutuhanya, dan pihak kreditur berhak dan berkewajiban mendaftarkan jaminan benda bergerak debitur dalam perjanjian fidusia. Namun setelah perjanjian kredit tersebut diselesaikan oleh pihak debitur kepada kreditur maka hubungan kontraktual dalam hal ini perjanjian kredit antara kreditur dan debitur akan berakhir.

4.3 Kedudukan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Standar dengan Jaminan Fidusia

Perjanjian kredit dengan jaminan fidusia disusun atau dibuat oleh pihak kreditur pada umumnya berbentuk perjanjian standar yang dilengkapi dengan klausula eksonerasi yang memberatkan pihak debitur. Isi dari perjanjian standar kredit dengan jaminan fidusia umumnya tidak seimbang.

Dalam prakteknya baik format maupun isi perjanjian kredit dengan jaminan fidusia telah ditentukan oleh bank selaku kreditur dan kurang adanya gentlemen agrrement dari pihak kreditur. Hal ini juga berlaku bagi perjanjian kredit dengan jaminan fidusia milik Bank Prima Master. Sebagai contoh isi perjanjian kredit dengan jaminan fidusia milik Bank Prima Master yang memberatkan debitur dan sebaliknya menguntungkan pihak bank (kreditur). Hal tersebut tentunya menunjukkan ketidakseimbangan yang berarti kedudukan hukum masing-masing para pihak tidaklah sama, di mana kedudukan hukum

42 pihak debitur yang tidak lain adalah peminjam dana lebih lemah dibanding pihak kreditur yaitu pihak bank selaku penyedia dana.

Ketidakseimbangan ini dapat dilihat dari banyaknya kewajiban pihak debitur dan sedikitnya hak yang diperoleh oleh pihak debitur dan sebaliknya.

Namun bisnis pembiayaan ini tetap tumbuh pesat, walaupun terjadi ketidakseimbangan kedudukan debitur tetap menggunakan jasa lembaga ini untuk memenuhi kebutuhannya.

Walaupun tidak adanya gentlemen agrrement dari pihak pengembang dan lemahnya posisi debitur dalam perjanjian standard kredit dengan jaminan fidusia namun hal ini tentunya tidak bisa hanya disalahkan hanya pada pihak bank (kreditur) saja karena pihak debitur kerap kali mengabaikan isi perjanjian kredit tersebut, tanpa harus memahami secara rinci biasanya pihak debitur langsung menandatangani perjanjian standard yang disodorkan pihak kreditur tanpa membacanya dengan seksama karena faktor kebutuhan dan keinginan pihak debitur akan kredit yang diajukanya cepat cair.

Dengan demikian pihak kreditur lebih tinggi karena sebagai pihak yang membuat perjanjian standard kredit tersebut dan sekaligus sebagai pemilik modal.

Kemudian kedudukan pihak debitur yang lebih lemah karena sebagai pihak yang membutuhkan kredit hanya memiliki dua pilihan menerima atau menolak perjanjian tersebut dan sebagai konsekuensi apabila pihak debitur menerimanya maka pihak debitur harus mematuhi seluruh ketentuan yang pertuang dalam isi

43 perjanjian. Dalam hal ini memang seolah-olah hanya pihak debitur selaku yang meminjam dana terlihat dirugikan, namun sebenarnya tidaklah begitu.

44 BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

5.1.1 Hubungan hukum para pihak dalam perjanjian kredit sebagai perjanjian standar dengan perjanjian fidusia adalah adanya hak dan kewajiban yang satu pihak sebagai kreditur yang berhak atas pretasi dan adanya pihak debitur sebagai pihak yang harus memenuhi prestasi dalam perjanjian tersebut.

5.1.2 Kedudukan para pihak dalam perjanjian kredit sebagai perjanjian standar dengan jaminan fidusia adalah dimana pihak kreditur mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan kuat dalam pemenuhan prestasi, sedangkan pihak kreditur lebih lemah kedudukannya, jadi terjadi kedudukan yang tidak seimbang, tetapi dikarenakan debitur telah menandatangani perjanjian standar, sehingga dianggap menyetujui isi perjanjian tersebut.

5.2 Saran-Saran

5.2.1 hendaknya debitur benar-benar mengetahui akibat dari hubungan hukum yang telah dilakukannya. Dan mematuhi akibat yang ditimbulkan dari pengikaran tersebut.

5.2.2 Hendaknya kreditur dalam membuat isi dari perjanjian baru atau standar juga memperhatikan azas keadilan dan keseimbangan bagi pihak debitur.

45 DAFTAR BACAAN

BUKU

Bambang Sunggono. Metode Penelitian Hukum. Rajawali Pers PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2010.

Burhan Ashsofa. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta, Jakarta. 2001.

E. H. Hondius. Syarat-Syarat Baku dalam Hukum Kontrak. Compedium Hukum Belanda. 1978.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. Jaminan Fidusia. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2000.

Henry P. Penggabean. Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjian. Liberty, Yogyakarta. 1992.

H.R. Daeng Naja. Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hand Book.

Citra Aditya Bakti, Bandung. 2005.

H.R, Otje Salman S. dan Anthon F. Susanto. Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. Refika Aditama, Bandung. 2008.

Johanes Gunawan. Kapita Selekta Hukum Perikatan. Universitas Parahyangan, Bandung. 1992.

J. Satrio. Janji-Janji (Bedingeng) dalam Akta Hipotek dan Hak Tanggungan.

Media Notarial Edisi Januari-Maret. Jakarta: Ikatan Notaris Indonesia.

2002.

Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2002.

Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaya. Beri Hukum Perikatan-perikatan yang Lahir dari Perjanjian. PT. Raja Grafindo. 2003.

46 Mariam Darus Badrulzaman. Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen.

Makalah yang Disampaikan pada Simposium Perlindungan Konsumen.

BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta. 1980.

________________________. Perjanjian Baku (Standard) dan Perkembangannya di Indonesia. USU. 1980.

Muhamad Djumhana. Hukum Perbankan di Indonesia. Citra Aditya Bhakti, Bandung. 2000.

Munir Fuady. Hukum Perkreditan Kontemporer. Citra Aditya Bhakti, Bandung.

1996.

Nasution Bahder Johan. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Mandar Maju, Bandung.

2008.

Neni Sri Imaniyati. Pengantar Hukum Perbankan Indonesia. Refika Aditama, Bandung. 2010.

Oey Hoey Tiong. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan. Ghalia Indonesia, Jakarta. 1984.

Rachmadi Usman. Hukum Jaminan Keperdataan. Sinar Grafika. 2008.

R. Subekti. Aneka Perjanjian. Aditya Baku, Bandung. 1995.

________. Hukum Perjanjian. Intermasa, Jakarta. 1991.

________. Pokok-Pokok Hukum Perdata. PT. Internusa, Jakarta. 1994.

Salim H.S. Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata. Buku Kesatu.

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2006.

Sentosa Sembiring. Hukum Perbankan. CV. Mandala Maju, Bandung. 2008.

Soetandyo Wignjosoebroto. Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. ELSAM-HUMA, Jakarta. 2002.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Press, Jakarta. 1990.

47 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Universitas Indonesia

(UI-Press), Jakarta. 2007.

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di dalam Praktik dan Pelaksanaan di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sudaryatmo. Hukum dan Advokasi Konsumen. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

1999.

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum. Liberty, Yogyakarta. 1998.

Sutan Remy Sjahdeini. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. IBI, Jakarta.

1993.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Terjemahan Subekti, R dan Tjitrosudibyo, Pradnya Paramita, Jakarta. 2000.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Lembar Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembar Negara Nomor 3472, sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Lembar Negara Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembar Negara Nomor 3790.

Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Lembar Negara Tahun 1999 Nomor 168.

48

Dokumen terkait