• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU NAGA DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS MASYARAKAT KAMPUNG

NAGA

Penelitian ini menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan pembentukan identitas Kampung Naga. Pembentukan identitas Kampung Naga yang terdiri dari identitas pribadi, identitas sosial, dan identitas kolektif diuji hubungannya dengan empat karakteristik individu yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh ketaatan terhadap adat pada masing-masing karakteristik masyarakat Naga. Rank

Spearman dan Chi-Square digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan pembentukan identitas Kampung Naga.

Tabel 9 Nilai korelasi antara karakteristik individu Naga dengan pembentukan identitas masyarakat Kampung Naga

Karakteristik Individu

Pembentukan Identitas Masyarakat

Kampung Naga Total

Pribadi Sosial Kolektif

Usia -0.406* -0.331 0.596* -0.141 Tingkat Pendidikan 0.407* 0.416* -0.298 0.534 Jenis Pekerjaan 0.131 0.284 0.284 0.699 Jenis Kelamin 0.705 0.495 0.001* 1.201 Keterangan : *berhubungan nyata pada p<0.05

Tabel 9 menunjukkan hasil uji hipotesis hubungan antara karakteristik individu dengan pembentukan identitas Kampung Naga. Dapat dilihat dari hasil uji tersebut, sebagian besar terdapat hubungan nyata antara karakteristik individu dengan pembentukan identitas Kampung Naga. Hubungan nyata dapat ditunjukkan pada variabel usia, tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas pribadi, tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas sosial, dan usia, jenis pekerjaan, dan jenis kelamin dengan pembentukan identitas kolektif. pembahasan lebih lengkap mengenai hubungan antara karakteristik individu dengan pembentukan identitas Kampung Naga dapat dijelaskan pada masing-masing subbab.

Hubungan Karakteristik Individu dengan Pembentukan Identitas Pribadi Hasil pengujian hipotesis hubungan antara usia dengan pembentukan identitas pribadi terdapat hubungan yang nyata negatif. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank

Spearman, yaitu nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0.406 dengan nilai signifikannya sebesar 0.015 (lihat lampiran 5). Nilai signifikan menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin dewasa masyarakat Naga, maka semakin mereka tidak mengenali dan memahami identitas pribadi mereka sehingga mereka tidak dapat menentukan motivasi pembentukan identitas pribadi. Usia yang semakin

38

bertambah ternyata tidak membuat seseorang menjadi tahu dan memahami siapa dirinya dan apa yang dirinya inginkan dimasa depan, seperti menentukan cita-cita yang ingin dicapai, keinginan dimasa depan. Hal ini disebabkan karena, masyarakat Naga yang berusia lanjut tidak lagi memikirkan tentang cita-cita dirinya sendiri namun mereka lebih memikirkan bagaimana cita-cita serta keinginan dimasa depan anak-anak mereka. Sementara itu, seseorang yang masih berusia muda, lebih mudah menentukan motivasi pembentukan identitas pribadinya secara terperinci dikarenakan keingintahuannya masih sangat besar tentang aspek-aspek yang baru serta cita-cita dimasa depan masih dapat mereka rencanakan.

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas pribadi terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank Spearman, yaitu nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0.407 dan nilai signifikannya sebesar 0.015 (lampiran 5). Nilai signifikan menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mengenali dan memahami identitas pribadinya. Masyarakat Naga yang memiliki pendidikan tinggi pada umumnya lebih mengerti bagaimana cara menentukan apa yang mereka inginkan, seperti menentukkan cita-cita, keinginan dimasa depan, mengeluarkan ide-ide dan pikiran pribadi, mengetahui nilai dan moral pribadi. Sedangkan masyarakat Naga yang memiliki pendidikan rendah, lebih memilih berkata tidak tahu dengan apa yang mereka cita-citakan. Mereka enggan untuk menyebutkan apa yang mereka inginkan karena mereka merasa pendidikan mereka yang sangat rendah sehingga tidak pantas membuat cita-cita yang tinggi. Berikut penuturan salah seorang dari Kampung Naga :

“Sekarang itu, keinginan saya mah cuma untuk keluarga saya, bukan

memikirkan keinginan diri sendiri. Cita-cita saya tidak perlu ditanya, biarkan anak saya yang meneruskannya...”. (ENT, 45 tahun)

Hal ini terkait dengan kesejahteraan personal, dimana mereka yang berpendidikan tinggi, memiliki pemikiran yang lebih maju dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah. Masyarakat Naga yang berpendidikan tinggi memiliki pemikiran tentang pentingnya meraih cita-cita dan masa depan untuk kesejahteraan hidup mereka agar dapat mengangkat perekonomian di Kampung Naga.

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis pekerjaan dengan pembentukan identitas pribadi tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi-Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh sebesar 0.131. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value

yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin beragam pekerjaan yang ada di Kampung Naga, maka tidak akan membedakan motivasi seseorang dalam pembentukan identitas pribadinya. Pekerjaan sebagai petani, pengrajin, pemandu wisata, wiraswasta, dan penjaga toko, tidak membuat masing- masing individu memiliki perbedaan motivasi dalam menentukan cita-cita dan keinginan mereka dimasa depan. Berdasarkan jawaban responden dalam

39 kuesioner, mayoritas responden mudah dalam menentukan motivasi-motivasi mereka mengenai identitas pribadinya seperti menentukan cita-citanya dan keinginannya dimasa depan.

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis kelamin dengan pembentukan identitas pribadi tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi-Square menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2 sided) yang diperoleh sebesar 0.705. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value

yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa dimana laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan dalam menentukan dan memahami apa yang mereka inginkan seperti menentukan cita-cita mereka, keinginan dimasa depan, menuangkan ide-ide dan pikiran mereka serta memahami nilai dan moral pribadi. Laki-laki dan perempuan di Kampung Naga memang memiliki peran yang berbeda dalam adat di Kampung Naga, namun dalam hal menentukan dan mengetahui apa yang mereka cita-citakan, tidak ada perbedaan ataupun larangan di dalam adat. Masing-masing dari mereka memiliki hak yang sama untuk menentukan bagaimana motivasi mereka inginkan dimasa depan. Berikut penuturan salah seorang responden :

“Di sini tugas laki-laki dan perempuan beda neng, tapi kalau cuma pengen tahu apa yang kita mau tidak ada batasan yang ngatur, bebas aja selama gak melanggar adat istiadat”. (CCU, 30 tahun)

Hubungan Karakteristik Individu dengan Identitas Sosial

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara usia dengan pembentukan identitas sosial tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank

Spearmenmenunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0.003 dan nilai signifikannya sebesar 0.052 (lihat lampiran 5). Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa usia remaja, dewasa awal ataupun dewasa tua tidak memiliki perbedaan dalam menentukan identitas sosial di Kampung Naga. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Naga yang masuk dalam golongan usia remaja, dewasa awal ataupun dewasa tua menurut adat, sudah diajarkan untuk bersosialisasi dan mengetahui bagaimana menempatkan diri mereka di dalam lingkungan sosial, sehingga mereka mengetahui identitas sosial baik di dalam lingkungan adat ataupun luar adat. Tidak harus menunggu usia tua untuk mengetahui identitas sosial pada dirinya, karena semua sosialisasi dan adaptasi mengenai kehidupan di lingkungan sosial telah ditanamkan sejak kecil oleh masing-masing orang tua. Contohnya saja, jika ada seseorang baik di Kampung Naga ataupun di luar Kampung Naga ingin memperbaiki rumahnya, maka masyarakat Naga selalu siap sedia meluangkan waktu mereka untuk bergotong royong. Hal tersebut didukung oleh penelitian Anjartika (2013) yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan perilaku seseorang dalam suatu kegiatan. Berikut penuturan salah seorang masyarakat Naga :

40

“Dari kecil orang Kampung Naga sudah diajarkan oleh orang tua mereka tentang bagaimana hidup di lingkungan sosial, seperti bagaimana menolong orang, menghormati orang yang lebih tua, menjaga harga diri dan yang lainnya sehingga mereka tahu dengan jelas apa saja yang harus mereka lakukan ketika berada di lingkungannya khususnya di Kampung Naga. tidak ada yang berani melanggar ajaran dan omongan orang tua sebab itu dianggap pamali...”. (ARO, 45 tahun)

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara tingkat pendidikan dengan pembentukan identitas sosial terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat pada Tabel 9 menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data

rank Spearmen menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh adalah 0.416 dan nilai signifikannya adalah 0.013 (lihat Lampiran 5). Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai signifikan tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin menentukkan seseorang untuk dapat mengenali dan memahami motivasi pembentukan identitas sosialnya. Pendidikan yang rendah ataupun tinggi menjadikan patokan untuk menentukan sesuatu di dalam lingkungan adat. Di dalam lingkungan Naga, masing-masing individu telah diajarkan oleh orang tua mereka mengenai bagaimana mereka harus menempatkan diri mereka di dalam lingkungan bermasyarakat dengan menjunjung tinggi sikap tenggang rasa kepada sesama. Hal ini didukung dengan pendidikan tinggi yang mereka jalani, sehingga masyarakat Naga lebih paham dengan apa yang harus dia lakukan di dalam lingkungan sosialnya. Hal tersebut meliputi bagaimana tanggapan orang lain terhadap dirinya, dan menjaga harga diri mereka dengan menunjukkan bagaimana mereka bersikap di lingkungan sosialnya.

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis pekerjaan dengan pembentukan identitas sosial tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi-Square menunjukkan bahwa nilai signifikan yang diperoleh adalah 0.284. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa pekerjaan diberbagai bidang yang digeluti oleh masyarakat Naga, tidak menentukan motivasi masyarakat Naga dalam pembentukan identitas kolektif. Jenis pekerjaan apapun yang ada di Kampung Naga, tidak memiliki pengaruh pada masyarakat Naga untuk menentukan bagaimana motivasi mereka dalam menempatkan diri mereka dalam lingkungan adat. Jadi, tidak harus orang-orang yang memiliki pekerjaan tertentu bagi mereka menempatkan diri di dalam lingkungan sosial. Hal ini disebabkan karena adanya adat yang masih dipegang kuat oleh masyarakat Naga.

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis kelamin dengan pembentukan identitas sosial tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi-Square menunjukkan bahwa nilai signifikan yang diperoleh adalah 0.495. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menentukan dan memahami motivasi pembentukan identitas sosial mereka di dalam suatu kelompok atau lingkungan

41 sosial. Laki-laki dan perempuan memang memiliki peran yang berbeda di dalam adat, namun dalam hal menentukan dan mengetahui bagaiman menempatkan diri mereka di dalam lingkungan sosial adat ataupun di luar adat. Tingkahlaku yang ditunjukkan, peduli dengan tanggapan orang lain tentang dirinya sebagai bahan pengkoreksian diri, dan menjaga kehormatan dirinya di dalam lingkungan sosial Kampung Naga, merupakan suatu perwujudan yang nyata yang diperlihatkan oleh masyarakat Kampung Naga baik laki-laki ataupun perempuan. Segala sesuatu yang ada di Kampung Naga, selalu berasal dari perkataan orang tua. Segala sesuatu yang diajarkan orang tua, pasti mereka terapkan di dalam kehidupan mereka masing-masing, salah satunya yaitu dengan menerapkan dirinya mereka di dalam suatu lingkungan sosial.

Hubungan Karakteristik Individu dengan Identitas Kolektif

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara usia dengan pembentukan identitas kolektif terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat pada Tabel 7 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank

Spearmen menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh adalah 0.596 dan nilai signifikannya adalah 0.000 (lihat lampiran 5). Nilai signifikan tersebut menunjukkan besaran yang lebih kecil dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa semakin dewasa masyarakat Naga, maka semakin mereka mengenali dan memahami tentang bagaimana mereka menaati segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat di dalam kelompoknya. Masyarakat Naga yang telah memasuki usia dewasa tua, maka mereka lebih dapat mengetahui dan memahami identitas kolektifnya, sedangkan masyarakat Naga yang memiliki usia yang cenderung masih muda, tidak paham sepenuhnya mengenai identitas kolektifnya. Masyarakat Naga yang memiliki usia yang lebih tua, pada umumnya lebih mengerti bagaimana menempatkan dirinya di dalam kelompoknya terutama kelompok adat, memahami dan menjalankan adat yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena pengalaman mereka lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat Naga yang memiliki usia muda. Masyarakat Naga yang memiliki usia muda, tidak mengetahui secara pasti bagaimana dirinya harus melakukan adat istiadat di dalam Kampung Naga. Biasanya mereka hanya mengikuti apa yang orang lain lakukan saja tanpa memahami secara mendalam apa arti dan maknanya. Berikut pernyataan salah satu responden masyarakat Naga :

“Kalau kita ingin benar-benar memahami kelompok kita, maka kita harus masuk kedalam kelompok tersebut dan untuk sampai pada titik itu, membutuhkan proses. Di dalam adat Naga, seseorang baru akan memahami adat secara menyeluruh, apabila usia dan pemikirannya semakin dewasa...”. (SHY, 76 tahun)

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara pendidikan dengan pembentukan identitas kolektif tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data rank

Spearmen menunjukkan bahwa nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0.298 dan nilai signifikannya sebesar 0.082 (lihat lampiran 5). Nilai ini menunjukkan

42

besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara masyarakat Naga yang berpendidikan rendah ataupun tinggi dalam menentukan identitas kolektif mereka di dalam suatu kelompok atau lingkungan adat. Pendidikan rendah ataupun tinggi yang telah masyarakat Naga peroleh, tidak membuat mereka melupakan bagaimana menjalin hubungan dalam kelompok yang sebagaimana telah diatur dalam adat istiadat Kampung Naga. Mereka harus tetap mematuhi adat istiadat Kampung Naga yang telah diajarkan oleh orang tua mereka dan harus terus dilaksanakan sampai akhir hayat. Prinsip mereka yang selalu menjunjung tinggi adat istiadat, membuat kelompok adat ini menjadi semakin kuat meskipun dijaman yang semakin moderen ini. Meskipun pendidikan yang mereka dapat sampai menjadi seorang doktor, namun adat istiadat tetap tertanam dihati mereka masing-masing sehingga terciptalah identitas kolektif Kampung Naga. Hasil lapang tersebut tidak didukung dari hasil penelitian Senoaji (2011) yang menyatakan bahwa jika pendidikan masyarakat adat semakin tinggi, maka suatu perubahan kebudayaan memiliki peluang besar untuk berubah. Berikut pernyataan salah satu responden masyarakat Naga :

“...di Kampung Naga ini, meskipun sudah mendapatkan pendidikan yang tinggi, tapi kami para orang tua selalu mengingatkan agar adat istiadat orang naga jangan sampai dilupakan, bahkan tanpa bapak terus ingatkan, anak bapak selalu menjaga adat istiadat yang telah bapak turunkan”. (EDT, 46 tahun)

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis pekerjaan dengan pembentukan identitas kolektif tidak terdapat hubungan yang nyata. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi-Square bahwa nilai Asymp. Sig.(2-sided) yang diperoleh adalah 0.284. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa pekerjaan menjadi petani, pemandu wisata, pengrajin, wiraswasta, maupun penjaga toko tidak mempengaruhi motivasi seseorang dalam menempatkan diri di dalam lingkungan adat. Pekerjaan apapun yang mereka geluti, tidak membuat mereka melupakan bagaimana adat istiadat yang telah membentuk diri pribadi di dalam Kampung Naga. Menjadi anggota adat Naga yang selalu mengutamakan adat istiadat, membuat identitas kolektif mereka semakin tampak dan kuat. Mengetahui siapa dirinya di Kampung Naga, menjalankan adat istiadat, sampai menjaga nama baik Kampung Naga merupakan perwujudan dari masyarakat Naga untuk menunjukkan identitas kolektif Kampung Naga.

Hasil pengujian hipotesis hubungan antara jenis kelamin dengan pembentukan identitas sosial terdapat hubungan yang nyata positif. Dapat dilihat pada Tabel 9 yang menyatakan angka yang didapat dengan menggunakan analisis data Chi-Square bahwa nilai Asymp. Sig.(2-sided) yang diperoleh adalah 0.001. Nilai ini menunjukkan besaran yang lebih besar dari nilai p-value yaitu 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam menentukan motivasi pembentukan identitas kolektif Kampung Naga. Laki-laki di Kampung Naga memiliki status dan peranan dalam adat yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Dalam kegiatan adat, laki-

43 laki selalu dilibatkan di dalamnya, sementara perempuan tidak dilibatkan secara langsung dalam kegiatan tersebut tetapi perempuanlah yang mengurusi keperluan laki-laki dalam kegiatan adat. Hal ini membuat peranan laki-laki dan perempuan menjadi berbeda, sehingga antara laki-laki dan perempuan mengetahui secara jelas batasan-batasan peran mereka dalam mengetahui motivasi untuk tetap menjaga adat istiadat sebagai wujud pembentukan identitas kolektif. Berikut penuturan salah seorang masyarakat Naga :

“Laki-laki dan perempuan disini udah dibagi tugasnya. Apalagi klo upacara adat, laki-laki mah lebih banyak ikut kegiatan adat

HUBUNGAN KETAATAN TERHADAP ADAT DENGAN

Dokumen terkait